Anda di halaman 1dari 16

EFUSI PLEURA

1.1 Anatomi
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura
viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan bersatu di daerah hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis,
serabut saraf dan limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel
mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.

1.2 Definisi
Efusi pleura adalah cairan patologis dalam rongga pleura. Pada orang normal
rongga pleura terdapat cairan yang berfungsi untuk mencegah melekatnya palura
viseralis dan pleura parietalis sehingga dengan demikian pergerakan paru
(mengembang dan mengecil) berjalan dengan mulus. Cairan fisiologis ini
disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorpsi oleh pleura viseralis. Dalam
keadaan normal cairan fisiologis dalam rongga pleura ini berkisar antara kurang
dari 1 ml sampai 20 ml. setiap peningkatan jumlah cairan di atas harus dianggap
sebagai efusi pleura.

1.3 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara


cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukkan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empyema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Efusi cairan dapat berbentuk transudate, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, pericarditis konstriktiva,
keganasan, atelectasis paru dan pneumotoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan

yang menyebabkan

permeabilitas kapiler pembuluh darah meningkat sehingga sel mesotelial berubah


menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
Mycobacterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
1.4 Diagnosa
- Dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosa
pasti ditegakan melalui pungsi percobaan, biopsy dan analisa cairan pleura.
Keluhan yang dirasakan berupa sesak, nyeri dada, kesulitan bernapas,
peningkatan suhu tubuh bila ada infeksi, keletihan dan batuk.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:
Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan
pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah
kontralateral. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun. Perkusi:

perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux. Auskultasi: suara nafas yang
-

menurun bahkan menghilang.


Foto X-ray : permukaan cairan dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bayangan medial. Tampak pada cairan >300cc, sudut kostoprenikus tumpul,
pendorongan ke arah yang sehat, dan sela iga melebar.

Pemeriksaan dengan USG pada pleura dapat membantu sebagai penuntun

waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi terlokalisasi.


1.5 Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosistesis) berguna sebagai sarana untk diagnostic
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan
pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi
lebih baik didikerjakan berulang-ulang daripada 1 kali aspirasi sekaligus yang
dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karen aparu-paru mengembang terlalu cepat.
Komplikasi lain torakosintesis adalah pneumotoraks (udara masuk melalui
jarum), hemotoraks (trauma pada pembuluh darah intercostalis), dan emboli
udara.
Menegakkan diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:
- Warna cairan. Biasanya warna cairan kekuningan (serous-santokrom). Bila ada
kemerah-merahan dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya
3

kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulent, ini
menunjukkan adanya empyema. Bila merah coklat ini menunjukkan adanya
-

abses karena amuba.


Biokimia, transudate dan eksudat. Kadar pH dan glukosa iasanya merendah
pada penyait-penyakit infeksi, artritis rematoid, dan neoplasma. Kadar
amylase

biasanya

meningkat

pada

pankreatitis

dan

metastasis

adenokarsinoma.
Transudate, bila tekanan hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh oleh pleura lainnya.
Biasanya hak ini terjadi pada keadaan meningkatnya tekanan kapiler sistemik,
meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, menurunnya tekanan koloid osmotic
dalam pleura dan menurunnya tekanan intra pleura.
Penyakit yang menyertai: gagal jantung kiri, SN, obstruksi vena kava superior,

asites pada sirosis hati, sindrom meig, efek dialysis peritoneal.


Eksudat, cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya
abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudate. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane karena adanya
peradangan pada pleura: infeksi, infark paru, atau neoplasma. Protein yang
terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari kelnjar getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening misalnya pada pleuritis tuberkulosa
akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga
menimbulkan eksudat.

Pemeriksaan Biokimia
Transudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl)
<3
Kadar protein dalam efusi (kadar protein dalam <0,5
serum)
Kadar LDH dalam efusi (IU)
<200
Kadar LDH dalam efusi (kadar LDH dalam <0,6

Eksudat
>3
>0,5
>200
>0,6
4

serum)
Berat jenis cairan efusi
Rivalta

<1,016
Negatif

>1,016
Positif

Sitologi:
-

Sel neutorfil: infeksi akut


Sel limfosit: infeksi kronik seperti pleuritis TB dan limfoma maligna
Sel mesotel: infark paru, biasanya terdapat banyak eritrosit
Sel mesotel maligna:mesothelioma
Sel-sel besar dengan banyak inti: artritis rematoid
Sel LE: lupus eritematosus sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase

Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang mengandung organisme, papalagi
bila cairannya purulent. Efusi purulent dapat menganding kuman aerob atau
anaerob. Jenis kuman yang paling sering ditemukan: Pneumokokus, E.coli,
klebsiela, pseudomonas, enterobacter. Pleuritis tuberkulosa biakan cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif samapai 20%-30%.

