Anda di halaman 1dari 16

STATUS EPIDEMIOLOGI

No. Catatan Medik

9971

Nama

Nn. KL

Tempat, tanggal lahir

Sentani 19 April 1985

Jenis Kelamin

Laki - laki

Umur

28 Tahun

Pendidikan

SMP

Status Pernikahan

Belum Menikah

Suku / Bangsa

Wamena / Indonesia

Agama

K. Protestan

Pekerjaan

Alamat

Pos Tujuh Sentani

Ruang Perawatan

Akut Pria

Tanggal MRSJ

20 Maret 2013

Tanggal Pemeriksaan

22 Maret 2013

Yang Mengantar

Ibu dan Kaka perempuan Pasien

Alamat

Dok VIII Atas

Pemberi Informasi

Ibu dan tante pasien

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Keluhan Utama
Pasien marah marah sambil memukul keponakan pasien.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Beberapa jam yang lalu, 3 jam sebelum masuk rumah sakit jiwa Abepura
(20 maret 2013), pasien sempat marah marah karena mendengar keributan di
rumah yang ditimbulkan oleh keponakan keponakan yang sedang bermain
Pasien lalu mengamuk, dan memukul televisi yang berada disamping pasien
kemudian pasien juga memukuli keponakannya. Gangguan yang dialami pasien,
berawal pada tahun 2002 dimana bila pasien berpergian ke suatu tempat, pasien
lupa jalan pulang / kembali ke rumahnya. Pasien sempat pergi ke kali untuk mandi
namun pasien tidak tahu jalan pulang, sehingga pasien tertidur disana, lalu
keluarga yang berinisiatif mencari dan menemukannya lalau membawa pulang
pasien ke rumah. Pasien juga pernah berjalan kaki ke abe dan tak bias kembali
karena tak tahu jalan pulang sehingga pasien hilang 1 minggu kemudian baru
ditemukan oleh keluarga dalam kondisi tubuhnya ada bekas pukulan di wajah,
dan bekas goresan benda tajam dan cucuan rokok di tubuh pasien. Kemudian
terjadi perubahan perilaku dari pasien. Pasien jadi cepat marah dan menjadi kasar,
Bila pasien melihat orang lain pasien sering mengejar lalu memukuli mereka tanpa
alasan yang jelas ataupun bila mendengar suara suara yang ribut seperti anak
anak yang sedang bermain, pasien akan marah dan memukuli mereka.
Di tahun yang sama, tahun 2002 saat pasien di Lereh, pasien pernah dipukuli
oleh aparat karena membuat keributan, mengejar ngejar kendaraan yang sedang
melintas, serta memukuli orang yang lewat disekitar pasien. Hal ini karena pasien
diduga saat itu sedang mabuk. Saat pulang dari Lereh, pasien mengalami sakit lalu
ayahnya membawa pasien berobat ke RSUD Abepura. Kemudian dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapati pasien sakit malaria, setelah itu pasien
menjalani perawatan selama 2 hari. Pada hari yang ketiga dilakukan pemeriksaan
ulang dan hasilnya malaria negative, namun saat dirawat di RSUD Abepura pasien
3

ditemukan sering berbicara sendiri, sehingga, pihak RSUD Abepura merujuk


pasien ke RSJD Abepura. Pasien menjalani perawatan di RSJD utnuk beberapa
hari sampai dipulangkan, namun pasien tidak pernah kontrol kembali.saat ini
pasien kembali dibawa ke RSJD Abepura karena ulah pasien yang tidak bias di
kontol lagi.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
- Riwayat trauma, karena kecelakaan lalu lintas saat pasien duduk di bangku
-

sekolah dasar (kelas 5)


