PADA KEHAMILAN I
IMS Murah Manoe, Rahmat Landahur
Chlamydia trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik yang
tersering (30 50 %).1 Infeksi ini sering ditemukan pada wanita dewasa yang seksual
aktif.2
Pada kehamilan mempunyai arti penting bukan saja pada bayi yang dapat
menyebabkan konjungtivitis dan pneumonia, tetapi dapat juga menyebabkan abortus,
gangguan pertumbuhan janin, ketuban pecah prematur, kelahiran preterm, kematian
janin dalam rahim, endometritis post partum dan endometritis post abortus.2,3,4,5
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat mengakibatkan urethritis, Bartolinitis, servisitis,
endometritis, salfingitis, kehamilan ektopik dan infertilitas.3,6,7,8,9 Sebagian besar
infeksi ini bersifat asimptomatik.6,9
Chlamydia trachomatis adalah bakteri gram negatif obligat intraseluler yang
bersifat sebagai bakteri pada pembelahan sel, metabolisme, maupun kepekaan
terhadap antibiotik dan bersifat seperti virus yang memerlukan sel hidup untuk
berkembang biaknya.8,10 Siklus perkembangan yang unik meliputi produksi initial
prekursor, badan retikulat, pelepasan badan elementer yang infektif.4,7,11,12
Permasalahan pada penatalaksanaan Chlamydia trachomatis meliputi :
Kasus yang mempunyai gejala ringan / tidak bergejala
Sarana laboratorium yang terbatas dan mahal
Adanya koinfeksi yang menyertai Chlamydia trachomatis
EPIDEMIOLOGI
14
pada saat buang air kecil. Sering ditemukan pada wanita yang mempunyai pasangan
yang menderita penyakit menular seksual.1
Pada pemeriksaan klinis genital dapat ditemukan kelainan serviks, eksodat serviks
yang mukopurulen, erosi serviks atau folikel-folikel kecil.1
LABORATORIUM
Anamnesis :
Mengenai keluhan dan faktor resiko merupakan hal penting karena tidak
semua pasien menunjukkan gejala klinis / asimptomatik. Beberapa faktor resiko :20
Belum menikah dan aktif seksual
Mempunyai banyak pasangan seksual
Menggunakan pil oral kontrasepsi
Menggunakan IUD
Riwayat penyakit menular seksual
Mempunyai pasangan yang menderita penyakit menular seksual
Spotting inter menstruasi
Keluhan nyeri perut bagian bawah.
Dianggap beresiko bila mempunyai satu atau lebih pernyataan berikut :21
1. Suami atau pasangan seksual menderita penyakit menular seksual.
2. Suami / pasangan seksual / pasien sendiri mempunyai pasangan seksual lebih dari
satu dalam satu bulan terakhir.
3. Mempunyai pasangan baru dalam tiga bulan terakhir.
4. Mengalami satu atau lebih episode PMS dalam satu tahun terakhir.
5. Penkerjaan suami / pasangan seksual beresiko tinggi
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi litotomi, pemeriksaan meliputi inspeksi
dan palpasi.
Pemeriksaan laboratorium khusus
Pembiakan, pemeriksaan mikroskop langsung, metode penentuan antigen,
polimerase chain reaction dan ligasi chain reaction.
PENGOBATAN
INFEKSI CHLAMYDIA
TRACHOMATIS PADA KEHAMILAN
II
Freddy Wagey
Infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita sering tidak memberikan tanda dan
gejala klinis yang khas sehingga dapat menyebabkan komplikasi endometritis,
salpingitis dan berlanjut menjadi penyakit radang panggul, kehamilan ektopik dan
dapat juga menyebabkan infertilitas. Pada wanita hamil, infeksi klamidia dapat
menyebabkan abortus, ketuban pecah dini dan prematuritas. Di Amerika Serikat pada
tahun 1991, infeksi klamidia pada genitalia merupakan penyakit menular seksual
(PMS) terbesar dan melebihi gonore. Diperkirakan terdapat 4 juta kasus infeksi
klamidia baru setiap tahun dan memerlukan biaya penanggulangan sekitar 2.2 juta
dolar, sedangkan di Indonesia prevalensinya masih beragam. Wisnuwardhani (1987)
Epidemiologi
Infeksi Chlamydia trachomatis merupakan infeksi yang sering terjadi pada
wanita hamil. Klamidia ditemukan pada sekitar 5-15% wanita hamil. Walaupun
demikian, dilaporkan juga angka yang lebih tinggi yaitu sekitar 30-40%. Sama
seperti wanita yang tidak hamil, wanita hamil mendapatkan infeksi klamidia 2-3
kali lebih sering daripada gonore.
Gejala Klinis
Salah satu sindrom yang disebabkan Chlamydia trachomatis pada wanita
adalah sindrom uretral akut/uretritis dengan gejala disuria akut dan frekuensi
berkemih yang mengindikasikan adanya infeksi saluran kemih. Pada sebagian
besar wanita gejala timbul bila bakteriuria mencapai kadar > 105/ml urine.
Walaupun demikian, sekitar 20% wanita dengan gejala tersebut memiliki pyuria
steril dengan leukosit > 8/mm3 urine. Karakteristik yang berhubungan dengan
uretritis klamidia adalah gejala-gejala yang telah berlangsung lama, tingginya
frekuensi pasangan seksual baru pada bulan sebelumnya, frekuensi infeksi saluran
kemih yang rendah sebelumnya dan angka hematuria yang rendah.