Biopsi Pleura
Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis Tb dan tumor pleura.

Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagosis.


Analisa terhadap cairan pkeura dilakukan satu kalikadang-kadang tidak dapat
menegakan diagnostic. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang kembali
sampai diagnosis menjadi jelas. Efusi yang menetap dalam waktu empat minggu
dan kondisi pasien stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya diulang kembali.

Pengobatan Efusi Pleura


5

Pemberian antibiotic jika terjadi infeksi. Pada keadaan keganasan dapat


dilakukan pleurodesis yaitu dengan melengketkan pleura viseralis dan pleura
paretalis. Zat yang digunakan adalah tetrasiklin, bleomisin, korinebakterium
parvum, Tio-tepa, 5 fluorourasil.
Prosedur pleurodesis.
Pipa selang dimasukkan diantar ruang iga dan cairan efusi dialirkan keluar secara
perlahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500mg tetrasiklin
yang dilarutkan dalam 20cc garam fisiologis ke dalam rongga plaura, selanutnya
diikuti 20 cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan salaam itu pasien
diubah posisinya agar tetraasiklin menyebar ke saluran rongga pleura. Selang
antar iga dibuka kembali dan cairan dalam rongga dialirkan kembali keluar
sampai tidak ada yang tersisa. Selang dicabut. Komplikasi tindakan ini berupa
nyeri pleuritik dan demam.

1.6 Komplikasi
Pada setiap efusi pleura selalu ditakutkan terjadinya infeksi sekunder dan
Schwarte bila cairan mengandung banyak protein. Schwarte merupakan gumpalan
fibrin yang melekatkan pleura viseralis dan pareitalis setempat. Schwarte akan
mengurangi ekspansi paru sehingga akan menurunkan kemampuan bernapas
penderita karena ganguan restriksi berupa penurunan kapasitas vital. Kemudian
karena fibrin ini akanmengalami retraksi, maka akn timbul deformitas dan
kemunduran faal paru akan lebih parah lagi.
1.7 Prognosis
Dengan semakin majunya ilmu kedokteran, dunia farmasi dan teknologi
kedokteran, pada umumnya prognosis efusi plaura adalah baik, tentunga kecuali
bila penyakit dasarnya adalah suatu keganasan.

WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan Chest-Tube
(pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura,
seperti misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di
dalam rongga pleura, misalnya pneumotoraks.
Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis adalah
pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan dihubungkan
dengan suatu botol penampung.
Pemasangan WSD ini dengan indikasi sebagai berikut ; Pneumothorak ,
Hemothoraks , Efusi pleura , Empiema.
Dengan tujuan pemasangan yaitu: Untuk mengeluarkan udara, cairan atau
darah dari rongga pleura , Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura ,
Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian , Untuk
mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

Penyulit pemasangan WSD adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi. Oleh
karena itu pada pemasangan WSD harus diperhatikan anatomi pembuluh darah
interkostalis dan harus diperhatikan sterilitas.
WSD dapat berarti :
-

Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shok.

Terapi
Mengeluarkan darah,cairan atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanic of breathing",

dapat kembali seperti yang seharusnya.


Priventif
Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanic of breathing" tetap baik.

Beberapa jenis sistem WSD :


1.

Single Bottle Water Seal System


Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke dalam satu botol
yang memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga pleura tetapi tidak
mengijinkan udara maupun cairan kembali ke dalam rongga dada. Secara fungsional,
drainase tergantung pada gaya gravitasi dan mekanisme pernafasan, oleh karena itu
botol harus diletakkan lebih rendah. Ketika jumlah cairan di dalam botol meningkat,
udara dan cairan akan menjadi lebih sulit keluar dari rongga dada, dengan demikian
memerlukan suction untuk mengeluarkannya. Sistem satu botol digunakan pada kasus
pneumothoraks sederhana sehingga hanya membutuhkan gaya gravitasi saja untuk
mengeluarkan isi pleura. Water seal dan penampung drainage digabung pada satu

botol dengan menggunakan katup udara. Katup udara digunakan untuk mencegah
penambahan tekanan dalam botol yang dapat menghambat pengeluaran cairan atau
udara dari rongga pleura. Karena hanya menggunakan satu botol yang perlu diingat
adalah penambahan isi cairan botol dapat mengurangi daya hisap botol sehingga
cairan atau udara pada rongga intrapleura tidak dapat dikeluarkan.
Keuntungan :
-

