Anda di halaman 1dari 26

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1. Keseimbangan cairan dan elektrolit cairan tubuh terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Ruang intrasel (2/3 cairan tubuh)banyak di otot
b. Ruang ekstraseluler (1/3 cairan tubuh) yang dibagi lagi menjadi 3 bagian,
yaitu:
Cairan intravaskuler (3 L)
Cairan interstisial (8 L)
Cairan transeluler (paling sedikit)
2. Pengaturan kompartemen cairan tubuh
a. Osmosis + osmolaritas (dari encer ke pekat)
b. Difusi (dari zat terlarut tinggi ke zat terlarut rendah)
c. Filtrasi (perpindahan dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah)
d. Pompa Na dan K (merupakan salah satu bentuk transport aktif melawan
gradient sehingga membutuhkan energy. Na bergerak dari intrasel ke
ekstrasel, K bergerak dari ekstrasel ke intraselNa di ekstrasel lebih
tinggi
3. Gangguan volume cairan
a. Hipovolemia
Kehilangan air+elektrolit dengan proporsi yang sama. Hal ini berbeda
dengan dehidrasi (kehilangan air dengan peningkatan Na serum).
Contoh: diare, mual, faktor resiko DM insipidus
Penatalaksanaan: berikan larutan isotonic (RL, NaCl 0,9 %) untuk
tatalaksana kehilangan cairan dan bisa digunakan pada hipotensi. Jika
sudah normal dapat diberikan larutan hipotonik (NaCl 0.45%)
*syok hipovolemik terjadi jika volume cairan hilang >25% volume
intravascular
Tahapan syok hipovolemik:
1: volume darah hilang <=15%, dikompensasi dengan konstriksi pembuluh
darah. Tanda dan gejala: BP normal, RR normal, kulit pucat, ansietas
(cemas awal)
2: volume darah hilang 15-30% (750-1500mL). CO tidak dapat
dikompensasi dengan konstriksi pembuluh darah arteri. Tanda dan gejala:
RR meningkat (takikardi), BP normal, Tekanan diastolic meningkat,
berkeringat (stimulasi dari sistem saraf simpatik), ansietas ringan,
kelelahan
3: volume darah hilang 30-45% (1500-2000mL). Tanda dan gejala:
tekanan sistolik turun sampai di bawah 100 mmHg, sudah ada tanda klasik

syok hipovolemik; takikardi>120x/ menit, takipneu>30x/menit, penurunan


status mental (ansietas, agitasi), keringat dingin, kulit pucat, penurunan
sistolik.
4: kehilangan volume darah >40% (>2000Ml). Tanda dan gejala: takikardi
ekstrim, denyut nadi lemah, penurunan sistolik yang signifikan sampai
<=70 mmHg, kesadaran menurun, diaphoresis, dingin, ekstremitas sangat
pucat.
b. Hipervolemia
Na+ dan air tertahan dengan proporsi yang kurang lebih sama dengan di
dalam CES.
Penyebab: gagal ginjal, gagal jantung, sirosis hepatis
Manifestasi klinis: takikardi; peningkatan BP, vena sentral, BB, jumlah
urin; napas pendek & mengi
Intervensi: mencegah fluid volume electrolyte (FVE) dengan diet natrium,
mendeteksi FVE (memantau asupan, istirahat, dll), berikan posisi fowler
tinggi agar cairan ke jantung dan pre load berkurang.
Edema dapat terjadi akibat perluasan cairan di ruang interstisial
(penumpukan Na+) berikan terapi diuretik
c. Hiponatremia
Penyebab: Syndrome insufficiency
ADH (SIADH), hiperglikemi,
masukan cairan secara perenteral yang < elektrolit meningkat, penggunaan
air ledeng untuk enema atau irigasi gaster
Manifestasi klinis: mual, kram perut, neuropsikiatrik, anoreksia, perasaan
lelah.
*Suatu kondisi dikatakan terjadi peningkatan TIK jika kadar Na serum <
115 mEq/ L
Ciri-ciri peningkatan TIK: letargi, confuse, kedutan otot, kelemahan fokal,
hemiparase, papil edema, kejang
Penatalaksanaan: mengganti Na+ (oral, nasogastrik), berikan larutan
isotonic jika tidak dapat menggunakan Na+, pembatasan air lebih aman
pada pasien dengan volume cairan normal.
d. Hipernatremia (kadar Na> 145 mEq/L)
Penyebab: kehilangan air pada pasien yang tidak sadar karena tidak dapat
berespon terhadap rangsang haus, Na+ yang tidk proporsional (berlebih),
diabetes insipidus (jika pasien tidak berespon terhadap rasa haus, stroke ,
hampir tenggelam di laut, kegagalan sistem penyesuaian, sistem
hemodialisis/ hemodialisis peritoneal, pemberian cairan salin intravena.