Riwayat kejang ( menurut pengakuan keluarga) sejak usia 3 4 tahun, namun
sejak menginjak usia sekolah pasien sudah tidak mengalami kejang lagi.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1) Riwayat Prenatal dan Perinatal
Menurut ibu pasien, selama ibunya mengandung, ia tidak pernah
mengalami sakit, dan ibunya tidak pernah memeriksakan kahamilannya ke
dokter ataupun Puskesmas. Persalinan berlangsung di rumah dan di tolong oleh
warga setempat. Saat lahir ibunya mengaku, pasien langsung menangis, dan
memiliki berat badan yang cukup dengan ukuran tubuh yang besar. Ibu pasien
mengaku air susu yang pertama kali (kolostrum) tidak diberikan kepada pasien
karena ibunya mengeluarkan dan membuangnya.
2) Masa Anak-anak Awal (sejak lahir usia 3 tahun)
Ibu pasien mengakiu, pasien tumbuh dengan baik walau tidak pernah
dibawa ke pukesmas untuk mengikuti imunisasi.
3) Masa Anak-anak Pertengahan (usia 3 11 tahun)
Pada usia sekitar 4-5 tahun, pasien sudah dapat berpakaian sendiri, bermain
dengan anak-anak lain yang seusia, dan berjalan sendiri kerumah tetangga.
Pada usia sekolah pasien sudah menerima pendidikan formal di sekolah.
4) Masa Anak Akhir (Pubertas Masa Remaja)
Pada masa remaja, pasien memiliki pribadi yang pendiam, tertutup dan
lebih suka berada dirumah. Pasien tidak memiliki hubungan pergaulan yang
baik dengan teman-teman sebayanya karena gangguan yang sudah mulai
ditunjukkan pasien.
5) Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan

Pasien menyelesaikan pendidikannya hingga tamat SMP, namun tidak


pernah melanjutkannya lagi ke jenjang selanjutnya.
b. Aktivitas Sosial
Menurut keterangan ibu dan kakak pasien, pasien lebih sering tinggal
dirumah dan bermain di halaman rumah. Pasien tidak bergaul dengan
tetangga lainnya karena gangguan yang dialaminya.
c. Keagamaan
Pasien dan seluruh keluarganya beragama Kristen Protestan. Pasien jarang
mengikuti ibadah
d. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal dengan ibu pasien, kaka perempuan dan saudara saudara
lainnya.
e. Riwayat Hukum
Pasien tidak memiliki catatan kriminal selama ini.
E. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari dua orang bersaudara. Hubungan pasien dengan
ibunya baik demikian juga dengan kaka perempuannya, sedangkan ayahnya sudah
lama meninggalkan mereka.

Pohon keluarga :

Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
F. Situasi Psikoseksual Sekarang
Sejauh ini pasien hanya tinggal di rumah dan tidak pernah menjalin hubungan
dengan lawan jenis.

II.

STATUS PSIKIATRI
A. Deskripsi Umum
1) Penampilan
Seorang laki - laki dengan perawakan yang sesuai dengan umurnya. Bertubuh
pendek, agak gemuk,

berkulit cokelat, berambut keriting, pendek tidak

dipotong rapi, breokan dengan wajah bulat.


2) Kesadaran
Kualitas = Compos Mentis
Kuantitas = GCS (E4M6V5)
3) Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Pasien tampak jarang untuk berkomunikasi dengan orang lain, kecuali bila
pasien menginginkan sesautu, cukup kooperatif saat diwawancarai. Psikomotor
normokinesia.
4) Pembicaraan
Pasien menjawab pertanyaan pemeriksa secara spontan namun terkadang ada
jawaban yang tidak sesui dengan pertanyaan.
5) Sikap terhadap pemeriksa
Cukup kooperatif.
6) Orientasi
Orientasi waktu, tempat dan orang adalah kurang, sebab bila diberikan
pertanyaan pasien hanya menjawab tidak tahu.
B. Keadaan Afektif dan Mood
1) Mood
Mood Eutimik
2) Ekspresi Afektif (Afek)
Afek InAppropriate
3) Keserasian
Terdapat keserasian antara afek dan mood
C. Gangguan Persepsi
1) Halusinasi
Pasien mempunya halusinasi berupa halusinasi auditorik
2) Ilusi
Tidak terdapat ilusi pada pasien
3) Depersonalisasi dan Derealisasi
Tidak terdapat depersonalisasi dan derealisasi.
D. Proses Berpikir
1) Bentuk
Dalam kasus ini, bentuk pikiran pasien berupa autistik
2) Isi Pikiran

