Anda di halaman 1dari 15

TERAPI CAIRAN

Kebutuhan Harian Bayi Dan Anak


Berat badan
Kebutuhan air (perhari)
s/d 10 kg
100 ml/kgBB

Komposisi Cairan Tubuh


Laki-laki

Perempuan

Bayi

11-20 kg

1000 ml + 50 ml/kgBB (untuk tiap kg di atas 10 kg)


1500 ml + 20 ml/kgBB (untuk tiap kg di atas 20 kg)

Total air tubuh (%)

60

50

75

> 20 kg

Intraseluler

40

30

40

Ekstraseluler

20

20

35

Keseimbangan Cairan Tubuh


Air masuk

- Plasma

Minuman: 800-1700 ml

Urine : 600-1600 ml.

- Interstitial

16

16

30

Makanan: 500-1000 ml.

Tinja : 50-200 ml.

Hasil oksidasi: 200-300 ml.

Insensible loss : 850-1200 ml

Kompartemen Cairan Tubuh


(mEq/L)

Plasma

Interstitial

Interseluler

Kation

Na

142

114

15

150

Ca

2,5

Mg

1,5

27

Total

154

152

194

Cl

103

114

HCO3

27

30

10

HPO4

100

SO4

20

Asam Organik

Protein

16

63

Total

154

152

194

Anion

Kebutuhan Cairan
Kebutuhan air pada orang dewasa setiap harinya adalah 30-35
ml/kgBB/24jam
Kebutuhan ini meningkat sebanyak 10-15 % tiap kenaikan suhu 1 C
Kebutuhan elektrolit Na 1-2 meq/kgBB (100meq/hari atau 5,9 gram)
Kebutuhan elektrolit K 1 meq/kgBB (60meq/hari atau 4,5 gram)

Air keluar

Kebutuhan Cairan Meningkat


demam (12% setiap 1o > 37o C)
hiperventilasi
suhu lingkungan meningkat
aktivitas berlebih
kehilangan abnormal seperti diare
Kebutuhan Cairan Menurun
hipotermia (12% setiap 1o > 37o C)
kelembaban sangat tinggi
oliguria atau anuria
tidak ada aktivitas
retensi cairan misal pada gagal jantung
Masalah yang sering ditemukan pada pre operatif adalah
1. Hipovolemia
a. Aktual
1) Perdarahan.
2) Dehidrasi.
b. Potensial
Puasa.

2. Hipervolemia

10% EBV
TERAPI CAIRAN PERI OPERATIF
A. Preoperatif
Pasien normohidrasi
pengganti puasa (DP): 2 ml/kgBB/jam puasa
(bedakan dengan kebutuhan cairan per hari (30-35ml/kg/hari))
cairan yang digunakan : kristaloid
pemberian dibagi dalam 3 jam selama anestesi :
50 % dalam 1 jam pertama
25 % dalam 1 jam kedua
25 % dalam 1 jam ketiga
B. Durante operasi
- Pemeliharaan: 2 ml/kg/jam
- Stress operasi:
operasi ringan : 4 ml/kgBB/jam
operasi sedang : 6 ml/kgBB/jam
operasi berat : 8 ml/kgBB/jam

10% kedua
> 20 % EBV

Contoh :
Pria BB 50 kg
EBV 50 X 70 ml = 3500 ml
maka jika perdarahan 800 ml digantikan dengan
10% pertama (350 ml) kristaloid 700-1400 ml
10% kedua (350 ml) koloid 350 ml
100 ml darah 100 ml
Pada anak dan bayi
Pemeliharaan:
10 kg pertama
4 ml/kgBB/jam
10 kg kedua
2 ml/kgBB/jam
Kg selanjutnya 1 ml/kgBB/jam
bedakan dengan kebutuhan per hari :
Defisit puasa (DP): cairan pemeliharaan x jam puasa
Stress operasi :
Ringan : 2 ml/kgBB/jam
Sedang
: 4 ml/kgBB/jam
Berat
: 6 ml/kgBB/jam

Jenis pembedahan (menurut MK Sykes)


a.
Pembedahan kecil / ringan
Pembedahan rutin kurang dari 30 menit.
Pemberian anestesi dapat dengan masker.
b.
Pembedahan sedang.
Pembedahan rutin pada pasien yang sehat.
Pemberian anestesi dengan pipa endotracheal.
Lama operasi kurang dari 3 jam.
Jumlah perdarahan kurang dari 10% EBV
c.
Pembedahan besar.
Pembedahan yang lebih dari 3 jam.
Perdarahan lebih dari 10% EBV
Pembedahan di daerah saraf pusat, laparatomi, paru dan
kardiovaskuler
Perdarahan :
hitung EBV
jika perdarahan

berikan kristaloid substitusi dengan


perbandingan 1 : 2-4ml cairan
berikan koloid 1 : 1 ml cairan
berikan darah 1 : 1 ml darah

C. Pasca operasi
Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit, nutrisi
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,
febris)
c. Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan
Pada penderita pasca operasi nutrisi diberikan bertahap (start low go slow).
Penderita pasca operasi yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan
kehilangan protein 75-125 gr/hari Hipoalbuminemia edema jaringan,
infeksi, dehisensi luka operasi, penurunan enzym pencernaan

1.

