Anda di halaman 1dari 19

1. A.

Latar Belakang

Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yangterdiri dari jaringan
limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptusdidalamnya, bagian organ tubuh yang
berbentuk bulat lonjong melekat pada kanandan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil
yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer.Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar
fausium dan berasal dariinvaginasi hipoblas di tempat ini.
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan olehinfeki virus
atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidungatau mulut, tonsil
berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan
sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalantubuh untuk membentuk antibody
terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bilatonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari
bakteri atau virus tersebut maka akantimbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3
macam tonsillitis, yaitutonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis. Oleh
karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur
diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis beserta
keluarganya.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel. Tonsilitis
adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin
Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu :
tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ),
tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring /Gerlachs tonsil ).Tonsilitis akut adalah
radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus
viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus.Kesimpulan penulis
berdasarakan beberapa pengertian diatas, tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil
yang disebabkan karena bakteri atau virus,prosesnya bisa akut atau kronis.
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau mengangkat tonsil
untuk mencegah infeksi selanjutnya
Macam-macam tonsillitis menurut yaitu :
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral

Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae
merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat
nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, hemolitikus yang dikenal
sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis
akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini
menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium diphteriae.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi
tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada
penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul
di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis,
perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
3. Tonsilis Kronik

Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.
B. Anatomi Fisiologi
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak mengandung
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terletak pada kerongkongan di
belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari struktur yang disebut Ring
of Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri juga atas jaringan limfe, letaknya di
antara lengkung langit-langit dan mendapat persediaan limfosit yang melimpah di dalam
cairan yang ada pada permukaan dalam sel-sel tonsil.

Gambar 1
Anatomi Tonsil

Tonsil terdiri atas:


1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.

3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk Tonsil berfungsi mencegah
agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh
melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami
peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah
satu gangguan Telinga Hidung & Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas
seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabkan
infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan
menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang
banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi
ukuran yang normal.
C. Etiologi
Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus
viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh infeksi virus.

D. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.Amandel atau tonsil berperan
sebagai filter, menyelimuti organismeyang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh
untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang
amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear.Proses ini secara klinik
tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka
terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga
menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti
makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah
bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan,
seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih
membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-

hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak melebar,
lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada
tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan
diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe submandibula.
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala Tonsilitis ialah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.
tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan,
kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta pembesaran kelenjar submandibuler dan
nyeri tekan.

F. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa
hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid
4. Laringitis
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini
mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan,
maupunmkarena alergi
5. Sinusitis

Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih dari sinus
paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang
terdiri dari membran mukosa
6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharynx
G. Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang anak yaitu :
1. Tumbuh kembang Infant / bayi , umur 0 12 bulan
a. Umur 1 bulan :
Fisik : Berat badan akan meningkat 150 200 gram/minggu, tinggi badan meningkat 2,5 cm /
bulan, lingkar kepala meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan seperti ini akan
berlangsung sampai bayi umur 6 bulan.
Motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala dengan dibantu oleh orang tua,
tubuh ditengkurapkan, kepala menoleh ke kiri ataupun ke kanan, reflek menghisap, menelan,
menggenggem mulai positif.
Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah
Sosialisasi : Bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada di sekitarnya
b. Umur 2 3 bulan :
Fisik : Fontanel posterior sudah menutup
Motorik : Mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk menahannya sendiri dengan tangan,
memasukkan tangan ke mulut, mulai berusaha untuk meraih benda-benda yang menarik yang
ada di sekitarnya, bisa didudukkan dengan posisi punggung disokong, mulai asyik bermainmain sendiri,dengan tangan dan jari-jarinya.
Sensoris : Sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi, koordinasi ke atas dan ke bawah, mulai
mendengarkan suara yang didengarnya
Sosialisasi : Mulai tertawa padea seseorang, senang jika tertawa keras, menangis sudah mulai
berkurang.
c. Umur 4 5 bulan :
Fisik : Berat badan menjadi dua kali berat badan lahir, ngeces karena tidak adanya koordinasi
menelan saliva
Motorik : Jika di dudukkan kepala sudah bisa seimbang dan punggung sudah mulai kuat, bila
ditengkurapkan sudah bisa mulai miring dan kepala sudah bisa tegak lurus, berusaha meraih

benda di sekitar tangannya.


