TINEA CAPITIS
Disusun Oleh:
Arga Scorpianus Renardi
G99142112
Pembimbing:
dr. Suci Widhiati, M.Sc, SpKK
Pembimbing
Nama Mahasiswa
NIM
: G99142112
TINEA CAPITIS
I. PENDAHULUAN
Infeksi jamur dapat superfisial, subkutan dan sistemik, tergantung pada
karakteristik dari host. Dermatofita merupakan kelompok jamur yang terkait
secara taksonomi. Kemampuan mereka untuk membentuk lampiran molekul
kertatin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi memungkinkan mereka
untuk berkoloni pada jaringan keratin, masuk ke dalam stratum korneum dan
epidermis, rambut, kuku dan jaringan pada hewan. Infeksi superfisial yang
disebabkan oleh dermatofit yang disebut dermatofitosis dimana dermatimikosis
mengacu pada infeksi jamur . (Clayton YM, 2006)
Banyak cara untuk mengklasifikasikan jamur superfisial, tergantung
habitat dan pola infeksi. Organisme geofilik berasal dari tanah dan hanya
sesekali menyerang manusia,biasanya melalui kontak langsung dengan tanah.
Tinea kapitis adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh jamur dermatofit.
(Clayton YM, 2006)
Tinea Kapitis (Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans. adalah infeksi dermatofit pada kepala, alis mata dan bulu mata
karena spesies Microsporum dan Trichophyton. Penyakitnya bervariasi dari
kolonisasi subklinis non inflamasi berskuama ringan sampai penyakit yang
beradang ditandai dengan produksi lesi kemerahan berskuama dan alopesia
(kebotakan) yang mungkin menjadi beradang berat dengan pembentukan
erupsi kerion ulseratif dalam. Ini sering menyebabkan pembentukan keloid dan
skar dengan alopesia permanen. Tipe timbulnya penyakit tergantung pada
interaksi pejamu dan jamur penyebab. (Nelson MM et al, 2003)
Tinea kapitis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofit
(biasanya berasal dari spesies microsporum dan trichophyton) yang terjadi
pada folikel rambut kulit kepala dan kulit sekitarnya
2
II. EPIDEMIOLOGI
Insidens tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering dijumpai pada
anak-anak 3-14 tahun jarang pada dewasa, kasus pada dewasa karena infeksi
T. tonsurans dapat dijumpai misalkan pada pasien AIDS dewasa. Transmisi
meningkat dengan berkurangnya higiene sanitasi individu, padatnya penduduk,
dan status ekonomi rendah.
Insidens tinea kapitis dibandingkan dermatomikosis di Medan 0,4% (1996
-1998), RSCM Jakarta 0,61 - 0,87% (1989 - 1992), Manado 2,2 - 6% (1990
-1991) dan Semarang 0,2%.5 Secara umum pasien tinea kapitis terbanyak pada
masa anak-anak < 14 tahun 93,33%, anak laki-laki lebih banyak (54,5%)
dibanding anak perempuan (45,5%). Di Surabaya tersering tipe kerion (62,5%)
daripada tipe Gray Patch (37,5%). Tipe Black dot jarang diketemukan. Spesies
penyebab Microsporum gypseum (geofilik), Microsporum ferrugineum
(antropofilik) dan Trichophyton mentagrophytes (zoofilik yang dijumpai pada
hewan kucing, anjing, sapi, kambing, babi, kuda, binatang pengerat dan kera 3)
.
III. ETIOPATOGENESIS
Spesies dermatofit umumnya dapat sebagai penyebab, kecuali E.
floccosum, T. concentricum dan T. mentagrophytes var. interdigitale (T.
