PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di Indonesia.
Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung terwujudnya perubahan
status kesehatan masyarakat menuju peningkatan derajat kesehatan yang optimal. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal tentu diperlukan upaya pembangunan
sistem pelayanan kesehatan dasar yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat selaku konsumen dari pelayanan kesehatan dasar tersebut.
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan
dalam sistem pelayanan kesehatan, harus melakukan upaya kesehatan wajib (basic six)
dan beberapa upaya kesehatan pilihan yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan,
tuntutan, kemampuan dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat.
Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh dan
terpadu dilaksanakan melalui upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan
pemulihan disertai dengan upaya penunjang yang diperlukan. Ketersediaan sumber daya
baik dari segi kualitas maupun kuantitas, sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan.
Upaya kesehatan yang wajib diselenggarakan oleh Puskesmas adalah promosi
kesehatan, pelayanan pengobatan, kesehatan ibu dan anak, pemberantasan penyakit
menular, kesehatan lingkungan, dan gizi. Rincian informasi yang dikumpulkan adalah
apakah masing-masing upaya kesehatan wajib tersebut diselenggarakan atau tidak. Salah
satu upaya kesehatan wajib yang masih menjadi perhatian adalah Pemberantasan
penyakit menular terutama Tb Paru. Dimana masih tingginya angka prevalensi penemuan
kasus di setiap tahun. Kasus penyakit menular ini terutama banyak terjadi di daerah yang
sanitasi dan hiegine dari suatu tempat itu buruk, hingga kasus ini menjadi kasus yang
susah untuk ditemukan. Kasus Tb paru menjadi fenomena gunung es yang menjadi
penyebab utamanya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
kepatuhan minum obat dan pengetahuan tentang penyakit menular Tb Paru, sehingga
kasus ini susah untuk ditemukan.
Berdasarkan Global Report TB WHO tahun 2011, prevalensi TB diperkirakan
sebesar 289 per 100.000 penduduk, insidensi TB sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan
1
Rumusan Masalah
Adakah hubungan tingkat pengetahuan PMO tentang TB paru dengan kepatuhan
minum obat pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang ?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisa adakah hubungan tingkat pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO)
tentang TB paru dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja puskesmas
Tanjung Karang.
1.3.2
Tujuan khusus
1.3.2.1Mengetahui adakah hubungan tingkat pelayanan kesehatan dengan
kepatuhan minum obat.
1.3.2.2Mengetahui adakah hubungan kesehatan lingkungan dengan kejadian
TB paru.
3
Manfaat
1.4.1 Manfaat Teori
Pada penelitian ini aspek yang diteliti adalah faktor resiko, distribusi,
penatalaksanaan dan tindakan pencegahan penularan TB paru di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram Periode November 2014 Desember
2014.
1.4.2
Manfaat Praktis
1.4.2.1Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah Kota Mataram
dalam rangka penentuan arah kebijakan, perbaikan, penatalaksanaan dan
pencegahan penularan TB di Puskesmas Tanjung Karang Kota Mataram.
1.4.2.2Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas di Kota Mataram, khususnya
Puskesmas Tanjung Karang dalam penatalaksanaan dan penceghan TB
Paru.
1.4.2.3Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan penelitian tentang TB paru di Puskesmas
Tanjung Karang.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2.2.
Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus
BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis
di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah
terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia,
namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di
Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002.
Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau
angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian
kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB
merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa
tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi.
Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen
Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari
jumlah perkiraan penderita BTA positif). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 49
tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang
5
penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat
ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan China.
2.3.
Kelompok 1 gen yang merupakan sekwens DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sekwens DNA yang
menyandi antigen protein berjumlah, sedangkan kelompok III adalah sekwens
DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan
posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein)
seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen
16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi
RNA polimerase.
Sekwens sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobil. Lebih
dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti
IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR
dan RFLP.
2.4.
Patologi
Untuk lebih memahami berbagai aspek tuberkulosis, perlu diketahui proses
patologik yang terjadi. Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi
karena kelainan patologik pada saluran pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman
tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di
daerah apeks karena pO2 alveolus paling tinggi.
Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi
jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel makrofag.
Respons awal pada jaringan yang belum pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel
radang, baik sel leukosit polimorfonukleus (PMN) maupun sel fagosit mononukleus.
Kuman berproliferasi dalam sel, dan akhirnya mematikan sel fagosit. Sementara itu sel
mononukleus bertambah banyak dan membentuk agregat. Kuman berproliferasi terus,
dan sementara makrofag (yang berisi kuman) mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam
jaringan dan menelan kuman yang baru terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit
mononukleus yang intensif dan berkesinambungan. Sel monosit semakin membesar,
intinya menjadi eksentrik, sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak pucat, disebut
sel epiteloid. Sel-sel tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan
diantaranya, namun tidak ada ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan
sel epitel.
Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel
datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian
berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam sitoplasma).
Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma, kapiler
dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut perkijuan, dan
jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba berkurang. Granuloma dapat
mengalami beberapa perkembangan , bila jumlah mikroba terus berkurang akan
terbentuk simpai jaringan ikat mengelilingi reaksi peradangan. Lama kelamaan terjadi
penimbunan garam kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk
konsentrik maka disebut cincin Liesegang. Bila mikroba virulen atau resistensi jaringan
rendah, granuloma membesar sentrifugal, terbentuk pula granuloma satelit yang dapat
berpadu sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid dan makrofag menghasilkan
protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi granuloma
mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi perluasan penyakit.
Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah
terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi
sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis
jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tretahan dan penyebaran infeksi terhalang. Ini
merupakan manifestasi reaksi hipersensitiviti dan sekaligus imuniti.
2.5.
Patogenesis
A. Tuberkulosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
B. Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer
9
disebutkan diatas.
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin
10
Klasifikasi Tuberkulosis
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru).
A. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
11
dicurigai
lesi
aktif
kembali,
harus
dipikirkan
beberapa
kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
12
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau
13
Manifestasi Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
batuk 3 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
2.8.
Diagnosa
1. Anamnesa
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali) naik
turun, batuk berdahak atau hemoptisis, sesak nafas (bila infiltrasi lebih dari setengah
14
bagian paru), nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura),
penururnan berat badan, nyeri kepala tidak spesifik, nyeri otot, berkeringan malam
hari.
2. Pemeriksaan fisik
Anoreksia, konjungtiva anemis, kulit pucat, suhu febris, bila ada efusi
ditemukan : perkusi redup, suara nafas menurun, paru yang terkena tertinggal saat
inspirasi. Pada infiltrat luas : perkusi redup, kernig sign, suara nafas bronkial. Bila
terbentuk kavitas yang luas : hipersonor di daerah kavitas, suara nafas amforik.
3. Pemeriksaan penunjang
Darah : limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
Sputum : BTA (+)
Test tuberkulin (mantoux test) : > 10mm (setelah 48-72 jam)
Radiologi
Foto torak PA-Lateral / top lordotik saat awal diagnosis dan akhir terapi.
Ditemukan : umumnya pada apex paru, gambaran bercak-bercak awan dengan
batas jelas atau dengan batas jelas membentuk tuberkuloma.
Gambaran lain yang dapat menyertai : kavitas (bayangan berupa cincin
berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura.
15
Terapi
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
16
INH
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra)
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
17
Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi
(beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis
Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping
tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan
dan umur penderita. Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan
gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah
telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan
ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tibatiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping
sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Etambutol
18
penglihatan
berupa
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
: 2 RHZE / 4R3H3
atau
(program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh
paru)
c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti
pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid
(Diabetes
Melitus,
Pemakaian
obat
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi
20
optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
TB Paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal
Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu
1) Berobat 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.
21
kemungkinan
penyembuhan
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
DESAIN PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analitik
Observasional, yaitu melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan. Dimana
penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat pengetahuan pengawas minum obat dengan kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis.
