Anda di halaman 1dari 2

Baterai Hidrogen Disiapkan untuk Ponsel

SALAH satu kendala berkomunikasi dari daerah bencana maupun daerah terpencil yang tidak
memiliki jaringan listrik adalah keterbatasan baterai. Telepon tanpa kabel, terutama telepon satelit
yang dipergunakan terus-menerus, akan cepat sekali menghabiskan setrum pada baterai.
JENIS baterai litium-ion maupun litium-polimer memang merupakan pengembangan baterai yang
bisa dikatakan terbaik saat ini. Meski untuk kebutuhan masa mendatang, terutama untuk
komunikasi, nirkabel berkecepatan tinggi yang mengandalkan gambar mulai terasa
keterbatasannya.
Sekalipun sebenarnya baterai litium sudah merupakan perbaikan yang signifikan dibandingkan
dengan baterai setrum ulang sebelumnya, masih akan muncul apabila digunakan di lokasi yang
tidak memiliki jaringan listrik. Bisa karena jaringan memang belum ada, bisa karena jaringan
rusak oleh gempa ataupun bencana lain.
Salah satu solusinya adalah dengan membawa solar charger seperti yang dibuat untuk
perlengkapan telepon satelit Iridium. Dengan berat hanya 1,4 kilogram termasuk unit
pengontrolnya, ukuran panjang 39 cm, lebar 27 cm dan tebal 3,8 cm. Dengan charger surya ini
seseorang tidak lagi kesulitan berhubungan dengan "dunia luar" selama masih ada matahari,
hanya tentu tidak bisa digunakan sambil bergerak.
Meski demikian, masih ada kendala yang masih belum teratasi dengan baterai "kering" ini, yaitu
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyegarkan kembali, biasanya sekitar dua jam. Tentu
akan sulit dilakukan apabila pengguna berada dalam keadaan bergerak, berpindah-pindah dari
satu lokasi ke lokasi lainnya.
Lalu, baterai macam apa yang bisa mengatasi kendala seperti ini?
Harapannya terletak pada baterai fuel-cell mikro atau baterai berbahan bakar hidrogen. Jenis
baterai ini sudah dikembangkan banyak perusahaan di dunia ini. Kemungkinan tahun 2005 ini
merupakan tahun penting bagi lahirnya fuel-cell mikro untuk pasaran umum.
Tahun ini NTT DoCoMo menargetkan untuk meluncurkan handset 3G yang ditenagai dengan
baterai fuel-cell mikro yang dibuat bekerja sama dengan Fujitsu Laboratories Ltd. IBM bersama
Sanyo Electric menjalin kerja sama membuat sistem baterai hibrida untuk notebook ThinkPad
dengan menggunakan sistem direct methanol fuel-cell (DMFC).
Sementara Toshiba telah mengembangkan baterai DMFC terkecil di dunia. Bahkan, perusahaan
elektronik Jepang ini berencana mengomersialkan baterai DMFC untuk perangkat elektronik kecil
tahun ini. Sedangkan NEC tahun 2006 akan meluncurkan laptop dengan baterai fuel-cell yang
dapat bekerja 40 jam terus-menerus.
Perusahaan riset Frost & Sulivan memperkirakan sampai tahun 2008 akan ada sekitar empat juta
perangkat bergerak yang ditenagai fuel-cell.
SEBUT saja baterai hidrogen karena memang unsur hidrogen ini yang menghasilkan listrik
setelah bereaksi secara kimiawi dengan oksigen dari udara. Baterai seperti ini sebenarnya sudah
dikembangkan sejak lebih dari 160 tahun yang lalu dan dekade belakangan mulai dilirik kembali
menyusul semakin majunya teknologi proses dan makin terbatasnya cadangan minyak dunia.
Yang hebat dari jenis baterai ini adalah tidak menghasilkan polutan karena hasil reaksi kimia
hidrogen dengan oksigen dari udara hanya menghasilkan uap air dan panas. Apalagi dengan

semakin berkembangnya teknologi proses yang sangat renik sehingga baterai hidrogen bisa
dikembangkan untuk kebutuhan baterai kecil.
Bahan-bahan yang bersifat nanomaterial maupun nanostruktur menjadi dasar pengembangan
secara revolusioner teknologi fuel-cell. Perusahaan yang berdedikasi mengembangkan fuel-cell
mikro dengan teknologi nano antara lain Pacific Fuel Cell, PolyFuel, Neah Power Systems, Medis
Technologies, dan MTI Micro Fuel Cell.
Sebuah perusahaan bernama ISE di Freiburg, Jerman, yang bekerja sama dengan Masterflex
telah mengembangkan baterai yang mereka beri nama Power Box. Baterai hidrogen yang dalam
waktu dekat ini akan dijual di pasaran ini mampu menghasilkan daya sampai 100 watt.
Pembangkit listrik tanpa gerak mekanis ini mampu menyediakan listrik dalam waktu lama yang
cocok untuk kantor bergerak, termasuk untuk berlayar, berkemah maupun di lokasi yang tidak
ada jaringan listriknya.
ISE juga sudah memiliki prototipe baterai untuk notebook, selain juga mempersiapkan baterai
fuel-cell ini untuk kamera profesional. Sementara perusahaan elektronik Jepang seperti Toshiba
dan NEC sudah memamerkan notebook yang mempergunakan fuel-cell sangat kompak yang
berbahan bakar metanol.
Berkembangnya teknologi lapisan film metal dimanfaatkan dalam pengembangan baterai
hidrogen ini. Hal ini membuka peluang untuk bisa membuat baterai dengan harga murah guna
bisa bersaing dengan baterai-baterai konvensional.
Sebuah cip PEM fuel-cell dengan mengalirkan hidrogen secara kontinu mampu menghasilkan
daya 80 miliWatt untuk setiap sentimeter perseginya. Tiga baterai berukuran satu sentimeter
persegi yang disusun secara seri bisa membangkitkan tegangan 1,5 volt, sama seperti baterai
kering biasa.
Dengan teknologi film-metal memungkinkan baterai secara mudah terintegrasi di dalam peralatan
elektronik. Untuk tangki hidrogen memang belum ditemukan yang paling ideal, yang menarik
adalah dikembangkannya kapsul hidrogen. Sementara para peneliti sekarang lebih memfokuskan
pada pengembangan baterai hidrogen mikro dengan metanol langsung.
Sejumlah perusahaan bahkan sudah mendemonstrasikan prototipe sistem baterai mini ini dan
sekarang tengah mempersiapkan produk komersialnya. Selain metanol, gas alam cair juga
merupakan "pengisi" baterai yang praktis sekalipun nantinya untuk mendapatkan hidrogen bisa
dilakukan dengan gratis, yaitu melalui teknik elektrolisa menggunakan sel surya ataupun kincir
air, bisa juga turbin air kecil. (AWE)

Anda mungkin juga menyukai