Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di Indonesia.
Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung terwujudnya perubahan
status kesehatan masyarakat menuju peningkatan derajat kesehatan yang optimal. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal tentu diperlukan upaya pembangunan
sistem pelayanan kesehatan dasar yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat selaku konsumen dari pelayanan kesehatan dasar tersebut.
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan
dalam sistem pelayanan kesehatan, harus melakukan upaya kesehatan wajib (basic six)
dan beberapa upaya kesehatan pilihan yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan,
tuntutan, kemampuan dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat.
Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh dan
terpadu dilaksanakan melalui upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan
pemulihan disertai dengan upaya penunjang yang diperlukan. Ketersediaan sumber daya
baik dari segi kualitas maupun kuantitas, sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan.
Upaya kesehatan yang wajib diselenggarakan oleh Puskesmas adalah promosi
kesehatan, pelayanan pengobatan, kesehatan ibu dan anak, pemberantasan penyakit
menular, kesehatan lingkungan, dan gizi. Rincian informasi yang dikumpulkan adalah
apakah masing-masing upaya kesehatan wajib tersebut diselenggarakan atau tidak. Salah
satu upaya kesehatan wajib yang masih menjadi perhatian adalah Pemberantasan
penyakit menular terutama Tb Paru. Dimana masih tingginya angka prevalensi penemuan
kasus di setiap tahun. Kasus penyakit menular ini terutama banyak terjadi di daerah yang
sanitasi dan hiegine dari suatu tempat itu buruk, hingga kasus ini menjadi kasus yang
susah untuk ditemukan. Kasus Tb paru menjadi fenomena gunung es yang menjadi
penyebab utamanya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
kepatuhan minum obat dan pengetahuan tentang penyakit menular Tb Paru, sehingga
kasus ini susah untuk ditemukan.
Berdasarkan Global Report TB WHO tahun 2011, prevalensi TB diperkirakan
sebesar 289 per 100.000 penduduk, insidensi TB sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan
1

angka kematian sebesar 27 per 100.000 penduduk. WHO memperkirakan di Indonesia


setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 550.000 kasus TB.
Sedangkan data Departemen Kesehatan pada tahun 2001 di Indonesia terdapat 50.443
penderita dengan TB BTA (+) yang diobati (23% dari perkiraan penderita TB BTA (+).
dari kasus berusia 15 49 tahun dan baru 20% yang tercakup dalam program
pembrantasan TB yang dilaksanakan pemerintah.
Pada tahun 2010, angka insidensi semua tipe TB, 450.000 kasus atau 189 per
100.000 penduduk, angka prevalensi semua tipe TB, 690.000 atau 289 per 100.000
penduduk dan angka kematian TB, 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang
per hari sedangkan angka insidensi kasus baru TB Paru BTA positif pada tahun 2010
tidak tersedia. Bila dibandingkan dengan tahun 1990 (base line data) capaian insidensi
semua tipe sebesar 44,9%, prevalensi semua tipe TB sebesar 34,8% dan angka kematian
TB sebesar 70,6%.
Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional
prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1.
wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2. wilayah
Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3. wilayah
Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk
propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu
pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif
secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan ratarata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Pada awal tahun 1995 WHO telah
2

merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai


strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan
yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci
1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, 3)
Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus
yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan, 4) Jaminan ketersediaan OAT
yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Pengembangan strategi DOTS sampai dengan tahun 2010 telah dilaksanakan di
seluruh provinsi (33 provinsi) pada 502 kabupaten / kota yang ada. Pada sarana fasilitas
Kesehatan secara kuantitatif strategi DOTS telah dilaksanakan di Puskesmas (96%) dan
di Rumah Sakit (40%) baik Rumah Sakit Pemerintah, Swasta, BUMN, TNI-POLRI,
BBKPM/BKPM dan RSTP.
Dari pernyataan-pernyataan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Hubungan tingkat pengetahuan PMO tentang TB paru dengan
kepatuhan minum obat pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang Kota
Mataram Periode November 2014 Desember 2014.
1.2.

Rumusan Masalah
Adakah hubungan tingkat pengetahuan PMO tentang TB paru dengan kepatuhan
minum obat pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang ?

1.3.

Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisa adakah hubungan tingkat pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO)
tentang TB paru dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja puskesmas
Tanjung Karang.
1.3.2

Tujuan khusus
1.3.2.1Mengetahui adakah hubungan tingkat pelayanan kesehatan dengan
kepatuhan minum obat.
1.3.2.2Mengetahui adakah hubungan kesehatan lingkungan dengan kejadian
TB paru.
3

1.3.2.3Mengetahui adakah hubungan perilaku hidup sehat dan higienis


dengan kejadian TB paru.
1.4.

Manfaat
1.4.1 Manfaat Teori
Pada penelitian ini aspek yang diteliti adalah faktor resiko, distribusi,
penatalaksanaan dan tindakan pencegahan penularan TB paru di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram Periode November 2014 Desember
2014.
1.4.2

Manfaat Praktis
1.4.2.1Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah Kota Mataram
dalam rangka penentuan arah kebijakan, perbaikan, penatalaksanaan dan
pencegahan penularan TB di Puskesmas Tanjung Karang Kota Mataram.
1.4.2.2Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas di Kota Mataram, khususnya
Puskesmas Tanjung Karang dalam penatalaksanaan dan penceghan TB
Paru.
1.4.2.3Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan penelitian tentang TB paru di Puskesmas
Tanjung Karang.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.

Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2.2.

Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus
BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis
di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah
terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia,
namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di
Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002.
Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau
angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian
kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB
merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa
tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi.
Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen
Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari
jumlah perkiraan penderita BTA positif). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 49
tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang
5

penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat
ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan China.
2.3.

Biomolekuler Mycobacterium Tuberculosis


2.3.1. Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3
0,6 m dan panjang 1 4 m. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel
M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang
(C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid
dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat
pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri
M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap
upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
, protein MTP 40 dan lain lain.
2.3.2. Biomolekuler M.tuberculosis
Genom M.tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan
kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.

Kelompok 1 gen yang merupakan sekwens DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sekwens DNA yang
menyandi antigen protein berjumlah, sedangkan kelompok III adalah sekwens
DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan
posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein)
seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen
16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi
RNA polimerase.
Sekwens sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobil. Lebih
dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti
IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR
dan RFLP.
2.4.

