1.1 Latar belakang Pada tahun 1970, terjadi krisis minyak bumi yang sangat mempengaruhi industry-industri di negara barat sebagai konsumen terbesar dimana sebagian besar
bahan
bakar
untuk
menjalankan
mesin-mesin
industri
masih
menggunakan minyak bumi.
Just In Time Production merupakan perusahaan/bagian produksi/operator yang memproduksi barang hanya sebanyak jumlah yang diminta konsumen dan pada saat dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang. Maka dari itu Just In Time Production merupakan sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi perusahaan mampu menyerahkan produknya sesuai kehendak konsumen secara tepat waktu. Sistem produksi di Jepang merupakan aplikasi dari sistem Just In Time Production ini, Dalam hal ini mengurangi waste yang diakibatkan dari proses produksi yang kurang optimal. Beberapa pemborosan yang dimaksud yaitu contohnya dalam waktu, seperti jadwal produksi yang tidak ditepati, pekerja yang menganggur, mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik yang tidak efisien, keterlambatan material, lintasan produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi bottle-neck, terlambatnya pengiriman barang, banyaknya karyawan yang absen, dan lain sebagainya. Selain itu pemborosan dalam material seperti, terlalu banyak buangan (scraps,chips) akibat proses produksi, banyaknya material yang hilang, dan material yang tidak layak akibat lama dalam penimbunan (nilai dari material menurun). Serta pemborosan dalam manajemen, misalnya terlalu banyak karyawan, banyak terjadi mis-komunikasi dalam antar departemen, banyaknya overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, sulit dalam koordinasi, dll. Jepang melakukan sistem eliminate of waste karena tidak memiliki resources yang cukup. Sehingga dalam setiap melakukan pengambilan keputusan terutama untuk masalah produksi selalu menganut kepada prinsip efisiensi, efektifitas, dan produktifitas.
Diana Rahmawati Wijaya
Yusuf Alief Maulana
6611040003 6611040015
1.2 Inti Masalah Dalam Artikel
Terjadinya beberapa pemborosan yang mengakibatkan proses produksi yang terjadi tidak optimal. Selain itu adanya krisis minyak bumi yang berakibat menurunnya jumlah produksi pada negara-negara yang umumnya beberapa industrinya menggunakan bahan bakar minyak dalam peralatan industrinya. 1.3 Pembahasan a) Definisi Just In Time Menurut Hansen & Mowen (2001:591), Just In Time (JIT) merupakan suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan jadwal yang tetap untuk mengantisipasi permintaan. Just In Time merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem manajemen persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi sebanyak yang dibutuhkan serta digunakan pada saat yang tepat dalam setiap proses produksi (Blocher, dkk., 2002:113; dalam Kuzatmono, 2008). Secara garis besar Just In Time dibedakan menjadi dua macam, yaitu Just In Time Purchasing dan Just In Time Production. Just In Time Purchasing adalah sistem pembelian barang dengan jumlah dan waktu yang tepat sehingga barang tersebut dapat segera diterima untuk memenuhi permintaan atau untuk digunakan. Sedangkan Just In Time Production adalah sistem produksi yang prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Dalam persaingan global sekarang ini, perusahaan dituntut untuk dapat bertahan dalam jangka panjang dengan memiliki keunggulan bersaing. Biaya rendah merupakan salah satu strategi bersaing yang dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Dalam mendukung pelaksanaan strategi biaya rendah tersebut suatu perusahaan harus memperhatikan semua faktor penentu biaya. Dalam salah satu usahanya untuk menurunkan biaya, maka perusahaan menggunakan sistem Just In Time (JIT).
