Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

STROKE

Pembimbing:

dr. Sholihul M SpS.Msi.Med


Disusun Oleh:

Dentiama Jayaprawira
FK UPN
NIM: 1220221082

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN SARAF
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2015

BAB I

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No.Rekam Medik

: 420710

Nama

: Tn. AW

Umur

: 63 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status pernikahan

: Menikah

Suku bangsa

: Betawi

Pekerjaan

: Pegawai Negeri Sipil PEMDA DKI

Tanggal masuk

: 08-06-2015

Dirawat yang ke

:1

Tanggal diperiksa

: 09-06 2015 (Perawatan hari ke-2)

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis terhadap istri pasien
Keluhan Utama
: Kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan sejak 8 jam
SMRS
Keluhan Tambahan
: Bicara pasien pelo dan mengeluh tidak dapat menelan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 08 Juni 2015 dengan keluhan
kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan sejak 8 jam SMRS. Keluhan tersebut
muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat duduk sambil minum teh. Selain itu
pada saat yang bersamaan pasien juga tiba-tiba bicaranya pelo dan bibir mencong ke
sebelah kanan, namun sejak saat masuk IGD bibir sudah tidak mencong kembali. Menurut
keterangan istri pasien setelah kejadian kelemahan tersebut diberikan makan dan minum
pasien tidak dapat menelan. Pasien tidak memiliki keluhan berupa mual, muntah, kejang
dan nyeri kepala. Pasien juga tidak ada keluhan BAB dan BAK. Pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, namun tidak pernah kontrol dan mengkonsumsi obat
secara rutin. Dahulu pasien memiliki kebiasaan merokok ketika berusia muda, namun
2

berhenti merokok 5 tahun terakhir. Keluhan seperti ini baru pertama kali dikeluhkan oleh
pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi

: Ada, sejak 10 tahun yang lalu dan tidak

terkontrol. Pasien tidak meminum obatnya secara teratur.


Diabetes Mellitus : Disangkal
Sakit Jantung
: Disangkal.
Trauma
: Disangkal.
Sakit kepala sebelumnya : beberapa bulan yang lalu pasien
mengeluh nyeri kepala dan tegang dileher belakang. Namun

akhir-akhir ini pasien sudah tidak mengeluh nyeri kepala.


Kegemukan : Disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada.
Riwayat Kelahiran / Pertumbuhan / Perkembangan :
Tidak ada.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Internus

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Gizi
: Baik
BB: 65 kg,TB: 168 cm, BMI : 23.03 (18.50-24.99) Normal
Tanda Tanda Vital
o Tekanan Darah Kanan
: 170 / 100 mmHg
o Tekanan Darah Kiri
: 170 / 100 mmHg
o Nadi Kanan
: 120x / menit
o Nadi Kiri
: 118 x / menit
o Pernafasan
: 32 x / menit
o Suhu
: 36,7oC (per aksila)
Limfonodi
: Tidak teraba pembesaran KGB
Jantung
: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Paru
: Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Hepar
: Tidak teraba.
Lien
: Tidak teraba.
Ekstremitas
: Akral hangat, edema (-), sianosis (-), perfusi < 2 detik.

Status Psikiatris

Tingkah laku
Perasaan hati
Orientasi
Jalan fikiran
Daya ingat

: Baik, wajar.
: Tidak dapat dinilai.
: Tidak dapat dinilai.
: Tidak dapat dinilai.
: Tidak dapat dinilai.
3

Status Neurologis

Tingkah Kesadaran
Sikap tubuh
Cara berjalan
Gerakan abnormal

: Kompos mentis
E4M6VA
: Berbaring terlentang.
: Tidak dapat dinilai.
: tidak ada.

GCS10A

Kepala

Bentuk
Simetris
Pulsasi
Nyeri tekan

: Normocepal.
: Simetris.
: Teraba pulsasi arteri temporalis (+/+).
: Tidak ditemukan.