Pasien tidak puasa post operasi.


a.
Kebutuhan cairan (air) post operasi.

Anak
BB 0-10 kg
1000 cc / 24 jam
BB 10-20 kg 1000 cc + 50 cc tiap > 1 kg
BB > 20 kg
1500 cc + 20 cc tiap > 1 kg

Dewasa
50 cc / kgbb/ 24 jam.
b.
Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa
Na+
2-4 mEq / kgbb
K+
1-2 mEq / kgbb
c.
Kebutuhan kalori basal

Dewasa
BB (kg) x 20-30

Anak berdasarkan umur


Umur (tahun)
Kcal / kgbb / hari
<1
80-95
1-3
75-90
4-6
65-75
7-10
55-75
11-18
45-55

2.

Pasien tidak puasa post operasi.


Pada pasien post op yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan berupa
cairan maintenance selama di ruang pulih sadar (RR). Apabila keluhan mual,
muntah dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum sedikitsedikit.
Setelah kondisi baik dan cairan peroral adekuat sesuai kebutuhan, maka
secara perlahan pemberian cairan maintenance parenteral dikurangi. Apabila
sudah cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.
Rumus Darrow
BB (kg)
Cairan (ml)
0-3
95
3-10
105
10-15
85
15-25
65
>25
50
Tetesan infus: Mikro: BBx darrow /96
Makro: BB x darrow/24

Melihat tanda-tanda pada pasien disesuaikan dengan prosentase EBV yang


hilang:
TANDANYA
Tensi systole 120
100
<
90 <
60-70
mmhg
mmhg
mmhg
mmhg
Nadi
80
100
>
120 > 140 x/mnt
x/mnt
x/mnt
x/mnt
Perfusi
Hangat
Pucat
Dingin
Basah
Estimasi
Minima 600 ml
1200 ml
2100 ml
perdarahan
l
Estimasi
Minima 1-2 liter
2-4 liter
4-8 liter
infus
l
Melihat tanda klinis dan sesuaikan dengan prosentase defisit.
Tanda
Ringan
Sedang
Berat
Defisit
3-5 % dari 6-8 % dari BB
10 % dari BB
BB
Hemodinami Tachycardia
Tachycardia.
k
Tachycardia Hipotensi
Cyanosis.
ortostatik
Nadi
sulit
Nadi lemah
diraba
Vena kolaps
Akral dingin.
Jaringan
Mukosa Lidah lunak
Atonia, mata
lidah
Keriput
cowong
kering
Turgor
Turgor
Turgor
menurun
sangat
kulit
menurun
normal
Urine
Pekat
Pekat,
oligouria
produksi /
jumlah menurun
SSP
Tak ada
Apatis
Sangat
kelainan
menurun
/
coma
Problem puasa
a. Pada keadaan normal kehilangan cairan berupa

Insesible water losses (IWL)

Sensible water losses (SWL)

Pada orang dewasa kehilangan 2250 cc yang terdiri atas


1)
IWL 700 ml / 24 jam
(suhu lingkungan 25 oC kelembaban 50-60 %, suhu badan 36-37 oC).
2)
SWL
Urine 1 cc / kgbb / jam (24 cc / kg / bb / 24 jam)
b. Kebutuhan elektrolit tidak terpenuhi
Kebutuhan normal:
Na+ 2-4 mEq / kgbb / 24 jam
K+ 1-2 eEq / kgbb / 24 jam
c. Kebutuhan kalori tidak terpenuhi
Kebutuhan normal: 25 Kcal / kgbb / jam
d. Pada operasi elektif yang dipuasakan, penggantian cairan hanya untuk
maintenance saja
e. Pemberian cairan pre operasi adalah untuk mengganti bila ada
1)
Kehilangan cairan akibat puasa.
2)
Kehilangan cairan akibat perdarahan.
3)
Kehilangan cairan akibat dehidrasi.
f. Pemberian darah pre operasi di dasarkan atas pertimbangan yang matang
dan apabila perlu dilakukan pemeriksaan darah lebih dahulu.
Cairan pengganti
Kristaloid
2-4 kali dari jumlah perdarahan.
Koloid
1 kali dari jumlah perdarahan
Darah (WB)
1 kali dari jumlah perdarahan
JENIS CAIRAN INFUS
Berdasarkan Partikel dlm Cairan dibagi menjadi:
I. KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum ( 285 mOsmol/L)
cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien
cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia
(kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
B. Cairan isotonik
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah.

Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan


tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum ( 285 mOsmol/L),
sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak).
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin
II. KOLOID
Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran
semipermeabel/ dinding pembuluh darah. dan tetap berada dalam pembuluh darah,
maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)
Berdasar tekanan Onkotik-nya ada 2 mcm :
- Iso-Onkotik
: Co/ Albumin 25%
- Hiper-Onkotik : Co/ Albumin 5%
Efek Pemberian Ci Infus terhadap Kompartemen Ci Tubuh :
Dext 5%
Kristaloid Kristaloid
Koloid
Koloid
(Hipotonis)
Isotonis
hipertonis Iso-Onkotik Hiper-Onkotik
Vol.Intravask.
Vol.Interstitiel
Vol.Intrasel

Beberapa Contoh Cairan Infus


1. Asering (Ringer Asetat/Asering)
Keunggulan:
- Asetat dimetabolisme di otot aman bagi pasien dg gangguan liver
- Pd kasus bedah mempertahankan suhu tubuh
- Efek vasodilator
- Efektif mengatasi asidosis
Komposisi :
Na+ = 130
Cl- = 108.7
K+ = 4
Ca++ = 2.7
Asetat = 28
2. KAEN 1B
Komposisi :
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 38.5
Cl- = 38.5
Dekstrosa = 37.5 gr/L
3. KAEN 3A
Komposisi :
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 60
Cl- = 50
K+ = 10
Laktat = 20
Dekstrosa = 27 gr/L
4. KA-EN 3B
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 50
Cl- = 50
K+ = 20
Laktat = 20
Dekstrosa = 27 gr/L
indikasi:
Kasus-kasus baru di mana status gizi tidak terlalu jelek, antara lain:
- Pneumonia
- Pleural Effusion
- Ketoasidosis diabetik (setelah rehidrasi dg NaCl 0,9%)
- Observasi Tifoid

- Observasi demam yang belum diketahui penyebabnya


- Status asthmaticus
- Fase pemulihan dari DBD
5. KA-EN 4A
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 30
Cl- = 20
Laktat = 10
Dekstrosa = 40 gr/L
6. KA-EN 4B
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 30
Cl- = 28
K+ = 8
Laktat = 10
Dekstrosa = 37.5 gr/L
7. Ringer Laktat
Tiap 100 ml terdiri atas:
NaCl
0,6 g
NaLaktat
0,312 g
KCl
0,04 g
CaCl
0.027 g
Osmolaritas:
Na+
131
K+
5
2+
Ca
2
Cl111
HCO3- (laktat)
29
8. NS (Normal Salin/ NaCl 0,9%)
Tiap 500ml mengandung NaCl 4,5g
Osmolaritas:
Na+
154
Cl154
9. Glukosa 5%
Tiap 500ml mengandung glukosa 25g
Osmolaritas 280 mOsm/l setara dengan 800kJ/l atau 190kkal/l
10. Glukosa 10%
Tiap 500ml mengandung glukosa 55g
Osmolaritas 555 mOsm/l setara dengan 1680kJ/l atau 400kkal/l
11. D5 NS

Tiap 500ml mengandung


glukosa
25g
NaCl
2,25g
Kandungan elektrolit
Na+
77
Cl77
Setara dengan 840kJ/200kkal
11. D5 NS
Tiap 500ml mengandung
glukosa
27,5g
NaCl
1,125g
Kandungan elektrolit
Na+
38,5
Cl38,5
Setara dengan 840kJ/200kkal
12. HES 6%
Tiap 500 ml terdiri atas:
HES
30 g
NaCl
3,45 g
NaLaktat
2,24 g
KCl
0,15 g
CaCl
0.11 g
Osmolaritas (mmol/l):
Na+
138
K+
5
2+
Ca
3
Cl125
HCO3- (laktat)
20
Osmolaritas berkisar 280 mOsm/l
pH: +6
Catatan: kandungan antar merek dagang dapat berbeda-beda. Namun dalam
rentang yang hampir mirip.

