Anda di halaman 1dari 49

REFARAT ILMU KESEHATAN ANAK

PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS PARU PADA


ANAK PENDERITA HIV
DISUSUN OLEH:
PATRICIA FELIANI SITOHANG (0961050114)
PEMBIMBING:
dr. CATHARINA DIAN WAHYU UTAMI, Sp.A
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 1 APRIL 25 MEI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2013

HIV/AIDS

DEFINISI
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV.

Virus penyebab adalah Human Immunodeficiency Virus

(HIV) yang merupakan virus RNA dan termasuk dalam


famili Retroviridae, merupakan virus yang secara
progresif menghancurkan sel-sel darah putih, sehingga
melemahkan kekebalan manusia

Epidemiologi dan permasalahan


ko-infeksi TB pada HIV
Epidemiologi HIV/AIDS di Asia. Sumber: UNAIDS dan WHO,
2009

Koinfeksi TB-HIV: 24% - 45% kasus TB pada infeksi HIV

asimptomatik dan sebanyak 70 % pada pasien dengan

Setiap tahun sekitar 400.000 anak terlahir


dengan terinfeksi HIV.

Saat ini jumlah anak (usia di bawah 15


tahun) penderita HIV/AIDS di Indonesia
meningkat hampir 700% dalam kurun enam
tahun terakhir.

Pada Januari 2004 jumlah anak penderita


HIV/AIDS: 158, kemudian Desember 2009:
691, dan Desember 2010:1.119 anak.

Antara TB dan HIV mempunyai hubungan yang kuat

karena dengan infeksi HIV maka angka penyakit TB


mengalami peningkatan.

Tuberkulosis

(TB)
merupakan
penyakit
infeksi
oportunistik yang paling sering dijumpai pada pasien
HIV/AIDS.

Infeksi

HIV
merupakan
faktor
resiko
untuk
berkembangnya
TB
melalui
mekanisme
berupa
reaktivasi infeksi laten, progresiviti yang cepat pada
infeksi primer atau reinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis

ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV)

http://static.ddmcdn.com/gif/aids-hiv-anatomy.gif

TRANSMISI
Transmisi Seksual
Homoseksual
Heteroseksual

Transmisi Non Seksual


Parenteral
Transplasental

Faktor Resiko

AIDS

Heteroseksual/Heterosexual

12717

Homo-Biseksual/Homo-Bisexual

724

Transfusi Darah/Blood Transfusion

48

Transmisi Perinatal/Perinatal Trans.

628

Tak Diketahui/Unknown

772

Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia dikaitkan dengan faktor resiko dilapor s/d Desember 2010

Laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia. 2011. http://www.aidsindonesia.or.id

PATOGENESI
S

http://www.niaid.nih.gov/SiteCollectionImages/topics/hivaids/hivReplicationCycle.gif

PATOFISIOLOGI HIV / AIDS

MANIFESTASI KLINIS
Yang muncul pertama pada anak: penyakit

infeksi bakteri berulang dan biasanya


muncul pada bayi berusia 4 bulan dengan
batas usia berkisar 1-42 bulan.

Limfadenopati (40%) pada usia 7 bulan


Splenomegali (31%) pada usia 3 bulan
Hepatomegali (29%) pada usia 3 bulan. 14
Batuk dan atau sesak napas (58%)
Diare (53%) , diare persiten 24%, diare
kronis 35%

Demam (>37,5oC). sekitar 50%

Gejala
(47%)

gangguan

saluran

napas

Kelainan kulit (46%)


Limfadenopati generalisata (42%)
Splenomegali (29%)
Herpes zoster 14%
Marasmus (56,9%.), BB di bawah

normal (96,6%) bila menemukan


anak dengan status gizi buruk dan
sangat
sulit
memberi
respons
terhadap terapi nutrisi yang intensif
maka patut dicurigai anak menderita
HIV.

Pnemonia , tuberkulosis.