Leher

Sikap
Gerakan
Vertebra
Nyeri tekan

: Normal.
: Bebas ke segala arah..
: Dalam batas normal.
: Tidak ditemukan.

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk
:
Laseque
:
Kernig
:
Brudzinsky I
:
Brudzinsky II
:

kanan

kiri
(-)

Nervi Cranialis

> 70
> 1350
(-)
(-)

> 700
> 1350
(-)
(-)

kanan

kiri

N. I (Olfaktorius)

Daya penghidu

Normosmia

Normosmia

N. II (Optikus)

Ketajaman penglihatan
Pengenalan warna
Lapang pandangan
Fundus

:
> 6/60
: Tidak dapat dinilai
: Tidak dapat dinilai
: Tidak dapat dinilai

> 6/60

N. III (Okulomotorius) / N. IV (Trokhlearis) / N. VI (Abdusens)

Ptosis
Strabismus
Nistagmus
Eksoftalmus
Enoftalmus
Gerakan Bola Mata

:
:
:
:
:

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
4

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

o Lateral
:
(+)
(+)
o Medial
:
(+)
(+)
o Atas Lateral
:
(+)
(+)
o Atas Medial
:
(+)
(+)
o Bawah Lateral
:
(+)
(+)
o Bawah Medial
:
(+)
(+)
o Atas
:
(+)
(+)
o Bawah
:
(+)
(+)
o Gaze
:
Baik ke segala sisi
Pupil
o Ukuran Pupil
:
3 mm
3 mm
o Bentuk Pupil
:
Bulat
Bulat
o Isokor / Anisokor :
Isokor
o Posisi
:
Di tengah
o Refleks Cahaya Langsung
:
(+)
(+)
o Refleks Cahaya Tidak Langsung :
(+)
(+)
o Refleks Akomodasi / Konvergensi :
(+)
(+)
N. V (Trigeminus)
kanan
kiri
Menggigit
:
(+)
(+)
Membuka mulut
:
(+)
(+)
Sensibilitas
o Atas
:
(+)
(+)
o Tengah
:
(+)
(+)
o Bawah
:
(+)
(+)
Refleks masseter
:
(+) normal
(+) normal
Refleks zigomatikus
:
(-)
(-)
Refleks kornea
:
(+)
(+)
Refleks bersin
:
Tidak dilakukan
N.V II (Fasialis)
Pasif:
Kerutan kulit dahi
:
Kedipan mata
:
Lipatan nasolabial
:
Sudut mulut
:
Aktif:
Mengerutkan dahi
:
Mengerutkan alis
:
Menutup mata
:
Meringis
:
Menggembungkan pipi :
Gerakan bersiul
:
Daya pengecapan lidah 2/3 depan :
Hiperlakrimasi
:
Lidah kering
:

(+)
simetris
(+)
(+)
simetris
(+)
Lipatan sebelah kanan tertinggal
Sudut sebelah kanan tertinggal
(+)
simetris
(+)
(+)
simetris
(+)
(+)
simetris
(+)
Sudut sebelah kanan tertinggal
sudut sebelah kanan tertinggal
simetris
Tidak dilakukan
(-)
(-)
(-)
5

N. VIII (Akustikus)

Mendengar suara gesekan jari tangan:


Mendengar detik arloji :
Tes Schwabach
:
Tes Rinne
:
Tes Weber
:

(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

N. IX (Glossofaringeus)

(+)
(+)

kanan

Arkus faring
:
Posisi uvula
:
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang :
Refleks muntah
:

kiri

Simetris.
Di tengah (sentral), tidak deviasi.
Tidak dilakukan.
Tidak dilakukan.

N. X (Vagus)

Denyut nadi
Arkus faring
Bersuara
Menelan

:
:
:
:

Teraba reguler, ekual.