3.2.
3.3.
SUMBER DATA
Untuk menjamin validitas dan reliabilitas data maupun informasi yang diperoleh
maka diambil dari sumber :
3.3.1. Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan
analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa
orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan
atau oleh sistem yang sudah ada.
3.3.2. Penelusuran dokumen merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu yakni berupa catatan laporan
tahunan P2M.
3.3.3. Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data berupa gambar atau foto.
3.4.
Data Sekunder
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder mengenai kasus tuberkulosis
di Puskesmas Tanjung Karang serta Profil Puskesmas Tanjung Karang Tahun 2013.
3.5.
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG
4.1.1 Gambaran Kependudukan Dan Keadaan Wilayah
Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2013 menggunakan
6 Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan Ampenan Selatan, Taman Sari,
Banjar, Tanjung Karang Permai, Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan
jumlah penduduk dan kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2013 adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang
No
Kelurahan
Ampenan
2.790
Penduduk
Jumlah
Laki Perempuan
4.976
5.401
2
3
4
Selatan
Taman Sari
Banjar
Tj. Karang
1.332
1.570
1.560
2.633
2.802
3.191
2.770
2.912
2.865
5.403
5.714
6.056
5
6
Permai
Kekalek Jaya
Tanjung
803
1.155
1.435
2.305
1.471
2.329
2.906
4.634
Karang
Total
9.210
17.342
17.748
35.090
KK
Total
10.377
25
4.1.2
4.1.3
27
No
1.
2.
3.
4..
5.
Jenis Tenaga *
Medik
Dokter Umum
Dokter Gigi
Sarjana Kesehatan
S. Kep
SKM
Sarjana Kes. Ling
Paramedik Perawatan
S. Kep. Ners
Akper
SPK
Akbid
Bidan
Akad. Perawat gigi
Paramedik Non Perawatan
AKL/APK
AAK
AKZI
DIII Farmasi
SPAG
SPPH
SMF/SAA
Pekarya Kesehatan
SMAK
Non Medik
Sarjana (S1)
Sarjana Muda (DIII)
SMU
SMP
SD
Jumlah
Jumlah
2 (termasuk Ka Pusk)
1
1
11
7
1
3
1
4
3
1
1
1
2
2
1
42
28
kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di
wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
Upaya Promosi Kesehatan
Promkes adalah salah satu dari program yang ada pada
intitusi kesehatan kususnya puskesmas Promkes termasuk dalam Basix
six ( 6 Program utama ) pada Puskesmas. Puskesmas sebagai pusat
pelayanan kesehatan dasar dan pembangunan bidang kesehatan yang
paling terdepan ,Serta pusat informasi kesehatan bagi masyarakat di
wilayah kerja.
a. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan POA Promkes dan
jadwal Kegiatan Lintas Program di Puskesmas. Kegiatan yang
sudah dilaksanakan antara lain :
1. Penyuluhan Kelompok, Penyuluhan Keliling dan Pertemuan .
Pada tahun 2013 Penyuluhan kelompok lebih banyak
dilaksanakan pada saat kegiatan Posyandu sesuai jadwal
Posyandu di masing-masing lingkungan dengan sasaran
pengunjung Posyandu. Metode yang digunakan adalah metode
ceramah dan untuk materi penyuluhan petugas berkoordinasi
dengan
petugas
lintas
program
disesuaikan
dengan
mempertimbangkan
banyaknya
kejadian
karna
antara lain
30
Musyawarah
Masyarakat
Desa
di
masing-masing
Kelurahan
-
2. Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan
pembelajaran
ini
bertujuan
,pendidikan
tentang
untuk
memberikan
kesehatan
kepada
dan
kemampuan
untuk
diajak
membangun
31
Cakupan KB (%)
D/ S (%)
Program Tambahan
Dana Sehat
Posyandu
yang
telah
dilakukan
pembinaan
rumah
di
setiap
lingkungan,
kemudian
Desa
Siaga
ditujukan
untuk
berusaha
mengatasi
dan Binatang
Penular Penyakit.