STADIUM
KLINIS
(WHO)

Hubungan Klasifikasi Infeksi HIV/AIDS secara


Imunologis dan Klinis

DIAGNOSIS HIV
Gejala tidak spesifik seperti, gagal tumbuh, diare kronis, demam,
batuk, dan infeksi bakteri yang berulang WHO mengeluarkan
petunjuk agar dapat mengenal infeksi HIV pada anak:
Beberapa temuan kardinal: Pneumocystis carinii pneumonia (PCP), Lymphoid

interstitial pneumonitis (LIP), Kaposis sarcoma, kandidiasis orofaringeal.


Dua atau lebih dari tanda-tanda karakteristik berikut: infeksi yang berulang,
herpes zooster, infeksi cytomegalovirus, tuberkulosis, kelainan neurologik.
Satu temuan karateristik, dan dua atau lebih temuan penyerta seperti:
sariawan, gagal tumbuh, timbul ruam pada kulit, demam lebih dari satu bulan,
diare lebih dari 14 hari, limfadenopati generalisata.
Tiga gejala penyerta dan satu faktor risiko epidemiologi misalnya: ibu dengan
tes HIV positif, melakukan hubungan seks di luar pernikahan, riwayat
mendapat transfusi darah, pernah menggunakan jarum suntik yang
terkontaminasi.
Adanya bukti hasil tes laboratorium infeksi HIV positif.

PEMERIKSAAN HIV
Usia < 18 bulan
Uji virologik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi DNA
atau RNA HIV (viral load)

2 sampel dari dua kali pemeriksaaan kultur yang berbeda (+) HIV (+)
2 sampel yang berbeda (-) HIV (-)
Dapat dilakukan sejak lahir dan usia 1 atau 2 bulan
ASI dihentikan > 6 minggu
Tes lain mendeteksi antigen p24 kurang sensitif , tidak rutin
dilakukan

Pemeriksaan jumlah CD4+

Usia > 18 bulan


Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) dan

analisa Western untuk mengetahui adanya antibodi


IgG

Pemeriksaan jumlah CD4+

Hitung Limfosit CD4+ sesuai Usia pada Anak Sehat

PENATALAKSANAAN HIV
1. Manajemen Umum
Bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV positif maka:
Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya, dan lakukan konseling

pada keluarga;
Rawat bayi seperti bayi yang lain, dan perhatian khususnya pada
pencegahan infeksi;
Bayi tetap diberi imunisasi rutin, kecuali terdapat tanda klinis
defisiensi imun yang berat, jangan diberi vaksin hidup (BCG, OPV,
Campak, MMR);
Pada waktu pulang, periksa DL, hitung Lymphosit T, serologi anti HIV,
PCR DNA/RNA HIV.

Beri dukungan mental pada orang tuanya


Anjurkan suaminya memakai kondom, untuk pencegahan
penularan infeksi

2. Profilaksis Anti Retrovirus (ARV)

Tanpa pemberian Antiretrovirus, 25% bayi dengan ibu HIV positif akan
tertular sebelum dilahirkan atau pada waktu lahir, dan 15% tertular
melalui ASI

Tentukan apakah ibu sedang mendapat pengobatan Antiretrovirus

untuk HIV, atau mendapatkan pengobatan antiretroviral untuk


mencegah transmisi dari ibu ke bayinya tujuan pemberian
ARVterapi adalah untuk menekan HIV viral load sampai tidak
terdeteksi (<20-75 kopi/ L) dan mempertahankan jumlah CD4 + sel
sampai mencapai lebih dari 25%.

Bila ibu sudah mendapat Zidovudine (AZT) 4 minggu sebelum

melahirkan, maka setelah lahir bayi diberi AZT 2 mg/kg berat badan
per oral tiap 6 jam selama 6 minggu, dimulai sejak bayi umur 12 jam.

Bila ibu sudah mendapat Nevirapine dosis tunggal

selama proses persalinan dan bayi masih berumur


kurang dari 3 hari, segera beri bayi Nevirapine dalam
suspensi 2 mg/kg berat badan secara oral pada umur 12
jam.

Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2 minggu


untuk menilai masalah pemberian minum dan
pertumbuhan bayi.

Bila Bayi Sudah Terkena HIV

Zidovudine (AZT) untuk bayi cukup


bulan sampai bayi berumur 90 hari
jam atau
jam

oral
IV

2mg/kgBB tiap 6
1,5 mg/kgBB tiap 6

Untuk bayi kurang bulan


1,5 mg/kg BB tiap 12 jam sampai 2
minggu kemudian 22mg/kgBB tiap
8 jam

NEVIRAPIN
Neonatus sampai umur 2 bulan
14 hari pertama 5 mg/kg
atau 120 mg/m2 2 kali sehari
14 hari kedua 120 mg/m2, 2
kali sehari
berikutnya 200 mg/m2 2 kali
sehari sampai usia 2 bulan

Pemberian Minum

Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemberian


minum kepada bayinya. Hargai dan dukunglah apapun
pilihan ibu. Ijinkan ibu untuk membuat pernyataan sendiri
tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.

Terangkan kepada ibu bahwa menyusui dapat berisiko

menularkan infeksi HIV. Meskipun demikian, pemberian susu


formula dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian,
khususnya bila pemberian susu formula tidak diberikan
secara aman karena keterbatasan fasilitas air untuk
mempersiapkan atau karena tidak terjamin ketersediaannya
oleh keluarga.

Terapi Anti Retroviral


Memulai Anti Retroviral Therapy (ART)
pada bayi dan anak:

A. Bayi

Mulai ART untuk semua bayi terinfeksi HIV


yang didiagnosis pada tahun pertama
kehidupannya, tidak memandang jumlah
CD4 atau stadium klinis WHO.

B. Anak

Mulai ART untuk semua anak terinfeksi


HIV berusia di bawah 2 tahun, tidak
memandang jumlah CD4 atau stadium
klinis WHO

Mulai ART untuk semua anak terinfeksi

HIV berusia 24-59 bulan dengan jumlah


CD4 750 atau %CD4 25%, tidak
memandang stadium klinis WHO

Mulai ART untuk semua anak terinfeksi


HIV berusia lebih dari 5 tahun dengan
jumlah CD4 350 (sama seperti orang
dewasa), tidak memandang stadium
klinis WHO

Mulai ART untuk semua anak terinfeksi


HIV dengan penyakit stadium 3 atau 4
WHO, tidak memandang jumlah CD4

OBAT ARV
1. NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
- penghambat Reverse Transcriptase menghambat infeksi akut pada sel yang
rentan, tetapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV
- Contoh : zidovudin, didanosin, zalsitabin, stavudin, lamivudin, emtrisitabin,
abakavir.
2. NtRTI (Nucleotide reverse Transcriptase Inhibitor)
- menghentikan pembentukan rantai DNA virus
- Tidak seperti NRTI yang harus melalui 3 tahap fosforilasi intraselular untuk
menjadi bentuk aktif, NtRTI hanya membutuhkan 2 tahap fosforilasi saja
reaksi obat menjadi lebih cepat
- Contoh obat golongan ini adalah Tenofovir disoproksil.

3. NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)


- Penghambat enzim RT dengan cara berikatan di
tempat yang dekat dengan tempat aktif enzim dan
menginduksi perubahan konformasi situs aktif enzim.
- tidak mengalami fosforilasi untuk menjadi bentuk aktif,
seperti NRTI dan NtRTI.
- hanya efektif terhadap HIV-1,
- Contoh: nevirapin, delavirdin, efavirenz

4. PI (Protease Inhibitor)
- Bekerja dengan berikatan dengan situs aktif HIV-protease
terhambatnya pelepasan polipeptida menghambat
maturasi virus menghasilkan partikel virus yang imatur
dan tidak virulen.
- Contoh: sakuinavir, ritonavir, indinavir, nelfinavir,
amprenavir, lopinavir, atazanavir
5. Viral Entry Inhibitor
- Menghambat masuknya HIV ke sel melalui reseptor CXCR4
- Contoh: Enfuvitid