Simetris.
Jelas, tidak sengau.
tersedak

N. XI (Aksesorius)

Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu

:
:
:

Baik

Baik
Simetris, sama tinggi.

(+)

(+)

N. XII (Hipoglossus)

Menjulurkan lidah
Kekuatan lidah
Atrofi lidah
Artikulasi
Tremor lidah

:
:
:
:
:

Deviasi ke sebelah kanan


Kurang
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Terganggu (pelo)
Tidak tampak

Motorik

Gerakan

Kekuatan

Tonus

Terbatas
Terbatas
1
1

Trofi

1
1

1
1

Bebas
Bebas
1
1

5
5

5
5

5
5

Normotonus

Normotonus

Normotonus

Normotonus

5
5

:
:

eutrofi keempat extrimitas

Refleks Fisiologis

kanan
6

kiri

Refleks Tendon

Refleks Biceps
Refleks Triceps
Refleks Patella
Refleks Achilles

:
:
:
:

Refleks Periosteum

(++)
(++)
(++)
(++)

(++)
(++)
(++)
(++)
Tidak dilakukan

Refleks Permukaan

Dinding perut
Kremaster
Sfingter Ani

:
:
:

(+)

(+)

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

:
:
:

Baik
Baik
Baik

Baik
Baik
Baik

:
:
:

Baik
Baik

Baik
Baik

kanan

kiri

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Refleks Patologis

Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rosollimo
Mendel Bechterew
Klonus paha
Klonus kaki

Sensibilitas
Eksteroseptif

Nyeri
Suhu
Taktil

Proprioseptif

Vibrasi
Posisi
Tekan dalam

Tidak dilakukan

Koordinasi dan Keseimbangan

Tes Romberg
Tes Tandem
Tes Fukuda
Disdiadokokinesis

:
:
:
:

tidak dapat dilakukan


tidak dapat dilakukan
tidak dapat dilakukan
tidak dapat dilakukan
7

Rebound phenomenon
Dismetri
Tes telunjuk hidung
Tes telunjuktelunjuk
Tes tumit lutut

: tidak dapat dilakukan


: tidak dapat dilakukan
: tidak dapat dilakukan
: tidak dapat dilakukan
: tidak dapat dilakukan

Fungsi Otonom
Miksi

Inkontinensia
: tidak ada
Retensi
: tidak ada
Anuria
: tidak ada
*Pasien ini dipasang kateter

Defekasi

Inkontinensia
Retensi

: tidak ada
: tidak ada

Fungsi Luhur

Fungsi bahasa
Fungsi orientasi
Fungsi memori
Fungsi emosi
Fungsi kognitif

: Afasia Motorik
: tidak dapat dinilai
: tidak dapat dinilai
: tidak dapat dinilai
: tidak dapat dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Juni 2015
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Hematologi Rutin
Hemoglobin

15 g/dL

13 18 g/dL

Hematokrit

45 %

40 - 52%

Eritrosit

5,6 juta/L

4,3 6,0 juta/L

Leukosit

6900 /L

4000 10000 /L

Trombosit

207000 /L

150000 400000 /L

MCV

80 fL

80 96 fL

MCH

27 pg

27 32 pg

MCHC

33 g/dL

32 36 g/dL

Ureum

3,0 mg/dL

2,0 5,0 mg/dL

Kreatinin

1,5 mg/dL

0,5 1,5 mg/dL

Glukosa Darah (Sewaktu)

138 mg/dL

< 140 mg/ dL

Natrium (Na)

143 mmol/L

135 - 147 mmol/L

Kalium (K)

3,1 mmol/L

3,5 5,0 mmol/L

Klorida (Cl)

105 mmol/L

95 105 mmol/L

Aseton

- / Negatif

- / Negatif

Kimia Klinik

Hasil pemeriksaan CT Scan kepala non kontras tanggal 8 Juni 2015


Kesan: Infark akut di korteks temporoparietal kiri, infark di basal ganglia kanan kiri,
thalamus kanan kiri dan pons, dan atrofi cerebri senilis.
Hasil pemeriksaan Rontgen thoraks tanggal 8 Juni 2015
Kesan: LVH; AV resiko emboli. Tak tampak kelainan pada paru.

