Perempuan
Bayi
11-20 kg
60
50
75
> 20 kg
Intraseluler
40
30
40
Ekstraseluler
20
20
35
- Plasma
Minuman: 800-1700 ml
- Interstitial
16
16
30
Plasma
Interstitial
Interseluler
Kation
Na
142
114
15
150
Ca
2,5
Mg
1,5
27
Total
154
152
194
Cl
103
114
HCO3
27
30
10
HPO4
100
SO4
20
Asam Organik
Protein
16
63
Total
154
152
194
Anion
Kebutuhan Cairan
Kebutuhan air pada orang dewasa setiap harinya adalah 30-35
ml/kgBB/24jam
Kebutuhan ini meningkat sebanyak 10-15 % tiap kenaikan suhu 1 C
Kebutuhan elektrolit Na 1-2 meq/kgBB (100meq/hari atau 5,9 gram)
Kebutuhan elektrolit K 1 meq/kgBB (60meq/hari atau 4,5 gram)
Air keluar
2. Hipervolemia
10% EBV
TERAPI CAIRAN PERI OPERATIF
A. Preoperatif
Pasien normohidrasi
pengganti puasa (DP): 2 ml/kgBB/jam puasa
(bedakan dengan kebutuhan cairan per hari (30-35ml/kg/hari))
cairan yang digunakan : kristaloid
pemberian dibagi dalam 3 jam selama anestesi :
50 % dalam 1 jam pertama
25 % dalam 1 jam kedua
25 % dalam 1 jam ketiga
B. Durante operasi
- Pemeliharaan: 2 ml/kg/jam
- Stress operasi:
operasi ringan : 4 ml/kgBB/jam
operasi sedang : 6 ml/kgBB/jam
operasi berat : 8 ml/kgBB/jam
10% kedua
> 20 % EBV
Contoh :
Pria BB 50 kg
EBV 50 X 70 ml = 3500 ml
maka jika perdarahan 800 ml digantikan dengan
10% pertama (350 ml) kristaloid 700-1400 ml
10% kedua (350 ml) koloid 350 ml
100 ml darah 100 ml
Pada anak dan bayi
Pemeliharaan:
10 kg pertama
4 ml/kgBB/jam
10 kg kedua
2 ml/kgBB/jam
Kg selanjutnya 1 ml/kgBB/jam
bedakan dengan kebutuhan per hari :
Defisit puasa (DP): cairan pemeliharaan x jam puasa
Stress operasi :
Ringan : 2 ml/kgBB/jam
Sedang
: 4 ml/kgBB/jam
Berat
: 6 ml/kgBB/jam
C. Pasca operasi
Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit, nutrisi
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,
febris)
c. Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan
Pada penderita pasca operasi nutrisi diberikan bertahap (start low go slow).
Penderita pasca operasi yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan
kehilangan protein 75-125 gr/hari Hipoalbuminemia edema jaringan,
infeksi, dehisensi luka operasi, penurunan enzym pencernaan
1.
Anak
BB 0-10 kg
1000 cc / 24 jam
BB 10-20 kg 1000 cc + 50 cc tiap > 1 kg
BB > 20 kg
1500 cc + 20 cc tiap > 1 kg
Dewasa
50 cc / kgbb/ 24 jam.
b.
Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa
Na+
2-4 mEq / kgbb
K+
1-2 mEq / kgbb
c.
Kebutuhan kalori basal
Dewasa
BB (kg) x 20-30
2.
TRANSFUSI
Catatan:
1. Dulu diyakini bahwa kadar Hb harus lebih tinggi dari 9 sampai 10
ml/dl agar tersedia cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhan
organ vital (otak,jantung) dalam mencukupi stres. Sekarang sudah
dibuktikan, bahwa Hb 3 sampai 6 g/dl masih dapat mencukupi
kebutuhan oksigen jaringan. Dari percobaan diketahui bahwa Hb
2-3 g/dl atau 6-8% masih mampu menunjang kehidupan
(Singler,1980;Johnson,1991). Batas anemia aman bagi pasien
yang memiliki jantung normal adalah hematokrit 20%. Pasien
yang menderita penyakit jantung koroner memerlukan batas 30%
2. Penggantian volume yang hilang harus didahului karena
penurunan 30% saja sudah dapat menyebabkan kematian.