Dalam kasus ini pasien janrang berkomunikasi sehingga pemeriksa sulit untuk
menemukan isi pikiran dari pasien.
3) Arus Pikiran
Dalam kasus ini ditemukan arus pikir berupa flight of ideas.
E. Fungsi Intelektual
1) Taraf Pendidikan, Pengetahuan Umum dan Kecerdasan
Dalam kasus ini, pemeriksa menilai taraf pendidikan, pengetahuan dan
kecerdasan kurang
2) Daya Konsentrasi
Dalam kasus ini, daya konsentrasi pasien kurang.
3) Daya Ingat
Dalam kasus ini, daya ingat pasien kurang.
4) Pikiran Abstrak
Dalam kasus ini, pasien tidak dapat menggambarkan secara abstrak apa yang
ditanyai oleh pemeriksa.
5) Bakat Kreatif
Bakat kreatif kurang
6) Kemampuan Menolong Diri
Kemampuan meonolong diri Kurang
F. Tilikan
Tilikan I
III.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. Pemerikasaan Fisis
1) Status Internus
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital
:
TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
SB = 37,6 0C
Kepala
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher
: pembesaran KGB (-)
Thoraks
: I : simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
P : thrill (-)
P : paru = sonor, jantung = pekak
A : suara napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-),
Abdomen

BJ I-II regular murni, murmur (-), gallop (-).


: I : cembung
A : bising usus (+) normal

P : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak

Ekstrimitas
2) Status Neurologis
Refleks fisiologis
Refleks Patologis

teraba, turgot kulit cukup.


P : timpani
: akral hangat, oedema (-), ikterik (-), sianosis (-)
: BPR (+/+), TPR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+)
: Babinski (-/-), Schaeffer (-/-), Chaddok (-/-),
Oppenheim (-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-)

B. Status Laboratorium
Jumlah luekosit : 5600 sel/mm3
Malaria
: negatif
C. Wawancara dengan Anggota Keluarga
- Nama
: Ny. Merry Lambe
- Umur
: 30 tahun
- Pekerjaan
: IRT
- Alamat
: Pos tujuh Sentani
- Hubungan dengan Pasien
: Kakak Pasien
IV.

Nama
: Ny. Heremina
Umur
:Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Pos tujuh Sentani
Hubungan dengan pasien
: Ibu Pasien

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki - laki dengan perawakan yang sesuai dengan umurnya. Bertubuh
pendek, agak gemuk, berkulit cokelat, berambut keriting, pendek tidak dipotong rapi,
breokan dengan wajah bulat.
Pasien diantarkan ke RSJD Abepura Beberapa jam setelah pasien sempat marah
marah karena mendengar keributan di rumah yang ditimbulkan oleh keponakan
keponakan yang sedang bermain Pasien lalu mengamuk, dan memukul televisi yang
berada disamping pasien kemudian pasien juga memukuli keponakannya.
Pada pemeriksaan status interna, keadaan umum: baik, kesadaran: compos
mentis, tanda-tanda vital = TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 16 x/menit, SB:
37,60C. Status neorologis dalam batas normal. Pada status psikiatri didapatkan
gangguan perilaku, penurunuan fungsi kognitif, penurunan daya ingat, halusinasi (+),
8

bentuk pikiran yang autistic, isi pikiran kesan waham (+), arus pikir berupa flight of
ideas (+).
V.

FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak keluarga
(ibu dan kakak pasien), riwayat dan pemeriksaan status psikiatri pasien yang
terangkum dalam iktisar penemuan bermakna di atas, sebagian besar dari gejala
yang ditunjukkan pasien, hampir memenuhi kriteria F 20 Skizofrenia. Pada
skizofrenia umumnya ditandai oleh penimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Pada kasus ini, didapati adanya
penurunan fungsi kognitif, gangguan pikiran, gangguan persepsi berupa halusinasi,
dan afek yang tumpul, gangguan orientasi sehingga dari gejala gejala yang
ditunjukkan pasien mengarah kepada kriteria diagnosis dari skizofrenia.
Berdasarkan gejala yang ditunjukkan oleh pasien, memenuhi kriteria F 20.3
Skizofrenia tak terinci, yaitu memenuhi kriteria diagnosis untuk skizofrenia tetapi
tidak termasuk dalam skizofrenia paranoid, skizofrenia herbefrenik, dan
skizofrenia katatonik berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).

VI.