V. RESUME
9

Pasien laki-laki datang dengan keluhan pada anggota gerak sebelah kanan sejak 8 jam
SMRS, keluhan muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang istirahat duduk. Pada saat yang
bersamaan pasien tiba-tiba bicaranya pelo dan saat diberikan makan dan minum terlihat
tersedak.
Pasien memiliki riwayat hipertensi kurang lebih sudah 10 tahun, tetapi tidak terkontrol.
Riwayat merokok dan berhenti kurang lebih 5 tahun yang lalu. Keluhan yang dialami
pasien tersebut baru pertama kali dirasakannya.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum baik, tekanan darah 170/100 mmHg.Suhu
afebris.Status internus lainnya ditemukan dalam batas normal.Status psikiatris dalam batas
normal.
Status neurologis:

Kesadaran: kompos mentis GCS 10A


Gerakan abnormal: (-)
Tanda rangsang meningeal: (-)
Nervus kranialis:
o Parese N VII dextra
o Parese N XII dextra
Motorik
o Gerakan: Bebas pada anggota gerak kiri dan sulit di gerakan pada anggota
gerak kanan.
o Kekuatan:
1 1
1 1
o
Biceps
Triceps
Patella
Achiless

1 1 5 5
1 1 5 5
: (++) / (++)
: (++) / (++)
: (++) / (++)
: (++) / (++)

5
5

5
5

Refleks fisiologis

Fungsi luhur bahasa: afasia motorik

Hasil pemeriksaan penunjang:

CT Scan kepala :
Infark akut di korteks temporoparietal kiri, infark di basal ganglia kanan kiri,
thalamus kanan kiri dan pons, dan atrofi cerebri senilis.
Rontgen thoraks AP: LVH; AV resiko emboli. Tak tampak kelainan pada paru.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinis:
o Hemiparese dekstra
o Parese N VII dekstra tipe central
10

o Parese N XII dekstra tipe central


o Parese N X
o Susp. Parese N IX
Diagnosa Topik: Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosa Etiologi: Stroke Non Hemoragik
Diagnosa Banding: parese N VII perifer

VII. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan umum :
Breathing Diberikan Oksigen 2-4 L/menit
Blood pantau tekanan darah setiap jam 12 siang, jam 5 sore, jam 10 malam, dan jam 5
pagi.
Brain pemberian citicoline sebagai neuroprotektor.
Bladder pasien dipasang folley kateter untuk memudahkan urinasi.
Bowel Infus Ringer Laktat 1000 ml / 24 jam. kebutuhan cairan dan kalori terus
dipantau, dan pasien masih dapat makan dan minum per oral.
Bone cegah terjadinya dekubitus, posisi pasien miring kanan dan kiri bergantian.
Pasien koperatif, dapat melakukannya sendiri walau kadang-kadang butuh bantuan
karena adanya kelemahan pada sisi kiri pasien.
Medika mentosa:
Terapi dari departemen neurologi:

Injeksi Citicoline 500 mg/ 12 jam


Clopidogrel 75 mg/ 24 jam PO

Terapi Hipertensi :

Captopril 12,5 mg / 8 jam PO

Terapi Lainnya :

Ranitidin 1 amp

Non Medikamentosa:

Pengendalian faktor resiko, pada pasien ini adalah hipertensi dan kadar gula darah.
Dengan makan makanan rendah garam, rendah kolesterol dan diet diabetes sesuai

jumlah kebutuhan kalori.