2. Pengawasan Sarana Air Bersih (SAB )
Meliputi Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih, Pengambilan
Sampel Air dan Kaporisasi.Kegiatan Pengawasan Sarana Air
Bersih difokuskan pada sarana sumur gali, mengingat keadaannya
yang cukup rawan dari pencemaran
34
3.
Penyakit Menular
1) Program Imunisasi.
Pada Program imunisasi masing masing Kelurahan mempunyai
target sasaranbayi yang harus di capai. Hasil kegiatan imunisasi
akan di katakan berhasil apabila presentasi cakupan mencapai
program UCI (Universal Child Immunization) > 80%.
2) Program P2 TB
Tujuan penanggulangan TB adalah menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian penyakit TB. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
35
yang
yang
berbasis
juga
interpretasi
data
serta
penyebarluasan
informasi
ke
Upaya Pengobatan
Loket
Poliklinik Umum
IGD
Farmasi
Lansia
MTBS
Poliklinik Tumbuh Kembang
Poliklinik Gigi Mulut
Laboratorium
37
Program
Institusi Rumah Tangga
Surveilance kualitas air
Kaporitisasi air
Penyuluhan air
Kelp. Pemakain sarana
Tempat pengolahan makanaan
Pembinaan tempat pengolahan
makanan
Inspesi sanitasi TPM(Tempat
pengolahan Makanan)
Pemeriksaan penyehatan
lingkungan perumahan
Pembinaan TPS
Klinik Sanitasi
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Pemberian vit A pada bayi 6- 11
bulan
Balita umur 6-24 bulan gakin
mendapat MpAsi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5
bulan 29 hari
Balita di timbang dan naik berat
badannya(N/D-O-B)
Balita dibawah garis merah
Cakupan Desa mengkonsumsi
garam beryudium
Pengobatan TB Paru (DOTS)
BTA Positif
Kusta (RFC)
Penyakit tidak menular yang di
obati
Target %
65
90
70
25
50
75
60
Pencapain %
61,91
83,39
44,94
7,24
4,20
50,46
48,28
80
64,96
40
35,30
80
40
70
60,00
17,80
25,46
80
60,22
100
25,96
80
59,83
80
61,90
5
80
0,90
33,33
100
31,2
100
100
50.00
92,66
38
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Program
Institusi Rumah Tangga
Surveilance kualitas air
Kaporitisasi air
Penyuluhan air
Kelp. Pemakain sarana
Tempat pengolahan
makanaan
Pembinaan tempat
pengolahan makanan
Inspesi sanitasi
TPM(Tempat pengolahan
Makanan)
Pemeriksaan penyehatan
lingkungan perumahan
Pembinaan TPS
Klinik Sanitasi
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Pemberian vit A pada bayi 611 bulan
Balita umur 6-24 bulan
gakin mendapat MpAsi
Cakupan asi eksekutif umur
0-5 bulan 29 hari
Balita di timbang dan naik
berat badannya(N/D-O-B)
Balita dibawah garis merah
Cakupan Desa
mengkonsumsi garam
beryudium
Pengobatan TB Paru
(DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Target %
65
90
70
25
50
75
Pencapain %
61,91
83,39
44,94
7,24
4,20
50,46
Besar Masalah
3.09
6.61
25.06
17,76
45,8
24,54
60
48,28
11,72
80
64,96
15,04
40
35,30
4,7
80
40
70
60,00
17,80
25,46
20
22,2
44,54
80
60,22
19,78
100
25,96
74.04
80
59,83
20,17
80
61,90
18,1
5
80
0,90
33,33
4,1
46,67
100
31,2
68,8
100
50.00
50
39
21
100
92,66
7,34
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Program
Balita umur 6-24 bulan
gakin mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru
(DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa
mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan
makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur
0-5 bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 611 bulan
Balita di timbang dan naik
berat badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspesi sanitasi
TPM(Tempat pengolahan
