ABSTRAK
Penyakit kardiovaskuler dan depresi adalah dua masalah kesehatan umum pada jutaan orang di seluruh dunia. Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa depresi adalah faktor risiko penyakit jantung yang signifikan pada kasus baru dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas penyakit jantung. Berbagai penelitian telah mempelajari mekanisme hubungan depresi dengan penyakit jantung, termasuk
ketidakseimbangan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, gangguan irama jantung, inflamasi, hiperkoagulabilitas, dan efek perilaku. Morbiditas
dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler masih sering dikaitkan dengan pengobatan depresi. Memahami dampak dan mekanisme
hubungan depresi dan penyakit jantung akan membantu pengembangan terapi yang bertujuan mengurangi prognosis buruk yang disebabkan
kedua penyakit komorbid ini.
Kata kunci: Depresi, penyakit kardiovaskuler, morbiditas
ABSTRACT
Cardiovascular disease and depression are two of the most common health problem that affect millions of people worldwide. Studies have
shown that depression is a significant risk factor for newly diagnosed heart disease and increases morbidity and mortality in established
heart disease. Hypotheses and mechanisms that linked depression and heart disease include hypothalamic-pituitaryadrenal axis imbalance,
heart rhythm disorder, inflammation, hypercoagulability, and psychosocial factors. Treatment of depression is still associated with morbidity
and mortality of cardiovascular disease. Understanding the impact and mechanisms behind the association of depression and heart disease
may allow development of treatments aimed at reducing bad outcomes caused by these comorbid illnesses. Leonirma Tengguna, Andri.
Depression and Heart Disease
Keywords: Depression, cardiovascular disease, comorbidity
PENDAHULUAN
Depresi merupakan problem kesehatan
masyarakat yang cukup serius. World Health
Organization (WHO) menyatakan depresi
berada pada urutan keempat penyakit di
dunia. Depresi mengenai sekitar 20% wanita
dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam
kehidupan.1
Gangguan depresi memiliki prevalensi
tinggi pada pasien penyakit jantung, Salah
satunya sindrom koroner akut. Penelitian
menunjukkan bahwa depresi juga merupakan faktor risiko signifikan pada kasus
baru dan dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas penyakit jantung. Meskipun
prevalensinya tinggi dan memiliki efek serius,
gejala depresi sering kali tidak dikenali dan
tidak diterapi pada sebagian besar pasien
Alamat korespondensi
118
email: mbahndi@yahoo.com
TINJAUAN PUSTAKA
4. Geografis
Di negara maju, depresi lebih sering terjadi
pada wanita. Penduduk kota lebih sering
menderita depresi daripada penduduk desa.1
5. Riwayat keluarga
Risiko depresi makin tinggi bila ada riwayat
genetik dalam keluarga.1
6. Kepribadian
Seseorang dengan kepribadian lebih tertutup, mudah cemas, hipersensitif, dan lebih
bergantung pada orang lain lebih rentan
terhadap depresi.1
7. Stresor sosial
Peristiwa kehidupan, baik yang akut maupun
kronik, dapat menimbulkan depresi. Persepsi
seseorang terhadap suatu stresor juga ikut
menentukan pengaruh stresor terhadap
orang tersebut.1
8. Dukungan sosial
Seseorang yang tidak terintegrasi ke dalam
masyarakat cenderung menderita depresi.1
9. Tidak bekerja
Suatu survei terhadap wanita dan pria di
bawah 65 tahun yang tidak bekerja selama
sekitar enam bulan melaporkan terjadinya
depresi tiga kali lebih sering.1
Komorbiditas Depresi dengan Penyakit
Jantung
Beberapa hal penting yang perlu diingat