Manifestasi klnis: neurologis, dehidrasi seluler,gelisah, lemah (pada


hipernatremi sedang), disorientasi, halusinasi, delusi (pada hipernatremi
berat), kerusakan otak permanen (pada hipernatremi sangat berat)
Intervensi: penurunan kadar Na serum secara bertahap dengan infus
larutan isotonic, lebih aman diberikan larutan hipotonik/ isotonic daripada
dekstrose karena dekstrose menurunkan kadar Na+

secara cepat

(penurunan Na+ plasma maksimal 2 mEq/ jam), koreksi hipernatremi


secara menetap.
e. Hipokalemia (kehilangan muntah dan penghisapan gastric)
Hipokalemia biasanya menyebabkan alkalosis dan demikian sebaliknya.
Setiap peningkatan pH0,1 artinya peningkatan kalium serum 0,5.
Hipokalemia biasanya terjadi pada diare, ileostomi baru, adenoma villous
(tumor pada saluran GI), dan bisa juga terjadi pada pasien yang mendapat
asupan karbohidrat parenteral.
Hipokalemia berat dapat menyebabkan henti jantung dan henti napas.
Tanda-tanda klinis jarang terlihat sebelum kadar kalium serum turun di
bawah 3, kecuali tingkat kehilangannya cepat.
Manifestasi klinis: keletihan, mual, muntah, kelemahan otot, kram kaki,
penurunan motilitas usus, parestesia, disritmia, peningkatan sensitifitas
terhadap digitalis.
Hipokalemia berkelanjutan dapat menyebabkan ketidakmampuan ginjal
memekatkan urinurin encer+rasa haus berlebih. Selain itu deplesi
kalium bisa menekan pelepasan insulin intoleransi glukosa.
Intervensi:
Pencegahan: K+ diperbaiki 40-80 mEq/hari, pasien beresiko
diperbaiki 50-100 mEq/hari
Tambahan kalium oral dapat menyebabkan lesi usus kecil. Oleh karena itu,
pasien harus dikaji + diingatkan tentang distensi abdomen, nyeri, dan
perdarahan.
Makanan yang banyak mengandung kalium antara lain: pisang, kismis,
jeruk, daging, susu, tomat segar, kentang, miju2, jus buah.
4. Gangguan asam basa
Jenis Gangguan

pH

pCO

HCO

Asidosis Respiratorik

Alkalosis Respiratorik
Asidosis Metabolik

Alkalosis Metabolik

5. Nilai normal
Na+ : 135-150 mEq/L
K+: 3,5-5
Ca+: 4,5-5,5
Bikarbonat sifatnya basa, asam karbonat sifatnya asam
6. Terapi cairan parenteral
Jenis larutan intravena
a. Cairan isotonis
Osmolalitasnya sama dengan serum NaCl 0,9%, RL, sebagai
rumatan di awal, tapi tidak boleh jadi rumatan rutin. Untuk
memperbaiki kekurangan Na+. jika dicampur dengan dekstrose

akan menjadi hipertonik. Digunakan pada kasus: luka bakar


b. Cairan hipotonis
Jika dicampur dekstrose jadi hipertonik. Contoh: NaCl 0,45%
c. Cairan hipertonis
Hanya digunakan saat kondisi kritis. Contoh: NaCl 0,3 %
Kebutuhan cairan
1. Masukan + haluaran orang dewasa per 24 jam
Masukan
Cairan oral: 1100-1400 mL
Air dalam makanan: 800-1000 mL
Air hasil metabolism: 300 mL
Total: 2200-2700 mL

Haluaran
Urin: 1200-1500 mL
Feses: 100-200 mL
Paru: 400 mL
Kulit: 500-600 mL
Total: 2200-2700 mL

2. Menghitung kebutuhan cairan/hari


Metode 1:
Kebutuhan cairan/hari= BB x 25-35 mL
*25 mL/kgpasien CHF; 30 mL/kgrata-rata orang dewasa; 35
mL/kgpasien infeksi/ luka
kebutuhan elektrolit
Sodium (Na)
: 2-3 mEq/100 mL H2O/ hari
Potassium (K)
: 1-2 mEq/100 mL H2O/ hari

Chloride (Cl)
: 2-3 mEq/100 mL H2O/ hari
Metode 2:
10 kg pertama
: kalikan dengan 100 mL cairan
10 kg berikutnya
: kalikan dengan 50 mL cairan
Setiap tambahan/ kg : kalikan 15 mL cairan
Metode 3:
1 mL/kcal intake= ml cairan yang dibutuhkan per hari
Metode 4:
(kg BB-20) x 15 + 1500=mL/hari
Metode 5:
Dewasa normal
:30-35 mL/kg BB
Dewasa berusia 55-75 tahun : 30 mL/kg BB
Dewasa berusia > 75 tahun : 25 mL/kg BB
3. Menghitung BUN
BUN merupakan nitrogen urea darah yang terbentuk dari urea yang
merupakan hasil akhir dari metabolism protein (pembentukan urea,
protein di hati)
Kadar normal: 10-20 mg/dLSI=3,5-7 mmol/L
Kondisi yang dapat meningkatkan BUN: perdarahan GI,

dehidrasi, peningkatan masukan protein, demam, sepsis


Kondisi yang dapat menurunkan BUN: penyakit hati tahap

akhir, kelaparan, diet rendah protein


Nilai osmolalitas serum perkiraan
Na+ x 2 x glukosa/ 18 + BUN/ 3

Gangguan asam basa


Dibahas di AGD
Terapi cairan parenteral; terdiri dari
-

Cairan isotonis
Cairan hipotonik
Cairan hipertonik

Kebutuhan cairan tubuh:


Pamasukan = Pengeluaran
Volume infuse + air metabolisme 200 ml = volume urine + penguapan 300 ml
Volume infuse (ml) = volume urine + 700 ml

Terapi cairan
Resusitasi mengganti kehilangan akut. Penggantian deficit kristaloid dan atau
koloid.
Rumatan memasok kebutuhan harian. Kebutuhan harian kristaloid.
Kebutuhan cairan rumatan:
Berat

Kecepatan

10 kg pertama

4 ml/kg/jam

10-20 kg berikutnya

tambahkan

tambahkan

ml/kg/jam
Di atas 20 kg
ml/kg/jam
Kehilangan cairan normal:

IWL (paru 400 ml/hari dan kulit 600 ml/hari)


Standar kehilangan IWL
Neonatus
: 30 ml/kgBB/hari
Bayi
: 50-60 ml/kgBB/hari
Anak
: 40 ml/kgBB/hari
Remaja
: 30 ml/kgBB/hari
Dewasa
: 20 ml/kgBB/hari
Feses 100 ml/hari
Produksi urin ( > 0,5 1 ml/kgBB/jam)
Standar volume urin
Neonatus
: 10-90 ml/kgBB/hari
Bayi
: 80-90 ml/kgBB/hari
Anak
: 50 ml/kgBB/hari
Remaja
: 40 ml/kgBB/hari
Dewasa
: 30 ml/kgBB/hari

Perubahan kebutuhan cairan


Kebutuhan cairan meningkat jika:
Demam (peningkatan 10C tambah 12%)
Muntah, diare
Gagal ginjal output berlebihan
Diabetes insipidus
Luka bakar
Shock

Takipnea
Kebutuhan cairan menurun jika:

Gagal jantung kongestif


Ventilasi mekanik
Paska bedah
Gagal ginjal
Tekanan intrakranial tinggi
SIADH

Komplikasi pemberian cairan:


Sistemik:

Kelebihan cairan tubuh


Kekurangan cairan tubuh
Kelainan elektrolit
Kelainan gula darah
Emboli udara

Lokal:
Flebitis
Infeksi
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :
-

Dehidrasi (isotonic, hipernonik, hipotonik)


Edema
Intoksikasi air

Stage syock hipovolemik

HIPOKALEMIA DAN HIPEEKALEMIA


PERTIMBANGAN FISIOLOGIK
Kalium merupakan kation utama intraseluler. Transpor aktif yang diperantarai
oleh Na+, K+ yang dirangsang oleh ATPase dalam membrane sel, mempertahankan
seluler sekitar 160 mmol/L, 40 kali lipat daripada cairan ekstraseluler. Semua,
kecuali 2 persen, dari 2500 sampai 3000 mmol kalium dalam tubuh berada dalam
sel. Karena kalium adalah fraksi yang besar dari zat terlarut selular total, ia
merupakan penentu utama dari volume sel dan osmolalitas cairan tubuh. Di
samping itu, kalium adalah kofaktor yang penting dalam proses metabolic.
Kalium ekstraseluler, yang merupakan fraksi kecil dari keseluruhan, amat sangat
mempengaruhi neuromuskuler. Rasio konsentrasi kalium intraseluler terhadap
ekstraseluler merupakan penentu utama dari potensial membran dalam jaringan
yang terangsang. Karena konsentrasi kalium ekstraseluler rendah, deviasi kecil
dalam konsentrasi menimbulkan variasi besar dalam rasio ini. Sebalikya, hanya
perubahan besar dalam kalium intraseluler mempengaruhi rasio secara bermakna.
Hubungan ini mempunyai konsekuensi praktis. Sebagai contoh, efek toksik dari
hiperkalemi dapat dikurangi dengan menginduksi pergerakan pergerakan kalium
dan cairan ekstraseluler ke dalam sel.
Hubungan antra kalium plasma dan seluler dipengaruhi oleh keseimbangan asam
basa dan hormon. Asidosis cenderung menggeser kalium keluardari sel dan
alkalosis mmpermudah geakan dari cairan ekstraseluler ke dalam sel. Hubugan
antara pH darah dan kalium plasma adalah komplek dan dipengaruhi oelh
beberapa

faktor,

termasuk

jenis

asidosis,

lamanya

perubhan

keadaan

keseimbangan asam-basa dan perubahan bikarbonat plasma saja. Pada umumnya,

perubahan kalium plasma lebih sedikit pada asidosis repiratorius daripada dengan
asidosis metabolik dan lebih sedikit pada alkalosis daripada asidosis.
KEHILANGAN KALIUM DAN HIPOKALEMI

