PENDAHULUAN
Kasus Epidural Hematoma (EDH) merupakan kasus yang paling banyak
terjadi di lapangan baik pada dewasa maupun anak-anak. Penyebab terbanyak
kasus epidural hematoma adalah trauma.1
Hematoma epidural merupakan pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dengan duramater (dikenal dengan istilah hematoma ekstradural).
Hematoma jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteri akibat adanya fraktur
linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningen
(arteri Meningea media). Paling sering terletak di regio temporal atau temporal parietal. Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 80% 95% kasus,
sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada
fraktur (terutama pada kasus anak-anak yang mana deformitas yang terjadi hanya
sementara). Hematoma epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang
terjadi.2
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma
epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara umum frekuensi kejadian
hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.3
Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki
masalah berjalan dan sering jatuh. 60% penderita epidural hematoma berusia
dibawah 20 tahun dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60
tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun
dan lebih dari 55 tahun serta lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan dengan perbandingan 4 : 1.3
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus pada seorang pria yang dirawat di BLU
RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado dengan Epidural Hematoma regio Temporal
Dekstra.
BAB II
LAPORAN KASUS
JP, seorang pria, suku Minahasa, umur 17 tahun, masuk rumah sakit BLU RSUP
Prof. dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 05 April 2012 jam 17.10 WITA
dengan keluhan utama penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas yang
dialami penderita sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
PRIMARY SURVEY
Airway
: tidak ada
Medication
: tidak ada
Past illness
: tidak ada
Last meal
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit
GCS
: E3V4M5
Tanda vital
Kepala
Nadi
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,70C
Leher
Toraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
: Bentuk datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
Hematokrit : 39,5 %
(37 - 47%)
Hb
: 12,8 gr/dL
(12 - 16 gr/dl)
Eritrosit
Leukosit
: 27.200/L
Trombosit : 181.000/L
(4.000 - 10.000/L)
(150.000 - 450.000/L)
Diagnosa :
Epidural Hematoma regio Temporal Dekstra
Terapi :
-
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV (ST)
Ranitidin 3 x 1 amp IV
Pratopril 3 x 1 amp IV
ATS Profilaksis IM
Lapor Prof. dr. Eko Prasetyo, Sp.B.S. (K) Advis : Pro Trepanasi Elektif
FOLLOW UP
06 April 2012
Pkl 04.05 WITA :
GCS pasien menurun menjadi E2V3M5, pupil bulat anisokor diameter 5 mm/ 3 mm,
RC +/+
Lapor Prof. dr. Eko Prasetyo, Sp.B.S. (K) :
Pro Trepanasi Cito dengan persiapan ICU untuk perawatan post trepanasi
Konsul ICU :
ICU dalam keadaan penuh
Lapor Prof. dr. Eko Prasetyo, Sp.B.S. (K) Advis :
Pro MRS
Observasi Vital sign dan GCS
Bila GCS menurun Pro Trepanasi Cito dengan persiapan ICU untuk
perawatan post trepanasi
Terapi dengan protap CKS
Hematokrit : 25,3 %
(37 - 47%)
Hb
: 8,6 gr/dL
(12 - 16 gr/dl)
Eritrosit
Leukosit
: 16.800/L
Trombosit : 186.000/L
(4.000 - 10.000/L)
(150.000 - 450.000/L)
07 April 2012
S : Penurunan kesadaran
O : Tekanan darah = 120/60 mmHg
Nadi
= 80 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,7C
: E3VxM6
Drain : 60 cc/hari
A : Post trepanasi hari I ec EDH temporal dekstra
P : IVFD Asering 5 + Clinimix Ivelip 1 bag/24 jam
Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (hari I)
Metronidazole 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Antrain 3 x 1 amp iv
Ergotika 3 x 1 amp iv
Xilodela 2 : 1 im (k/p)
Entrasol 4 x 100 cc
Cek Darah Lengkap
Hasil Laboratorium :
Hematokrit : 22,5 %
(37 - 47%)
Hb
: 7,7 gr/dL
(12 - 16 gr/dl)
Eritrosit
Leukosit
: 10.800/L
Trombosit : 109.000/L
Creatinin
: tap
Ureum
: 31 mg/dl
(20 - 40 mg/dl)
Albumin
: 2,6 gr/dl
Na
: 146 mEq/L
: 4,23 mEq/L
(4.000 - 10.000/L)
(150.000 - 450.000/L)
Cl
: 103,3 mEq/L
08 April 2012
S : Penurunan kesadaran
O : Tekanan darah = 120/60 mmHg
Nadi
= 84 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,7C
: E3V3M6
Drain : 30 cc/hari
A : Post trepanasi hari II ec EDH temporal dekstra
P : IVFD Asering 5 + Clinimix Ivelip 1 bag/24 jam
Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (hari II)
Metronidazole 3 x 500 mg stop
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Antrain 3 x 1 amp iv
Ergotika 3 x 1 amp iv
Xilodela 2 : 1 im (k/p)
Entrasol 4 x 100 cc
09 April 2012
S : Penurunan kesadaran, nyeri kepala (+)
O : Tekanan darah = 120/70 mmHg
Nadi
= 84 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,8C
: E3V4M6
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Antrain 3 x 1 amp iv
Ergotika 3 x 1 amp iv
Entrasol 4 x 100 cc
10 April 2012
S : Nyeri kepala (-)
O : Tekanan darah = 120/70 mmHg
Nadi
= 84 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,8C
: E3V5M6
= 84 x/menit
Respirasi
= 24 x/menit
Suhu badan
= 36,8C
: E3V5M6
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Antrain 3 x 1 amp iv