Fisioterapi ntuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien
stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penanganan

11

fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi pasien untuk dapat
meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya.
Pemeriksaan Anjuran:

MRI kepala non kontras untuk melihat dengan lebih jelas dan lebih teliti lagi adanya

lesi atau sesuatu yang abnormal pada jaringan dan vaskularisasi otak.
Profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, Trigliserida)

Follow Up :
Hari ke-3 rawatan (10Juni 2015) :
S : Kelemahan pada anggota gerak kiri, bicara masih pelo
O : TD 170/100 mmHg, Nadi 71 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 36,3C
Kesadaran : CM, GCS : 10A
N. Cranialis :

N. VII Pasif : normal


N. VII Aktif : Saat pasien meringis, bagian sebelah kanan sudut bibir pasien

tertinggal.
N. XII : Lidah deviasi ke sebelah kanan, kekuatan otot lidah membaik, dan
artikulasi terganggu.

Motorik :
Kekuatan
4
4

4
4

4
4

4
4

5
5

5
5

5
5

5
5

Refleks Fisiologis : hiperefleks pada anggota gerak sebelah kanan


Refleks Patologis : A:

Diagnosa Klinis:
o Hemiparese dekstra
o Parese N VII dekstra tipe central
o Parese N XII dekstra tipe central
o Parese N X
o Susp. Parese N IX
Diagnosa Topik: Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosa Etiologi: Stroke Non Hemoragik

P : Ringer laktat 1000 ml / 24 jam


Citicoline 1000 mg / 12 jam
12

Rantin 1 amp
Captopril 12,5 / 8 jam PO
Clopidogrel 75 mg / 24 jam PO
Hari ke-4 rawatan (11 Juni 2015) :
S : Kelemahan pada anggota gerak kiri, bicara masih pelo
O : TD 170/90 mmHg, Nadi 76 x/menit, RR 17 x/menit, Suhu 36 C
Kesadaran : CM, GCS : 10A
N. Cranialis :

N. VII Pasif : normal


N. VII Aktif : Saat pasien meringis, bagian sebelah kanan sudut bibir pasien

tertinggal.
N. XII : Lidah deviasi ke sebelah kanan, kekuatan otot lidah normal, dan
artikulasi masih terganggu.

Motorik :
Kekuatan
4
4

4
4

4
4

4
4

5
5

5
5

5
5

5
5

Refleks Fisiologis : hiperefleks pada anggota gerak sebelah kanan


Refleks Patologis : negatif
A:

Diagnosa Klinis:
o Hemiparese dekstra
o Parese N VII dekstra tipe central
o Parese N XII dekstra tipe central
o Parese N X
o Susp. Parese N IX
Diagnosa Topik: Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosa Etiologi: Stroke Non Hemoragik

P : Ringer laktat 1000 ml / 24 jam


Citicoline 1000 mg / 12 jam
Rantin 1 amp
Captopril 12,5 / 8 jam PO
Clopidogrel 75 mg / 24 jam PO
13