TRANSFUSI
Catatan:
1. Dulu diyakini bahwa kadar Hb harus lebih tinggi dari 9 sampai 10
ml/dl agar tersedia cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhan
organ vital (otak,jantung) dalam mencukupi stres. Sekarang sudah
dibuktikan, bahwa Hb 3 sampai 6 g/dl masih dapat mencukupi
kebutuhan oksigen jaringan. Dari percobaan diketahui bahwa Hb
2-3 g/dl atau 6-8% masih mampu menunjang kehidupan
(Singler,1980;Johnson,1991). Batas anemia aman bagi pasien
yang memiliki jantung normal adalah hematokrit 20%. Pasien
yang menderita penyakit jantung koroner memerlukan batas 30%
2. Penggantian volume yang hilang harus didahului karena
penurunan 30% saja sudah dapat menyebabkan kematian.
Sebaliknya batas toleransi kehilangan Hb lebih besar. Kehilangan
Hb sampai 50% masih dapat diatasi. Bagi pasien tanpa penyakit
jantung, Hb 8-10 gm/dl masih dapat memberikan cukup oksigen
untuk jaringan dengan baik (asal volume sirkulasi normal). Karena
itu, tidak semua perdarahan harus diganti transfuse. Terapi
diprioritaskan untuk mengembalikan volume sirkulasi dengan
cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9% atau Plasma
Substitute/koloid (Expafusin, Dextran, Hemaccel, Gelafundin)
selama Hb masih 8-10 gm/dl. Cara terapi dengan cairan ini disebut
hemodilusi. Perdarahan sampai volume darah masih dapat diganti
saja tanpa transfusi.
3. Pada kehilangan 30-50% volume darah, maka setelah pemberian
cairan, jika Hb < 8-10 gm/dl atau hematrokit < 20-25% maka
transfusi diberikan.
4. Sasaran transfusi adalah mengembalikan kadar Hb sampai 8-10
gm/dl saja. Tidak perlu sampai Hb normal 15 gm/dl lagi.
5. Dari perhitungan kadar Hb, darah satu kantong hanya menaikkan
Hb 0,5 gm/dl. Peningkatan sebesar ini juga dapat dicapai dengan
pemberian gizi yang baik dan terapi Fe++. Manfaat kenaikan Hb
0,5 gm/dl tidak sebanding dengan resiko penularan penyakit.
6. Teknik hemodilusi tidak dapat digunakan pada pasien trauma dan
trauma thorax karena dapat menyebabkan edema otak/paru.

TUJUAN TRANSFUSI
1. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
2. Memperbaiki volume darah tubuh
3. Memperbaiki kekebalan
4. Memperbaiki masalah pembekuan
INDIKASI
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan.
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma
substitute atau larutan albumin
Jenis Darah Yang Ditransfusikan
1. Whole Blood (Darah Simpan/Wb)
450 ml darah + 63 ml CPD (citrat phosphate dextrose anticoagulan)
Simpan 4oC
Lama simpan < 28 hari
Antikoagulan lain : Acid Citrate Dextrose (simpan 4oC bisa selama 21
hari)
Rendah platelet, F V&VIII, kecuali bila disimpan < 6 jam
untuk mengganti volume darah pasien shock hipovolemik perdarahan
2. Fresh Whole Blood (darah segar)
12 jam penyimpanan
indikasi : pasien dengan Hb& platelet rendah, trombositopenia, transfusi
masif dengan darah simpan
3. Packed Red Cell
Hasil sentrifugasi WB (plasma dikurangi 200 ml)
Volume 300 ml (masa hidup 21 hari jika disimpan dalam 4oC)
1 unit = meningkatkan Hb 1-1,5 gr%
indikasi : anemia kronis dengan normovolemi sirkulasi supaya tidak
overload : pasien gagal jantung, pasien sangat tua, sepsis kronis. Anemia
perdarahan akut yang sudah mendapat penggantian cairan
dapat dicampur NS untuk pasien shock)
4. Stable Plasma Protein Solution (SPPS)
Resiko hepatitis sangat kecil
Pemanasan tinggi
Faktor pembekuan kurang, F V, VIII
Infus cepat SPPS untuk pasien hipotensi