Penyusunan sederhana

Memudahkan untuk mobilisasi pasien


Kerugian :

Saat melakukan drainage, perlu kekuatan yang lebih besar dari ekspansi dada untuk
mengeluarkan cairan / udara

Untuk terjadinya aliran kebotol, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan dalam
botol

2.

Kesulitan untuk mendrainage udara dan cairan secara bersamaan.


Two Bottle System
System ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol penampung cairan.
Drainase sama dengan system satu botol, kecuali ketika cairan pleura terkumpul,
underwater seal system tidak terpengaruh oleh volume drainase. Sistem dua botol
menggunakan dua botol yang masing-masing berfungsi sebagai water seal dan
penampung. Botol pertama adalah penampung drainage yang berhubungan langsung
dengan klien dan botol kedua berfungsi sebagai water seal yang dapat mencegah
peningkatan tekanan dalam penampung sehingga drainage dada dapat dikeluarkan
secara optimal. Dengan sistem ini jumlah drainage dapat diukur secara tepat.
Keuntungan :

Mampu mempertahankan water seal pada tingkat yang konstan

Memungkinkan observasi dan tingkat pengukuran jumlah drainage yang keluar


dengan baik

Udara maupun cairan dapat terdrainage secara bersama-sama .


Kerugian :

Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol

Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara sehingga dapat terjadi kebocoran
udara

3.

Three Bottle System


Pada system ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk mengontrol jumlah
cairan suction yang digunakan. Sistem tiga botol menggunakan 3 botol yang masingmasing berfungsi sebagai penampung, "water seal" dan pengatur; yang mengatur
tekanan penghisap. Jika drainage yang ingin dikeluarkan cukup banyak biasanya
digunakan mesin penghisap (suction) dengan tekanan sebesar 20 cmH20 untuk
mempermudah pengeluaran. Karena dengan mesin penghisap dapat diatur tekanan
yang dibutuhkan untuk mengeluarkan isi pleura. Botol pertama berfungsi sebagai
tempat penampungan keluaran dari paru-paru dan tidak mempengaruhi botol "water
seal". Udara dapat keluar dari rongga intrapelura akibat tekanan dalam botol pertama
yang merupakan sumber-vacuum. Botol kedua berfungsi sebagai "water seal" yang
mencegah udara memasuki rongga pleura. Botol ketiga merupakan pengatur hisapan.
Botol tersebut merupakan botol tertutup yang mempunyai katup atmosferik atau
tabung manometer yang berfungsi untuk mengatur dan mongendalikan mesin
penghisap yang digunakan.
Keuntungan :

Sistem paling aman untuk mengatur penghisapan


Kerugian :

10

Perakitan lebih kompleks sehingga lebih mudah terjadi kesalahan pada pada perakitan
dan pemeliharaan

Sulit untuk digunakan jika pasien ingin melakukan mobilisasi

Tempat Pemasangan
1. Apikal: Letak selang pada ICS 2 mid klavikula. Dimasukkan secara antero lateral.
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.

2.

Basal

Letak selang pada ICS 5-6 atau ICS 8-9 mid axilaris

Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

Indikasi pelepasan WSD


-

Produksi cairan <50 cc/hari


Bubling sudah tidak ditemukan
Pernafasan pasien normal
1-3 hari post cardiac surgery
2-6 hari post thoracic surgery
Pada thorax foto menunjukkan pengembangan paru yang adekuat atau tidak
adanya cairan atau udara pada rongga intra pleura

Persiapan Alat:

11

1. Sarung tangan steril


2. Doek steril
3. Kassa
4. Obat anatesi (lidocaine)
5. Povidone iodine dan alcohol
6. Spuit 5 cc/10 cc steril
7. Pisau bedah steril
8. Klem arteri lurus 15-17 cm steril
9. Needle holder = klem pemegang jarum dan jarum jahit kulit steril
10. Benang sutera steril untuk jaihitan kulit 4 x 25 cm
11. "Selang untuk "Drain" yang steril. Untuk orang dewasa minimal I.D.8 mm dan
untuk anak-anak 6 mm.