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam

: Bonam

Ad fungsionam

: Dubia ad bonam

Ad sanam

: Dubia ad bonam

Ad cosmeticum

: Bonam

14

BAB II
ANALISA KASUS
Pada kasus ini diagnose klinis hemiparese dextra spastik, parese N.VII tipe sentral,
dan parese N. VIII tipe sentral ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan terhadap pasien. Dari anamnesa pasien mengeluhkan kelemahan pada anggota
gerak sebelah kanan yang terjadi secara mendadak saat pasien bangun tidur. Lalu pasien juga
mengalami gangguan berbicara yaitu bicara pelo. Pada pemeriksaan fisik tampak kelemahan
pada sisi kanan tubuh pasien, kekuatan motorik dari pasien yang kurang dan gerakan dari
anggota gerak sebelah kanan pasien yang sulit digerakan. Pemeriksaan reflex fisiologis
menunjukan hiperefleks pada anggota gerak sebelah kanan.
Untuk pemeriksaan fisik nervus kranialis, didapatkan parese N. VII sinistra tipe
sentral, terlihat dari nasolabial dan sudut bibir kanan yang tertinggal. Saat pasien diperintah
untuk meringis, terlihat bahwa sudut bibir kanannya tertinggal. Lalu didapatkan juga parese
N. XII sinistra tipe sentral yang terlihat pada saat pasien berbicara terdapat gangguan
artikulasi. Lalu saat pasien menjulurkan lidahnya, lidah pasien deviasi ke sebelah kanan.
Kekuatan dari lidah pasien juga sedikit melemah.
Diagnosa etiologik Stroke Non Hemoragik (SNH) ditegakkan berdarsarkan anamnesa
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa didapatkan onset terjadi mendadak pada saat
pasien sehabis beristirahat, pada pasien ini kelemahan terjadi secara tiba-tiba saat pasien
bangun tidur. Hal ini merupakan ciri khas dari SNH yang terjadi saat pasien dalam keadaan
tidak beraktivitas. Lalu pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol dari 10 tahun
yang lalu. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak berpuluh tahun yang lalu. tetapi pasien
telah berhenti merokok 5 tahun yang lalu. Semua hal ini merupakan suatu factor resiko yang
mencetuskan terjadinya serangan stroke. Gangguan vaskular pada pasien ini hipertensi grade
II yang tak terkontrol merupakan faktor resiko yang besar pencetus stroke. Kebiasaan pasien
merokok memperburuk dan memperbesar kemungkinan terjadinya stroke.
Dari anamnesa tidak didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti
mual muntah, sakit kepala, dan penurunan kesadaran. Bradikardi realtif pun tidak ditemukan
pada pemeriksaan tanda vital. Hasil dari CT- Scan kepala memperlihatkan adanya infark pada
cerebral hemisfer kiri sampai ke pons. Hasil CT-scan sangat cocok dengan defisit neurologis

15

yang dialami pasien. CT-scan kepala memperlihatkan bahwa stroke yang diderita pasien
merupakan jenis stroke infark (non hemoragik).
Tanpa pemeriksaan CT-Scan kepala, diagnosa klinis SNH dapat ditegakkan melalui
pemakaian scoring stroke. Pada pasien ini saya menggunakan algoritma stroke gajah mada.
Pada algoritma stroke gajah mada ada 3 poin yang dinilai yaitu, penurunan kesadaran, nyeri
kepala, dan reflex Babinski. Pada pasien ini tidak terdapat penurunan kesadaran, nyeri kepala,
dan reflex patologis Babinski negative. Sesuai dengan algoritma stroke gajah mada, apabila
ketiganya negatif, maka pasien ini di diagnosis sebagai stroke iskemik akut atau stroke infark.
Untuk diagnosis banding untuk kasus ini adalah stroke hemoragik. Stroke hemoragik
dapat disingkirkan dari anamnesis pasien. Pada stroke hemoragik, serangan biasanya terjadi
saat pasien melakukan aktivitas, seperti bekerja atau berolah raga. Tetapi pada pasien ini,
serangan terajdi saat pasien bangun tidur. Pada pasien ini tidak terjadi penurunan kesadaran
yang biasanya terjadi pada stroke hemoragik. Pada pasien ini ujga tidak ditemui adanya
peningkatan TIK yang biasanya terjadi pada stroke hemoragik. Pada algoritma stroke gajah
mada kasus pasien ini sudah jelas mengarah ke arah stroke non hemoragik, karena dari ketiga
komponen penilaian skor, hanya reflex patologis Babinski saja yang postif. Lalu diperkuat
juga dengan pemeriksaan penunjang yaitu CT-Scan kepala pasien yang mengindikasikan
bahwa memang ada infark yang letak di hemisfer cerebri kanan.
Terdapat riwayat demam sebelumnya disangkal oleh pasien, hal ini mengurangi
pertimbangan infeksi sebagai etiologinya. Riwayat benturan pada kepala disangkal pun tidak
mengarahkan diagnosis pada etiologi trauma.
Patofisiologis pada kasus ini adalah infark iskemik cerebri yang erat hubungannya
dengan plak aterosklerosis dan arteriosclerosis. Plak ini dapat menimbulkan berbagai macam
manifestasi klinis dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah, oklusi mendadak
pembuluh darah, dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli, dan dapat
juga menyebabkan anurisma. Hal ini semua menyebabkan suplai darah ke otak berkurang,
akibatnya oksigen yang dibutuhkan oleh otak juga berkurang sehingga otak kekurangan
oksigen (hipoksia).
Keadaan normal aliran darah otak adalah 50 ml/100 gr. Keadaan ini akan
dipertahankan oleh autoregulasi pembuluh darah otak. Bila tekanan aliran darah otak
menurun antara 20-50 ml/100 gr/menit, maka terjadi penambahan pemakaian oksigen oleh
jaringan otak tanpa disertai gangguan dari fungsinya. Bila penurunan aliran draah otak
mencapai 10-20 ml/100 gr/menit, terjadi kegagalan aktivitas listrik neuronal dan sebagian
struktur