Sensoris : Sudah bisa mengenal orang-orang yang sering berada di dekatnya, akomodasi mata
positif
Sosialisasi : Senang jika berinteraksi dengan orang lain walaupun belum prnah dilihat atau
dikenalnya, sudah bisa mengeluarkan suara petanda tidak senang bila mainan atau benda
miliknya diambil oleh orang lain.
d. Usia 6 7 bulan :
Fisik : Berat badan meningkat 90-150 gram/minggu, tinggi badan meningkat 1,25 cm/bulan,
lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya kenaikan seperti ini akan berlangsung
sampai bayi berusia 12 bulan, gigi sudah mulai tumbuh.
Motorik : Bayi sudah bisa membalikkan badan sendiri, memindahkan anggota badan dari
tangan yang satu ke tangan yang lainnya, mengmbil mainan dengan tangannya, senang
memasukkan kaki ke mulut, sudah bisa memasukkan makanan ke
mulut sendiri.
Sensoris : Sudah dapat membedakan orang yang dikenalnya dengan yang tidak dikenalnya,
jika bersama dengan orang yang tidak dikenalnya bayi akan merasa cemas, sudah dapat
menyebut atau mengeluarkan suara em...em...em..., bayi biasanya cepat menangis jika
terdapat hal-hal yang tidak disenanginyaakan tetapi akan cepat
tertawa lagi.
e. Umur 8 9 bulan :
Fisik : Sudah bisa duduk dengan sendirinya, koordinasi tangan ke mulut sangat sering, bayi
mulai tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk merangkak, sudah bisa mengambil benda
dengan menggunakan jari-jarinya.
Sensoris : Bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada disekitarnya
Sosialisasi : Bayi merasa cemas terhadap hal-hal yang belum dikenalnya ( orang asing )
sehingga dia akan menangis dan mendorong serta meronta-ronta, merangkul/memeluk orang
yang dicintainya, jika dimarahi dia sudah bisa memberikan reaksi menangis dan tidak senang,
mulai mengulang kata-kata dada...dada tetapi belum punya arti.
f. Umur 10 12 bulan :
Fisik : Berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi bagian atas dan bawah mulai tumbuh.
Motorik : Sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan lama, belajar berjalan dengan
bantuan, sudah bias berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar makan dengan menggunakan
sendok, akan tetapi lebih senang menggunakan tangan, sudah bisa bermain
ci...luk...ba.., mulai senang mencorat-coret kertas.

Sensoris : Sudah dapat membedakan bentuk


Sosialisasi : Emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada lingkungan yang sudah
diketahuinya, merasa takut pada situasi yang asing, mulai mengerti akan perintah yang
sederhana, sudah mngerti namanya sendiri, sudah bisa menyebut abi,umi.
2. Tumbuh kembang Toddler, umur 1 3 tahun
a. Umur 15 bulan :
Motorik kasar : Sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Motorik halus : Sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka
kotak , melempar benda.
b. Umur 18 bulan :
Motorik kasar : Mulai berlari tetapi masih sering jatuh, menariknarik mainan, mulai senang
naik tangga tetapi masih dengan bantuan.
Motorik halus : Sudah bisa makan dengan menggunakan sendok, bisa membuka halaman
buku, belajar menyusun balok-balok.
c. Umur 24 bulan :
Motorik kasar : Berlari sudah baik, dapat naik tangga sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.
Motorik halus : Sudah bisa membuka pintu, membuka kunci, menggunting sederhana, minum
dengan menggunakan cangkir, sudah dapat menggunakan sendok dengan baik.
d. Umur 36 bulan :
Motorik kasar : Sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan, memakai baju dengan bantuan,
mulai bisa naik sepeda roda tiga.
Motorik halus : Bisa menggambar lingkaran, mencuci tangannya sendiri, menggosok gigi.
3. Tumbuh kembang Pra Sekolah
a. Usia 4 tahun
Motorik kasar : Berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu kaki, menangkap bola
dan melemparkannya dari atas kepala.
Motorik halus : Sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah bisa menggambar
kotak, menggambar garis vertikal maupun horizontal, belajar membuka dan memasang
kancing baju.
b. Usia 5 tahun
Motorik kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah bias menangkap dan melempar bola
dengan baik, sudah dapat melompat dengan kaki secara bergantian.