1. Patogenesis
Hipokalemi adalah kehilangan kaliu sehingga kadar ion K serum <3,5 mEq/L.
Defisiensi kalium sering dijumpai pada gangguan gastrointestinal dengan muntah,
diare, atau hilangnya sekresi gastrointestinal adalah menonjol. Diare dapat
menyebabkan deficit kalium, karena konsentrasi kalium dalam cairan feces adalah
40 sd 60 mmol/L. Hilangnya sekresi lambung melalui

muntah atau isapan

nasogastrik juga merupakan penyebab yang umum dari deplesi kalium.


Konsentrasi kalium dari cairan lambung hanya 5 sampai 10 mmol/L , kehilangan
langsung menyebabkan keseimbangan kalium sedang samapi negative. Defisit
kalium terutama disebabkan oleh tiga mekanisme. Hilangnya asam lambung
menyebabkan alkalosis metabolic, yang meningkatkan konsentrasi kalium sel
tubuler. Meningkatnya konsentrasi bikarbonat plasma juga meningkatkan
penghantar bikarbonat dan cairan ke nefron distal. Pada tempat tersebut, kelebihan
bikarbonat bertindak sebagai anion tidak direabsorbsi untuk memperbesar
ekskresi kalium. Akhirnya hiperaldosteronisme sekunder yang disebabkan oleh
konstriksi volume ekstraselule dapat berperan dalam mempertahankan ekskresi
kalium pada kadar yang tinggi, tanpa pertimbangan deplesi kalium.
Diuretik adalah pnyebab terseringa diantra yang lainnya dari hipokalemi dan
depresi kalium. Thiazid, loop diuretic dan inhibitor karbonat anhidrase, semuanya
meningkatkan ekskresi kalium. Agen-agen ini meningkatkan penghantaran kalium
dan cairan ke tempat nefron yang lebih proksimal.
Ekskresi kalium meningkat selama dieresis osmotik. Mekanisme ini membawa ke
deplesi kalium pada pasien dengan dibetik ketoasidosis dengan diuretic osmosis
yang disebabkan glikosuria dan untuk meningkatkan ekskresi anion asam keto.
Tetapi, tanpa mempertimbangkan deplesi kalium, kalium plasma ungkin normal
atau bahkan tinggi, disebabkan oleh pergeseran kalium keluar dari jaringan, yang

terutama disebabkan oleh defisiensi insulin dan isufisensi ginjal. Kegagalan untuk
engenal deplesi kalium dapat menimbulan kordiotoksikosi diterapi dengan insuln
atau alkali. Konsentrasi plasma kalium yang normal pada pasien dengan diabeik
ketoasidosis, sangat menunjukkan deplesi kalium.

Sebab Sebab Kehilangan Kalium dan Hipokalemia


Gastrointestinal
a. Asupan diet kurang
b. Gangguan saluran makanan (muntah, diare, adenoma vilosa, fistula,
ureterosigmoidestomi)
II. Ginjal
a. Alkalosis metabolic
b. Diuretik, dieresis osmotic
c. Efek mineralkortikoid berlebihan
- Aldosteronisme primer
- Aldosteronisme sekunder (termasuk hipertensi maligna, sindroma
barter, tumor sel jukstaglomelural)
- Konsumsi licorice
- Kelebihan glukokortikoid (sindrom caushing, steroid eksogen, produksi
ACTH ektopik)
d. Penyakit tubulus ginjal
- Asidosis tubulus ginjal (tipe I dan II)
- Leukemia
- Sindrom Liddle
- Beberapa antibiotic
e. Kekurangan magnesium
III. Hipokalemia akibat perpindahan kalium ke dalam sel (tidak kehilangan)
a. Paralisis periodic hipokalemik
b. Efek insulin
c. Alkalosis
d. Aktivitas adrenergik beta meningkat