intra sel berada dalam proses disintegrasi dan terajdi edema intraseluler. Pada
16

keadaan ini timbul deficit neurologis. Kematian sel terjadi aliran darah otak kurang dari 10
ml/100 gr/menit diakibatkan oleh kegagalan energi sehingga K+ keluar dan Ca++ masuk
kedalam sel. Berkurangnya aliran darah otak akibat thrombosis, emboli atau hemodinamik
akan menyebabkan keadaan iskemia di suatu bagian otak.
Penatalaksanaan dalam penanganan kasus ini adalah dengan memberikan anti platelet
seperti clopidogrel atau aspirin. Pemberian obat ini dimaksudkan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. Untuk menjaga
kestabilan tekanan darah, pasien diberi medika mentosa kaptopril (antihipertensi golongan
ACE Inhibitor) untuk menurunkan dan menstabilkan tekanan darah.
Pemberian citicoline pada pasien ini diberikan sebagai neuroprotektif, menjaga dan
memperbaiki

membran

neuron,

meningkatkan

ketersediaan

neurotransmiter,

meningkatkanmetabolisme glukosa di otak dan meningkatkan aliran darah otak, mengurangi


stress oksidatif dan respon inflamasi yang berlebihan, menurunkan konsentrasi glutamat yang
meningkat, dan memperbanyak konsentrasi ATP yang menurun pada saat terjadi iskemi.
Pemberian citicolin pada pasien ini pada hari pertama masuk rumah sakit diberikan dengan
dosis 500 mg / 12 jam. 2 hari kemudian, dosis citicoline di maksimalkan menjadi 1000 mg /
12 jam. Pasien juga diberikan terapi ranitidine untuk menghindari stress ulcer. Stress ulcer ini
disebabkan karena adanya peningkatan metabolism dan pada penurunan nafsu makan.
Penatalaksanaan non-medikamentosa seperti fisioterapi sangat dianjurkan untuk
mengoptimalkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien stroke, sehinga mereka
mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Program rehabilitasi ini bisa dibilang
merupakan program yang tidaklah mudah, karena setelah stroke terkadang menyisakan
kelumpuhan terutama pada sisi yang terkena, timbul nyeri, subluksasi pada bahu, pola jalan
yang salah dan masih banyak kondisi yang perlu dievaluasi oleh fisioterapis.
Stroke adalah serangan terhadap otak di mana adanya gangguan aliran darah menuju
otak. Stroke merupakan salah satu kegawatan medis. Stroke dapat menyerang segala usia.
Penelitian WHO MONICA menunjukkan bahwa insidensi stroke bervariasi antara 48 sampai
240 per 100000 per tahun pada populasi usia 45 sampai 54 tahun. Penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan insidensi stroke pada usia dibawah 55 tahun adalah 113,8 per 100000
orang per tahun.
Untuk stroke non hemoragik, prognosisnya selalu lebih baik dibanding stroke
hemoragik. Pada pasien ini, walaupun serangan stroke kali ini bukan untuk pertama kalinya,
17