interdigitale) yang semuanya jamur antropofilik tidak menyebabkan tinea
kapitis dan T. rubrum jarang. Tiap negara dan daerah berbeda-beda untuk
spesies penyebab tinea kapitis , juga perubahan waktu dapat ada spesies baru
karena penduduk migrasi. Spesies antropofilik (yang hidup di manusia) sebagai
penyebab yang predominan. (Nelson MM et al, 2003)
Dermatofit ektotrik (diluar rambut) infeksinya khas di stratum korneum
perifolikulitis, menyebar sekitar batang rambut dan dibatang rambut bawak
kutikula dari pertengahan sampai akhir anagen saja sebelum turun ke folikel
rambut untuk menembus kortek rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian turun
ke batas daerah keratin, dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan
proses keratinisasi, tidak pernah memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa-
hifa pada daerah batas ini disebut Adamsons fringe, dan dari sini hifa-hifa
berpolifrasi dan membagi menjadi artrokonidia yang mencapai kortek rambut
dan dibawa keatas pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat
diatas fringe tersebut, dimana rambutnya sekarang menjadi sangat rapuh sekali.
Secara mikroskop hanya artrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut yang
patah, walaupun hifa intrapilari ada juga.
Patogenesis infeksi endotrik (didalam rambut) sama kecuali kutikula tidak
terkena1 dan artrokonidia hanya tinggal dalam batang rambut menggantikan
keratin intrapilari dan meninggalkan kortek yang intak. Akibatnya rambutnya
sangat rapuh dan patah pada permukaan kepala dimana penyanggah dan
dinding folikuler hilang meninggalkan titik hitam kecil (black dot). Infeksi
endotrik juga lebih kronis karena kemampuannya tetap berlangsung di fase
anagen ke fase telogen. (Nelson MM et al, 2003)
IV. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis tergantung etiologinya:
1. Bentuk Non- inflamasi, manusia atau epidemik
Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, M. audouinii di Amerika dan
Eropa namun sekarang jarang atau M. ferrugineum di Asia. Lesi mula-mula
berupa papula kecil yang eritematus, mengelilingi satu batang rambut yang
meluas sentrifugal mengelilingi rambut-rambut sekitarnya. Biasanya ada
skuama, tetapi keradangan minimal. Rambut-rambut pada daerah yang
terkena berubah menjadi abu-abu dan kusam sekunder dibungkus
artrokonidia dan patah beberapa milimeter diatas kepala . Seringkali lesinya
tampak satu atau beberapa daerah yang berbatas jelas pada daerah oksiput
atau leher belakang. Kesembuhan spontan biasanya terjadi pada infeksi
Microsporum. Ini berhubungan dengan mulainya masa puber yang terjadi
perubahan komposisi sebum dengan meningkatnya asam lemak-lemak yang
fungistatik, bahkan asam lemak yang berantai medium mempunyai efek
fungistatik yang terbesar. Juga bahan wetting (pembasah) pada shampo
merugikan jamur seperti M. audouinii.
2. Bentuk inflamasi
4
Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (M. canis) atau geofilik
(M. gypseum). Keradangannya mulai dari folikulitis pustula sampai kerion
yaitu pembengkakan yang dipenuhi dengan rambut-rambut yang patahpatah dan lubang-lubang folikular yang mengandung pus. Inflamasi seperti
ini sering menimbulkan alopesia yang sikatrik. Lesi keradangan biasanya
gatal dan dapat nyeri, limfadenopati servikal, panas badan dan lesi
tambahan pada kulit halus.
3. Tinea Kapitis black dot
Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu T.
onsurans atau T. violaceum. Rontok rambut dapat ada atau tidak. Bila ada
kerontokan rambut maka rambut-rambut patah pada permukaan kepala
hingga membentuk gambaran kelompok black dot. Biasanya disertai
skuama yang difus; tetapi keradangannya bervariasi dari minimal sampai
folikulitis pustula atau lesi seperti furunkel sampai kerion. Daerah yang
terkena biasanya banyak atau poligonal dengan batas yang tidak bagus, tepi
seperti jari-jari yang membuka. Rambut-rambut normal biasanya masih ada
dalam alopesianya.
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Lampu Wood
Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel. Juga kasa basah
digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan
rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas selain
skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya
potongan rambut pada kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut
dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang
menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambutrambut yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur. Pada
pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut ektotrik yaitu
pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau tepat
dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi
endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium
didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.
c. Kultur
Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan
digosokkan diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril
dipakai untuk menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di
kepala, atau pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur.