Sebaliknya batas toleransi kehilangan Hb lebih besar. Kehilangan
Hb sampai 50% masih dapat diatasi. Bagi pasien tanpa penyakit
jantung, Hb 8-10 gm/dl masih dapat memberikan cukup oksigen
untuk jaringan dengan baik (asal volume sirkulasi normal). Karena
itu, tidak semua perdarahan harus diganti transfuse. Terapi
diprioritaskan untuk mengembalikan volume sirkulasi dengan
cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9% atau Plasma
Substitute/koloid (Expafusin, Dextran, Hemaccel, Gelafundin)
selama Hb masih 8-10 gm/dl. Cara terapi dengan cairan ini disebut
hemodilusi. Perdarahan sampai volume darah masih dapat diganti
saja tanpa transfusi.
3. Pada kehilangan 30-50% volume darah, maka setelah pemberian
cairan, jika Hb < 8-10 gm/dl atau hematrokit < 20-25% maka
transfusi diberikan.
4. Sasaran transfusi adalah mengembalikan kadar Hb sampai 8-10
gm/dl saja. Tidak perlu sampai Hb normal 15 gm/dl lagi.
5. Dari perhitungan kadar Hb, darah satu kantong hanya menaikkan
Hb 0,5 gm/dl. Peningkatan sebesar ini juga dapat dicapai dengan
pemberian gizi yang baik dan terapi Fe++. Manfaat kenaikan Hb
0,5 gm/dl tidak sebanding dengan resiko penularan penyakit.
6. Teknik hemodilusi tidak dapat digunakan pada pasien trauma dan
trauma thorax karena dapat menyebabkan edema otak/paru.
TUJUAN TRANSFUSI
1. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
2. Memperbaiki volume darah tubuh
3. Memperbaiki kekebalan
4. Memperbaiki masalah pembekuan
INDIKASI
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan.
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma
substitute atau larutan albumin
Jenis Darah Yang Ditransfusikan
1. Whole Blood (Darah Simpan/Wb)
450 ml darah + 63 ml CPD (citrat phosphate dextrose anticoagulan)
Simpan 4oC
Lama simpan < 28 hari
Antikoagulan lain : Acid Citrate Dextrose (simpan 4oC bisa selama 21
hari)
Rendah platelet, F V&VIII, kecuali bila disimpan < 6 jam
untuk mengganti volume darah pasien shock hipovolemik perdarahan
2. Fresh Whole Blood (darah segar)
12 jam penyimpanan
indikasi : pasien dengan Hb& platelet rendah, trombositopenia, transfusi
masif dengan darah simpan
3. Packed Red Cell
Hasil sentrifugasi WB (plasma dikurangi 200 ml)
Volume 300 ml (masa hidup 21 hari jika disimpan dalam 4oC)
1 unit = meningkatkan Hb 1-1,5 gr%
indikasi : anemia kronis dengan normovolemi sirkulasi supaya tidak
overload : pasien gagal jantung, pasien sangat tua, sepsis kronis. Anemia
perdarahan akut yang sudah mendapat penggantian cairan
dapat dicampur NS untuk pasien shock)
4. Stable Plasma Protein Solution (SPPS)
Resiko hepatitis sangat kecil
Pemanasan tinggi
Faktor pembekuan kurang, F V, VIII
Infus cepat SPPS untuk pasien hipotensi
darah pasien sendiri diambil pada masa pra-bedah, disimpan untuk digunakan pada
waktu pembedahan yang terencana (efektif). Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa tidak ada resiko penularan penyakit sama sekali.
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
I. Reaksi imunologi
A. Reaksi Transfusi Hemolitik
Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien.
Tanda : menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher ,
nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat dan dangkal,
takhikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa
diterangkan asalnya, dan ikterus. Urine coklat kehitaman sampai hitam dan
mungkin berisi hemoglobin dan butir darah merah
Terapi : pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan digunakan untuk
mempertahankan jumlah urine yang keluar
Diuretika yang digunakan ialah :
a. Manitol 25 %, 25 gr diberikan iv pemberian 40 mEq Natrium
bikarbonat.
b. Furosemid
Bila terjadi anuria yang menetap perlu tindakan dialisis
B. Reaksi transfusi non hemolitik
1. Reaksi transfusi febrile
Tanda: Menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk
nonproduktif.
2. Reaksi alergi
a. Anaphylactoid
bila terdapat protein asing pada darah transfusi.
b. Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal.
Biasanya muka penderita sembab.
Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi harus dihentikan.
II. Reaksi non imunologi
a. Reaksi transfusi Pseudohemolytic
b. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.
c. Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi
d. Virus hepatitis.
e. Lain-lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya malaria,
sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr, parasit serta bakteri.
f.
AIDS.
1.
2.
