Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan informasi bahwa pasien


sudah merasakan pilek sejak 2 tahun yang lalu. Saat ini pasien berusia 7 tahun,
berarti pilek sudah dirasakan sejak dirinya berumur 5 tahun. Pasien juga mengeluh
hidungnya sering tersumbat, terasa gatal dan berair. Namun nyeri hidung dan
episode bersin >5 kali disangkal. Pasien mengaku memiliki riwayat alergi
terhadap debu dan suhu dingin. Berdasarkan anamensis, terdapat kemungkinan
seringnya hidung tersumbat, terasa gatal dan berair disebabkan radang pada
mukosa hidung atau rinitis, yang dapat berupa rinitis alergi atau rinitis vasomotor.
Menurut WHO ARIA tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar oleh alergen yang diperantarai oleh IgE, dapat bersifat
intermiten (kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu) atau persisten
(gejala lebih dari 4 hari/minggu atau lebih dari 4 minggu). Alergen dapat berupa
alergen inhalan (tungau debu rumah, rerumputan, jamur), alergen ingestan (susu
sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting, kacang-kacangan), alergen injektan
(injeksi penisilin, sengatan lebah), atau alergen kontaktan (perhiasan, kosmetika).2
Pasien pada kasus ini menyangkal sering bersin berulang, sedangkan gejala khas
rinitis alergi adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang akibat
dilepaskannya histamin. Namun, gejala lain bisa terjadi seperti ingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal. Seringkali gejala

47

yang muncul tidak lengkap, terutama pada anak, terkadang gejala yang
diungkapkan pasien dapat hanya berupa hidung tersumbat. Sehingga masih
terdapat kemungkinan terjadi rinitis alergi berdasarkan informasi riwayat alergi
terhadap debu.
Sedangkan rinitis vasomotor merupakan rinitis non-alergi yang
disebabkan oleh disfungsi sistem otonom hidung, trauma, atau kadar nitrit oksida
yang tinggi. Gejalanya sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik,
seperti asap rokok, bau menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan
dingin, udara dingin, perubahan suhu luar, kelelahan, dan stress/emosi. Gejala
yang dominan adalah hidung tersumbat, rinore mukoid atau serosa. 2 Pasien pada
kasus ini mengaku memiliki riwayat alergi terhadap udara dingin, sehingga
kemungkinan rinitis vasomotor masih dapat dipertimbangkan.
Pasien mengeluhkan hidungnya berair, denga cairan yang awalnya
berwarna jernih namun saat ini cairan yang keluar dari hidung berwarna kehijauan
dan kental. Sekret yang berwarna kehijauan biasanya berasal dari radang pada
hidung dan sinus akibat infeksi. Ditambah lagi dengan perasaan adanya ingus
yang tertelan, menunjukkan adanya post nasal drip dan nyeri pada kedua pelipis.
Keluhan-keluhan

tersebut

merupakan

manifestasi

klinis

dari

sinusitis.

Kemungkinan sinusitis pada pasien kasus ini disebabkan oleh rinitis yang
berulang atau tidak tertangani dengan baik.
Pasien juga mengeluhkan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu,
pendengaran kedua telinganya dirasakan mulai menurun, telinga terasa penuh dan
terasa ada bunyi grebek-grebek. Namun, pasien menyangkal adanya cairan yang

48

keluar dari telinga, nyeri telinga dan pusing berputar-putar. Berdasarkan


anamnesis ini, dapat diarahkan ke diagnosis otitis media non supuratif atau otitis
media efusi (OME). Otitis media efusi merupakan radang pada telinga tengah
dengan terdapatnya sekret nonpurulen dengan membran timpani yang utuh,
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba Eustachius akibat sumbatan tuba, infeksi
jalan napas atas, alergi atau idiopatik. Gejala yang menonjol biasanya
pendengaran berkurang, telinga tersumbat terasa seperti ada cairan yang bergerak
dalam telinga. Terjadinya OME pada pasien merupakan komplikasi dari sinusitis
yang dideritanya lebih dahulu, dimana pada sinusitis akan terjadi sumbatan pada
tuba ditambah terdapat infeksi oleh bakteri atau virus yang masuk ke dalam
telinga tengah dan menyebabkan peradangan.
Pasien juga mengeluhkan rasa mengganjal pada tenggorokannya dan
saat tidur dirinya sering mengorok, tetapi tidak ada nyeri tenggorokan dan nyeri
saat menelan. Bila kembali ke penyakit-penyakit awal, yaitu rinitis yang
berkembang menjadi sinusitis, maka keluhan rasa mengganjal pada tenggorokan
dan sering mengorok saat tidur disebabkan oleh hipertrofi adenoid. Keadaan ini
secara fisiologi membesar pada anak berusia 3 tahun dan mengecil lalu hilang
pada usia 14 tahun. Pasien berusia 7 tahun, sehingga terjadinya hipertrofi adenoid
sangat mungkin terjadi. Ditambah lagi, pasien sering mengalami infeksi saluran
napas bagian atas yang dapat menyebabkan hipertrofi adenoid, yang dapat
mengakibatkan tersumbatnya koana dan tuba Eustachius. Kedua sumbatan ini
dapat mengganggu ventilasi dan drainase siunus paranasal sehingga dapat