2. Gambaran Klinis
Gejala hipokalenia dan kehilangan kalium yang paling menonjol adalah gejalagejala neuromuskuler. Kehilangan dalam derajat sedang mungkin tdak bergejala,
terutama yang timbul secara lambat. Namun demikian, bberapa pasien
mengeluhkan kelemahan otot, terutama pada ekstremitas bawah. Pada tingkat
yang lebih berat atau akut, gejala kelemahan otot rangka yang menyeluruh dapat
mencolok hipokalemi yang sangat berat atau terjadi mendadak dapat terjadi
paralisis total, juga pada otot-otot pernapasan. Dapat terjadi rabdomiolisis. Pada

pemeriksaan fisik, pasien mungkin menunjukkan hilang atau menurunnya refleks


tendo, di samping berkurangnya kekuatan otot. Otot polos saluran makanan juga
dapat terserang, menimbulkan ileus paralitik.
Kelainan elektrokargiogram sering dijumpai. Perubahan yag khas termasuk
pendataran dan inverse gelombang T, gelombang U yang makin menonjol dan
segmen ST yang mencekung. Peubahan ini tidak berkorelasi dengan keparahan
gangguan metabolism kalium dan tidak dapat diandalkan sebagai petunjuk makna
klinis suatu deficit kalium. Meskipun suat kehilangan kalium dalam jumlah
sedang, jarang mempengaruhi kerja jantung, namun suatu penurunan kadar
kalium yang terjadi secara cepat atau dalam jumlah besar dapat menimbulkan
henti jantung. Defisiensi kalium menigkatkan toksisitas digitalis terhadap jantung.
Berbagai macam aritmia jantung dan ventrikel dapat terjadi pada hipokalemia,
terutama pada pasien yang mendapat digitalis.
Fungsi tubulus ginjal menjadi sangat terganggu oleh kehilangn kalium. Kelainan
yang paling menonjol adalah berkurangnya kemampuan memekatkan air kemih,
sehingga terjadi poliuria dan polidipsia. Laju filtrasi gomerulus normal atau
sedikit menurun, penurunan dalam jumlah sedang dapat terjadi pada nefropati
kronik kehilangan kalium. Urinalisis dengan kelainan ringan. Ekskresi kalium
normal atau meningkat minimal dan sedimen kemih normal, atau hanya
memperlihatkan jumlah silinder hialin atau granuler yang sedikit meningkat.

3. Diagnosis
Penyebab hipokalemia dan kehilangan kalium biasanya jelas dari anamnesis.
Namun

demikian,

pasien

yang

mengalami

defisiensi

kalium

akibat

penyalahgunaan laksansia, psikogenik, muntah yang dirangsang sendiri atau


pemakaian diuretik secara sembunyi-sembunyi jarang akan mengungkapkan
anamnesis yang akurat. Pasien dengan adenoma vilosa pada rectum terkadang
melaporkan bahwa feces memiliki bentuk, namun anamnesis yang cermat akan
mengungkap adanya sekresi mucus yang khas pada tumor tersebut.

Hipokalemi
a

Perkembangan
pergeseran sel (alkalosis
insulin, agonis, adrenergik, paralisis

Tekanan
darah
Normal

Hiperten
si

K+ urin

<25
mmol/l

Renin
Plasma
Tinggi

>25mmol/
l

HCO3serum

Aldosteron
plasma

HCO3serum

Renda
h/N

Tingg
i

Kehilan
gan
salu-ran
makaan
ba-wah

Diureti
k
(sebelu
mnya)

Renda
h

Asidosi
s
tubulus
ginjal,
diabeti
k

Tinggi
Tinggi

Renda
h

Muntah
diuretic
(sekara
ng), S.
barther

Hipertensi
malignan
tumor
penghasil
renin

4. Pengobatan

Rendah

Hiperaldost
eronis
me

>gluk
okortik
oid
licoric
e

Bilamana mungkin, kehilangan kalium perlu dikoreksi dengan meningkatkan


asupan gizi atau suplementasi dengan garam kalium. Kalium klorida merupakan
garam terpilih, terutama pada pasien alkalosis. Dapat diberikan dalam bentuk
eliksir atau dalam bentuk tablet dimana Kristal-kristal kalium klorida ditanamkan
dalam lilin. Pada pasien edema yang mendapat diuretic sebagai penyebab
hipokalemia, deficit kalium perlu dicegah atau diatasi dengan peningkatan asupan
kalium melalui makanan, suplementasi kalium klorida atau penambahan suatu
diuretic hemat kalium seperti spironolakton. Pengobatan intravena diperlukan
pada pasien dengan gangguan saluran makanan atau bila defisiensi kalium sangat
berat.

Hipokalemi dan hipokalsemi dapat terjadi bersamaan, misalnya pada pasien


dengan sindrom malabsorbsi, Efek neuromuscular dari masing- masing kelainan
elektrolit ini menjadi tersamar oleh yang lain. Pengobatan kedua gangguan ini
secara

seendiri-sendiri

dapat

membangkitkan

gejala.

Jadi,

pengobatan

hipokalemia akan mencetuskan tetani dan sebaliknya, pengobatan hipokalsemia


akan mambangkitkan manifestasi defisiensi kalium.