3.
4.
5.
Terapi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
takikardi
TD menurun
sianosis
vena leher membesar
krepitasi basal
stop transfusi
inhalasi O2
sandarkan pasien
digitalis iv, kecuali pasien gagal ginjal dan tua
diuretic furosemid
morfin
aminofilin
RUMUS-RUMUS TRANSFUSI
1. WB = 6 X (BB (Kg) X Hb
2. PRC = 4 X (BB (Kg) X Hb
3. albumin = albumin x BB x 0,8
4. koreksi asidosis metabolic
NaHCO3 = BE x 30% x BB
BE = Base Excess = jumlah asam basa yang harus ditambahkan
supaya pH darah meningkat
ESTIMATED BLOOD VOLUME
Blood volume (ml/kgBB)
Bayi prematur
100-110
Bayi aterm
90-100
Anak <10 kg
85
Anak >10 kg
80
Pria dewasa
70
Wanita dewasa
65
Penggantian darah (WB) pada pasien selama operasi dipertimbangkan
apabila
Operasi sedang berlangsung dan telah kehilangan darah
Dewasa > 25% dari EBV
Bayi dan anak > 10% dari EBV
Anemia berat.
Kelainan faktor pembekuan.
Sepsis.
Catatan:
- manometer
- tangki/tabung isi O2
- flowmeter
- humidifier
- selang
Alat u/ pemberian O2:
- masker O2 (sungkup muka)
- kateter nasal = nares anterior
- double nasal prongs
- kateter nasofaring
- O2 tent
- incubator
Metode pemberian
Kontrol lebih pd konsentrasi O2 inspirasi pd pasien dgn peny. pernafasan
Nasal cannul: flow rate: 4-6 l/menit
u/ periode lama kurang baik mengeringkan mukosa hidung krusta
Masker:
- Open mask: 6 l/menit (50-60% u/ cegah rebreathing)
- Nonrebreathing mask
- masker tertutup, reservoir
- O2: 100% pd os tanpa ET
- Partial rebreathing mask:
- O2: 80%
Oksigen hiperbarik:
Kamar/chamber tekanan tinggi O2 (> 760 mmHg)
O2: 100%
u/: - emboli gas, gas gangrene, keracunan CO
O2 dgn masker:
konsentrasi O2: 60-90%
flow rate: 6-8 l/menit
- flow rate harus tinggi
- bila <6 l/menit CO2 tertumpuk Keracunan CO2
Indikasi pemberian O2 lewat masker:
- Infark miokard
- Edema paru
- Pneumonia masif
- Emboli paru
- Keracunan CO
- Syok
1.
2.
3.
4.
5.
BREATHING
o berikan 2 nafas yang berhasil dada terangkat @ 500-600 ml
(maksimal 1000 ml)
o beri sela ekshalasi
o beri oksigen 100% lebih dini
CIRCULATION
o Lakukan raba nadi carotis
Dua atau satu penolong (tidak dibedakan lagi)
o 30 pijat - 2 nafas
Jika trachea sudah intubasi
o tak usah sinkronisasi
o pijat 100x/ menit + nafas 12 / menit
DEFIBRILLATION
o DC shock sedini mungkin (sebelum 5-10 menit)
o 360 Joules
Jika defibrillation diberikan sebelum 5 menit,
> 50% kemungkinan jantung berdenyut kembali
RJP berhasil
Lanjutkan oksigenasi, kalau perlu nafas buatan
Hipotensi diatasi dengan inotropik dan obat vaso-aktif (adrenalin,
dopamin, dobutamin, ephedrin)
Tetap di infus untuk jalan obat cepat
Terapi aritmia
ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk
mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal
mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya
digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah
daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon
karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa
digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 9,0 mm
dan perempuan 7,5 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 23 cm. Pada anak-anak
dipakai
rumus
:
didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan
akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan
dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan
pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V.
d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan
melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara.
Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan
laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas.
Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan
dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon
pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa
difiksasi dengan plester.
e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan
ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop,
diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada
aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan
terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas
kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan
tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti
ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila
terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster
akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),
kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan
nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi
dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
f. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien
bersangkutan.
Obat-Obatan yang Dipakai.
a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan
obat yang paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis
bila dikombinasikan dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 100 mg.
b. Thiophentone non depolarizing relaxant
c. Cyclopropane
d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam
intubasi. Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak
ada dan dalam dosis besar dapat mendepresi pernafasan.
e. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan
zat-zat lain.
f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring
dan laring dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.
o
o