Keberadaan Chlamydia trachomatis lebih sulit ditentukan pada wanita hamil
daripada wanita tidak hamil karena hampir semua wanita hamil mengeluarkan
sekret vagina lebih banyak daripada wanita tidak hamil. Walaupun demikian,
adanya cairan servikal yang purulen dapat menunjukkan adanya infeksi klamidia
atau gonore.
memiliki resiko kehamilan ektopik 7-10 kali lebih tinggi daripada wanita yang
tidak pernah terkena PID. Di Amerika serikat, klamidia menyebabkan sekitar
250.000-500.000 kasus PID setiap tahun.
2. INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS PADA NEONATAL
Neonatus mendapat infeksi klamidia pada saat melalui jalan lahir ibu yang
terinfeksi dengan prevalensi sekitar 60-70%. Pada neonatus infeksi akan menyerang
konjungtiva, nasofaring, saluran nafas dan saluran kemih. Setidaknya terdapat 2
infeksi neonatus yang telah dikenal luas yaitu konjungtivitis dan pneumonia. Selain
itu, telah dilaporkan juga terjadinya otitis akut pada neonatus yang dilahirkan dari ibu
dengan infeksi klamidia.
Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada sekitar 40% bayi yang lahir dari ibu dengan
infeksi klamidia. Konjungtivitis umumnya timbul sekitar 5-14 hari setelah bayi
lahir, hal ini membedakannya dengan konjungtivitis yang disebabkan oleh gonore
yang umumnya terjadi dalam 3 hari pertama kehidupan.
Konjungtivitis klamidial diawali dengan hiperemia konjungtiva dan diikuti
oleh reaksi inflamasi yang ditunjukkan dengan timbulnya cairan mukopurulen dan
kadang-kadang adanya pseudomembran. Konjungtiva kemudian akan
membengkak dan cairan mukopurulen tersebut akan mempersulit bayi dalam
membuka matanya.
Pneumonia
Pneumonitis yang disebabkan oleh klamidia terjadi antara 4-8 minggu setelah
bayi lahir dan sekitar 30% pneumonitis pada bayi di bawah 6 bulan disebabkan
oleh klamidia.
Bayi yang menderita pneumonitis klamidial ditandai dengan batuk berulang
yang menetap selama beberapa minggu dan kongesti nasofaring dan takipnea
umum terjadi. Bayi biasanya afebris dan tidak menunjukkan gejala dan tanda
sistemik tetapi seringkali gagal mengalami penambahan berat badan. Pada foto
thoraks dapat terlihat infiltrat intersisial dan hiperinflasi paru-paru. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan eosinofilia, peningkatan IgM dan
imunoglobulin lainnya. Bayi yang tidak diobati akan menderita batuk dan
pneumonia selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Sampai saat ini belum jelas diketahui apakah pneumonia terjadi akibat materi
yang teraspirasi ke dalam paru-paru saat lahir atau akibat materi yang berasal dari
konjungtiva atau nasofaring yang terinfeksi.
DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi klamidia dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
laboratorium yang meliputi pewarnaan, kultur dan hapusan sekret genital serta
teknik biologi molekuler seperti penggunaan PCR.
Gejala Klinik
Infeksi klamidia dicurigai bila terdapat pyuria steril pada wanita dengan
keluhan disuria akut, servisitis mukopurulen pada wanita dengan keluhan
cairan vagina yang tidak normal dan rasa sakit pada abdomen bagian bawah
pada wanita setelah melahirkan. Selain itu infeksi klamidia juga harus
diwaspadai pada wanita dengan gonore, karena sekitar 50% penderita gonore
juga menderita klamidia. Pada neonatus, terjadinya konjungtivitis pada 5 hari
atau lebih setelah lahir yang diikuti oleh timbulnya pneumonia dalam 3 bulan
pertama kehidupannya, merupakan tanda klinis kemungkinan terjadinya
infeksi klamidia.
LABORATORIUM (PEWARNAAN, KULTUR DAN HAPUSAN SEKRET GENITAL)
PCR (polymerase chain reaction) saat ini sudah mulai digunakan untuk
mendeteksi infeksi klamidia pada wanita hamil. Witkin dkk (1996)
melaporkan bahwa PCR dapat mendiagnosis adanya klamidia pada sampel
introital dari wanita hamil dengan sensitifitas sebesar 97% dan spesifisitas
sebesar 100%. Chatterjee dan Humphrey (1996) juga telah menggunakan PCR
untuk mendiagnosis adanya klamidia pada sampel urine dan serviks wanita
hamil.
PENATALAKSANAAN
1. PENATALAKSANAAN TERHADAP IBU
Terapi terhadap konjungtivitis pada neonatus meliputi terapi topikal dan oral.
Terapi topikal meliputi antibiotika sulfonamide, tetrasiklin dan eritromisin, diteteskan
4 kali sehari selama 3 minggu. Akan tetapi konjungtivitis klamidial yang timbul
kembali/rekuren sering dijumpai, sehingga saat ini direkomendasikan pengobatan
secara oral. Terapi oral meliputi pemberian eritromisin selama 2 minggu. Kelebihan
terapi oral adalah menghilangkan kemungkinan terjadinya kolonisasi nasofaring dan
menurunkan kemungkinan pneumonitis.
Pneumonitis pada neonatus berhasil diobati dengan baik oleh sulfisoksasol
150 mg/kg/hari dan eritromisin 40 mg/kg/hari selama 2 minggu. Setelah
pengobatan, neonatus memberikan hasil kultur negatif dan tidak menderita relaps
secara klinik.
3. PENCEGAHAN KONJUNCTIVITIS PADA NEONATUS