Sangat mahal, dipakai jika tidak sempat cross match


5. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Dari WB < 6 jam simpan. penyimpanan -20oC (3 bulan). Penyimpanan
-30oC 1 tahun
diinfuskan setelah mencair
Indikasi: Mengganti faktor koagulasi, mengganti volume plasma
Diberikan 10 cc/kg satu jam pertama, dilanjutkan 1 cc/kg Bb per jam
sampai PPT dan APTT mencapai nilai 1,5 x nilai kontrol yang normal.
Terapi plasma tidak tepat untuk memperbaiki pasien hipoalbuminemia
karena tidak akan meningkatkan kadar albumin secara nyata
6. Thrombocyte Concentrate = TC
berasal dari 250 cc darah utuh
meningkatkan trombosit 5000/mm3.
Disimpan pada 22oC bertahan 24 jam. Pada suhu 4o-10oC bertahan 6
jam.
Diberikan pada DHF, hemodilusi dengan cairan jumlah besar dan transfusi
masif > 1,5 x volume darah pasien sendiri, yaitu bila dijumpai
trombositopenia (50.000-80.000/mm3).
Penambahan trombosit tidak dapat dilakukan dengan darah utuh segar
sebab trombosit yang terkandung hanya sedikit.
Trombosit diberikan cukup sampai perdarahan berhenti atau masa
perdarahan (bleeding time) mendekati 2x nilai normal, bukan sampai
jumlah trombosit normal.
7. Larutan Albumin
Terdiri dari 5% dan 25% human albumin
Resiko hepatitis <
Faktor pembekuan (-)
Tujuan : meningkatkan albumin serum pada : Penyakit hepar, Ekspansi
volume darah
8. Cryoprecipitate
Sentrifugasi plasma beku
Konsentrasi tinggi F VIII
Untuk terapi : haemofilia & defisiensi lain
Resiko hepatitis
TRANSFUSI AUTOLOGOUS

darah pasien sendiri diambil pada masa pra-bedah, disimpan untuk digunakan pada
waktu pembedahan yang terencana (efektif). Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa tidak ada resiko penularan penyakit sama sekali.
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
I. Reaksi imunologi
A. Reaksi Transfusi Hemolitik
Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien.
Tanda : menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher ,
nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat dan dangkal,
takhikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa
diterangkan asalnya, dan ikterus. Urine coklat kehitaman sampai hitam dan
mungkin berisi hemoglobin dan butir darah merah
Terapi : pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan digunakan untuk
mempertahankan jumlah urine yang keluar
Diuretika yang digunakan ialah :
a. Manitol 25 %, 25 gr diberikan iv pemberian 40 mEq Natrium
bikarbonat.
b. Furosemid
Bila terjadi anuria yang menetap perlu tindakan dialisis
B. Reaksi transfusi non hemolitik
1. Reaksi transfusi febrile
Tanda: Menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk
nonproduktif.
2. Reaksi alergi
a. Anaphylactoid
bila terdapat protein asing pada darah transfusi.
b. Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal.
Biasanya muka penderita sembab.
Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi harus dihentikan.
II. Reaksi non imunologi
a. Reaksi transfusi Pseudohemolytic
b. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.
c. Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi
d. Virus hepatitis.
e. Lain-lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya malaria,
sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr, parasit serta bakteri.

f.

AIDS.

III. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah masif.


1. dilutional coagulopathy
2. disseminated intravascular coagulation (dic)
3. intoksikasi sitrat (komplikasi yang jarang terjadi)
4. keadaan asam basa
5. hiperkalemi
6. hipotermi
7. Post transfusion hepatitis (PTH)
Cara menghindari reaksi transfusi :
a. Tes darah, untuk melihat cocok tidaknya darah donor dan resipien.
b. Memilih tips dan saringan yang tepat.
c. Pada transfusi darurat :
Dalam situasi darurat tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara lengkap, dan
jalan singkat untuk melakukan tes sebagai berikut :
1. Type-Specific, Partially Crossmatched Blood
Bila menggunakan darah un-crossmatched, maka paling sedikit harus
diperoleh tipe ABO-Rh dan sebagian crossmatched.
2. Tipe-Specific, Uncrossmatched Blood.
Untuk tipe darah yang tepat maka tipe ABO-Rh harus sudah ditentukan
selama penderita dalam perjalanan ke rumah sakit.
3. O Rh-Negatif (Universal donor) Uncrossmatched Blood
Golongan darah O kekurangan antigen A dan B, akibatnya tidak dapat
dihemolisis baik oleh anti A ataupun anti B yang ada pada resipien. Oleh
sebab itu golongan darah O kita sebut sebagai donor universal dan dapat
digunakan pada situasi yang gawat bila tidak memungkinkan untuk
melakukan penggolongan darah atau crossmatched.
TANDA OVERLOAD SIRKULASI
I. Pasien Sadar
1. dada sesak
2. batuk
3. dispnea
4. sianosis
5. vena leher membesar
6. takikardi
7. krepitasi basal
8. edema pulmo
II. Pasien dalam anestesi

1.
2.
3.
4.
5.
Terapi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

takikardi
TD menurun
sianosis
vena leher membesar
krepitasi basal
stop transfusi
inhalasi O2
sandarkan pasien
digitalis iv, kecuali pasien gagal ginjal dan tua
diuretic furosemid
morfin
aminofilin