Rejimen Lini Pertama


2 NRTI + 1 NNRTI menekan virus +
meningkatkan
perbaikan
imunologis
(direkomendasikan di Indonesia).
A+B
Kolom A

Kolom B

Nevirapine

Zidovudin + Didanosin

Nelfinavir

Zidovudin + Lamivudin

Didanosin + Stavudin

Didanosin + Lamivudin

GAGAL TERAPI
Kegagalan

Kegagalan
klinis

Kegagalan
imunologis

Kegagalan
virologis

Kriteria
a. Terapi ARV telah berjalan selama minimal 6
bulan.
b. Kepatuhan pasien: 80%<N<95%
c. Ada interaksi obat kadar ARV darah turun
d. PPE atau Prurigo timbul kembali
e. Penurunan Hb >1g/dL
a. Penurunan CD4 kembali seperti sebelum
pengobatan
ATAU
b. Penurunan sebesar 50% dari nilai CD4
tertinggi yang pernah dicapai
ATAU
c. Jumlah CD4 tetap < 100 sel/mm3 setelah satu
tahun pengobatan dengan ARV

Keterangan

a. Pasien telah terapi ARV minimal 6 bulan


b. Pemeriksaan VL diulang setelah 4-8 minggu
c. VL >5000 kopi/ml

VL prediktor kepatuhan minum obat.


VL diharapkan undetectable (<50 kopi/ml) dlm 6
bulan.

Selalu evaluasi kemungkinan adanya interaksi obat.


Kriteria yang harus ada adalah (a), (b), dan (c).

WHO jumlah CD4 bukan prediktor baik dalam


menentukan kegagalan
Kriteria (a) hanya bisa dipakai jika ada data kriteria
(b).

REJIMEN LINI KEDUA


2 NRTI baru + 1 PI kuat dan lama
menekan replikasi virus

TB-HIV
(Koinfeksi)

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi


sakit TB.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang


menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang
rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi
(gizi buruk).

HIV faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi


TB menjadi sakit TB (infeksi oportunistic)

Manifestasi Klinis
Gejala klinis TB ditambah kelainan dibawah ini :
Penurunan berat badan >10kg (atau >20% dari berat badan)
dalam 4 bulan

Diare >1 bulan


Nyeri saat menelan (odynophagia)
Perasaan terbakar di kaki (neuropathy)
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC
dewasa dengan BTA positif

PEMERIKSAAN
1. Uji Tuberkulin

Menggunakan tuberkulin atau derivat protein murni (purified protein derivative, PPD) sebesar 5 TU
(tuberculin unit), ataupun tuberkulin PPD RT23.

Lokasi penyuntikan : bagian atas lengan bawah bagian depan, IC


Penilaian 4872 jam setelah penyuntikan diukur diameter indurasi yang terjadi:
Indurasi : 04mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Indurasi : 59mm, uji mantoux meragukan.
Bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca
BCG.
Indurasi): >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

vaksinasi

2. Pemeriksaan Radiologis
Diagnosa dapat diperoleh pada tb pada anak anak dan tb
millier, karena terkadang test sputum negatif

Lakukan pada anak dengan uji tuberkulin positif


Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada
tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah

Tb aktif leukosit sedikit meningkat, LED meningkat


2. Sputum (SPS)

Tidak mudah pada anak anak sputum langsung ditelan


Adapun bahan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Bilasan lambung
Sekret bronkus
Sputum
Cairan pleura
Liquor cerebrospinalis

Kriteria sputum BTA positif : minimal ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan.
Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

PENATALAKSANAAN
Selama 6 bulan seperti pada anak yang tidak terinfeksi
HIV.

