Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh
otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target
organ

masing

masing

dan

akhirnya

diekskresikan

sesuai

dengan

farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas
keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat
minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang
sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang
diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan
pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan
dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih
aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa
teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi
menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat
diberikan secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi
dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.
I.2 SEJARAH
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi
dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909,
Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan
ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss

melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin secara intravena. Sejak


diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi Gold Standard dari
obat obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam
bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan.

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

Ny. L

Umur

31 th

JenisKelamin :

perempuan

Alamat

Rawa Badak

Nomor RM

165241

ANAMNESIS (HETEROANAMNESIS)
KU
RPS

: perdarahan jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk RS.


: perdarahan jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk RS.
Perdarahan sedikit sedikit, berwarna merah kehitaman dan
sedikit bergumpal gumpal, disertai nyeri perut bagian bawah.
Pasien mengaku hamil 12 minggu dengan test pack positif,
namun belum pernah di USG sebelumnya. Mual (-), muntah (-),
sakit kepala (-), pandangan berkunang-kunang (-), jantung
berdebar debar (-), keringat dingin (-), demam (-)

R Peny. Dahulu : Riwayat hipertensi (+) diketahui sejak 4 bulan namun tidak
mengkonsumsi obat antihipertensi, Riwayat jantung (-), Riwayat
asma (-), riawayat DM (-), riwayat epilepsi (-), Riwayat operasi
(-), dan riwayat keguguran (+) dan dicuret 1x
R Keluarga

: Tidak ada anggota keluarga yang mengalami riwayat


keguguran, Hipertensi, DM dan jantung disangkal

R. Pengobatan

: Os tidak sedang mengkonsumsi obat obatan jangka panjang

R. Alergi

: Os menyangkal memiliki alergi seperti obat -, makanan -, zat


tertentu

R. Psikososial

: Os tidak merokok -, Konsumsi alcohol -

Riwayat Persalinan :
Riwayat Kehamilan ini

: G3P1A2

HPHT

: 9 april 2015

Taksiran Persalinan

: 16 Januari 2016

ANC

: ANC I x ke bidan

KB

: Pil

Gravida (3), Aterm (1), Prematur (0), Abortus (1), Hidup (1), SC (0)
Penolong

Tahun

Aterm

No

Tempat bersalin

1.

Bidan

Bidan

2009

Ya

2.

AB

Dokter

2012

3.

Hamil kini

Dokter

2015

Jenis

JK

BB

Keadaan

Laki-laki

3200 gr

Sehat

persalinan
Normal

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Tampak Sakit RIngan

Kesadaran

: Composmentis

TTV

: TD : 150/100 mmHg
HR : 90x/menit
RR : 20x/menit

S
Antropometri

: 36,80

: BB : 58 kg
TB : 150 cm

Kepala

Normocephal

Mata

konjungtiva anemis (-/-),sclera ikterus (-/-), sianosis (-)

ODS

reflex cahaya+/+

Mulut

Gigi geligi dbn, gigi palsu -

Leher

bruit (-) pembesaran KGB (-)

Inspeksi

bentuk dada normochest, simetris kiri=kanan, ikut gerak napas

Palpasi

MT (-), NT (-), focal fremitus kiri=kanan

Perkusi

sonor kiri=kanan, BPH ICS VI dextra anterior

Auskultasi

vesikuler (+/+), Rh -/-, Wh-/-

Inspeksi

IC tidak tampak

Palpasi

IC tidak teraba

Perkusi

pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi

S1/S2 murni, regular, bising (-)

Inspeksi

datar, ikut gerak napas

Auskultasi

peristaltik (+) kesan normal

Perkusi

MT(-), NT (-), hepar/lien tidakteraba

Palpasi

timpani (+), ballottement (+)

Extremitas

Atas

: akral hangat +/+, sianosis -/-, edema -/-, RCT <2 dtk +/+

Bawah

: akral hangat +/+, sianosis -/-, edema -/-, RCT <2 dtk +/+

Thorax :

Jantung :

Abdomen :