Makanan)
Pembinaan tempat
pengolahan makanan
Penyakit tidak menular yang
di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan
lingkungan perumahan
Target %
100
Pencapain %
25,96
Besar Masalah
74,04
100
31,2
68,8
100
80
50.00
33,33
50
46,67
50
70
4,20
25,46
45,8
44,54
70
75
44,94
50,46
25.06
24,54
40
80
17,80
59,83
22,2
20,17
80
80
60,00
60,22
20
19,78
80
61,90
18,1
25
80
7,24
64,96
17,76
15,04
60
48,28
11,72
100
92,66
7,34
90
40
83,39
35,30
6.61
4,7
0,90
4,1
65
61,91
3.09
k = jumlah kelas
k = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 21
= 6,28
Interval = nilai terbesar nilai terkecil
K
= 74,04 3,09
5,35
= 13.2
Langkah 3 : menentukan nilai tiap masalah sesuai dengan kelasnya
Tabel. Kriteria A: Besarnya Masalah
MASALAH
KESEHATAN
Balita umur 6-24 bulan
gakin mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru
(DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa
mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di
puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan
makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif
umur 0-5 bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada
bayi 6- 11 bulan
Balita di timbang dan
naik berat
badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspesi sanitasi
TPM(Tempat pengolahan
Makanan)
Pembinaan tempat
pengolahan makanan
Nilai
6
5
1
41
1
1
Masalah Kesehatan
Balita umur 6-24 bulan gakin
mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA
Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di puskesmas
Kaporitisasi air
Kegawatan
Tingkat
Urgensi
Biaya yg
dikeluarka
n
Nilai
10
5
3
4
2
4
3
13
9
4
1
1
2
3
1
1
1
2
3
3
3
9
5
5
6
42
1
1
2
1
2
2
5
4
3
1
3
3
2
3
4
4
3
10
6
9
4
2
3
1
3
5
10
8
1
4
1
3
3
1
3
2
4
7
9
6
1
3
1
1
3
1
1
4
4
3
10
6
KRITERIA
KEMUDAHAN
DALAM
PENANGGULANGAN
Kemudahan dalam penanggulangan masalah di ukur dengan system
scoring dengan nilain 1 5 dimana :
Sangat mudah
:5
Mudah
:4
Cukup mudah
:3
Sulit
:2
Sangat sulit
:1
Tabel. Kriteria C : Kemudahan Dalam Penanggulangan
43
Masalah Kesehatan
Balita umur 6-24 bulan gakin mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa mengkonsumsi garam beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5 bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 6- 11 bulan
Balita di timbang dan naik berat badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspeksi sanitasi TPM(Tempat pengolahan Makanan)
Pembinaan tempat pengolahan makanan
Penyakit tidak menular yang di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan lingkungan perumahan
Nilai
2
3
2
3
2
3
3
2
2
4
2
2
2
4
3
3
4
3
4
2
2
Hasil
Akhir
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
44
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Prioritas Masalah
Setelah nilai dari kriteria A , B , C ,dan D didapat, hasil tersebut
dimasukan dalam formula nilai prioritas dasar (NPD) serta nilai prioritas total
(NPT) untuk menentukan prioritas masalah yang dihadapi :
NPD = (A+B) X C
NPT = (A+B) X C X D
Tabel. Prioritas Masalah
Masalah Kesehatan
Balita umur 6-24 bulan gakin
mendapat MPASI
Pengobatan TB Paru (DOTS) BTA
Positif
Kusta (RFC)
Cakupan Desa mengkonsumsi garam
beryudium
Kelp. Pemakain sarana
Aseptor aktif MKET di puskesmas
Kaporitisasi air
Tempat pengolahan makanaan
Klinik Sanitasi
Cakupan asi eksekutif umur 0-5
bulan 29 hari
Pembinaan TPS
Pemberian vit A pada bayi 6- 11
bulan
Balita di timbang dan naik berat
Urutan
NPT Prioritas
NPD
10
32
32
13
9
3
2
1