Motorik halus : Menulis dengan angka-angka, menulis dengan huruf, menulis dengan katakata, belajar menulis nama, belajar mengikat tali sepatu.
Sosial emosional : Bermain sendiri mulai berkurang,sering berkumpul dengan teman sebaya,
interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah siap untuk menggunakan alat-alat bermain.
Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi badan meningkat 6,75 7,5
cm/tahun.
4. Tumbuh kembang Usia Sekolah
Motorik : Lebih mampu menggunakan otot-oto kasar daripada otot-otot halus . Misalnya
lompat tali, batminton, bola volley,pada akhir masa sekolah motorik halus lebih berkurang,
anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan.
Sosial emosional : Mencari lingkungan yang lebih luas sehingga cenderung sering pergi dari
rumahhanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sangat berperan untuk membentuk
pribadi anak, di sekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain
selain keluarganya, sehingga peranan guru sangatlah besar.
Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2 3 kg/tahun, tinggi badan meningkat 6 7
cm/tahun.
5. Tumbuh Kembang Remaja ( Adolescent )
Pertumbuhan fisik : Merupakan tahap pertumbuhan yang sangat pesat, tinggi badan 25 %,
semua sistem tubuh berubah dan yang paling banyak perubahan adalah sistem endokrin,
bagian bagian tubuh tertentu memanjang, misalnya tangan, kaki, proporsi tubuh
memanjang.
Sosial emosional : Kemampuan akan sosialisasi meningkat, relasi dengan teman wanita/pria
akan tetapi lebih penting dengan teman yang sejenis, penampilan fisik remaja sangat penting
karena supaya mereka diterima oleh kawan dan disamping itu pula persepsi terhadap
badannya akan mempengaruhi kosep dirinya, peranan orang tua/keluarga sudah
tidak begitu penting tetapi sudah mulai beralih pada teman sebaya.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap
dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,

kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.


c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung
selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak
berhasil.
indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang
adekuat
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep
apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil hilang
dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus hemoliticus
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8) Otitis media efusa / otitis media supurataif
Tonsilektomi
1) Perawatan pra Operasi :
a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan dapatkan kultur
yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
b) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan adanya resiko
perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin
parsial.
c) Lakukan pengkajian praoperasi :
Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk
menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan teknikteknik
yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak ( buku, boneka, gambar ), bicaralah pada
anak tentang hal-hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat

konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan anak mereka dengan membicarakan
istilah yang umum terlebih dahulu mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang
lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa pemulihan
biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak dan membantu memberikan
perawatan.
2) Perawatan pascaoperasi :
a) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
b) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pascaoperasi
c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk
berjaga-jaga seandainya terjadi kedaruratan.
d) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau semi
telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah
aspirasi
e) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia sadar ( orangtua boleh
menggendong anak )
f) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah lama. Jika diperlukan pengisapan,
hindari trauma pada orofaring.
g) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika perlu.
h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam setelah sadar dari
anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati.
i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling baik ditoleransi pada
saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai 24 jam
pertama.
j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pemberian susu dan es krim pada malam
pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan, tetapi dapat
meningkatkan produksi mukus yang menyebabkan anak lebih sering membersihkan
tenggorokanya, meningkatkan resiko perdarahan.
k) Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. ( lepas collar es tersebut, jika anak menjadi
gelisah ).
l) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
m) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda darah untuk membantu
menurunkan kecemasan.
n) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar.
I. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang

1. Fokus pengkajian menurut (Firman S, 2006), yaitu :


2. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup A, kemudian pemeriksaan jumlah leukosit
dan hitung jenisnya, serta laju endap darah. Persiapan pemeriksaan yang perlu
sebelum tonsilektomi adalah :
1) Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.
2) Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.
3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah, elektrolit, dan sebagainya.
b. Kultur
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
c. Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur
yang mengandung desinfektan.

2.7.1 Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan
mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen
disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian
Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan tons
ilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan
tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak
dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta
hemolitikus diukuti Staflokokus aureus
Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480
spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis
dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi
yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugras abses dan infitrasi limfosit
yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat
dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.

Medikamentosa
yaitu dengan pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat
pada penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin ( terutama
jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat ( jika bukan
disebabkan mononukleosis)

Operatif
Dengan tindakan tonsilektomi. Pada penelitian Khasanovet al mengenai prevalensi dan
pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan data bahwa sebanyak 84 ibu-ibu
usia reproduktif yang dengan diagnosa Tonsilitis Kronis, sebanyak 36 dari penderita menda
patkan penatalaksanaan tonsilektomi Penelitian yang dilakukan di Sko
tlandia dengan menggunakan kuisioner terhadap 15.788 penduduk mendapatkan data
sebanyak 4.646 diantaranya memiliki gejala Tonsilitis, dari jumlah itu sebanyak 1.782
(38,4%) penderita mendapat penanganan dari dokter umum dan 98 (2,1%) penderita dirujuk
ke rumah sakit
a.Indikasi Tonsilektomi
Cochrane review (2004) melaporkan bahwa efektivitas tonsilektomi belum dievaluasi secara
formal. Tonsilektomi dilakukan secara luas untuk pengobatan Tonsilitis akut atau kronik,
tetapi tidak ada bukti ilmiah randomized controlled trials untuk panduan klinisi dalam
memformulasikan indikasi bedah untuk anak dan dewasa. Tidak ditemukan studi
Randomized Controlled Trial (RCT) yang mengkaji efektivitas tonsilektomi pada dewasa.
Pada anak ditemukan 5 studi RCT. tetapi yang diikutkan dalam review hanya 2 studi sedang 3
studi lain tidak memenuhi kriteria. Studi pertama oleh Paradise (1984), dilakukan pada anak
yang dengan infeksi tenggorok berat. Dari studi ini tidak dapat dibuat kesimpulan yang tegas
tentang tonsilektomi karena adanya keterbatasan metodologi yaitu adanya perbedaan

kelompok operasi dengan kelompok kontrol. Dalam hal riwayat episode infeksi sebelum
mengikuti studi (kelompok operasi meliputi anak dengan penyakit yang lebih berat) dan
status sosial ekonomi (kelompok nonoperasi memiliki status sosial ekonomi yang lebih
tinggi) serta kelompok tonsilektomi dan tonsilo-adenoidektomi dilaporkan sebagai satu
kelompok operasi. Disamping itu, studi ini meliputi hanya anak dengan infeksi tenggorok
berat, pada pemantauan, banyak kelompok kontrol yang memiliki episode infeksi sedikit dan
biasanya ringan. Studi kedua oleh Paradise (1992) meliputi anak dengan infeksi sedang tidak
dapat dievaluasi karena saat review dilakukan tidak ada data yang lebih detil dari desain dan
bagaimana penelitian ini dilakukan (hasil penelitian baru dalam bentuk abstrak) (Burton,
2004).Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi
tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif
tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih
menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh
tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi absolut:
a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan
tidur dan komplikasi kardio-pulmoner.
b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase.
c)Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi. Indikasi Relatif:
a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat.
b) Halitosis akibat Tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik -laktamase resisten