HIPERKALEMIA

1. Patogenesis
Ekskresi ginjal yang tidak adekuat merupakan penyebab yang sering. Jika
oligouria atau anuriaa ada dengan semakin progresifnya gagal ginjal akut,
hiperkalemia pasti terjadi. Kalium plasma meningkat 0,05mmol/l per hari jika
tidak ada beban abnormal. Gagal ginjal kronik tidak menyebabkan hiperkalemia
berat atau progresif, kecuali jika oligouria jug ada. Perubahan adaptif
meningkatkan ekskresi kalium per nefron residual bila gagal ginjal kronik
semakin berlanjut.
Penurunan dalam volume sirkulasi yang efektif cenderung mengganggu ekskresi
kalium. Dalam keadaan seperti deplesi garam dan air atau gagal jantung kongestif,
laju filtrasi gloerulus berkurag dan reabsorbsi cairan meningkat. Penurunan
penghantaran cairan ke tubulus distal ini, membatasi sekresi kalium ke dalam air
kemih. Hiperkalemia dapat terjadi dalam beberapa pasien; biasanya sedang dan
tidak progresif, tetapi dapat menjadi berat jika beban kalium tinggi.

Sebab-Sebab Hiperkalemi
I. Ekskresi tidak adekuat
a. Gangguan ginjal
- Gangguan ginjal akut
- Gagal ginjal kronik berat
- Gangguan tubulus
b. Volume sirkulasi efektif menurun
c. Hipoaldosteronisme
- Penyakit adrenal
- Hiporeninemia
Menyertai penyakit tubulointerstinal ginjal
Akibat obat-obatan (anti inflamasi non steroid,penghambat enzim
konversi, antagonis dan adrenergic beta)
d. Diuretik yang menghambat sekresi kalium (spironolakton, triamteren,
amilorid)
II. Perpindahan kalium dari jaringan
a. Kerusakan jaringan (gencetan pada otot, hemolisis, perdarah internal)
b. Obat-obatan (suksinilkolin, arganin, digitalis, keracunan, antagois
adrenergic beta).
c. Asidosis
d. Hiperosmolalitas
e. Defisiensi insulin
f. Paralisis periodic hiperkalemik
III.
Asupan berlebihan
IV.
Pseudohiperkalemia
(trombositosis, leukositosis, teknik punksi vena yang buruk, hemolisis in
vitro).

2. Gambaran Klinis
Efek toksik terpenting dari hiperkalemia adalah aritmia jantung. Manifestasi
paling dini adalah munculnya gelombang T puncak tinggi, terutama menonjol
pada hantaran prekordial. Namuntidak seperti gangguan lain yang menyebabkan
gelombang T puncak tinggi. Hiperkalemia tidak memperpanjang interval QT.
Perubahan lebih lanjut antara lain peanjangan interval PR, blok jantung komplit
dan asistole atrium. Bila kalium plasma makin meninggi, kompleks-kompleks
ventrikule dapat memburuk. Kompleks QRS memanjang progresif, dan akhirnya
menyatu dengan gelombang T membentuk konfigurasi gelombang sinus. Akirnya
dapat terjadi fibrilasi dan henti ventrikel.

Terkadang, hiperkalemia sedang atau berat menimbulkan dampak yang nyata pada
otot-otot perifer. Kelemahan otot asenden dapat terjadi dan berkembang menjadi
kuadriplegia flaksid dan paralysis pernapasan. Fungsi syaraf-syaraf cranial dan
serebral adalah normal demikian juga esensial.

3. Diagnosis
Hiperkalemia yang berat atau progresif jarang terjadi tanpa adanya insufisiensi
ginjal. Karenanya kadar kreatinin plasma dan curahnya dalam air kemih perlu
segera ditentukan pada pasien hiperkalemia. Gagal ginjal akut, terutama dengan
oligouria akan menyebabkan hiperkalemia , penghambat adrenergic rogresif.

Pada semua pasien dengan hiperkalemia anamnesis perlu dipusatkan pada obatobat yang dapat meningkatkan kadar kaium misalnya penghambat kenversi,
antiinflmasi non steroid (AINS), penghambat adrenergic beta, dan diuretic hemat
kalium. Sumber-sumber asupan kalium diet perlu ditinjau, misalnya suplemen
kalium atau garam pengganti. Tanda-tanda kehilangan volume ekstraseluler,
penyakit Addison, atau keadaan-keadaan edema dengan penurna volume
ekstraseluler efektif perlu dicari pada pemeriksaan fisik.

Sebagai tambahan terhadap kreatinin plasma kadar gula darah dan bikarbonat
plasma harus ditentukan untuk mengevaluasi kemungkinan kontribusi diabetes
atau asidosis terhadap hiperkalemia. Pengukuran kalium air kemih hanya sedikit
nilainya dalam diagnosis banding. Rekaman elektrokardiagram penting dalam
mengevaluasi efek hiperkalemia. Pada pasien tanpa penjelasan adekuat tentang
hiperkalemia, terutama jia elektrokardiagram tidak memperlihatkan gambaran
hiperkalemik, kemungkinan hiperkalemik perlu dipertimbangkan.