RUMUS-RUMUS TRANSFUSI
1. WB = 6 X (BB (Kg) X Hb
2. PRC = 4 X (BB (Kg) X Hb
3. albumin = albumin x BB x 0,8
4. koreksi asidosis metabolic
NaHCO3 = BE x 30% x BB
BE = Base Excess = jumlah asam basa yang harus ditambahkan
supaya pH darah meningkat
ESTIMATED BLOOD VOLUME
Blood volume (ml/kgBB)
Bayi prematur
100-110
Bayi aterm
90-100
Anak <10 kg
85
Anak >10 kg
80
Pria dewasa
70
Wanita dewasa
65
Penggantian darah (WB) pada pasien selama operasi dipertimbangkan
apabila
Operasi sedang berlangsung dan telah kehilangan darah
Dewasa > 25% dari EBV
Bayi dan anak > 10% dari EBV
Anemia berat.
Kelainan faktor pembekuan.

Sepsis.
Catatan:

Pada pasien dewasa dengan Hb normal, perdarahan s.d


25% dari EBV dapat ditolelir dan tidak perlu di lakukan transfusi.

Perdarahan 10-20% harus hati-hati mungkin perlu darah

Penggantian darah selama operasi digunakan Whole


Blood (WB)

Pada kasus-kasus sangat darurat, tidak tersedia darah


yang sesuai dengan golongan darah pasien, gunakan O. tranfusi selanjutnya
selama 2 minggu tetap O.
TERAPI OKSIGEN
pulmoner
Indikasi medis: untuk gangguan
non-pulmoner
Indikasi:
- hipoksia
- stadium akut penyakit jantung-paru
- selama/sesudah operasi
- pasien tdk sadar
- anemia berat (alat angkut <)
- perdarahan & hipovolemi
- asidosis
Pemberian O2:
- O2 tunggal
- O2 + gas lain (udara) sbg suplemen gas inspirasi atau sumber
oksigenasi
Tekanan O2 60 mmHg u/ koreksi hipoksemia arteri hanya sedikit yg dpt
diterima
Tekanan O2 kurang untuk pasien hipoksemia kronis & retensi CO2
Tekanan O2 lebih untuk:
- hipotensi
- keracunan sianida
- Hb
- Curah jantung
- Intoksikasi CO
Alat2 yg digunakan:

- manometer
- tangki/tabung isi O2
- flowmeter
- humidifier
- selang
Alat u/ pemberian O2:
- masker O2 (sungkup muka)
- kateter nasal = nares anterior
- double nasal prongs
- kateter nasofaring
- O2 tent
- incubator
Metode pemberian
Kontrol lebih pd konsentrasi O2 inspirasi pd pasien dgn peny. pernafasan
Nasal cannul: flow rate: 4-6 l/menit
u/ periode lama kurang baik mengeringkan mukosa hidung krusta
Masker:
- Open mask: 6 l/menit (50-60% u/ cegah rebreathing)
- Nonrebreathing mask
- masker tertutup, reservoir
- O2: 100% pd os tanpa ET
- Partial rebreathing mask:
- O2: 80%
Oksigen hiperbarik:
Kamar/chamber tekanan tinggi O2 (> 760 mmHg)
O2: 100%
u/: - emboli gas, gas gangrene, keracunan CO
O2 dgn masker:
konsentrasi O2: 60-90%
flow rate: 6-8 l/menit
- flow rate harus tinggi
- bila <6 l/menit CO2 tertumpuk Keracunan CO2
Indikasi pemberian O2 lewat masker:
- Infark miokard
- Edema paru
- Pneumonia masif
- Emboli paru
- Keracunan CO
- Syok

Pemberian O2 lewat hidung double nasal prongs


Konsentrasi O2: 35-50%
Flow rate: 6-8 l/menit
Aman, mudah
Pemberian O2 dgn kateter
Konsentrasi: 35-50%
Flow rate: 4-7 l/menit
BAHAYA TERAPI OKSIGEN
respirasi
- Keracunan
nonrespirasi
- Hipoventilasi:
os dgn PPOK (penyakit paru obstruktif kronis hipoksemia retensi CO2
bl diberi tekanan O2 arteri lebih dari normal rangsangan nafas
hipoventilasi
- Atelektasis.
- Toksisitas paru
Konsentrasi O2 jangka lama merusak paru
Konsentrasi O2 lebih (50-60%) jangka lama bahaya toksik
metabolit2 O2 sangat reaktif (radikal bebas)
- superoksida
- ion hidroksil yg diaktivasi
bereaksi dgn: DNA sel, protein sulfahidril, lipid
dicegah dgn: antioksidan
- Fibroplasia retrolental
- Bahaya fisik membantu kebakaran

1. Cardiovaskular (peny jantung iskemik, IMA, emboli paru, fibrosis system


konduksi)
2. Kekurangan oksigen akut (henti nafas, benda asing, sumbatan karena sekresi)
3. Kelebihan dosis obat (digitalis, adrenalin)
4. gangguan asam-basa / elektrolit (K meningkat atau menurun, Mg meningkat,
Ca meningkat, asidosis)
5. Kecelakaan (syok listrik, tenggelam)
6. refleks vagal
7. anestesi dan pembedahan
8. terapi dan tindakan diagnostic medis
9. syok
RESUSITASI JANTUNG PARU
1.