pada komorbiditas depresi dengan penyakit
jantung, antara lain: 1) pasien yang pertama
kali mendapat serangan jantung hampir
selalu menyangkal bahwa gejala-gejala
penyakit yang dirasakannya berasal dari
jantung; 2) depresi dan stres emosi lain
dapat mempresipitasi gejala jantung akut
atau kematian mendadak; 3) psikofarmaka
dapat memberikan efek samping berupa
gangguan jantung, tetapi klinikus tidak
perlu takut menggunakannya; 4) depresi
merupakan faktor risiko tersendiri pada
coronary artery disease (CAD), baik pada lakilaki maupun wanita; 5) depresi setelah infark
jantung dikaitkan dengan peningkatan
risiko infark berulang dan kematian
(depresi memperburuk prognosis CAD);
6) depresi dapat menyebabkan kematian
mendadak melalui aktivitas nervus vagus
yang mempengaruhi denyut jantung; 7) penurunan serotonin yang dikaitkan dengan
119
TINJAUAN PUSTAKA
30) dikaitkan dengan risiko relatif CAD bila
dibandingkan dengan berat normal (BMI 18,524,9). Pada wanita, obesitas dikaitkan dengan
depresi.1
- Homosistein plasma
Peningkatan homosistein plasma dikaitkan
dengan CAD. Penurunan kadar homosistein
dengan suplementasi vitamin B dapat
mengurangi CAD. Pada pasien depresi terdapat peningkatan kadar homosistein.1
Hubungan Depresi dan CABG
Pada pasien yang menjalani CABG (Coronary
Artery Bypass Graft), depresi dikaitkan dengan
rawat inap yang lebih lama, fungsi diri yang
buruk, komplikasi perioperatif yang lebih
banyak, kualitas hidup yang lebih buruk,
terjadinya aterosklerosis, tingginya angka
rawat inap kembali, dan mortalitas.4
Pengaruh Fisiologik Depresi Terhadap
Penyakit Jantung
a) Hypothalamic-Pituitary-Adrenocortical Axis
(HPA) dan Simpatoadrenal (SA)
Hiperaktivitas HPA dapat mempercepat
terjadinya CAD. Peningkatan kadar kortisol
menyebabkan arterosklerosis, hipertensi,
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Hiperaktivitas HPA juga menyebabkan
terjadinya hiperaktivitas SA melalui jaras
sentral. Akibatnya, terjadi peningkatan
plasma katekolamin yang akhirnya menimbulkan vasokonstriksi, peningkatan
denyut jantung, dan aktivitas platelet yang
120
TINJAUAN PUSTAKA
merangsang koagulasi darah. Hiperkortisol
menyebabkan peningkatan faktor VIII dan
faktor von Willebrand, serta penurunan
aktivitas fibrinolitik.1,2
Pasien depresi yang tidak mendapat
pengobatan menunjukkan peningkatan
aktivitas platelet lebih tinggi 40% bila dibandingkan kontrol normal; derajat aktivitasnya sama dengan pasien arterosklerosis
pembuluh darah besar. Beberapa penelitian
melaporkan pasien depresi memperlihatkan
penurunan agregasi platelet ketika berespons
dengan serotonin. Oleh karena itu, serotonin
berperan pada aktivitas platelet pada
pasien depresi. Sertraline dan metabolitnya
menghambat aktivitas platelet. Pasien CAD
dengan depresi yang menggunakan sertraline
mendapat perbaikan berupa revaskulerisasi.
Aktivitas platelet lebih rendah pada pasien
pengguna sertraline. Paroxetine pada pasien
depresi dengan CAD juga bermanfaat
menurunkan aktivitas platelet yang signifikan
setelah enam minggu. Sebaliknya, dengan
nortriptilin tidak memberikan efek serupa.1,2
e) Efek perilaku
Selain efek fisiologis, depresi terkait dengan
pencegahan sekunder yang buruk di antara
pasien iskemia akut. Pasien pasca-infark
miokard yang depresi, dibandingkan dengan
pasien infark miokard yang tidak depresi,
lebih sedikit dalam hal takaran diet rendah
lemak, pengurangan kolesterol, berolahraga,
berhenti merokok, atau mengurangi stres
kehidupan, semua hal tersebut meningkatkan risiko kekambuhan kelainan jantung.2
PENATALAKSANAAN
Depresi berdampak buruk terhadap CAD.