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Satuan

Hb

12,0

11,7-15,5

g/dL

leukosit

13200

3,60-11,00

10 3 /l

Ht

34,5

35-47

trombosit

301.000

150-440

10 3 /L

HEMATOLOGI RUTIN

Masa Perdarahan

200

Masa Pembekuan

400

Hasil USG : blighted ovum


RESUME
Perempuan 31 tahun datang dengan keluhan : perdarahan jalan lahir sejak 1 hari sebelum
masuk RS. Perdarahan sedikit sedikit, berwarna merah kehitaman dan sedikit bergumpal
gumpal, disertai nyeri perut bagian bawah. Pasien mengaku hamil 12 minggu dengan test
pack positif, namun belum pernah di USG sebelumnya
Pemeriksaan fisik:
TD : 150/100 mmHg
Pemeriksaan Penunjang :
L : 13200
Hasil USG : Blighted Ovum
Diagnosis : 1. Blighted Ovum

2. Hipertensi grade II

STATUS ANASTESIA
Nama

:Ny.L

Umur

: 34 tahun

Ruangan

:ADW

Anastesiologis

: Dr. Ahmad Yudianto, Sp. An

Operator

: Dr. Bobbin, Sp. OG

Jenis Operasi

: Curetase

Jenis Anastesi

: General Anasthesia

Respirasi

: Kendali, O2 nasal : 2 lt/ mnt

Anastesia dengan

: Fentanyl, Recofol

Tekhnik Anastesia

: Total Intravena anesthesia

Preoperatif :

TD: 150/100 mmHg; HR: 90x/menit; RR : 20x/menit; T : 36,50C


TB : 150 cm; BB : 58 kg
HB : 12,0; HT : 34,5
Riwayat asma (-)
Riwayat jantung ( -)
Riwayat DM (-)
Riwayat alergi obat2an (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat kuretase 1x

Premedikasi :

Ondancentron 4 mg inj (Pukul 08.20 tgl 7 juli 2015)


Fentanyl 100 mg
8

Tidak Terdapat gigi palsu


ASA : II (Terdapat penyakit sistemik ringan/sedang)

Persiapan Operasi :

Dipuasakan 6-8 jam sebelum op. :


Intake oral terakhir : 00.00 WIB tgl 07 juli 2015
Saat di ruang persiapan, pasien di infus dg Rl.
Lalu pasien masuk ruang op jam 08.15
Dilakukan pemasangan pengukur saturasi 02, manset utk mengukur TD

Catatan Anasthesia :

Jenis Anestesi : General Anasthesia - TIVA


Teknik Anestesi : Dimasukkan obat melalui Instoper

Pelaksanaan :

Pasien diinduksi pd jam 08.30


Dg obat :
o Recofol 100 mg

Monitoring :
o TTV :

o TD : 140/85 mmHg, Nadi : 92 x/menit, RR : 20x/menit kendali, SpO2 99%.


Dilakukan pemsangan kanul oksigen 2 liter permenit
Monitoring TTV, SpO2

Pemberian Obat-obatan :

Pukul 08.35:
o Recofol (Propofol) 50 mg
Pukul 08.37
o Recofol (Propofol) 50 mg
Pukul 08.45:
o Indexon 5 mg

Stlh nafas pasien adekuat, lalu pasien dipindahkan ke ruang observasi.

Dilakukan monitoring Skor ALDRETE, TD, Nadi dan SpO2


9

Skor Aldrete
Pasien pulih sesuai skor aldrete jam 08.50
Skor Aldrete 10.
*

Aktivitas 2 pasien mampu menggerakkan ke 4 ekstremitas

Respirasi 2 pasien mampu bernapas spontan/batuk

TD 2 20% pra anestesi

Kesadaran 2 Sadar

Saturasi 02 2 > 99%


09.0

10.0
2

2
2
2
2

Paska anastesia :
TTV :
*

TD

: 124/65 mmHg

Nadi

: 72 x/menit

RR

: 20 x/menit

: 36.50C

Sp O2 : 99% dan dicoba tanpa O2

10

Jumlah Medikasi :
(1) Ondansetron 4 mg
(2) Fentanyl 100 ug
(3) Recofol 200 mg
(4) Indexon 5 mg
(5) Ketorolac 30 mg
(6) Pronalges sup
(7) Cairan : Ringer Laktat 20 tpm

BAB III
TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi yang
dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA
digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge
(1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi
yaitu
1.