Patologi
Untuk lebih memahami berbagai aspek tuberkulosis, perlu diketahui proses
patologik yang terjadi. Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi
karena kelainan patologik pada saluran pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman
tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di
daerah apeks karena pO2 alveolus paling tinggi.
Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi
jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel makrofag.
Respons awal pada jaringan yang belum pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel
radang, baik sel leukosit polimorfonukleus (PMN) maupun sel fagosit mononukleus.
Kuman berproliferasi dalam sel, dan akhirnya mematikan sel fagosit. Sementara itu sel
mononukleus bertambah banyak dan membentuk agregat. Kuman berproliferasi terus,
dan sementara makrofag (yang berisi kuman) mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam
jaringan dan menelan kuman yang baru terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit
mononukleus yang intensif dan berkesinambungan. Sel monosit semakin membesar,
intinya menjadi eksentrik, sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak pucat, disebut
sel epiteloid. Sel-sel tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan

diantaranya, namun tidak ada ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan
sel epitel.
Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel
datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian
berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam sitoplasma).
Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma, kapiler
dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut perkijuan, dan
jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba berkurang. Granuloma dapat
mengalami beberapa perkembangan , bila jumlah mikroba terus berkurang akan
terbentuk simpai jaringan ikat mengelilingi reaksi peradangan. Lama kelamaan terjadi
penimbunan garam kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk
konsentrik maka disebut cincin Liesegang. Bila mikroba virulen atau resistensi jaringan
rendah, granuloma membesar sentrifugal, terbentuk pula granuloma satelit yang dapat
berpadu sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid dan makrofag menghasilkan
protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi granuloma
mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi perluasan penyakit.
Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah
terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi
sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis
jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tretahan dan penyebaran infeksi terhalang. Ini
merupakan manifestasi reaksi hipersensitiviti dan sekaligus imuniti.
2.5.

Patogenesis
A. Tuberkulosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional

dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
B. Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer
9

mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,


localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis
inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi
sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :
Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang

disebutkan diatas.
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin

pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.


Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan
menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

10

Skema Perkembangan Sarang Tuberculosis Post Primer Dan Perjalanan


Penyembuhannya
2.6.

Klasifikasi Tuberkulosis
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru).
A. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak

respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan

M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
11

B. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis
harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif.
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik
sehingga

dicurigai

lesi

aktif

kembali,

harus

dipikirkan

beberapa

kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

e. Kasus Gagal

12

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau

gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan


f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif
dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.

Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung


Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada

perubahan gambaran radiologik


2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis
kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh
klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :
A. TB di luar paru ringan
Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

B. TB diluar paru berat

13

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis


eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat
kelamin.
2.7.

Manifestasi Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
batuk 3 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

2.8.

Diagnosa
1. Anamnesa
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali) naik
turun, batuk berdahak atau hemoptisis, sesak nafas (bila infiltrasi lebih dari setengah

14

bagian paru), nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura),
penururnan berat badan, nyeri kepala tidak spesifik, nyeri otot, berkeringan malam
hari.
2. Pemeriksaan fisik
Anoreksia, konjungtiva anemis, kulit pucat, suhu febris, bila ada efusi
ditemukan : perkusi redup, suara nafas menurun, paru yang terkena tertinggal saat
inspirasi. Pada infiltrat luas : perkusi redup, kernig sign, suara nafas bronkial. Bila
terbentuk kavitas yang luas : hipersonor di daerah kavitas, suara nafas amforik.
3. Pemeriksaan penunjang
Darah : limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
Sputum : BTA (+)
Test tuberkulin (mantoux test) : > 10mm (setelah 48-72 jam)
Radiologi
Foto torak PA-Lateral / top lordotik saat awal diagnosis dan akhir terapi.
Ditemukan : umumnya pada apex paru, gambaran bercak-bercak awan dengan
batas jelas atau dengan batas jelas membentuk tuberkuloma.
Gambaran lain yang dapat menyertai : kavitas (bayangan berupa cincin
berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura.

15

Alur diagnosa P2TB


2.9.

Terapi
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.

16

1. Obat anti tuberkulosis (oat)


Obat yang dipakai:
A. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.

INH
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra)
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
17

hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan


khusus

Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi
(beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis
Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping
tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan
dan umur penderita. Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan
gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah
telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan
ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tibatiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping
sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Etambutol
18

Etambutol dapat menyebabkan gangguan

penglihatan

berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.


Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang
dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30
mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya
etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit
untuk dideteksi
B. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan


Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg


C. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH
2. Paduan obat anti tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatf

: 2 RHZE / 4R3H3
atau
(program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk


a. TB paru BTA (+), kasus baru
19

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh
paru)
c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti
pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid

(Diabetes

Melitus,

Pemakaian

obat

imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negatif


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif

: 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal


b. TB di luar paru kasus ringan
TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan
obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau
lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan :
3 RHZE / 6 RH
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3

TB Paru kasus gagal pengobatan

20

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan


minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif
(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal
selama 1 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2
RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang

optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
TB Paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal
Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu
1) Berobat 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.

TB Paru kasus kronik


Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif dengan

21

H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti


kuinolon, betalaktam, makrolid
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
Pertimbangkan
pembedahan
untuk
meningkatkan

kemungkinan

penyembuhan
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

22

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

DESAIN PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analitik
Observasional, yaitu melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan. Dimana
penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat pengetahuan pengawas minum obat dengan kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis.

3.2.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN


3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tanjung Karang Kota Mataram.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan diPuskesmas Tanjung Karang Kota Mataram pada
bulan November sampai dengan Desember 2014.

3.3.

SUMBER DATA
Untuk menjamin validitas dan reliabilitas data maupun informasi yang diperoleh
maka diambil dari sumber :
3.3.1. Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan
analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa
orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan
atau oleh sistem yang sudah ada.
3.3.2. Penelusuran dokumen merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu yakni berupa catatan laporan
tahunan P2M.
3.3.3. Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data berupa gambar atau foto.

3.4.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA


3.4.1. Data Primer
23

Data mengenai kepatuhan minum obat penderita TB yang di tanyakan kepada


pengawasan minum obat melalui Kuosioner (terlampir).
3.4.2.

Data Sekunder
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder mengenai kasus tuberkulosis

di Puskesmas Tanjung Karang serta Profil Puskesmas Tanjung Karang Tahun 2013.
3.5.

TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA


Analisa data merupakan bagian penting dari suatu penelitian. Dimana tujuan dari
analisis ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang telah
terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer. Menurut
Arikunto (2005), Adapun langkah-langkah pengolahan data meliputi:
3.5.1.

Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang masuk, seperti

memeriksa kelengkapan menjawab kuesioner dan kejelasan jawaban.


3.5.2. Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda atau kode tertentu terhadap data
yang telah diedit dengan tujuan mempermudah pembuatan tabel.
3.5.3. Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke dalam program
komputer yang ditetapkan (SPSS 16).
Analisis data disajikan dalam bentuk naskah (content analysis), tabel dan grafik.
Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini guna membahas permasalahan
yang dirumuskan digunakan tehnik analisis kualitatif. Dalam teknik analisis kualitatif,
untuk menganalisis permasalahannya dilakukan secara deskriptif

24

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG
4.1.1 Gambaran Kependudukan Dan Keadaan Wilayah
Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2013 menggunakan
6 Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan Ampenan Selatan, Taman Sari,
Banjar, Tanjung Karang Permai, Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan
jumlah penduduk dan kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2013 adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang

No

Kelurahan

Ampenan

2.790

Penduduk
Jumlah
Laki Perempuan
4.976
5.401

2
3
4

Selatan
Taman Sari
Banjar
Tj. Karang

1.332
1.570
1.560

2.633
2.802
3.191

2.770
2.912
2.865

5.403
5.714
6.056

5
6

Permai
Kekalek Jaya
Tanjung

803
1.155

1.435
2.305

1.471
2.329

2.906
4.634

Karang
Total

9.210

17.342

17.748

35.090

KK

Total
10.377

Sumber: Profil Puskesmas Tanjung Karang tahun 2013


Tanjung Karang berada di wilayah Kecamatan Sekarbela dengan luas
dengan wilayah kerjanya 746 km2, yang berbatasan dengan :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ampenan Tengah, wilayah kerja


Puskesmas Ampenan.