Teknik pemasangan :
1. Bila mungkin penderita dalam posisi duduk. Bila tidak mungkin setengah duduk, bila
tidak mungkin dapat juga penderita tiduran dengan sedikit miring ke sisi yang sehat.
2. Ditentukan tempat untuk pemasangan WSD. Bila kanan sela iga (s.i) VII atau VIII,
kalau kiri di s.i VIII atau IX linea aksilaris posterior atau kira-kira sama tinggi dengan
sela iga dari angulus inferius skapulae. Bila di dada bagian depan dipilih s.i II di garis
midklavikuler kanan atau kiri
3. Ditentukan kira-kira tebal dinding toraks.
4. Secara steril diberi tanda pada slang WSD dari lobang terakhir slang WSD tebal
dinding toraks (misalnya dengan ikatan benang).
5. Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan antiseptik.
6. Tutup dengan duk steril
7. Daerah tempat masuk slang WSD dan sekitarnya dianestesi setempat secara infiltrate
dan "block".
8. Insisi kulit subkutis dan otot dada ditengah sela iga
9. Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura.
10. Dengan klem arteri lurus lobang diperlebar secara tumpul.

12

11. Selang WSD diklem dengan arteri klem dan didorong masuk ke rongga pleura (sedikit
dengan tekanan).
12. Fiksasi selang WSD sesuai dengan tanda pada slang WSD.
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi zalf steril agar kedap udara.
14. Selang WSD disambung dengan botol SD steril.
15. Bila mungkin dengan continous suction dengan tekanan -24 sampai -32 cmH20

Penatalaksanaan
1.

Memberi Posisi
Posisi yang ideal adalah semi fowler. Untuk meningkatkan evakuasi udara
dan cairan, posisi pasien diubah setiap dua jam. Pasien diperlihatkan bagaimana
menyokong dinding dada dekat sisi pemasangan selang dada. Didorong untuk batuk,
napas dalam, dan ambulasi. Pemberin obat nyeri sebelum latihan akan menurunkan
nyeri dan meningkatkan ekspansi paru-paru.
2.

Mempertahankan Kepatenan Sistem


Komplikasi paling serius dari selang dada adalah tension penumotoraks. Bila

tidak diatasi akan mengancam kehidupan. Tension pneumotoraks terjadi bila udara
13

masuk ke ruang pleura selama inspirasi, tetapi tidak dapat keluar selama eskpirasi.
Proses ini terjadi bila ada obstruksi pada selang sistem drainase dada. Semakin
banyak udara terjebak dalam ruang pleura, tekanan meningkat sampai paru-paru
kolaps, dan jaringan lunak dalam dada tertekan.

3.

Memantau Drainase
Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan pulpen untuk
menandai tingkat sistem drainase pada akhir tugas jaga. Waspada tehadap perubahan
tiba-tiba jumlah drainase. Peningkatan tiba-tiba menunjukkan pendarahan atau adanya
pembukaan kembali obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukkan obstruksi
selang atau kegagalan selang dada atau sistem drainase.

Komplikasi
-

Perdarahan intercosta
Empisema
Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
Pneumothoraks kambuhan
Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius lokal habis, terutama 12-48 jam
setelah insersi. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi

dengan analgetik.
Robeknya pleura, terutama apabila terjadi perlengketan pleura. Keadaan ini
akan menyebabkan fistula bronkopleura. Kateter juga dapat salah masuk, yakni
ke bawah diafragma atau di bawah jaringan subkutan. Efek sampingan ini
didapat apabila menggunakan trokar.Dengan kateter yang steril dan dengan drain
yang terpasang baik, maka infeksi jarang terjadi. Akan tetapi apabila drain
tersumbat, maka sangat mudah terinfeksi. Oleh karena itu bila jumlah cairan yang
keluar di bawah 50 cc, maka drain harus dicabut dari rongga pleura, oleh kateter
selain cairan sudah tidak ada, juga mudah menyebabkan terjadinya infeksi.

14

DAFTAR PUSTAKA

Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.
Halim, Hadi. 2009. Penyakit-Penyakit Pleura: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

15

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses- Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
Tamsuri, Anas. 2008. Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC
Ward, Jeremy P.T dkk. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga

16

Anda mungkin juga menyukai