Anda di halaman 1dari 3

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA HUSADA

TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN TINDAKAN ABORSI


DI RS MITRA HUSADA
NOMOR: 01/RSQA/PDQA/VI/2015
DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA HUSADA

Menimbang :
1. Bahwa hak hidup sudah dimulai sejak saat pembuahan sehingga aborsi itu dilarang;
2. Bahwa terdapat pengecualian yakni indikasi aborsi baik medis maupun non medis
sehingga diperlukan kebijakan Direktur RS Mitra husada sebagai acuan dalam kasus
aborsi di RS Mitra husada;
3. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan penetapan kebijakan tentang
aborsi di RS Mitra husada.
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Reproduksi.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU

: PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA HUSADA


TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN TINDAKAN ABORSI DI RS
MITRA HUSADA

KEDUA

: Kebijakan pelayanan tindakan aborsi di RS Mitra husada sebagaimana


tercantum dalam lampiran keputusan ini

KETIGA

: Kebijakan pelayanan tindakan aborsi dilakukan secara konsisten pada


semua kondisi di rumah sakit

KEEMPAT

: Pembinaan dan pengawasan kebijakan pelayanan tindakan aborsi di RS


Mitra husada dilaksanakan oleh Kepala Bagian Pelayanan Medis

KELIMA

: Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dan apabila di kemudian hari


ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya

Samarinda,

Juni 2015

Direktur RS Mitra husada

dr H. Amin rasyid M.Kes.

Lampiran
Peraturan Direktur RS Mitra husada
Nomor

: 01/RSQA/PDQA/VI/2015

Tanggal

Juni 2015

KEBIJAKAN PELAYANAN TINDAKAN ABORSI DI RS MITRA HUSADA


1. Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau
kehamilan akibat perkosaan.
2. Indikasi kedaruratan medis yang dimaksud meliputi kehamilan yang mengancam nyawa
dan kesehatan ibu, serta kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk
yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
3. Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.
4. Kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya
persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang
dinyatakan oleh surat keterangan dokter, serta adanya keterangan penyidik, psikolog,
dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
5. Tindakan aborsi pada kehamilan akibat perkosaan dapat dilakukan apabila usia kehamilan
paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
6. Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus
dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
7. Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan
hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling yang meliputi konseling pra tindakan dan
diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.
8. Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.
Samarinda, Juni 2015
Direktur RS Mitra husada
dr H. Amin rasyid M.Kes.

Anda mungkin juga menyukai