Ergotika 3 x 1 amp iv
Entrasol 4 x 100 cc
12 April 2012
S : (-)
O : Tekanan darah = 120/70 mmHg
Nadi
= 80 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,5C
: E3V5M6
= 80 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,5C
: E3V5M6
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Antrain 3 x 1 amp iv
Ergotika 3 x 1 amp iv
Entrasol 4 x 100 cc
14 April 2012
S : (-)
O : Tekanan darah = 120/70 mmHg
Nadi
= 84 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,7C
: E3V5M6
= 84 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,8C
: E3V5M6
10
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Antrain 3 x 1 amp iv
Ergotika 3 x 1 amp iv
Entrasol 4 x 100 cc
16 April 2012
S : (-)
O : Tekanan darah = 120/70 mmHg
Nadi
= 84 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,5C
: E4V5M6
= 80 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,6C
: E4V5M6
11
= 84 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu badan
= 36,5C
: E4V5M6
Hematokrit : 24,7 %
(37 - 47%)
Hb
: 7,8 gr/dL
(12 - 16 gr/dl)
Eritrosit
Leukosit
: 14.300/L
Trombosit : 324.000/L
(150.000 - 450.000/L)
Na
: 149 mEq/L
: 3,63 mEq/L
Cl
: 101,2 mEq/L
(4.000 - 10.000/L)
12
BAB III
DISKUSI
Pada penderita ini, diagnosis Epidural Hematom (EDH) ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan adanya penurunan kesadaran akibat KLL yang
telah terjadi sekitar 3 jam SMRS. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan bahwa gejala yang sangat menonjol dari EDH adalah kesadaran yang
menurun secara progresif.3 Hal ini terjadi karena desakan oleh hematom epidural
yang terjadi akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang sehingga hematom
bertambah besar. Hematom yang membesar di daerah temporal menyebabkan
bagian medial lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami
herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tandatanda neurologik. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteri yang mengurus
formatio retikularis (ARAS) di medulla oblongata menyebabkan hilangnya
kesadaran.5
Pada pasien ini juga ditemukan adanya riwayat pingsan yang lamanya tidak
diketahui. Dalam perjalanannya, pasien kemudian kembali sadar dan mengalami
penurunan kesadaran kembali. Hal ini merupakan gambaran khas dari epidural
hematoma yaitu terdapatnya interval bebas antara saat terjadinya trauma dan saat
timbulnya tanda pertama yang berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa
jam atau disebut sebagai lucid interval. Lucid interval merupakan adanya fase sadar
diantara dua fase tidak sadar karena bertambahnya volume darah yang mana
pingsan I disebabkan karena benturan langsung, sedangkan pingsan II disebabkan
karena EDH.5
Pada penderita ditemukan adanya luka terjahit pada regio parietal dekstra
dengan ukuran 7 cm sehingga awalnya penderita didiagnosis dengan kontusio
cerebri. Akan tetapi setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala barulah
diketahui adanya Epidural hematoma. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya
gambaran lesi tipikal konveks yang hiperdens yang merupakan gambaran khas dari
13
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Epidural Hematoma adalah sebuah bentuk yang relatif mudah diatasi dari
trauma kepala dan pasien dengan EDH sering berprognosis baik. Gejala dan
tampak bervariasi, tetapi penderita EDH yang khas memiliki riwayat cedera kepala
dengan periode tidak sadar dalam waktu pendek dan diikuti oleh peiode lusid.
Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa interval lusid bukan merupakan tanda
diagnostik yang dipercaya pada EDH. Pertama, interval lusid mungkin berlalu
tanpa diketahui, terutama bila hanya sekejap saja dan kedua, penderita dengan
cedera kepala berat dapat tetap berada dalam keadaan stupor.6
Pada pasien ini, hasil follow up yang dilakukan selama dua belas hari
menunjukkan adanya perbaikan klinis yaitu tingkat kesadaran yang berangsurangsur pulih hingga pulih total pada sekitar seminggu setelah pengobatan serta
hilangnya keluhan-keluhan klinis lainnya, sehingga pada akhirnya prognosis
penyakit ini dapat dikatakan adalah dubia ad bonam.
Saran
1. Perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat dan cepat untuk setiap pasien dengan
riwayat trauma kepala, agar dapat ditentukan penangangan yang sesuai dalam
mengobati pasien.
2. Perlu adanya kesadaran yang tinggi dari setiap pengendara kendaraan bermotor
untuk selalu menggunakan helm agar kepala dapat terlindung dari benturan jika
terjadi kecelakaan yang tidak terduga-duga.
3. Perlu diberikan konseling kepada pasien dan keluarga pasien menyangkut
resiko-resiko yang terjadi sebelum, selama dan setelah operasi dilakukan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwohadi W., Rachmad A. 2010. Profil Penderita Pasien Epidural
Hematoma Yang Dirawat di Sub Bagian Bedah Saraf Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Sardjito Yogyakarta, bulan Desember 2009 sampai Desember 2010
( http://www.bedahugm.ac.id/6_ilmiah.html, diakses 18 April 2012).
2. Nurhaeni.
2009.
Epidural
Hematoma.
(http://www.scribd.com/doc/88244735/Lapo-Subdural-Kasus-Bedah-Syaraf,
diakses 18 April 2012).
3. Iskandar
M.,
2009.
Epidural
Hematoma.
Try.
2010.
Epidural
Hematoma.
16