Amnesia
11

2.

Arefleksia otonomik

3.

Analgesik

4.

+/- relaksasi otot


Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obatobatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat
anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang
mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling
lengkap.
Kelebihan TIVA:

1.

Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat
sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi
sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang
khusus.

III.1 DEFINISI ANESTESI INTRAVENA

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat
langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk
premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya
tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada
tindakan analgesia regional.10
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat obat anestesi dan yang
digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam ,
Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

III.2 INDIKASI ANESTESI INTRAVENA


12

1.

Obat induksi anesthesia umum

2.

Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

3.

Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

4.

Obat tambahan anestesi regional

5.

Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

III.3 CARA PEMBERIAN


1.

Sebagai obat tunggal :

Induksi anestesi

Operasi singkat: cabut gigi

2.

Suntikan berulang :

Sesuai kebutuhan : curetase

3.

Diteteskan lewat infus :

Menambah kekuatan anestesi

III.4 JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA


4.1 Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih
dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada
tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien
dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan
minyak

soybean,

sedangkan

pertumbuhan

kuman

dihambat

oleh

adanya

asam

etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat
obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan D5W.
4.1.1 Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).
4.1.2 Farmakokinetik
13

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh
propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh
lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni
tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
4.1.3 Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat
menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi
(2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood
tapi tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular
sebanyak 35%.
Cp50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml
Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml
Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml
Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml

Pada sistem kardiovaskuler


Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah
dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan
Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi
vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :

Pernafasan spontan mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali

Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung berbanding pemberian


secara bolus

Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung

14

Pada sistem pernafasan


Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih detail
konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut:

Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi
yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.

Pemberian 2,4 mg/kg:


Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit
Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit

Pemberian 100 g/kg/min:


Respons CO2 sedikit menurun
VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%

Pemberian 200 g/kg/min:


Hanya sedikit mendepresi VT
paCO2 menurun

4.1.4 Dosis dan penggunaan


a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
15

f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang
steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri.
4.1.5 Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul
akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan
menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit
dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V
melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien
setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik
(thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan
terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian
propofol.

4.2 Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama
sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat
anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan
memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai
puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan
kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan
menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.1
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid],
methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Ada juga turunan barbiturat yang dipakai
sebagai induksi seperti secobarbital dan pentobarbital tetepi penggunaannya sangat jarang.
Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan
methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.11

16

Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan
obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk
induksi anestesi.8
4.2.1 Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan
hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi
retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa
terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran.
Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf dari
pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma
aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter
(presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).
4.2.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi
anestesi umum pada orang dewasa dan anak anak. Perkecualian pada tiopental rektal atau
sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak anak. Sedangkan phenobarbital atau
sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.

Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan
diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan
akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah
terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat
dari otak ke dalam jaringan lemak.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
17

Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan
pada anak anak terjadi 6 ml/kg/menit.
4.2.3 Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada
dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut
menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah
pemberian dosis tinggi.

Mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau methohexital.
Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi thiopental supaya tekanan
intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.

Sistem kardiovaskuler
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung,
penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini
disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan
dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan
disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat
ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau
dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh
darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi
oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya
asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding
propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.
18

4.2.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif
dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
4.2.5 Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini
kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi
pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim daminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan
kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
4.3 Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip
dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini
disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering
menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika
selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting non
barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah
, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan
mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.

4.3.1 Mekanisme kerja


19

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan
medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor
metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

4.3.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh
organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis
induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek
baru akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit
yang masih aktif.

Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

4.3.4 Farmakodinamik
Susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan
tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan
20

dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic
appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek
anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila
diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan
mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi.
Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.

Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika operasi kurang
lebih antara 0,7 sampai 2,2 g/ml (sampai 4,0 g/ml buat anak-anak). Pasien dapat terbangun
jika Cp dibawah 0,5g/ml.

Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non


kompetitif yang menyebabkan :

Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat

Mengurangi pembebasan presinaps glutamat

Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)


Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:

Mimpi buruk

Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)

Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi

Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan

20%-30% terjadi pada orang dewasa

Dewasa > anak-anak

Perempuan > laki-laki

Mata

21

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan
tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.
Sistem kardiovaskuler
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan
tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Sistem pernafasan
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan
dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada
pasien asma.

4.3.5 Dosis dan pemberian


Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh
darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat
diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10
mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara
intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai
operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 0,8
mg/kg IV atau 2 4 mg/kg IM atau 5 10 g/kg/min IV drip infus.

Bioavailabilitas
Route
Nasal
Oral
IM
Rektal

% bioavailabilitas
50
20
90
25
22

Epidural

77

4.3.6 Efek samping


Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu
dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca
operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin
juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya
nistagmus dan diplopia.
4.3.7 Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan
diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita
penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang
meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan
intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.
Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik,
seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
4.4 Opioid
Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium
didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium berasal dari
bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan
dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid
kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan
efek samping.
4.4.1 Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan
lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid menimbulkan sedikit
efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid
23

tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi
reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter
ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

4.4.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak
level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif
menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada
anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja
juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat
setelah injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk
akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung
pada aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit
aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.
4.4.3 Farmakodinamik
Sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun
tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi
24

penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian
meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.

Sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas,
dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2
tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu
menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid
juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.

Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan
pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

4.4.4 Dosis dan pemberian


Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb,
sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.

4.5 Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan
emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis
25

tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan


benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.

4.5.1 Mekanisme kerja


Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Benzodiazepine bekerja di reseptor
ikatan GABAA. Afinitas pada reseptor GABAA berurutan seperti berikut

lorazepam >

midazolam > diazepam. Reseptor spesifik benzodiazepine akan berikatan pada komponen
gamma yang terdapat pada reseptor GABA.

4.5.2 Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini
adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan
efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus,
metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.

Clearance in ml/kg/min
Short

midazolam

6-11

Intermediate

lorazepam

0.8-1.8

Long

diazepam

0.2-0.5

4.5.3 Farmakodinamik

26

Sistem saraf pusat


Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi,
efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.

Sistem Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak
mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada
dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.
Sistem Pernafasan
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin
dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Sistem saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal ,
sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.

4.5.4 Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb

Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg

Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.

Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

4.5.5 Efek samping

27

Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi. Lorazepam
dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis. Benzodiazepine
turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia pada pasien. Efek Benzodiazepines dapat di
reverse dengan flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1
mcg/kg/menit berikutnya.

4.6 Etomidat
Etomidat (Amidat) merupakan obat induksi intravena yang bekerja cepat dengan efek
gangguan hemodinamik yang minimal beserta efek depresi pernafasan yang sedikit. Selain
efek hemodinamik yang stabil dan kurang mendepresi pernafasan obat ini juga bahkan
memproteksi fungsi serebral serta lebih aman dibandingkan dengan tiopenton. Etomidat
bersifat tidak stabil dan tidak larut dalam air maka dengan itu etomidat biasanya tersedia 2
mg/ml dalam propylene glycol (35% dalam vol) dengan pH 6,9 dan osmomalitas s4,640
mOsm/l.
4.6.1 Farmakokinetik
Metabolisme di dalam hepar :

--->
ester
hydrolysis
(MAJOR)
carboxylic acid of etomidate
Etomidate

--->
Ndealkylation
(minor)

ethyl-imidazole-5-carbolylate
The major metabolite, the carboxylic acid of etomidate, is inactive.