25

Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Mataram, wilayah kerja


Puskesmas Pagesangan.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan karang Pule, wilayah kerja


Puskesmas Karang Pule.

4.1.2

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok

Visi dan Misi Puskesmas Tanjung Karang


4.1.2.1 Visi
Terwujudnya Puskesmas Tanjung Karang dengan wilayah kerja
yang sehat dan mandiri tahun 2015.
4.1.2.2 Misi
Untuk mewujudkan Visi di atas, maka misi Puskesmas Tanjung
Karang adalah :
1. Mewujudkan petugas yang sehat dan mandiri melalui upaya
peningkatan kompetensi dan pemberdayaan tenaga berdasarkan
pertanggungjawaban wilayah kerja
2. Mewujudkan pelayanan yang sehat dan mandiri pada pelaksanaan
upaya kesehatan wajib dan pilihan melalui upaya bimbingan program,
pengawasan, dan pengendalian
3. Mewujudkan masyarakat di wilayah kerja menjadi sehat dan mandiri
melalui upaya pemberdayaan optimal UKBM
4. Mewujudkan manajemen yang sehat dan mandiri melalui mekanisme
perencanaan, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi

4.1.3

Sumber Daya Kesehatan


4.1.3.1 Ketenagaan
Jumlah tenaga pada lingkup Puskesmas Tanjung Karang tahun
2012adalah 69 orang yang terdiri dari 42 (60,86%) tenaga PNS, 2 orang
tenaga Non PNS honor daerah yang masuk dalam Data Based
Kepegawaian K2 (2,89%), 3 orang (4,34%) tenaga Honorer Daerah K1
data based, 3 orang tenaga kontrakDikes Kota Mataram (4,34%) dan 19
(27,53%) tenaga Non PNS tanpa ikatan/mengabdi/Tenaga Sukarela.
Dari jumlah 42 orang tenaga PNS yang ada, sebagian besar adalah
tenaga paramedis perawatan (perawat, perawat gigi dan bidan) dan
paramedis non perawatan (sarjana kesehatan, sanitarian, ahli gizi, laboran
dan asisten apoteker). Dari segi kuantitas tenaga relatif cukup,namun dari
26

segi kualitasnya masih perlu dianalisa karena masih banyaknya terdapat


petugas yang mempunyai tanggungjawab program/kegiatan lebih dari
satu, bahkan diluar latar belakang disiplin ilmu yng dimiiki. Sehingga
perlu perlahan-lahan ditata lebih baik lagi.
Dan jika mengacu pada Kepmenkes No. 81/ MENKES/SK/I/2004
tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di tingkat
Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, maka Puskesmas Tanjung
Karang termasuk model Puskesmas Perawatan di Daerah Strategis yang
tenaganya baik secara jumlah maupun jenis tenaga dapat dikatakan sudah
cukup. Namun dari analisa produktivitas Puskesmas berdasarkan
kepmenkes yang sama, tahun 2012 output Puskesmas induk belum sesuai
(Total kunjungan 42.169) dengan jumlah tenaga yang ada. Masih harus
ditingkatkan sampai 70.000 orang pertahun.
Adapun jumlah tenaga PNS menurut jenis dan unit kerja dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2. Jumlah Tenaga di Puskesmas Tanjung Karang

27

No
1.
2.

3.

4..

5.

Jenis Tenaga *
Medik
Dokter Umum
Dokter Gigi
Sarjana Kesehatan
S. Kep
SKM
Sarjana Kes. Ling
Paramedik Perawatan
S. Kep. Ners
Akper
SPK
Akbid
Bidan
Akad. Perawat gigi
Paramedik Non Perawatan
AKL/APK
AAK
AKZI
DIII Farmasi
SPAG
SPPH
SMF/SAA
Pekarya Kesehatan
SMAK
Non Medik
Sarjana (S1)
Sarjana Muda (DIII)
SMU
SMP
SD
Jumlah

Jumlah
2 (termasuk Ka Pusk)
1
1
11
7
1
3
1
4
3
1
1
1
2
2
1
42

28

Sumber: Profil Puskesmas Tanjung Karang tahun 2013


4.1.3.2 Sarana
Sarana pelayanan kesehatan lingkup Puskesmas Tanjung Karang
selain Puskesmas Induk, juga 2 Puskesmas Pembantu yaitu PUSTU di
Ampenan Selatan dan PUSTU Tanjung Karang di PERUMNAS. Dengan
2 buah Poskesdes dengan Bidan Desa yang menetap yaitu Ampenan
Selatan dan Kekalek Jaya.
Selain itu sebagai salah satu Puskesmas dalam lingkup Kota
Mataram, keberadaan alat dan bahan kesehatan relatif lengkap dan sesuai
dengan standar pelayanan saat ini dan kemungkinan pengembangan fungsi
Puskesmas kedepannya
4.2 UPAYA PROGRAM PUSKESMAS TANJUNG KARANG
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni
terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang
keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
4.2.1.

UPAYA KESEHATAN WAJIB


Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai
daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya
29

kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di
wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
Upaya Promosi Kesehatan
Promkes adalah salah satu dari program yang ada pada
intitusi kesehatan kususnya puskesmas Promkes termasuk dalam Basix
six ( 6 Program utama ) pada Puskesmas. Puskesmas sebagai pusat
pelayanan kesehatan dasar dan pembangunan bidang kesehatan yang
paling terdepan ,Serta pusat informasi kesehatan bagi masyarakat di
wilayah kerja.
a. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan POA Promkes dan
jadwal Kegiatan Lintas Program di Puskesmas. Kegiatan yang
sudah dilaksanakan antara lain :
1. Penyuluhan Kelompok, Penyuluhan Keliling dan Pertemuan .
Pada tahun 2013 Penyuluhan kelompok lebih banyak
dilaksanakan pada saat kegiatan Posyandu sesuai jadwal
Posyandu di masing-masing lingkungan dengan sasaran
pengunjung Posyandu. Metode yang digunakan adalah metode
ceramah dan untuk materi penyuluhan petugas berkoordinasi
dengan

petugas

lintas

program

disesuaikan

dengan

permasalahan yang ada di masing-masing lingkungan.


Penyuluhan kelompok juga dilakukan di sekolah dengan
tema PHBS, PSN dan Gizi seimbang untuk penyuluhan di SD,
dan Kespro untuk penyuluhan di SMP dan SMA. Selain itu
penyuluhan tentang Kespro juga dilakukan di Kost-kostan
dengan

mempertimbangkan

banyaknya

kejadian

karna

permasalahan pergaulan bebas dikalangan remaja. Beberapa


hal yang dibahas dalam penyuluhan tersebut

antara lain

tentang Banyaknya Kasus Kehamilan Tidak Diinginkan


(KTD) yang terjadi di wilayah Puskesmas Tanjung Karang
serta tentang perkembangan organ reproduksi, cara menjaga
kesehatan organ reproduksi dan beberapa jenis penyakit
menular seksual.