Sebab Henti nafas


sumbatan jalan nafas
- benda asing
- aspirasi
- lidah jatuh ke belakang
- pipa endotrakeal terlipat
- kanul trakeal tersumbat
- kelainan akut glottis dan sekitarnya
2. depresi pernafasan
a. sentral
- obat
- intoksikasi
- pCO2 tinggi
- pO2 rendah
- setelah henti jantung
- tumor otak
- tenggelam
b. perifer
- obat pelumpuh otot
- miastenia gravis
- poliomielitis
Sebab Henti Jantung

Henti jantung dapat disertai fenomena listrik


1.
fibrilasi ventricular
2.
takikardi ventrikel
3.
asistol ventrikel
CARDIAC ARREST
Tanda:
1.
kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
2.
tidak teraba denyut nadi/ arteri besar (femoralis & carotis pada
dewasa, brachialis pada bayi)
3.
henti nafas/megap-megap
4.
terlihat seperti mati
5.
warna kulit pucat kelabu
6.
pupil dilatasi (setelah 45 detik)
Sindroma Adam Stokes
Keadaan yang disebabkan oleh blok AV jantung derajat tinggi secara episodik
ditandai oleh bradikardi atau asistol yagn mengakibatkan serangan tidak sadar diri
yang mendadak dengan/tanpa disertai kejang
Tindakan sirkulasi buatan pijat jantung luar
Indikasi RJP : Henti nafas dan atau henti sirkulasi.
Kontra indikasi :
Henti jantung telah berlangsung lama (lebih dari 15 menit
(seperti pada kasus tenggelam ).
Pada penyakit terminal yang tak bisa diobati seperti pada kasus
keganasan/ kanker stadium akhir.
Diragukan keefektifannya pada trauma berat dada, kelainan
patologis jantung seperti infark miokard luas, tamponade jantung,

trauma toraks internal, emboli udara/ paru masif, pneumotoraks


bilateral/tension.
Langkah-Langkah
AIRWAY
1. Menilai jalan nafas
Look:
o Gerak dada & perut
o Tanda distres nafas
o Warna mukosa, kulit
o Kesadaran
Listen Gerak udara nafas dengan telinga
Feel Gerak udara nafas dengan pipi
Penyebab sumbatan jalan nafas
Paling sering : dasar lidah, palatum mole, darah, benda asing,
spasme laring.
Penyebab lain : spasme bronkus, sembab mukosa, sekret,
aspirasi.
Tanda sumbatan / obstruksi
mendengkur : pangkal lidah (snoring)
suara berkumur : cairan (gargling)
stridor : kejang / edema pita suara (crowing)
Tanda lebih lanjut
gelisah (karena hipoksia)
gerak otot nafas tambahan
(tracheal tug, retraksi sela iga)
gerak dada & perut paradoksal
sianosis (tanda lambat)
Macam Sumbatan
Total.
Segera koreksi 5 10 menit terjadi asfiksi henti
nafas henti jantung.
Parsial.
Harus tetap dikoreksi.
Kerusakan otak, sembab otak, sembab paru, henti
nafas, henti jantung sekunder.
2. Bersihkan jalan nafas
Bila curiga ada sumbatan, mulut harus dibuka paksa.

1.
2.

3.
4.
5.

Gerak jari menyilang


Gerak jari dibelakang gigi
Gerak angkat mandibula lidah
Jaga tulang leher (baring datar, wajah ke depan, leher posisi netral)
Membebaskan jalan nafas
- Head tilt (hati-hati pasien trauma)
- Chin lift (hati-hati pasien trauma)
- jaw-thrust
Bersihkan cairan suction
pasang oro/ naso-pharyngeal tube
pertimbangkan intubasi