4. Terapi
Dalam mempertimbangkan terapi, sangat bermanfaat untuk mengelompokkan
hipekalemia menurut derajat keparahan. Keserusan hiperkalemi paling baik
diperkirakan denan mempertimbangkan konsentrasi kalium plasma dan rekaman
elektrokardiagram. Jika kalium plasma 6 sampai dengan 8 mmol/l dan puncak
gelombang

merupakan

satu-satunya

abormalitas

elektrokardiografik,

hiperkalemianya sedang. Hiperkalemia berat ada jika kalium plasma lebih dari 8
mmol/l atau jika abnormalitas elektrokardiografi mencakup tidak adanya
gelombang P, pelebaran kompleks QRS atau aritmia ventrikuler.

Hiperkalemia ringan biasanya dapat ditangani dengan mengatasi penyebabnya,


seperti menghentikan diuretic hemat kalium, atau mengatasi kehilangan volume
yang menyertai asidosis. Pasien penyakit Addison memerlukan terapi hormonal
spesifik. KAsus-kasus dengan gangguan tubulus ginjal dapat diubah dengan
pemberian loop diuretic guna meningkatkan ekskresi kalium. Pasien dengan
hipoaldosteronimia hiporeninemik juga berespons baik dengan loop diuretic
mugkin memerlukan mineralkortikoid.
Hiperkalemia yang lebih berat atau progresif memerlukan terapi yang lebih ketat.
Toksisitas jantung yang berat bereaksi paling cepat terhadap infuse kalsium; 10
hingga 30 ml kalsium glukonat 10 persen dapat diberikan intravena selama 1
hingga 5 menit dibawah pemantauan elektrokardiagram kontinyu. Walaupun
infuse kalium tidak mengubah kadar kalium plasma, namun dapat mengimbangi
efek tiddak diharapkan dari kalium terhadap membrane neuromuscular. Efek
infuse kalum ini, walaupun nyaris segera terlihat hanya akan bersifat sementara
jika hiperkalemia tidak langsung diatasi.

GAGAL GINJAL KRONIK

1. Definisi Gagal Ginjal Kronik


Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak saling
bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior inferior tubuh manusia yang
normal. Setiap ginjal mempunyai berat hampir 115 gram dan mengandungi unit
penapisnya yang dikenali sebagai nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan
tubulus. Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring manakala tubulus adalah
struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan dengan glomerulus. Ginjal
berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba yang dikenali sebagai ureter.
Urin disimpan di dalam kandung kemih sebelum ia dikeluarkan ketika berkemih.
Uretra menghubungkan kandung kemih dengan persekitaran luar tubuh (Pranay,
2010).

Ginjal adalah organ yang mempunyai fungsi vital dalam tubuh manusia. Fungsi
utama ginjal adalah untuk mengeluarkan bahan buangan yang tidak diperlukan
oleh tubuh dan juga mensekresi air yang berlebihan dalam darah. Ginjal
memproses hampir 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan kurang lebih 2
liter urin. Bahan buangan adalah hasil daripada proses normal metabolisme tubuh
seperti penghadaman makanan, degradasi jaringan tubuh, dan lain-lain. Ginjal
juga memainkan peran yang penting dalam mengatur konsentrasi mineral-mineral
dalam darah seperti kalsium, natrium dan kalium. Selain itu ia berfungsi untuk
mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah,
serta sekresi bahan buangan dan lebihan garam (Pranay, 2010). Keadaan dimana
fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang
dapat mencapai 60 % dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia disebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal Ginjal

Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan
tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer, 2001).
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National
Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku
kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR)
kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap
yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010):
Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2)
Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik,
nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain seperti
hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut (Price,
1995), penyebab GGK adalah :
1. Infeksi seperti pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.
4. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan
asidosis tubulus.
5. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan
amiloidosis.

6. Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan
refluks ureter.
Walaubagaimanapun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah
yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras normal,
menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta
pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi,
terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan jika tidak
dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan jantung, strok dan
gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa menyebabkan hipertensi (NKF,
2010).

3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik


Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada
jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab
kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai
keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan
mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi.
Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi
bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga bahan tersebut meningkat
dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang
normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%.
Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).
Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi,
walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang
progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari
glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan
menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan
fokal (Arora, 2010).
Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang
bersifat progresif adalah :

1. Hipertensi sistemik
2.Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia

Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini
menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin
banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi.
Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan kadar
pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan
menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan
metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan
vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi
kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu
blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap
akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi
sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan
tubuh. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal
ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu
diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi
asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang
mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal
terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis

berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan
adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).

4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik


Oleh karena ginjal memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur
keseimbangan homeostasis tubuh, penurunan fungsi organ tersebut akan
mengakibatkan banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain.
Antara gejala-gejala klinis yang timbul pada GGK adalah (Pranay, 2010):
1. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia).
2. Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air).
3. Hipertensi.
4. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam
tubuh.
5. Anoreksia, nausea dan vomitus.
6. Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia.
7. Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru.
8. Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat
akumulasi bahan buangan atau toksikasi uremia.
9. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita.
10. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi.
11. Libido yang berkurangan dan gangguan seksual.