30

Penyuluhan Keliling dilakukan dengan menggunakan


Mobil Puskel dan materi penyuluhan disampaikan melalui
pengeras suara yang ada di Puskel. Kegiatan ini dilaksanakan
dengan memilih lingkungan yang mengalami permasalahan
kesehatan seperti kejadian DBD, Diare, Flu burung dan lainlain. Penyuluhan keliling telah dilaksanakan pada bulan
Januari, Februari, Maret, April, Mei, September dan Oktober
2013.
Pertemuan yang telah dilaksanakan yaitu pertemuan
lintas program dan lintas sektor antara lain :
-

Pembahasan MPBM di Kantor camat Ampenan dan


Sekarbela

Saka Bakti Husada di Bapelkes Mataram

Pengelolaan Desa Siaga di masing-masing Kelurahan

Musyawarah

Masyarakat

Desa

di

masing-masing

Kelurahan
-

Pertemuan tentang 1000 hari pertama kehidupan di


Bapelkes Mataram

2. Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan
pembelajaran

ini

bertujuan

,pendidikan

tentang

untuk

memberikan

kesehatan

kepada

masyarakat terutama masyarakat yang mempunyai potensi,


kemauan

dan

kemampuan

untuk

diajak

membangun

wilayahnya terutama di bidang kesehatan, dimana masyarakat


yang telah mendapatkan ilmu pengetahuan tetang kesehatan
bisa mengajak dan memberikan motivasi kepada warga
dilingkunganya untuk bisa hidup sehat secara mandiri
terutama yang berkaitan dengan penyakit menular dan
Kesehatan Ibu dan Anak.
Pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan
antara lain:
a. Pembinaan Posyandu

31

Pembinaan Posyandu dilakukan untuk menilai dan


meningkatkan kemandirian Posyandu serta meningkatkan
peran serta masyarakat dalam kegiatan Posyandu. Pada
Posyandu yang dikunjungi telah dilakukan pembinaan agar
dapat meningkatkan strata kemandirian Posyandu tersebut.
Beberapa hal yang dinilai antara lain :
-

Jumlah Kade yang Bertugas

Frekwensi Penimbangan dalam 1 tahun

Cakupan KB (%)

Cakupan KIA (%)

Cakupan Imunisasi (%)

D/ S (%)

Program Tambahan

Dana Sehat
Posyandu

yang

telah

dilakukan

pembinaan

antaralain Posyandu lingkungan Gatep Indah, lingkungan


Banjar, lingkungan Tangsi, Lingkungan Gatep, Kr. Panas
dan Kr Buyuk. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret
dan bulan Juli 2012.
Puskesmas Tanjung Karang memiliki 34 posyandu:

Posyandu pratama: tidak ada


Posyandu madya : 12
Posyandu purnama : 22
Posyandu mandiri : tidak ada

b. Pembinaan PHBS Institusi Rumah Tangga


Pembinaan PHBS ditujukan untuk mengetahui
keadaan pola hidup dimasyarakat terutama Pola Hidup
Bersih dan Sehat, di tatanan rumah tangga,pengkajian ini
sasaranya adalah Kepala Keluarga dengan 10 (sepuluh)
indikator yang harus dipenuhi.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mendatangi
beberapa

rumah

di

setiap

lingkungan,

kemudian

memberikan penyuluhan dan penilaian status PHBS di


rumah tersebut. 10 Indikator yang di nilai yaitu :
32

1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan


2) Bayi diberi asi eksklusif
3) Menimbang bayi dan balita setiap bulan
4) Menggunakan air bersih
5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6) Menggunakan jamban sehat
7) Memberantas jentik di rumah
8) Tidak merokok di dalam rumah
9) Melakukan aktifitas fisik setiap hari
10) Makan buah dan sayur setiap hari
Setelah dilakukan penyuluhan dan penilaian status
PHBS kemudian dilakukan penempelan stiker yang
menggambarkan Status PHBS Rumah tersebut pada saat
dikunjungi.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas Puskesmas
Tanjung Karang yaitu Petugas Promkes, Petugas Pustu dan
2 orang petugas pengobatan. Selain itu kegiatan ini juga
dilaksanakan oleh kader di masing-masing lingkungan yang
dikunjungi.
c. Pembinaan Desa Siaga
Pembinaan

Desa

Siaga

ditujukan

untuk

meningkatkan strata Desa Siaga yang ada berdasarkan 8


indikator penilaian sesuai dengan Kepmenkes No. 1529/
MENKES/ SK/ X/2010. Kegiatan dilaksanakan dengan
melakukan pembinaan dan malaksanakan MMD di masingmasing Kelurahan.
Upaya Kesehatan Lingkungan
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara optimal sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor penyebab penyakit yang
sangat besar kontribusinya adalah lingkungan, karena faktor ini
berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
kesehatan manusia, dengan cara menjangkiti manusia secara akut
ataupun kronis.
Dengan demikian maka perlu adanya pengawasan secara
intensif terhadap faktor lingkungan tersebut sehingga tidak akan
menyebabkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia. Serta
33

diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan manusia yang


menghasilkan sumber daya manusia yang berpotensi.baik bagi dirinya,
keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Program kesehatan lingkungan

berusaha

mengatasi

permasalahan faktor lingkungan yang merupakan kontribusi terbesar


mempengaruhi derajat kesehatan, melalui program :
1. Pengawasan Lingkungan Pemukiman (PLP)
Meliputi pengawasan Keadaan Rumah, Jamban Keluarga
(JAGA), Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), Pembuangan
Sampah, Keadaan Pekarangan, Kandang Ternak

dan Binatang

Penular Penyakit.
2. Pengawasan Sarana Air Bersih (SAB )
Meliputi Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih, Pengambilan
Sampel Air dan Kaporisasi.Kegiatan Pengawasan Sarana Air
Bersih difokuskan pada sarana sumur gali, mengingat keadaannya
yang cukup rawan dari pencemaran

septik tank karena jarak

rumah yang satu dengan lainnya berdekatan. Selain itu kualitas


lingkungan yang buruk juga mempengaruhi kualitas Air sumur gali
seperti daerah pantai, dekat dengan kandang ternak, dekat dengan
sungai dan dekat dengan pembuangan sampah.
Sehingga pemanfaatan sumur gali oleh masyarakat dengan
terpaksa hanya digunakan untuk mencuci, mandi dan menyiram
tanaman. Sedangkan untuk minum dan memasak digunakan sarana
Sambungan Rumah atau Kran Umum dari PDAM. Pada tabel di
bawah ini dapat dilihat hasil pengawasan Sarana Air Bersih di
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang tahun 2013
3. Pengawasan Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan (TPM)
Di wilayah kerja puskesmas Tanjung Karang Tempat
Pengelolaan makanan tidak begitu banyak, karena tidak berada
pada pusat perdagangan dan industri.
4. Pengawasan Sanitasi Tempat Tempat Umum (TTU)
5. Pengawasan Sanitasi Tempat Tempat Usaha Industri (TTUI)
6. Klinik Sanitasi

34

3.

Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta


Keluarga Berencana
Dari tahun ke tahun cakupan KIA-KB Tanjung Karang tetap

berhasil melampaui target yang ditentukan dan tetap mengalami trend


kenaikan. Hal ini sangat banyak didukung oleh kinerja para bidan
tentunya yang sangat baik.
Dimulai dari kelompok kegiatan-kegiatan :
a. Kesehatan Ibu hamil
b. Kesehatan Ibu Melahirlan
c. Kesehatan Neonatus
d. Kesehatan Bayi
e. Kesehatan Balita dan pra sekolah
f. Kesehatan Remaja
Di Puskesmas Tanjung Karang ditetapkan pilot project yang
berbeda untuk tiap kelurahan dan berusaha melakukan inovasi yang
berbeda di masing-masing kelurahan
4.

Upaya Perbaikan Gizi


Berdasarkan SK Menkes No.123 Tahun 2004 tentang

Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Pelayanan Gizi


Puskesmas adalah salah satu pelayanan kesehatan perorangan maupun
masyarakat yang merupakan salah satu upaya wajib puskesmas.
Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama
bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan gizi. Pelayanan kesehatan gizi meliputi pelayanan
di dalam gedung dan di luar gedung.
5.

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit Menular
1) Program Imunisasi.
Pada Program imunisasi masing masing Kelurahan mempunyai
target sasaranbayi yang harus di capai. Hasil kegiatan imunisasi
akan di katakan berhasil apabila presentasi cakupan mencapai
program UCI (Universal Child Immunization) > 80%.
2) Program P2 TB
Tujuan penanggulangan TB adalah menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian penyakit TB. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
35

pencegahan penularan TB. Target dalam penanggulangan TB


adalah:
1. Proporsi pasien TB BTA Positif diantara suspek 5-15%
2. Proporspasien TB paru BTA positif diantara semua pasien TB di
obati > 65%
3. Angka penemuan kasus (case Detection Rate =CDR ) Minimal
70%.
4. Angka konversi (Conversion Raite) Minimal 80%.
5. Angka Kesembuhan (Cure Rate) Minimal 85%.
3) Program P2 Kusta.
Penyakit kusta merupakan penyakit menular

yang

menahun.Walaupun penyakit Kusta sejak th 2000 telah berstatus


eliminasi namun program ini tetap berjalan untuk terus di
pertahankan sehingga kusta tidak merupakan persoalan kesehatan
masyarakat di kemudian hari.
4) Program diare
Kegiatan progam ini tidak beda dengan program lain.
5) Program ISPA.
Program ispa bertujuan menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian pada balita yang di sebabkan karena kasus pneumonia
6) Program DBD
Program
pemberantasan
DBD
mempunyai
tujuan
mengeliminasi kasus DBD. Yang di lakukan pada program ini
yaitu :
1. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
2. PJB (Pemeriksaan JentikBerkala)
PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala) di laksanakan oleh
petugas puskesmas serta di bantu oleh kader dalam waktu 3
bulan sekali pada tempat-tempat umum (SD, tempat ibadah,dll)
serta perumahan.
Target PJB adalah angka bebas jentik sebesar 95%
sehingga di harapkan dapat memutuskan siklus hidup nyamuk
yang beresiko terjadinya kasus DBD.
7) Program P2 Malaria
Malaria merupakan penyakit menular yang masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat.
Kegiatan program malaria yang telah di lakukan:
1. Penemuan penderita
36

2. Penegakan diagnosa melalui mikroskopis dan RDT (Rapid


Dagnostic Test)
3. Pengobatan menggunakan Artemisinin Combination Therapy
(ACT)
4. Pembagian kelambu anti nyamuk.
8) Program Kecacingan.
Penyakit Kecacingan termasuk penyakit

yang

berbasis

lingkungan.Kegiatan yang dilakukan pada program ini disamping


pemeriksaan dan pengobatan pada masyarakat umum

juga

melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan pada anak


sekolah (SD ) yang di lakukan dua kali dalam setahun.
Pencapaian yang di harapkan pada prgram ini dari semua
sampel yang di periksa :
Bila pemeriksaan prevalansi cacingan:
1. < 20% Maka di lakukan pengobatan selektif.
2. 20%_50% Pengobatan masal di lakukan satu kali setahun.
3. > 50% Maka pengobatan masal di lakukan dua kali setahun.
9) Program Survaeilans
Survaeilans adalah proses pengumpulan pengolahan analisis
dan

interpretasi

data

serta

penyebarluasan

informasi

ke

penyelenggara program dan instansi terkait secara sistimatis dan


terus menerus tentang situasi dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit agar dapat di
lakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien.
Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah :
1. Laporan Mingguan (W2).
2. Survaeilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas (Kasus
Baru).
3. Survaeilans PTM Berbasis Puskesmas Sentinel (Kasus Baru).
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Upaya Pengobatan
Loket
Poliklinik Umum
IGD
Farmasi
Lansia
MTBS
Poliklinik Tumbuh Kembang
Poliklinik Gigi Mulut
Laboratorium

37

4.2.2.UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN


1.
Upaya kesehatan gigi dan mulut
2.
Upaya kesehatan sekolah
3.
Upaya kesehatan olah raga
4.
Upaya kesehatan lanjut usia
5.
Upaya kesehatan penyakit tidak menular
6.
Upaya perawatan kesehatan masyarakat
4.3 IDENTIFIKASI MASALAH DAN PRIORITAS MASALAH
4.3.1. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal di Puskesmas Tanjung Karang,
ditemukan masalah-masalah sebagai berikut :
No
1.
2.
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Program
Institusi Rumah Tangga
Surveilance kualitas air
Kaporitisasi air
Penyuluhan air
Kelp. Pemakain sarana
Tempat pengolahan makanaan
Pembinaan tempat pengolahan
makanan
Inspesi sanitasi TPM(Tempat
pengolahan Makanan)
Pemeriksaan penyehatan
lingkungan perumahan
Pembinaan TPS
Klinik Sanitasi
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Pemberian vit A pada bayi 6- 11
bulan
Balita umur 6-24 bulan gakin
mendapat MpAsi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5
bulan 29 hari
Balita di timbang dan naik berat
badannya(N/D-O-B)
Balita dibawah garis merah
Cakupan Desa mengkonsumsi
garam beryudium
Pengobatan TB Paru (DOTS)
BTA Positif
Kusta (RFC)
Penyakit tidak menular yang di
obati

Target %
65
90
70
25
50
75
60

Pencapain %
61,91
83,39
44,94
7,24
4,20
50,46
48,28

80

64,96

40

35,30

80
40
70

60,00
17,80
25,46

80

60,22

100

25,96

80

59,83

80

61,90

5
80

0,90
33,33

100

31,2

100
100

50.00
92,66

38

4.3.2. PRIORITAS MASALAH


Setelah masalah ditemukan, kemudian ditentukan prioritas dan diurutkan
sesuai presentasi tinggi rendahnya masalah.
4.3.2.1.
Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon kuntitatif,
dengan menggunakan kriteria :
1. KELOMPOK KRITERIA A : BESARNYA MASALAH
Besarnya masalah dapat ditentukan melalui langkah-langkah berikut :
Langkah 1 : menentukan besar masalah dengan cara menghitung selisih
presentasi pencapaian dengan target 100%.
Tabel. Program yang belum mencapai target
No
1.
2.
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