1
54
26
54
26
1
7
9
5
5
6
5
4
3
2
3
3
2
2
1
1
1
1
1
1
39
18
27
24
14
12
39
18
27
24
14
12
4
11
6
8
13
14
10
6
4
2
1
1
48
16
48
16
2
12
9
10
2
2
1
1
22
24
22
24
9
8A
5
4
4
4
4
2
2
2
2
2
2
2
45
badannya(N/D-O-B)
Penyuluhan air
Inspesi sanitasi TPM(Tempat
pengolahan Makanan)
Pembinaan tempat pengolahan
makanan
Penyakit tidak menular yang di obati
Surveilance kualitas air
Pemeriksaan penyehatan lingkungan
perumahan
Balita dibawah garis merah
2
1
1
1
1
1
1
1
40
40
21
21
10
7
9
6
3
4
3
1
1
1
24
40
21
24
40
21
8B
3A
10A
3
10
6
4
2
2
1
1
1
16
22
14
16
22
14
12A
9A
14A
Money
Method
KELEBIHAN
Tersedia tenaga kesehatan dalam
menemukan kasus TB
Tersedianya petugas laboratorium
Tersedianya PMO
Tersedianya dana untuk penunjang
kasus TB
KEKURANGAN
Pengetahuan PMO tentang
TB Paru kurang
Sedikitnya jumlah tenaga
medis/ petugas
kekurangan dana pelatihan
PMO
gaji PMO tidak ada
alokasi dana untuk
peningkatan mutu kader tidak
tersedia
gaji kader kurang
dana untuk pamflet dll
terbatas
Catatan pelaporan DPS tidak
lengkap
Kurangnya frekuensi
kunjungan petugas untuk
46
Material
Machine
LINGKUNGA
N
2. Proses
Tabel. Proses Analisis Penyebab Masalah
PROSE
S
P1
KELEBIHAN
KEKURANGAN
P2
P3
48
Machine
P1
Man
P2
Kurangnya konseling
pentingnya pemeriksaan
sputum
Kurangnya penyuluhan
mengenai TB
Kurangnya petugas
kesehatan yang sudah
mendapatkan
pelatihan TB
Limbah
pembuangan
tidak ada
Kurangnya perencanaan
kunjungan rumah untuk
penemuan kasus TB
Petugas TB masih
merangkap jabatan sehingga
kerjanya kurang maksimal
gaji kader
kurang
dana untuk
pamflet dll
terbatas
kekurangan dana
pelatihan PMO
P3
Poster terbatas
Leaflet
terbatas
Reagen yang
digunakan expaired
Pamflet terbatas
Kurang aktifnya
pustu dalam
penjaring kasus TB
CBA hanya
dilaksanakan 4x
dalam setahun
(kurang)
KPS hanya
dilaksanakan 2x
dalam setahun
(kurang)
Money
Method
Pengetahuan
PMO tentang TB
Paru kurang
Sedikitnya jumlah
tenaga medis/
petugas
Tidak ada
baliho TB paru
MASALAH
Pengobatan TB
Paru (DOTS)
BTA Positif
Catatan pelaporan
DPS tidak lengkap
Pada pelacakan
kasus TB, data
yang diberikan
kurang valid
Sanitasi kurang
Ventilasi rumah
kurang
4 kelurahan
belum
menerapkan
STBM
Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai
penyakit TB dan
bahayanya
Kurangnya frekuensi
kunjungan petugas
untuk kontak
serumah BTA (+)
LINGKUNGAN
49
(+)
10. Pada pelacakan kasus TB, data yang diberikan kurang valid
11. Kurang aktifnya pustu dalam penjaring kasus TB
12. CBA hanya dilaksanakan 4x dalam setahun (kurang)
13. KPS hanya dilaksanakan 2x dalam setahun (kurang)
14. Tidak ada baliho TB paru
15. Poster terbatas
16. Pamflet terbatas
17. Leaflet terbatas
18. Tidak ada ruangan khusus untuk pemeriksaan sputum BTA
19. Reagen yang digunakan expaired
20. Limbah pembuangan tidak ada
21. Lingkungan padat penduduk
22. Sanitasi kurang
23. Ventilasi rumah kurang
24. 4 kelurahan belum menerapkan STBM
25. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB dan
bahayanya
26. Kurangnya perencanaan kunjungan rumah untuk penemuan kasus TB
27. Kurangnya petugas kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan TB
28. Petugas TB masih merangkap jabatan sehingga kerjanya kurang
maksimal
29. Masi banyak kader yang belum mendapatkan sosialisasi TB
30. Kurangnya konseling pentingnya pemeriksaan sputum
31. Kurangnya penyuluhan mengenai TB
4.5. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Tabel. Alternatif pemecahan masalah
No
Penyebab Masalah
.