b.
Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut
sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat
dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan
imbang manfaat dan risiko. Keadaan ters
ebut yakni: gangguan perdarahan, risiko
anestesi yang besar atau penyakit berat, an
emia, dan infeksi akut yang berat (Kartika,
2008).
c.
Teknik Operasi Tonsilektomi
Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad
1 Masehi oleh Cornelius Celsus di
Roma dengan menggunakan jari tangan.
Di Indonesia
teknik tonsilektomi yang terbanyak digunaka
n saat ini adalah teknik Guillotine dan
diseksi.
Diseksi:
Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis
mouth gag
, tonsil
dijepit dengan forsep dan ditarik ke teng
ah, lalu dibuat insisi
pada membran mukus.
Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil at
au gunting sampai mencapai pole bawah
dilanjutkan dengan menggunakan
senar untuk menggangkat tonsil.
Guilotin:
Tehnik ini
sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat dilakuk
an bila tonsil dapat digerakkan dan bed
tonsil tidak cedera oleh infeksi berulang.
Elektrokauter:
Kedua elektrokauter unipolar
dan bipolar dapat digunakan pada tehnik
ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya
perdarahan namun dapat menyeba
bkan terjadinya luka bakar.
Laser tonsilektomi
:

Diindikasikan pada penderita gangguan


koagulasi. Laser KTP-512 dan CO2 dapat
digunakan namun laser CO2 lebih disukai.
tehnik yag dilakukan sama dengan yang
dilakukan pada tehik diseksi (Dhingra, 2008).
2.9

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:
Universitas
Sumatera
Utara

a) Abses peritonsil. Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan
sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daer
ah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi
faringeal bed
. Hal ini paling sering terjadi pa
da penderita dengan serangan
berulang. Gejala penderita adalah malais
e yang bermakna, odinofagi yang berat dan
trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan me
lakukan aspirasi abses (Shnayder, Lee,
Bernstein, 2008).
b) Abses parafaring. Gejala utama adalah
trismus, indurasi atau pembengkakan di
sekitar angulus mandibula, demam tinggi da
n pembengkakan dinding lateral faring
sehingga menonjol kearah medial. Abses dapa
t dievakuasi melalui insisi servikal
(Fachruddin, 2001; Adam, 1989).
c) Abses intratonsilar. Merupakan akumulas
i pus yang berada dalam substansi tonsil.
Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri
lokal dan disfagia yang bermakna. T
onsil terlihat membesar dan merah.
Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibi
otika dan drainase ab
ses jika diperlukan;
selanjutnya dilakukan tonsilektomi.
d) Tonsilolith (kalkulus tonsil). Tonsililith
dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila
kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debr
is. Garam inorganik kalsium dan magnesium
kemudian tersimpan yang memicu terbentukny
a batu. Batu tersebut dapat membesar
secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering
terjadi pada dewasa dan menambah
rasa tidak nyaman lokal atau
foreign body
sensation.
Hal ini didiagnosa dengan muda
h dengan melakukan palpasi atau
ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan.
Universitas
Sumatera
Utara

e) Kista tonsilar. Disebabkan oleh blokade kr

ipta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran


kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjad
i tanpa disertai gejala. Dapat dengan
mudah didrainasi.
e) Fokal infeksi dari demam rematik da
n glomerulonefritis (Dhingra, 2008). Dalam
penelitiannya Xie melaporkan bahwa antistreptokokal antibodi meningkat pada 43%
penderita Glomerulonefritis dan 33% dian
taranya mendapatkan kuman Streptokokus
beta hemolitikus pada swab tonsil yang me
rupakan kuman terbanyak pada tonsil dan
faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa
terjadinya penyakit Glomerulonefritis (Xie, 2004).

Anda mungkin juga menyukai