19
20

Program
Institusi Rumah Tangga
Surveilance kualitas air
Kaporitisasi air
Penyuluhan air
Kelp. Pemakain sarana
Tempat pengolahan
makanaan
Pembinaan tempat
pengolahan makanan
Inspesi sanitasi
TPM(Tempat pengolahan
Makanan)
Pemeriksaan penyehatan
lingkungan perumahan
Pembinaan TPS
Klinik Sanitasi
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Pemberian vit A pada bayi 611 bulan
Balita umur 6-24 bulan
gakin mendapat MpAsi
Cakupan asi eksekutif umur
0-5 bulan 29 hari
Balita di timbang dan naik
berat badannya(N/D-O-B)
Balita dibawah garis merah
Cakupan Desa
mengkonsumsi garam
beryudium
Pengobatan TB Paru
(DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)

Target %
65
90
70
25
50
75

Pencapain %
61,91
83,39
44,94
7,24
4,20
50,46

Besar Masalah
3.09
6.61
25.06
17,76
45,8
24,54

60

48,28

11,72

80

64,96

15,04

40

35,30

4,7

80
40
70

60,00
17,80
25,46

20
22,2
44,54

80

60,22

19,78

100

25,96

74.04

80

59,83

20,17

80

61,90

18,1

5
80

0,90
33,33

4,1
46,67

100

31,2

68,8

100

50.00

50
39

21

Penyakit tidak menular yang


di obati

100

92,66

7,34

Tabel. Urutan besar masalah


No
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16
17
18
19
20
21

Program
Balita umur 6-24 bulan
gakin mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru
(DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa
mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan
makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur
0-5 bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 611 bulan
Balita di timbang dan naik
berat badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspesi sanitasi
TPM(Tempat pengolahan
Makanan)
Pembinaan tempat
pengolahan makanan
Penyakit tidak menular yang
di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan
lingkungan perumahan

Target %
100

Pencapain %
25,96

Besar Masalah
74,04

100

31,2

68,8

100
80

50.00
33,33

50
46,67

50
70

4,20
25,46

45,8
44,54

70
75

44,94
50,46

25.06
24,54

40
80

17,80
59,83

22,2
20,17

80
80

60,00
60,22

20
19,78

80

61,90

18,1

25
80

7,24
64,96

17,76
15,04

60

48,28

11,72

100

92,66

7,34

90
40

83,39
35,30

6.61
4,7

Balita dibawah garis merah

0,90

4,1

Institusi Rumah Tangga

65

61,91

3.09

Langkah 2: Menentukan interval kelas dengan menghitung selisih besar


masalah dari presentasi pencapaian terbesar dengan pencapaian terkecil.
Keterangan:
n = jumlah masalah
40

k = jumlah kelas
k = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 21
= 6,28
Interval = nilai terbesar nilai terkecil
K
= 74,04 3,09
5,35
= 13.2
Langkah 3 : menentukan nilai tiap masalah sesuai dengan kelasnya
Tabel. Kriteria A: Besarnya Masalah

MASALAH
KESEHATAN
Balita umur 6-24 bulan
gakin mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru
(DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa
mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan
makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif
umur 0-5 bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada
bayi 6- 11 bulan
Balita di timbang dan
naik berat
badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspesi sanitasi
TPM(Tempat pengolahan
Makanan)
Pembinaan tempat
pengolahan makanan

Besarnya masalah terhadap presentase pencapaian


Interval Interval Interval Interval Interval Interva
1
2
3
4
5
l6
(3,09(16,3(29,6(42,9(56,2(69,516,29)
29,5)
42,8)
56,1)
69,4)
82,7)

Nilai

6
5

1
41

Penyakit tidak menular


yang di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan
lingkungan perumahan
Balita dibawah garis merah

Institusi Rumah Tangga

1
1

2. KELOMPOK KRITERIA B : KEGAWATAN MASALAH


Kriteria ini dilakukan dengan cara menentukan kegawatan, tingkat
urgensi, dan biaya tiap masalah dengan system scoring dengan score 1-5 .
Kegawatan dengan score 5 dimana:
Sangat gawat
:5
Gawat
:4
Cukup gawat
:3
Kurang gawat
:2
Tidak gawat
:1
Tingkat urgensi dengan score 5 dimana:
Sangat mendesak
:5
Mendesak
:4
Cukup mendesak
:3
Kurang mendesak
:2
Tidak mendesak
:1
Tingkat biaya yang di keluarkan dengan score 5 dimana:
Sangat murah
:5
Murah
:4
Cukup murah
:3
Mahal
:2
Mahal sekali
:1
Tabel. Kriteria B : Kegawatan Masalah

Masalah Kesehatan
Balita umur 6-24 bulan gakin
mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA
Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di puskesmas
Kaporitisasi air

Kegawatan

Tingkat
Urgensi

Biaya yg
dikeluarka
n

Nilai

10

5
3

4
2

4
3

13
9

4
1
1
2

3
1
1
1

2
3
3
3

9
5
5
6
42

Tempat pengolahan makanaan


Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5 bulan
29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 6- 11 bulan
Balita di timbang dan naik berat
badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspeksi sanitasi TPM(Tempat
pengolahan Makanan)
Pembinaan tempat pengolahan
makanan
Penyakit tidak menular yang di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan lingkungan
perumahan
Balita dibawah garis merah

Institusi Rumah Tangga


3. KELOMPOK

1
1

2
1

2
2

5
4

3
1
3

3
2
3

4
4
3

10
6
9

4
2

3
1

3
5

10
8

1
4
1

3
3
1

3
2
4

7
9
6

1
3
1

1
3
1

1
4
4

3
10
6

KRITERIA

KEMUDAHAN

DALAM

PENANGGULANGAN
Kemudahan dalam penanggulangan masalah di ukur dengan system
scoring dengan nilain 1 5 dimana :
Sangat mudah
:5
Mudah
:4
Cukup mudah
:3
Sulit
:2
Sangat sulit
:1
Tabel. Kriteria C : Kemudahan Dalam Penanggulangan

43

Masalah Kesehatan
Balita umur 6-24 bulan gakin mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa mengkonsumsi garam beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5 bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 6- 11 bulan
Balita di timbang dan naik berat badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspeksi sanitasi TPM(Tempat pengolahan Makanan)
Pembinaan tempat pengolahan makanan
Penyakit tidak menular yang di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan lingkungan perumahan

Nilai
2
3
2
3
2
3
3
2
2
4
2
2
2
4
3
3
4
3
4
2
2

Balita dibawah garis merah

Institusi Rumah Tangga

4. KELOMPOK KRITERIA D : PEARL FAKTOR


Kelompok kriteria D terdiri dari beberapa factor yang saling menentukan
dapat atau tidaknya suatu program dilaksanakan, factor-factor tersebut
adalah :
Kesesuaian (propriety)
Ekonomi murah (economic)
Dapat diterima (acceptability)
Tersedianya sumber (resources availability)
Legalitas terjamin (legality)
Tabel. Kriteria D : PEARL Faktor
Masalah Kesehatan
Balita umur 6-24 bulan gakin mendapat
MPASI
Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di puskesmas
Kaporitisasi air

Hasil
Akhir

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1
44

Tempat pengolahan makanaan


Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5 bulan 29
hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 6- 11 bulan
Balita di timbang dan naik berat
badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspesi sanitasi TPM(Tempat pengolahan
Makanan)
Pembinaan tempat pengolahan makanan
Penyakit tidak menular yang di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan lingkungan
perumahan
Balita dibawah garis merah

Institusi Rumah Tangga


4.3.2.2.