Spesimen yang didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic
(Sabourraud dextrose agar + khloramfenikol + sikloheksimid) atau
Dermatophyte test medium (DTM). Perlu 7 - 10 hari untuk mulai tumbuh
jamurnya. Dengan DTM ada perubahan warna merah pada hari 2-3 oleh
karena ada bahan fenol di medianya, walau belum tumbuh jamurnya
berarti jamur dematofit positif.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Tinea Kapitis dapat di diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain
yang diantaranya :
1. Dermatosis seboroik
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama
yang berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat yang
seboroik. Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat
2.
3.
garukan kepala yang gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain.
Psoriasis
Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos
berbatas jelas dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan
rambut-rambut tidak patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis
juga meningkatnya menyeluruh dalam kerapuhan rambut dan kecepatan
rontoknya rambut telogen. 10% psoriasis terjadi pada anak kurang dari 10
tahun dan 50% mengenai kepala , dan sering dijumpai lesi psoriasis anak
4.
VII. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Umum
a. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka
dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan sabun
atau lebik baik dibuang
b. Menjaga hygiene pribadi
c. Tidak perlu pasien mencukur gundul rambutnya atau memakai penutup
kepala.( Nasution et al, 2004)
2. Terapi Medis
A. Terapi Utama
Tablet Griseofulvin
Sebagai Gold Standard
Dosis :
a. Tablet microsize (125, 250, 500mg)
20 mg / Kg BB/hari, 1-2 kali/hari selama 6-12 minggu
b. Tablet ultramicrosize (330mg)
15 mg/Kg BB/hari, 1-2 kali/hari selama 6-12 minggu
Diminum bersama susu atau es krim oleh karena absorbsinya
dipercepat dengan makanan berlemak. Semua baik untuk karena
Microsporum maupun Trichophyton.
Pemberian pertama untuk 2 minggu kemudian dilakukan pemeriksaan
lampu Wood, KOH dan kultur. Bila masih ada yang positif maka
sebaiknya dosis dinaikkan. Bila hasil negatif maka obat diteruskan
sampai 6 minggu. Bila hasil kultur negatif terbaik diteruskan 4-6 minggu.
Pemeriksaan laboratorioum rutin tidak diperlukan. Kegagalan pengobatan
tinea kapitis dengan griseofuvin dapat disebabkan karena :
- dosis tidak adekwat (sebab tersering) maka sebaiknya dosis dinaikkan
dapat sampai 25 mg/Kg BB/ hari terutama untuk kasus sulit sembuh.3
- pasien tidak patuh
- gangguan absorbsi pencernaan
-Interaksi obat, bersamaan phenobarbital mengurangi absorbsi
griseofuvin menyebabkan kegagalan terapi14.
- jenis dermatofit yang resisten terhadap griseofuvin
- Terjadi reinfeksi terutama dari anggota keluarga atau teman bermain.
(Higgins et al,, 2000)
KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder
2. Alopesia sikatrik permanen
3. Kambuh (Nasution et al, 2004)
10
VIII. PROGNOSIS
Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka
kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Belum
pernah dilaporkan kematian karena kasus ini, tetapi biasanya angka
kesakitan pasien akan meningkat akibat seringnya kekambuhan dari
penyakit. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya penyakit,
yaitu yang zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T. verrucosum).
Dilaporkan juga kekambuhan dalam 8 minggu setelah inisiasi pemberian
griseofulvin tanpa terapi adjuvan yang diulang tiap 1 atau 2 minggu sekali.
Rambut dapat beregenerasi dengan cepat apabila dermatofitosis dapat
diatasi dengan baik. (Nasution et al, 2004)
IX.