BREATHING
o berikan 2 nafas yang berhasil dada terangkat @ 500-600 ml
(maksimal 1000 ml)
o beri sela ekshalasi
o beri oksigen 100% lebih dini
CIRCULATION
o Lakukan raba nadi carotis
Dua atau satu penolong (tidak dibedakan lagi)
o 30 pijat - 2 nafas
Jika trachea sudah intubasi
o tak usah sinkronisasi
o pijat 100x/ menit + nafas 12 / menit
DEFIBRILLATION
o DC shock sedini mungkin (sebelum 5-10 menit)
o 360 Joules
Jika defibrillation diberikan sebelum 5 menit,
> 50% kemungkinan jantung berdenyut kembali
RJP berhasil
Lanjutkan oksigenasi, kalau perlu nafas buatan
Hipotensi diatasi dengan inotropik dan obat vaso-aktif (adrenalin,
dopamin, dobutamin, ephedrin)
Tetap di infus untuk jalan obat cepat
Terapi aritmia

Koreksi elektrolit, cairan dsb


Awasi di ICU
awas: cardiac arrest sering terulang lagi

ECG dalam cardiac arrest ada 3 pola


(pada semuanya, nadi carotis tidak ada)
VF / VT pulseless = ada gelombang khas
shockable, harus segera DC-shock
(ada VT yang nadi carotis (+) tak perlu DC-shock)
Asystole = tak ada gelombang (ECG flat)
UN-shockable
PEA = EMD = ada gelombang mirip ECG normal
UN-shockable
Bila Cardiac Arrest membandel, kemungkinan:
1. Hipoksia
2. Hipovolemia
3. Hiperkalemia
4. Hipotermia
5. Tamponade jantung
6. Tension pneumothorax
7. Thromboemboli paru
8. Toxic overdose
9. Beta-blocker, Ca-blocker
10. Digitalis, Tricyclic AD
11. Massive MI
12. Asidosis

INTUBASI DAN EKSTUBASI


Indikasi intubasi:
1. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan
oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian
suplai oksigen melalui masker nasal.
2. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
3. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau
sebagai bronchial toilet.

4. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat


atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
5. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.
6. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan,
karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan
face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.
7. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang
dan tidak ada ketegangan.
8. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan
dengan mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah
pengontrolan tekanan intra pulmonal.
9. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
10. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme
11. Tracheostomni.
12. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
13. operasi dengan posisi miring/ tengkurap
14. operasi dengan resiko tinggi
15. operasi dengan lambung penuh
16. terapi gangguan respirasi (obstruksi saluran nafas)
Indikasi intubasi nasal (Anonim, 1986) antara lain :
- Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah, misalnya tonsilektomi,
pencabutan gigi, operasi pada lidah
- Pemakaian laringoskop sulit karena keadaan anatomi pasien.
- Bila direct vision pada intubasi gagal.
- Pasien-pasien yang tidak sadar untuk memperbaiki jalan nafas.
Kontra Indikasi Intubasi Endotrakheal
6. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
7. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra
servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
Alat-alat yang dipergunakan
Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu :
- Blade lengkung (McIntosh). dewasa.
- Blade lurus. (blade Magill) bayi dan anak-anak.
Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu
misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa

ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk
mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal
mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya
digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah
daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon
karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa
digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 9,0 mm
dan perempuan 7,5 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 23 cm. Pada anak-anak
dipakai
rumus
:

diameter (mm) = 4 + Umur/4 = tube diameter (mm)


Rumus lain: (umur + 2)/2
Ukuran panjang ET = 12 + Umur/2 = panjang ET (cm)

Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm


lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat
diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
Pipa orofaring atau nasofaring. mencegah obstruksi jalan nafas karena
jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
Plester memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.
Stilet atau forsep intubasi. (McGill) mengatur kelengkungan pipa
endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi
digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa
nasogastrik melalui orofaring.
Alat pengisap atau suction.

Prosedur Tindakan Intubasi.


a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang,
oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan
bantal yang cukup keras atau botol infus) kepala dalam keadaan ekstensi
serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot,
lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan
selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon
dengan tangan kanan.
c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang
laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan
dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop

didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan
akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan
dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan
pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V.
d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan
melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara.
Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan
laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas.
Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan
dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon
pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa
difiksasi dengan plester.
e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan
ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop,
diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada
aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan
terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas
kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan
tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti
ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila
terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster
akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),
kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan
nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi
dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
f. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien
bersangkutan.
Obat-Obatan yang Dipakai.
a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan
obat yang paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis
bila dikombinasikan dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 100 mg.
b. Thiophentone non depolarizing relaxant
c. Cyclopropane
d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam
intubasi. Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak
ada dan dalam dosis besar dapat mendepresi pernafasan.
e. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan
zat-zat lain.
f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring
dan laring dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

Komplikasi Intubasi Endotrakheal.


1. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi
o Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi
laringeal cuff.
o Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa
mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.

o
o

Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial


meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.
Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

2. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.


Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial
dan malposisi laringeal cuff.

Anda mungkin juga menyukai