49

menimbulkan sinusitis. Selain itu, sumbatan tuba Eustachius akan menyebabkan


terjadinya otitis media berulang, gangguan tidur, dan tidur mengorok.
Pada pemeriksaan fisik telinga, didapatkan kedua membran timpani
masih intak, berwarna putih keabuan, terdapat gelembung udara (air bubble) dan
refleks cahaya menurun. Adanya gelembung udara dan penurunan refleks cahaya
pada membran timpani menunjukkan otitis media efusi. Penurunan refleks cahaya
pada saat dilakukan otoskopi disebabkan terjadinya retraksi membran timpani
karena tekanan negatif dalam telinga tengah.
Pada tes pendengaran didapatkan Rinne positif pada telinga kanan,
Rinne negatif pada telinga kiri, Weber lateralisasi ke kanan. Pada audiometri
didapatkan hasil yaitu :
a. Pada telinga kanan, BC normal, kurang dari 25 dB. AC turun lebih dari 25 dB.
Antara AC dan BC terdapat gap. Ambang dengar AC 43,75 dB.
Kesimpulannya adalah tuli kondukif derajat sedang.
b. Pada telinga kiri, BC normal kurang dari 25 dB. AC turun lebih dari 25 dB.
Antara AC dan BC terdapat gap. Ambang dengar AC 35 dB. Kesimpulannya
adalah tuli konduktif derajat ringan.
Terjadinya penurunan pendengaran pada kedua telinga pasien ini
disebabkan oleh otitis media efusi yang sudah lama terjadi menyebabkan
membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
untuk menghantarkan gelombang bunyi.
Pada pemeriksaan hidung, didapatkan sekret serus pada meatus
medius dan inferior kanan dan kiri. Terdapatnya sekret ini mendukung diagnosis

50

ke arah sinusitis. Pemeriksaan penunjang berupa foto skull dengan posisi Waters
membuktikan sinusitis maksilaris bilateral.
Karena terdapat tiga diagnosis pada pasien ini, yaitu sinusitis
maksilaris

bilateral,

hipertrofi

adenoid

dan

otitis

media

efusi,

maka

penatalaksanannya mencakup ketiga diagnosis tersebut. Pada pasien ini,


tatalaksana untuk otitis media efusi yang dideritanya adalah pemasangan pipa
ventilasi (Grommet). Menurut teori, penanganan otitis media efusi dapat
menggunakan medikamentosa dengan vasokonstriktor lokal (tetes hidung),
antihistamin ditambah dengan manuver Valsava selama tidak ada tanda-tanda
infeksi jalan napas atas lalu dievaluasi satu hingga dua minggu kemudian. Bila
gejala-gejala masih menetap, dilakukan miringotomi. Bila masih belum sembuh
maka dilakukan miringotomi serta pemasangan Grommet. Pasien sudah
mengeluhkan telinga terasa penuh dan pendengaran berkurang sejak 3 bulan yang
lalu, ditambah saat ini pasien mengalami infeksi saluran napas atas, sehingga
dikhawatirkan terapi dengan medikamentosa saja tidak akan adekuat, maka pasien
langsung direncanakan untuk pemasangan Grommet. Setelah pemasangan
Grommet, pasien harus diberi edukasi agar menjaga telinganya tetap kering.
Sementara itu, untuk tatalaksanan sinusitis maksilaris bilateral, pada
pasien kasus ini dilakukan irigasi sinus yang bertujuan memperbaiki drainase
kedua

sinus.

Menurut

teori,

irigasi

sinus

dilakukan

bila

pengobatan

medikamentosa tidak cukup cepat untuk memperbaiki gejala. Pada pasien ini,
sinusitis yang terjadi juga sudah sampai menyebabkan komplikasi otitis media
efusi sehingga irigasi sinus perlu dilakukan. Dengan anestesi lokal, trokar dan

51

kanula dimasukkan melalui meatus inferior dan ditusukkan menembus dinding


naso-antral. Kemudian dimasukkan cairan garam faal steril ke dalam antrum dan
selanjutnya isi antrum dihisap kembali kedalam tabung suntikan. Prosedur irigasi
sinus pada pasien ini sudah sesuai teori tersebut, dengan dilakukan pemasangan
tampon efedrin pada meatus inferior cavum nasi dekstra. Setelah tampon
diangkat, dilakukan penusukan pada dinding lateral meatus inferior CN Sinistra
ke arah lateral epikantus lateralis. Kemudian dilakukan irigasi sinus.
Pasien kasus ini juga direncanakan untuk adenoidektomi. Indikasi
dilakukannya adenoidektomi ini juga sudah sesuai teori karena hipertrofi adenoid
yang sudah menyebabkan gangguan tidur dan gangguan aktivitas di sekolah.
Adenoidektomi dilakukan dengan kuret adenoid.

52

Anda mungkin juga menyukai