KESIMPULAN
Tinea kapitis adalah infeksi yang sering terjadi pada anak-anak dengan
bermacam macam gejala klinis. Keadaan penduduk yang padat menyimpan
jamur penyebab dan adanya karier asimtomatis yang tidak diketahui
menyebabkan prevalensi penyakit.( Clayton et al, 2006)
Tablet griseofulvin adalah pengobatan yang efektif dan aman, sebagai
obat lini pertama (gold standard). Obat lini kedua yaitu Itrakonazol,
terbinafin atau kalau terpaksa dengan flukonazol diberikan untuk pasien
yang tidak sembuh dengan griseofuvin, atau dapat sebagai obat jamur lini
pertama. Terapi ajuvan dengan shampo anti jamur untuk membasmi
serpihan (fomites) yang terinfeksi, mengevaluasi serta penanganan kontak
yang dekat dengan pasien. (Nasution et al, 2004)
11
DAFTAR PUSTAKA
Clayton YM, Moore MK. Superficial Fungal Infection. Dalam : Harper J; Oranje
A, Prose N. editors. Textbook of Pediatric Dermatology. 2nd ed.
Massachusetts. Blackwell Publishing, 2006 : p 542-56.
Cohen BA. Pediatric Dermatology 3rd ed. Philadelphia; Elsevier Mosby, 2005.
Fanny Lanternier, Saad Pathan, Quentin BV, et al. (2013). Deep Dermatophytosis
and Inherited CARD9 Deficiency. N Engl J Med Volume 369: p1704-1714
Hebert AA. Diagnosis and treatment of tinea capitis in children. Dermatol Ther
1997; 2 : 78-83
Herbert BA, Paul JH, James JL, et al (1982). Selenium sulfide : Adjunctive
Therapy for Tinea Capitis. Pediatrics Vol 69 No 1 January 1982: p81-85
Higgins EM, Fuller LC, Smith CH (2000). Guidelines for The Management of
Tinea Capitis. British Journal of Dermatology Volume 143: p53-58
Loura Aztori, Nicola Azte, Monica Pau (2014). Tinea Capitis in Adults. Journal of
Symptomp and Signs Volume 3 Number 5. Department of Medical Science
University of Cagliari : p 392-398
Luigi Naldi. Alfredo Rebora (2009). Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med Volume
360:p387- 369
Nasution MA, Muis K, Rusmawardiana. Tinea Kapitis. Dalam : Budimulya U,
Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S. editor.
Dermatomikosis Superfisialis cetakan ke 2. Jakarta, Balai Penerbit FKUI,
2004 : h.24-30
Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal infection :
Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg
IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 6th ed. New York Mc Graw Hill, 2003 : p
1989-2005.
.
12
STATUS RESPONSI
I.
ANAMNESIS
A. Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Tanggal periksa
No rekam medik
B. Keluhan utama
Luka yang nyeri
: An. N
: 4 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Surakarta
: 20 Mei 2015
: 01 20 xx xx
pada jari no. 3 tangan kanan dan jari no. 3,4 kaki
kanan.
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit RSDM tanggal 20 Juni 2015 dengan
keluhan sejak 5 hari yang lalu muncul luka pada jari no. 3 tangan kanan
dan jari no. 3,4 kaki kanan yang dirasakan nyeri. Sebelumnya pasien
mengaku keluar nanah pada luka, namun sudah kering saat berobat ke
rumah sakit. Diketahui pasien memiliki riwayat sering menggigit jari
tangan. Tidak ada keluhan di tempat lain.
D. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit serupa
Riwayat alergi obat
Riwayat menderita ITP
E. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit serupa pada keluarga
: (-)
: disangkal
: (+)
: disangkal
Ekstremitas bawah
: dalam batas normal
B. Status dermatologi
Regio manus dekstra (digiti no. III) et regio pedis dekstra (digiti no.
III,IV) :
Tampak erosi dengan dasar eritema batas tegas, tepi ireguler dengan
krusta kekuningan di atasnya.
III. DIAGNOSIS BANDING
Paronikia akut
Onikomikosis
Candida paronikia
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan Gram
: PMN = 0-1/LPB
Coccus gram (+) = 50-70/LPB
V. PLAN
Kultur kuman pada lesi
VI. DIAGNOSIS KERJA
Paronikia Akut
VII.TERAPI
Amoxicillin-Clavunalate 25mg/kg/hari PO
Sediaan
: tablet kunyah 200mg dan 400mg
Dosis perhari : 400mg
Cara minum
:2x200mg per hari
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad kosmetikam : bonam
14