Diana Rahmawati Wijaya
Yusuf Alief Maulana
6611040003 6611040015
b) Pemborosan (waste) pada Sistem Produksi
Pemborosan dalam sistem produksi merupakan hal yang menjadi akibat dari proses porduksi yang tidak optimal. Metode waste elimination merupakan salah satu cara yang efektif untuk menambah keuntungan pada suatu perusahaan. Untuk mengurangi pemborosan, perlu diketahui terlebih dahulu jenis pemborosan itu sendiri dan dimana terjadinya. Meskipun pada dasarnya produk yang dihasilkan dari tiap-tiap perusahaan berbeda, namun waste yang terjadi umumnya sama. Pada setiap jenis waste, terdapat perencanaan untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruhnya dalam perusahaan.Sehingga dapat memperbaiki tampilan dan kualitas produk yang dihasilkan. Terdapat 7 macam waste yang terjadi pada proses produksi yang secara keseluruhan dapat diperbaiki dengan metode waste elimination. Adapun ketujuh waste tersebut terdiri dari sebagai berikut : 1) Overproduction (jumlah produksi yang berlebihan). Overproduction memerlukan biaya yang tinggi dalam perencanaan manufaktur karena hal tersebut mempengaruhi kelancaran dari aliran pengerjaan dari bahan produksi dan menyebabkan menurunnya kualitas dan produktifitas. Sistem produksi yang overproduction sering disebut juga dengan Just In Case, dimana hal tersebut menciptakan waktu perencanaan yang lebih. Dampaknya dapat diketahui dari biaya penyimpanan yang tinggi, dan membuat cacat yang terjadi semakin sulit untuk ditemukan. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan menghentikan proses produksi untuk sementara, sehingga dapat diketahui masalah dari overproduction tersebut. Konsep yang dilakukan yaitu menjadwal dan memproduksi jumlah barang sesuai jumlah permintaan dari konsumen saja. 2) Waiting (jumlah barang produksi yang menunggu untuk dkerjakan). Material yang tidak segera diproduksi akan menjadikan proses produksi akan berjalan lambat, sehingga pengaruhnya pada material menjadi menunggu untuk dikerjakan. Akibatnya jarak antar proses dalam produksi menjadi semakin jauh. Menghubung proses produksi secara bersama-sama dapat mengurangi permasalahan waiting tersebut.
Diana Rahmawati Wijaya
Yusuf Alief Maulana
6611040003 6611040015
3) Transporting (Sistem pengiriman hasil produksi).
Pengiriman barang hasil produksi antar proses produksi merupakan biaya yang tidak memiliki nilai pada barang hasil produksi tersebut. Dalam artian biaya pada pengiriman tidak mempengaruhi kualitas hasil produksi tersebut. Solusi dari masalah pengiriman tersebut yaitu dengan menganalisis dan menentukan aliran proses produksi tersebut. 4) Inappropriate Production (pengolahan yang tidak sesuai) Umumnya pada beberapa perusahaan bagian mengerjaan peralatan yang membutuhkan kepresisian tinggi hanya menggunakan peralatan yang rendah kualitasnya. Hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya produksi namun, dapat berakibat kualitas dari hasil produksi tersebut. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah tersebut yaitu dengan membuat perencanaan/step dalam proses
produksi
dan
mengkombinasikannya
sehingga
dapat
mengurangi waste pada proses produksi.
5) Unecessary Inventory (Perlengkapan yang tidak diperlukan). Menganggurnya pengerjaan dalam proses produksi merupakan output dari overproduction dan waiting. Dimana membutuhkan tempat sebagai penyimpanan barang hasil produksi yang berlebih ataupun material yang menunggu untuk dikerjakan. Dengan memperbaiki dan meningkatkan kualitas dari aliran proses produksi, banyak perusahaan manufaktur dapat memperbaiki pelayanannya terhadap konsumen dan memotong biaya perlengkapan yang tidak diperlukan tersebut. 6) Unnecessary/Excess Motion (Pergerakan yang tidak diperlukan). Permasalahan ini sangat berhubungan erat dengan bidang ergonomi (keselamatan dan kesehatan) yang dimaksudkan pada pekerja yang berperan penting dalam proses produksi. Dimana analisis terhadap pergerakan pekerja dalam proses produksi sangat penting. Pengerjaan suatu produksi yang memiliki pergerakan berlebih dibutuhkan perancangan ulang pada tata letak instrumen produksi sehingga meminimalisir pergerakan dari pekerja yang berlebih. 7) Defects (Cacat pada hasil produksi). Cacat pada barang hasil produksi membutuhkan pengerjaan lebih untuk memperbaiki ataupun memproduksi ulang barang tersebut agar sesuai dengan kualitas yang ditetapkan. Hal ini memerlukan biaya yang
Diana Rahmawati Wijaya
Yusuf Alief Maulana
6611040003 6611040015
sangat besar dikarenakan kebutuhan material yang bertambah dimana
biaya tersebut termasuk perlindungan peralatan, inspeksi ulang terhadap peralatan, penjadwalan ulang, dan melengkapi kembali kapasitas dari produksi yang hilang. 1.4 Kesimpulan dan saran Berdasarkan dari pembahasan, maka dapat disimpulkan seperti sebagai berikut : 1) Penerapan sistem Just In Time secara langsung dapat memberikan dampak yang besar terhadap efisiensi biaya dan produktifitas. 2) Just In Time Production berhubungan secara langsung terhadap efisiensi proses produksi dimana mengurangi beberapa pemborosan yang diakibatkan proses produksi yang tidak optimal.