5. Pemeriksaan Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik biasanya tidak menampakkan gejala-gejala pada tahap awal
penyakit. Untuk menegakkan diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk
yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang mendasari. Namun
demikian pada beberapa keadaan memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus.
Dengan hanya melakukan pemeriksaan laboratorium bisa dikesan kelainankelainan yang berlaku. Individu-individu yang mempunyai risiko besar untuk
terpajannya penyakit harus melakukan pemeriksaan rutin untuk mengesan

penyakit ini. Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada GGK
dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu untuk menentukan
derajat kegawatan GGK, menentukan gangguan sistem dan membantu
menegakkan etiologi. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk mencari
apakah ada batuan, atau massa tumor, dan juga untuk mengetahui beberapa
pembesaran ginjal. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dilakukan untuk
melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia
dan gangguan elektrolit.
Pemeriksaan urin termasuk di dalam pemeriksaan laboratorium. Antara
pemeriksaan urin yang dilakukan adalah urinalisa dan juga kadar filtrasi
glomerulus. Analisis urin dapat mengesan kelainan-kelainan yang berlaku pada
ginjal. Yang pertama dilakukan adalah dipstick test. Tes ini mengguanakan reagen
tertentu untuk mengesan sunstansi yang normal maupun abnormal termasuk
protein dalam urin. Kemudian urin diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari
eritrosit dan leukosit dan juga apakah adanya kristal dan silinder. Bisanya
dijumpai hanya sedikit protein albumin di dalam urin. Hasil positif pada
pemeriksaan dipstick menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan yang lebih
sensitif bagi menemukan protein adalah pemeriksaan laboratorium untuk estimasi
albumin dan kreatinin dalam urin. Nilai banding atau ratio antara albumin dan
kreatinin dalam urin memberikan gambaran yang bagus mengenai ekskresi
albumin per hari. Menurut Prodjosudjadi (2001) tahap keparahan penyakit ginjal
yang diukur berdasarkan Tes Klirens Kreatinin (TKK), diklasifikasikan gagal
ginjal kronik (chronic renal failure, CRF) apabila TKK sama atau kurang dari 25
ml/menit. Penurunan fungsi dari ginjal tersebut akan berterusan dan akhirnya
mencapai tahap gagal ginjal terminal apabila TKK sama atau kurang dari 5
ml/menit.

Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah penunjuk umum bagi kelainan ginjal.
Dengan bertambah parahnya kerusakan ginjal, LFG akan menurun. Nilai normal
LFG adalah 100-140 mL/min bagi pria dan 85-115 mL/min bagi wanita. Dan ia
menurun dengan bertambahnya usia. LFG ditentukan dengan menentukan jumlah

bahan buangan dalam urin 24 jam atau dengan menggunakan indikator khusus
yang dimasukkan secara intravena (Pranay, 2010).
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National
Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku
kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR)
kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap
yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010):
Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2)
Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)
Estimated GFR (eGFR) dilakukan dengan menghitung anggaran GFR
menggunakan hasil dari pemeriksaan darah. Adalah penting untuk mengetahui
nilai estimasi GFR dan tahap atau stage GGK penderita. Ini adalah untuk
melakukan pemeriksaan tambahan lain dan juga upaya panatalaksanaan.
Pemeriksaan darah yang dianjurkan pada GGK adalah kadar serum kreatinin dan
blood urea nitrogen (BUN). Ia adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk
monitor kelainan ginjal. Protein kreatinin adalah hasil degradasi normal otot dan
urea adalah hasil akhir metabolisme protein. Hasil keduanya meningkat dalam
darah jika adanya panyakit pada ginjal. Electrolyte levels and acid-base balance
ditentukan karena gagal ginjal akan menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Terutamanya kalium, fosfor dan kalsium (Pranay, 2010). Hiperkalemia adalah
yang perlu diberi perhatian. Keseimbangan asam basa juga biasanya terganggu.
Blood cell counts dilakukan karena pada dasarnya, kerusakan ginjal menyebabkan
gangguan pada produksi eritrosit dan memendekkan jangka hayatnya. Ini
menyebabkan anemia. Setengah penderita juga mungkin mengalami defisiensi zat
besi karena kehilangan darah pada saluran gastrointestinal mereka.

Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan gambaran yang tidak bersifat invasif.


Pada tahap kronik, ginjal biasanya mengerucut walaupun pada beberapa kelainan
seperti adult polycystic kidney disease, diabetic nephropathy, dan amiloidosis ia
tampak membesar dan mungkin normal. USG digunakan untuk mendiagnosa
apakah terdapat obstruksi, batuan ginjal, dan menilai aliran darah ke ginjal
(Pranay, 2010).

Anda mungkin juga menyukai