perkembangan yang ditunjukkan pasien cukup pesat. Perawatan hari ke-3 memperliatkan
kekuatan motoric sebelah kiri pasien sudah membaik. Gerak dari anggota gerak kirinya sudah
mulai leluasa dan bebas ke segala arah. Lalu saraf karanialis VII yang parese juga mengalami
perbaikan pada harii ke-3 perawatan. Saat pasif sudaht terlihat normal, tidak ada deviasi dari
nasolabial dan sudut mulut. Hanya saja saat digerakkan aktif masih terlihat deviasi. Untuk
saraf XII pasien juga mengalami perbaikan, terlihat dari kekuatan otot pasien juga mulai
membaik, terlihat dari kekuatan otot lidah pasien walau bicara pasien masih pelo. Untuk ad
vitamnya pasien ini bonam asal mau mengurangi atau menghilangkan faktor resiko yang ada.
Untuk ad cosmeticum pada pasien ini bagus, tidak terjadi kecatatan pada tubuh pasien.

18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Stroke Non Hemoragik


Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam
beberapa jam dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang terganggu. Definisi
menurut WHO: stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global
secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah
otak. Dengan kata lain stroke merupakan manifestasi keadaan pembuluh darah cerebral yang
tidak sehat sehingga bisa disebut juga cerebral arterial disease atau cerebrovascular
disease.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik (kausal):
Berdasarkan manifestasi klinis :
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang
dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
19

d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)


Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
Berdasarkan kausal :
a.

Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah
arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.

b. Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak
bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a.

Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari plaque
athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri
akibat trauma tumpul pada daerah leher.

b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:


1)

Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiri
atrium atau ventrikel.

2)

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis.

3)

Fibrilasi atrium
20

4)

Infarksio kordis akut

5)

Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

6)

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus


sistemik

c.

Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

1)

Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

2)

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

3)

Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).


Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided

circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi


valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark
miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis
arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri
serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi
aorta thorasik, arteritis).

Anatomi pembuluh darah otak


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
21

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah
total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah
dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan
dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi
dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. Jika
terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas
biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
1.

Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

2.

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.

3.

Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4.

Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:


1.

Keadaan pembuluh darah.

2.

Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak
menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.

3.

Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak
tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
22

4.

Kelainan

jantung

menyebabkan

menurunnya

curah

jantung

dan

karena

lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.


Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena
gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting terhadap
otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah
satunya cardiac arrest.

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1.

Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia

2.

Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).

3.

Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan
perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.

4.

Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

5.

Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia


urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
23

2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Pemeriksaan Penunjang
1.

Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

2.

Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).

3.

CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

4.

MRI (Magnetic Imaging Resonance)


Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.

5.

EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.

6.

Pemeriksaan laboratorium
a.

Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan


yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

b.

Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

c.

Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

d.

gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsurrangsur turun kembali.

e.

Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
24

Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang

sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.


Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi.


Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin

pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,

Pengobatan Konservatif
a.

Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

b.

Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

c.

Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi


pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

d.

Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis


atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr, M. dan Frotscher, M. Serebrum. Dalam: Diagnosis Topik Neurologis DUUS:
Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hlm. 292-309.
2. Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. L. Hauser, Stephen. Disease of Nervous System : Harrisons Neurology in clinical
medicine. 3rd Edition. 2013 : Mc Graw Hill.
4. World Health Organization, 2006. STEP Stroke Surveillance. Available from:
http://www.who.int/entity/chp/steps/Section1_Introduction.pdf
5. Anonym. Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi. 2007. Edisi ke-2.
Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.

Anda mungkin juga menyukai