EVALUASI MULTIAKSIAL
1) Aksis I :
F 20 . 3 Skizofrenia Tak Terinci
2) Aksis II :
Tidak ada diagnosis
3) Aksis III :
Tidak ada diagnosis
4) Aksis IV :
Tidak ada diagnosis
5) Aksis V :
GAF 30 21 disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai,
tidak mampu berfungsi hamper semua bidang.

VII.

DAFTAR PROBLEM
Psikologi
1) Afek tumpul
2) Penurunan funsi kognitif
3) Halusinasi (+)

4) Bentuk pikiran autistik, arus pikir flight of ideas (+), isi pikiran, kesan
waham (+)
5) Gangguan orientasi
VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam
Qua ad functionam
Qua ad sanationam
IX.

: Dubia
: Bonam
: Dubia

RENCANA TERAPI
a. Somatoterapi
Farmakoterapi :
- Lodomer (Haloperidol) 5 mg 2 x 1 mg tablet
- Trihexyphenidyl (THP) 2 mg 2 x mg tab
- Clorpromazine 100 mg 1 x 1 (bila susah tidur malam)
b. Psikoterapi
Suportif
Pro ECT

X.

DISKUSI DAN PEMBAHASAN


Diagnosis(1)
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
III (PPDGJ-III), tanda dan gejala Skizofrenia adalah sebagai berikut :

thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama. Namun
kualitasnya berbeda; atau thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang
asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought
broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum

mengetahuinya.
delution of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau delution of influence = waham tentang
dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delution of
vassivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, penginderaan khusus);

10

delution perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna

sangat khas bagi dirinya. Biasanya bersifat mistik atau mujizat.


Halusinasi auditorik: suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain

yang berasal dari salah satu bagian tubuh.


Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan

makhluk asing dari dunia lain).


Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
efektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus-menerus.
Arus pikiran yang terputus

(break)

atau

yang

mengalami

sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau nelogisme.


Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.1
Gejala gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, menumpul atau tidak
wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan
menuurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

di sebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.


Adanya gejala gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non-psikotik

prodormal).
Harus ada suatu perubahan yang kosisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
11

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


(PPDGJ-III), kriteria untuk dapat digolongkan sebagai Skizofrenia Herbefrenik,
apabila memenuhi kriteria berikut :
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
- Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
-

atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).


Kepribadian premorbidmenunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri

((solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.


Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan pada umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerism; ada kecenderungan untuk selalu menyadari (solitary), dan
perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering di
sertai oleh cekikan (Gigling) atau perasaan puas diri (self-satifiet), senyum
sendiri ( Self-absorbed smiling), atau oleh sikap tinggi hati ( Lovty manner),
tertawa menyeringai ( grimaces ), Mannerisme, mengibuli secara
bersendagurau ( pranks), keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang

di ulang-ulang ( reiterated phrases);


Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi tidak
menonjol. (Fleeting and fragmentary delusions and Hallucinations). Dorongan
kehendak (Drive) dan yang bertujuan( determination) hilang serta sasaran di
tinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan ( Aimless) dan tanpa maksud ( Empty of puspose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat di buat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainya, makin mempersukar ornag memahami
jalan pikiran pasien.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


(PPDGJ-III), kriteria untuk dapat digolongkan sebagai Skizofrenia Paranoid, apabila
memenuhi kriteria berikut :
12

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.


Sebagai tambahan :
Halusinasi dan / atau waham harus menonjol ;
a. Suara suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluid (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing) ;
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain lain perasan tubuh ; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol ;
c. Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi ( delution of
fluence), atau passivity (delution of passivity), dan keyakinan

dikejar kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas ;


Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala

katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.


Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ-III), kriteria untuk dapat digolongkan sebagai Skizofrenia Katatonik, apabila
memenuhi kriteria berikut :

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:1
a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) attau mutisme (tidak berbicara),
b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan , yang
tidak di pengaruhi oleh stimuli eksternal),
c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
memperthankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh),
d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan),
e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan uupaya
menggerakkan dirinya),
f) Fleksibilitas cerea/ waxy flexybility (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat di bentuk dari luar), dan

13

g) Gejala gejala lain seperti common automatism (kepatuhan secara


otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata kata serta kalimat

kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala gejala lain.1
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol atau obat obatan, serta dapat juga

terjadi pada gangguan afektif.


Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ-III), kriteria untuk dapat digolongkan sebagai Skizofrenia tak Terinci, apabila
memenuhi kriteria berikut :1
- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
- Tidak memenuhi krteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, herbefrenik,
-

atau katatonik ;
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


(PPDGJ-III), kriteria untuk dapat digolongkan sebagai depresi pasca skizofrenia,
apabila memenuhi kriteria berikut :1
- Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini ;
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya) ; dan
c. Gejala gejala depresif menonjol dan menggangu memenuhi palingsedikit
kriteri untuk episode depresif ( F 32. -), dan telah ada dalam kurun waktu
-

paling sedikit 2 minggu


Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
episode depresif (F 32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari sub tipe skizofrenia yang sesuai (F 20.0
F20.3).

14

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


(PPDGJ-III), kriteria untuk dapat digolongkan sebagai skizofrenia residual, apabila
memenuhi kriteria berikut :
- Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhhi semua;
a. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasiv dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk ;
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
d. Tidak terdapat demensia atau penyakit / gangguan otak otganik lain,
depresi kronik atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.
Pada pasien ini ditemukan beberapa gejala yang memenuhi kriteria dari Skizofrenia
dan tidak termasuk dalam skizofrenia jenis lainnya yang sudah disebut diatas sehingga
pasien ini didiagnosis F20.3 Skizofrenia Tak Terinci.

Terapi(2-4)
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah; Lodomer (Haloperidol) 5 mg 2 x
1 tablet, Trihexyphenidyl (THP) 2 mg 2 x mg, dan Clorpromazine 100 mg 1 x 1
Tablet malam hari (bila susah tidur)
Haloperidol adalah obat antipsikosis generasi I. Mekanisme kerjanya yaitu
dengan memblok reseptor D2, khususnya di mesolimbing dopamin pathway,
menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbing. Dosis anjuran adalah 1
2 mg 2 3x/hari.
15

Trihexiphenidil merupakan obat golongan antikolinergik, obat ini


diberikan bersama antipsikotik untuk mengurangi efek samping ekstrapiramidal
akibat anti psikotik, misalnya: tremor, distonia, akatisia.

Psikoterapi(3)
Psikoterapi yang dapat diberikan yaitu terdiri dari terapi :
Terapi suportif diberikan dengan tujuan untuk memulihkan dan menguatkan
pertahanan pasien serta kapasitas integrasi pasien yang telah terganggu.
Psikoterapi suportif memberikan periode penerimaan dan ketergantungan untuk
pasien yang membutuhkan bantuan didalam menghadapi rasa bersalah, malu, dan
anxietas, serta didalam menghadapi frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin
terlalu berat untuk dihadapi.2
Pada pasien juga direncanakan untuk terapi elektrokonvulsi (ECT). Walaupun
cara kerja dari ECT belum jelas diketahui namun dapat dikatakan bahwa terapi
ECT dapat memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan
penderita. Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.
Prognosis
Qua ad vitam
Dubia, karenadari evaluasi pemeriksa sejauh ini pasien sendiri mungkin belum
menunjukkan gejalan yang mengancam nyawa namun bila keadaannya kedepan
bertambah parah bias saja pasien melikai dirinay sendiri. Dan juga dengan melihat
riwayat sebelumnya akan ancaman yang berasal dari luar diri pasien.
Qua ad functionam
Bonam, karena yang mengalami gangguan adalah jiwa pasien dan bukan fisiknya.
Qua ad sanationam
Malam, sebab pasien dengan skizofrenia biasanya bertahan seumur hidup.
Keadaannya akan terkontrol bila dia mengikuti terapi dengan baik.
16

DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi Dr.Sp.KJ. 2003. Buku Saku. DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA.
Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Editors. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya : Jakarta. Hal 46 49.
2. Maslim, Rusdi Dr. Sp.Kj. 2007. Panduan Praktis. PENGGUNAAN KLINIS OBAT
PSIKOTROPIK. Edisi ketiga. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya :
Jakarta. Hal 16 ; 25 ; 39.
3. Maramis. F. Willy and Maramis A. Albert. 2009. Catatan ilmu kedokteran jiwa edisi 2.
Airlangga Univercity Press : Surabaya.

17

Anda mungkin juga menyukai