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

1
1
1

Prioritas Masalah
Setelah nilai dari kriteria A , B , C ,dan D didapat, hasil tersebut

dimasukan dalam formula nilai prioritas dasar (NPD) serta nilai prioritas total
(NPT) untuk menentukan prioritas masalah yang dihadapi :
NPD = (A+B) X C
NPT = (A+B) X C X D
Tabel. Prioritas Masalah
Masalah Kesehatan
Balita umur 6-24 bulan gakin
mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA
Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5
bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 6- 11
bulan
Balita di timbang dan naik berat

Urutan
NPT Prioritas

NPD

10

32

32

13
9

3
2

1
1

54
26

54
26

1
7

9
5
5
6
5
4

3
2
3
3
2
2

1
1
1
1
1
1

39
18
27
24
14
12

39
18
27
24
14
12

4
11
6
8
13
14

10
6

4
2

1
1

48
16

48
16

2
12

9
10

2
2

1
1

22
24

22
24

9
8A

5
4
4
4
4
2
2
2
2
2
2
2

45

badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspesi sanitasi TPM(Tempat
pengolahan Makanan)
Pembinaan tempat pengolahan
makanan
Penyakit tidak menular yang di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan lingkungan
perumahan
Balita dibawah garis merah

Institusi Rumah Tangga

2
1
1
1
1
1
1
1

40

40

21

21

10

7
9
6

3
4
3

1
1
1

24
40
21

24
40
21

8B
3A
10A

3
10
6

4
2
2

1
1
1

16
22
14

16
22
14

12A
9A
14A

5 prioritas masalah berdasarkan tabel diatas :


1. Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA Positif (prioritas ke-1)
2. Cakupan asi eksekutif umur 0-5 bulan 29 hari (prioritas ke-2)
3. Penyuluhan air (prioritas ke-3)
Penyakit tidak menular yang di obati (prioritas ke-3A)
4. Cakupan Desa mengkonsumsi garam beryudium (prioritas ke-4)
5. Balita umur 6-24 bulan gakin mendapat MPASI (prioritas ke-5)
4.4 ANALISIS MASALAH
4.4.1. Analisis Penyebab Masalah
Kemungkinan Penyebab Masalah Manajemen Puskesmas dengan Pendekatan
Sistem.
1. Input
Tabel 18. Input Analisis Penyebab Masalah
INPUT
Man

Money

Method

KELEBIHAN
Tersedia tenaga kesehatan dalam
menemukan kasus TB
Tersedianya petugas laboratorium
Tersedianya PMO
Tersedianya dana untuk penunjang
kasus TB

kerjasama dengan DPS (dokter


praktik swasta)
kontak serumah BTA (+)
pelacakan kasus TB (kerjasama

KEKURANGAN
Pengetahuan PMO tentang
TB Paru kurang
Sedikitnya jumlah tenaga
medis/ petugas
kekurangan dana pelatihan
PMO
gaji PMO tidak ada
alokasi dana untuk
peningkatan mutu kader tidak
tersedia
gaji kader kurang
dana untuk pamflet dll
terbatas
Catatan pelaporan DPS tidak
lengkap
Kurangnya frekuensi
kunjungan petugas untuk
46

Material

Machine

lintas program, ex: Posbindu, kelas


ibu, penuluhan obat)
penjaringan suspek TB melalui
Pustu
CBA (comunity bassed aproach)
KPS ( kelompok paru sehat)
Tersedianya SOP penemuan
suspect TB paru
Tersedianya SOP pemeriksaan
sputum BTA
Terdapat buku pedoman program
TB
Logistik obat terpenuhi

Tersedianya pot penampungan


sputum
Tersedianya alat (mikroskop, slide,
lidi, lampu spritus, reagen)

LINGKUNGA
N

Sanitasi total berbasis masyarakat


(STBM) di 1 kelurahan banjar

kontak serumah BTA (+)


Pada pelacakan kasus TB,
data yang diberikan kurang
valid
Kurang aktifnya pustu dalam
penjaring kasus TB
CBA hanya dilaksanakan 4x
dalam setahun (kurang)
KPS hanya dilaksanakan 2x
dalam setahun (kurang)

Tidak ada baliho TB paru


Poster terbatas
Pamflet terbatas
Leaflet terbatas
Tidak ada ruangan khusus
untuk pemeriksaan sputum
BTA
Reagen yang digunakan
expaired
Limbah pembuangan tidak
ada
Lingkungan padat penduduk
Sanitasi kurang
Ventilasi rumah kurang
4 kelurahan belum
menerapkan STBM
Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai
penyakit TB dan bahayanya

2. Proses
Tabel. Proses Analisis Penyebab Masalah
PROSE
S
P1

KELEBIHAN

KEKURANGAN

P2

Tersedianya jadwal pelayanan di


puskesmas dan pustu
Terdapat pelatihan bagi petugas
kesehatan dalam mendeteksi kasus
TB
Terdapat pelatihan bagi kader
dalam mendeteksi kasus TB

Kurangnya perencanaan kunjungan


rumah untuk penemuan kasus TB
Kurangnya petugas kesehatan yang
sudah mendapatkan pelatihan TB
Petugas TB masih merangkap
jabatan sehingga kerjanya kurang
maksimal
47

Jadwal pelayanan sesuai dengan


perencanaan
Konseling TB setiap seminggu
sekali

P3

Masi banyak kader yang belum


mendapatkan sosialisasi TB
Kurangnya konseling pentingnya
pemeriksaan sputum
Kurangnya penyuluhan mengenai TB

Terdapat laporan mengenai jumlah


pasien kasus TB
Terdapatnya laporan daftar pasien
tersangka atau suspect TB
Terdapat evaluasi bagi pasien yang
telah menjalani pengobatan TB
Pasien post TB diberdayakan
menjadi kader TB
Ada monitoring evaluasi 2 kali
setahun tingkat puskesmas
Terdapat minilog setiap bulan

48

3. Fish bone analisis


Material

Machine

P1

Man

P2
Kurangnya konseling
pentingnya pemeriksaan
sputum

Tidak ada ruangan


khusus untuk
pemeriksaan sputum
BTA

Kurangnya penyuluhan
mengenai TB
Kurangnya petugas
kesehatan yang sudah
mendapatkan
pelatihan TB

Masi banyak kader yang


belum mendapatkan
sosialisasi TB

Limbah
pembuangan
tidak ada

Kurangnya perencanaan
kunjungan rumah untuk
penemuan kasus TB

Petugas TB masih
merangkap jabatan sehingga
kerjanya kurang maksimal

gaji kader
kurang

dana untuk
pamflet dll
terbatas

kekurangan dana
pelatihan PMO

alokasi dana untuk


peningkatan mutu
kader tidak tersedia

P3

Poster terbatas
Leaflet
terbatas

Reagen yang
digunakan expaired

gaji PMO tidak


ada

Pamflet terbatas

Kurang aktifnya
pustu dalam
penjaring kasus TB
CBA hanya
dilaksanakan 4x
dalam setahun
(kurang)