28

Ekskresi
Metabolit etomidat diekskresi ke urin sebanyak 85% manakala sisa 15% diekskresikan lewat
empedu.

t1/2(distribusi) = 3 menit

t1/2(redistribusi) = 30 menit

t1/2(eliminasi) = 4 jam

clearance (oleh hepar), Cl = 20 ml/kg/menit

4.6.2 Farmakodinamik
Sistem saraf pusat
Bersifat hipnotik dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgIV dengan onse 5-15 menit. Efek hipnotik
kemungkinan berasal dari efek sistem GABA-Adrenergik. Etomidat tidak mempunyai efek
analgesik sama sekali. Etomidat menurunkan tekanan intracranial dan aliran darah serebral.
Selain itu dapat menurunkan kadar metabolit oksigen pada otak (CMRO2). Tekanan mean
arteri (MAP) tidak banyak berubah jadi perfusi serebral akan meningkat dan ratio oksigen
suplai pada serebral : demand turut meningkat. Etomidat memberikan gambaran EEG yang
mirip dengan barbiturate. Obat ini juga bisa menyebabkan gerakan mioklonik.

Mata
Menurunkan tekanan intraocular dalam waktu 5 menit
Sistem Kardiovaskuler
Etomidat mempunyai efek yang minimal pada sistem kardiovaskular. Hanya 10% efek dari
etomidat yang meningkatkan nadi. Induksi etomidat dengan dosis 0.3 mg/kg hanya
menyebabkan perubahan yang minimal (<10%) pada MAP (Mean arterial pressure), Stroke
volume (SV) dan CVP (central venous pressure). Suplai O2 miokard : demand tetap stabil.
Sistem pernafasan

29

Depresi pada respon CO2 lebih sedikit berbanding barbiturat. Bolus induksi dapat
menyebabkan hiperventilasi pada permulaan pemberian, bisa juga terjadi apnoe pada awal
pemberian, sedikit peningkatan pada PaCO2, bisa timbul hiccup dan kadang-kadang
menyebabkan batuk. Tidak ada penglepasan histamin.
Sistem endokrin
Ciri khas dari etomidat adalah dapat menginhibisi sintesis steroid adrenal. Etomidat
memblokir secara reversibel pada 11-beta-hydroxylase (sedikit pada 17-alpha-hydroxylase)
yang menyebabkan penurunan produksi dari kortisol, kortikosteron dan aldosteron.
Mekanisme tersebut berasal dari ikatan imidazole bebas pada sitokrom-P450 yang
menghambat sintesis asam askorbat. Asam askorbat diperlukan dalam memproduksi steroid
dalam tubuh. Biasanya Vitamin C diberikan setelah pasien selesai operasi jika pasien telah
diinduksi dengan etomidat.
4.6.3 Dosis

Induksi 0.2 - 0.4 mg/kg IV

Rektal induksi (peds) 6.5 mg/kg -> hipnotik dalam 4 menit (hemodinamik
stabil, recovery cepat)

Maintenance:

Diperlukan 300 - 500 ng/ml plasma level


"TECHNIC OF TENS":
10x10 = 100 ug/kg/mnt untuk 10 menit berikutnya
10 ug/kg/mnt dan D/C 10 menit sebelum dibangunkan

4.6.4

Efek samping
Menyebabkan nyeri pada injeksi tetapi dapat dikurangi dengan

Menggunakan sediaan dalam propylene glycol

Volume yang lebih besar

30

Premedikasi

Pemberian Lidokain 1-2 menit sebelumnya


Dapat menyebabkan gerakan mioklonik dan dapat dikurangi dengan premedikasi
benzodiazepine atau obat narkotika lainnya. Bisa menyebabkan mual dan muntah tapi jarang.
Setelah pemberian etomidat dapat terjadi hiccup. Bisa juga menyebabkan trombophlebitis
kebanyakannya pada pemberian sediaan dalam propylene glycol.
4.6.5

Kontraindikasi

Jangan diberikan dalam jangka panjang selama beberapa jam atau hari karena dapat
menginhibisi sintesis adrenal steroid sehingga terjadi penurunan kortisol dan aldosteron.

REFERENSI
1.

Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.

2.

Intravenous Anesthetics didapat dari http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm

3.

Intravenous anesthesic didapat dari http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic

4.

Hipnotika dan Sedativa didapat dari http://www.medicastore.com

5.

Anestesi

Intravena

didapat

dari

http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi

intravena.html

31

6.

Opioid didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid

7.

Anestesi Umum didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum

32

Anda mungkin juga menyukai