Mortalitas meningkat pada pasien depresi
yang mengalami CAD. Oleh karena itu,
depresi pada CAD harus segera dikenali
dan diobati. Obat-obat antidepresan trisiklik
(TCA) dan selective serotonin reuptake inhibitor
(SSRI) efektif mengobati depresi pada CAD.
Selain itu, psikoterapi sangat diperlukan
untuk memberikan pengobatan holistik
supaya penyembuhan lebih cepat. Tidak ada
perbedaan respons terapi pada pasien depresi
baik dengan CAD maupun tanpa CAD.1
Pengaruh TCA terhadap Depresi pada
CAD
Obat-obat TCA meningkatkan denyut
jantung sekitar 11%, menginduksi hipotensi
121
TINJAUAN PUSTAKA
dan depresi.
8. ACE
inhibitor
mempunyai
efek
ketegangan, depresi, dan penurunan libido.
9. Preparat digitalis dapat menimbulkan
depresi, halusinasi, dan delirium.
10. Statin dulu diduga menyebabkan
depresi atau bahkan bunuh diri. Akan tetapi,
penggunaan jangka panjang statin justru
menunjukkan psikologi yang sehat, walaupun
mungkin disebabkan perubahan gaya hidup
atau efek dari rendahnya kolesterol.
Psikoterapi
Untuk mempercepat penyembuhan dan
mengurangi angka kekambuhan, psikoterapi
sangat berperan. Salah satu psikoterapi
adalah cognitive behavioral therapy (CBT).
Terapi ini jangka pendek, terstruktur, biasanya
berorientasi terhadap problem saat ini dan
bersifat individu. Kerjasama antara pasien dan
terapis sangat diperlukan.1,6
DAFTAR PUSTAKA
1.
Amir N. Penatalaksanaan komorbiditas depresi dengan coronary artery disease (CAD). In: Amir N, ed. Depresi aspek neurobiology diagnosis dan tatalaksana. Jakarta: FKUI;2005.h.24-6,115-
2.
Widiyanti M. Hubungan antara depresi, cemas, dan sindrom koroner akut [Internet]. 2014 Mei 25. Available from: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4881/3667.
3.
Sadock BJ, Sadock VA. Gangguan mood/suasana perasaan. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds. Buku ajar psikiatri klinis. 2nd ed. Jakarta: EGC;2010.h.189-96.
4.
Huffman JC, Celano CM, Beach SR, Motiwala SR, Januzzi JL. Depression and cardiac disease: Epidemiology, mechanisms, and diagnosis [Internet]. 2013 [cited 2014 June 2]. Available from:
5.
Musselman DL, Evans DL, Nemeroff CB. The relationship of depression to cardiovascular disease [Internet]. 1998 [cited 2014 June 2]. Available from: http://www.qpdpanel.com/downloads/
6.
Lichtman JH, Bigger JT, Blumenthal JA, Frasure-Smith N, Kaufmann PG, Lesperance F, et al. Depression and coronary heart disease. Circulation 2008;118:1768-75.
7.
Pozuelo L, Tesar G, Zhang J, Penn M, Franco K, Jiang W. Depression and heart disease: What do we know and where are we headed [Internet]. 2009 [cited 2014 June 1]. Available from:
8.
Dimos AK, Stougiannos PN, Kakkavas AT, Trikas AG. Depression and heart failure. Hellenic J Cardiol. 2009; 50: 410-7.
32.
http://www.hindawi.com/journals/cpn/2013/695925/.
depression_cardiovascular.pdf.
http://ccjm.org/content/76/1/59.full.pdf+html.
122