KPS hanya
dilaksanakan 2x
dalam setahun
(kurang)

Money
Method

Pengetahuan
PMO tentang TB
Paru kurang

Sedikitnya jumlah
tenaga medis/
petugas

Tidak ada
baliho TB paru

MASALAH
Pengobatan TB
Paru (DOTS)
BTA Positif

Catatan pelaporan
DPS tidak lengkap

Pada pelacakan
kasus TB, data
yang diberikan
kurang valid

Sanitasi kurang

Ventilasi rumah
kurang

4 kelurahan
belum
menerapkan
STBM
Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai
penyakit TB dan
bahayanya

Kurangnya frekuensi
kunjungan petugas
untuk kontak
serumah BTA (+)

LINGKUNGAN

49

Kemungkinan penyebab masalah :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pengetahuan PMO tentang TB Paru kurang


Sedikitnya jumlah tenaga medis/ petugas
Kekurangan dana pelatihan PMO
Gaji PMO tidak ada
Alokasi dana untuk peningkatan mutu kader tidak tersedia
Gaji kader kurang
Dana untuk pamflet dll terbatas
Catatan pelaporan DPS tidak lengkap
Kurangnya frekuensi kunjungan petugas untuk kontak serumah BTA

(+)
10. Pada pelacakan kasus TB, data yang diberikan kurang valid
11. Kurang aktifnya pustu dalam penjaring kasus TB
12. CBA hanya dilaksanakan 4x dalam setahun (kurang)
13. KPS hanya dilaksanakan 2x dalam setahun (kurang)
14. Tidak ada baliho TB paru
15. Poster terbatas
16. Pamflet terbatas
17. Leaflet terbatas
18. Tidak ada ruangan khusus untuk pemeriksaan sputum BTA
19. Reagen yang digunakan expaired
20. Limbah pembuangan tidak ada
21. Lingkungan padat penduduk
22. Sanitasi kurang
23. Ventilasi rumah kurang
24. 4 kelurahan belum menerapkan STBM
25. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB dan
bahayanya
26. Kurangnya perencanaan kunjungan rumah untuk penemuan kasus TB
27. Kurangnya petugas kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan TB
28. Petugas TB masih merangkap jabatan sehingga kerjanya kurang
maksimal
29. Masi banyak kader yang belum mendapatkan sosialisasi TB
30. Kurangnya konseling pentingnya pemeriksaan sputum
31. Kurangnya penyuluhan mengenai TB
4.5. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Tabel. Alternatif pemecahan masalah
No

Penyebab Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah

.
1

Pengetahuan PMO tentang TB Pelatihan PMO yang terjadwal

Paru kurang
Sedikitnya jumlah tenaga medis/ Menambah

3
4
5

petugas
menangani kasus TB
Kekurangan dana pelatihan PMO
Menambah anggaran untuk kasus TB
Gaji PMO tidak ada
Adakan pemberian gaji PMO
Alokasi dana untuk peningkatan Pengadaan dana untuk peningkatan mutu

tenaga

medis

untuk

50

6
7

mutu kader tidak tersedia


Gaji kader kurang
Dana untuk pamflet dll terbatas

kader
Meningkatkan gaji kader
Meningkatkan Anggaran

Catatan

lengkap
Kurangnya frekuensi kunjungan Intensitas kunjungan petugas untuk kontak

dana

untuk

pamflet
pelaporan

DPS

tidak

petugas untuk kontak serumah serumah BTA (+) ditingkatkan


10

BTA (+)
Pada pelacakan kasus TB, data Lebih memperhatikan status pasien, di isi

11

yang diberikan kurang valid


lengkap.
Kurang aktifnya pustu dalam Pustus lebih aktif dalam penjaringan kasus

12

penjaring kasus TB
TB
CBA hanya dilaksanakan 4x dalam Meningkatakan pelaksaan CBA

13

setahun (kurang)
KPS hanya dilaksanakan 2x dalam Meningkatsksn pelaksaan KPS

14
15
16
17
18

setahun (kurang)
Tidak ada baliho TB paru
Poster terbatas
Pamflet terbatas
Leaflet terbatas
Tidak ada ruangan khusus untuk

19
20
21
22
23
24

pemeriksaan sputum BTA


Reagen yang digunakan expaired
Limbah pembuangan tidak ada
Lingkungan padat penduduk
Sanitasi kurang
Ventilasi rumah kurang
4 kelurahan belum menerapkan

25

STBM
Kurangnya

Pembuatan baliho
Menambah pembuatan poster TB paru
Menambah pembuatan pamflet TB paru
Menambah pembuatan leaflet TB paru
Membuat
ruangan
khusus
untuk
pemeriksaan sputum BTA
Mengati reagen dengan yang baru
Dibuatkan limbah pembuangan
Lebih meningkatan sanitasi yang kurang
Membuat ventilasi rumah
Penerapan keseluruhan STBM

pengetahuan Melaksanaan

penyuluhan

kepada

masyarakat mengenai penyakit TB masyarakat mengenai penyakit TB dan


26

dan bahayanya
bahayannya
Kurangnya perencanaan kunjungan Meningkatkan

27

rumah untuk penemuan kasus TB


rumah untuk penemuan kasus TB
Kurangnya petugas kesehatan yang Meningkatkan
perlatihan petugas
sudah mendapatkan pelatihan TB

28

Petugas TB

kesehatan

perencanaan

yang

sudah

kunjungan

mendapatkan

pelatihan TB
masih merangkap Petugas kesehatan di tambah

jabatan sehingga kerjanya kurang


maksimal
51

29

Masi banyak kader


Meningkatakan
yang belum
meningkatakan sosialisi tentang TB kepda

30

mendapatkan sosialisasi TB
kader
Kurangnya konseling pentingnya Meningkatakan

31

pemeriksaan sputum
Kurangnya penyuluhan mengenai
TB

konseling

pentinnya

pemeriksaan sputum
Meningkatkan penyuluahan mengenai TB

BAB V
PENUTUP
1.1.Kesimpulan
1.2.Saran
1.2.1. Puskesmas
Di Puskesmas Karang Pule ada beberapa program yang belum mencapai
target. Untuk itu sebaiknya dapat dicari hambatan hambatan apa saja yang
menjadi kendala di masyarakat dan secepatnya mencari alternative pemecahan
masalahnya.
1.2.2. Fakultas
Bagi pihak kampus diharapkan untuk lebih meningkatkan kerjasama dengan
puskesmas
1.2.3. Mahasiswa
Bagi mahasiswa sangat diharapkan kerjasamanya dalam tim,sehingga kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan dan penyusunan laporan bisa berjalan dengan lancar.
1.2.4. Masyarakat
Bagi masyarakat dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat mengenai TB Paru
agar kejadian TB Paru di masyarakat dapat berkurang

52

Anda mungkin juga menyukai