Anak yang terinfeksi HIV rifampisin selama durasi

pengobatan, karena penggunaan etambutol pada kasus


dewasa dengan infeksi HIV angka relaps TB-nya
tinggi.

Apabila diagnosis TB ditegakkan terapi TB dimulai

lebih dahulu dan ART diberikan 2-8 minggu setelah


timbul toleransi terapi TB menurunkan risiko immune
reconstitution inflammatory syndrome, IRIS

Jika akan memulai terapi TB pada anak yang sudah


mendapat ART:

Immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome (IRIS)

Pencegahan TB Paru pada Anak


dengan HIV
Terapi pencegahan Isoniazid (IPT)

Semua bayi dan anak terpajan pada TB melalui hubungan di rumah,


tetapi tanpa bukti adanya penyakit aktif, harus mulai IPT

Anak yang hidup dengan HIV (> 12 bulan dan termasuk mereka

yang diobati sebelumnya untuk TB), yang tidak mungkin


berpenyakit TB aktif dan tidak diketahui terpajan pada TB, harus
menerima IPT selama 6 bulan

Takaran izoniazid (INH) yang diusulkan untuk terapi pencegahan

dalam koinfeksi HIV adalah 10mg/kg setiap hari selama enam bulan
(maksimum 300mg per hari)

Daftar Pustaka
1. Permitasari DU. Faktor Risiko Terjadinya Koinfeksi Tuberkulosis pada Pasien HIV/AIDS di
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: 2012.

2. Modul Praktik Klinik Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia November 2012. Tuberkulosis Pada Penderita HIV.

3. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders.

In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors.
Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. The United States of America:
McGraw-Hill.

4. Ditjen PP & PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. 2009.


5. Djoerban Z, Djauzi S. Penatalaksanaan Infeksi HIV di Pelayanan Kesehatan Dasar. II ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2003.

6. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PPK-LK

Dikdas). Infeksi HIV Sering Disertai Tuberkulosis. Jakarta 2009 [updated 18 Juli 2009];
Available
from:
http://www.pkplkplb.org/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=7512.

7. Romadona NF. Penyakit HIV/AIDS pada Anak. Universitas Pendidikan Indonesia.


8. Yayasan Spiritia ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak. Available from:
http://spiritia.or.id/

Daftar Pustaka
9. U.S.

Preventive
Services
Task
Force.
Screening
for
http://www.uspreventiveservicestaskforce.org/uspstf/uspshivi.htm.

HIV.

Available

from

10. Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI 2002.

11. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders. In: Kasper

DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 17th ed. The United States of America: McGraw-Hill.

12. Departement of Pensions. HIV / AIDS. Available from: http://www.dwp.gov.uk/publications/specialistguides/medical-conditions/a-z-of-medical-conditions/hiv-aids/.

13. 13 Setiawan IM. Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.
Dr. Sulianti Saroso, Jakarta. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009.

14. Chearskul S, Chotpitayasumondh, RJ, Simonds RJ, Wanprapar N, Waranawat N, Punpanich W, et al.

Survival, Disease Manifestations, and Early Predictor of Desease Pregression Among Children With
Perinatal Human Immunodeficiency Virus Infection in Thailand. Pediatrics. 2002;110:1-6.

15. Indarso F, dkk. Pengelolaan Bayi Baru Lahir dari Ibu dengan HIV. Naskah Lengkap Continuing
Education Ilmu Kesehatan Anak XXXV Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV Hot Topics in
Pediatrics. Surabya: 2005.

16. WHO. Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal. 10 Juni
2010

17.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Anti retroviral
pada Anak di Indonesia. 2008.

18.Rusli RE. Infeksi HIV/AIDS pada Anak dan PMTCT.


19.Werdhani

RA. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi


Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas,
Okupasi, dan Keluarga FKUI.

20.Dr. InKs. Tuberculosa Pada Anak. Fakultas Kedokteran


Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 14 Maret 2006.

Thankyo
u

Anda mungkin juga menyukai