1
Paru kurang
Sedikitnya jumlah tenaga medis/ Menambah
3
4
5
petugas
menangani kasus TB
Kekurangan dana pelatihan PMO
Menambah anggaran untuk kasus TB
Gaji PMO tidak ada
Adakan pemberian gaji PMO
Alokasi dana untuk peningkatan Pengadaan dana untuk peningkatan mutu
tenaga
medis
untuk
50
6
7
kader
Meningkatkan gaji kader
Meningkatkan Anggaran
Catatan
lengkap
Kurangnya frekuensi kunjungan Intensitas kunjungan petugas untuk kontak
dana
untuk
pamflet
pelaporan
DPS
tidak
BTA (+)
Pada pelacakan kasus TB, data Lebih memperhatikan status pasien, di isi
11
12
penjaring kasus TB
TB
CBA hanya dilaksanakan 4x dalam Meningkatakan pelaksaan CBA
13
setahun (kurang)
KPS hanya dilaksanakan 2x dalam Meningkatsksn pelaksaan KPS
14
15
16
17
18
setahun (kurang)
Tidak ada baliho TB paru
Poster terbatas
Pamflet terbatas
Leaflet terbatas
Tidak ada ruangan khusus untuk
19
20
21
22
23
24
25
STBM
Kurangnya
Pembuatan baliho
Menambah pembuatan poster TB paru
Menambah pembuatan pamflet TB paru
Menambah pembuatan leaflet TB paru
Membuat
ruangan
khusus
untuk
pemeriksaan sputum BTA
Mengati reagen dengan yang baru
Dibuatkan limbah pembuangan
Lebih meningkatan sanitasi yang kurang
Membuat ventilasi rumah
Penerapan keseluruhan STBM
pengetahuan Melaksanaan
penyuluhan
kepada
dan bahayanya
bahayannya
Kurangnya perencanaan kunjungan Meningkatkan
27
28
Petugas TB
kesehatan
perencanaan
yang
sudah
kunjungan
mendapatkan
pelatihan TB
masih merangkap Petugas kesehatan di tambah
29
30
mendapatkan sosialisasi TB
kader
Kurangnya konseling pentingnya Meningkatakan
31
pemeriksaan sputum
Kurangnya penyuluhan mengenai
TB
konseling
pentinnya
pemeriksaan sputum
Meningkatkan penyuluahan mengenai TB
BAB V
PENUTUP
1.1.Kesimpulan
1.2.Saran
1.2.1. Puskesmas
Di Puskesmas Karang Pule ada beberapa program yang belum mencapai
target. Untuk itu sebaiknya dapat dicari hambatan hambatan apa saja yang
menjadi kendala di masyarakat dan secepatnya mencari alternative pemecahan
masalahnya.
1.2.2. Fakultas
Bagi pihak kampus diharapkan untuk lebih meningkatkan kerjasama dengan
puskesmas
1.2.3. Mahasiswa
Bagi mahasiswa sangat diharapkan kerjasamanya dalam tim,sehingga kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan dan penyusunan laporan bisa berjalan dengan lancar.
1.2.4. Masyarakat
Bagi masyarakat dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat mengenai TB Paru
agar kejadian TB Paru di masyarakat dapat berkurang
52