Anda di halaman 1dari 9

TETANUS DAN PENANGANNYA

Oleh : dr. Sri Maliawan, SpBS


Seksi Bedah Saraf Lab./SMF Ilmu Bedah FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar, Bali.
2012

PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang dihasilkan oleh eksotoxin dari
clostridium tetani, tumbuh secara anaerob, gram positif. Bakteri ini mengasilkan 2
macam eksotoxin yaitu:
-haemolisin, yang menyebabkan haemolisis ringan jika dibiakkan pada blood
agar pada suhu 37 derajat suasana anaerob.
-tetanospasmin (toxin tetanus) yang bertanggung jawab terhadap gambaran klinik
dari penyakit.
Dinegara-negara berkembang masih sering dijumpai tetanus, ini akibat kurang
memadainya program imunisasi, juga berkaitan dengan kebiasaan sosial dan kesehatan
masyarakat yang tidak memadai, padahal di negara-negara maju semakin jarang.
Untuk menurunkan angka kematian tetanus dan lamanya rawat tinggal dirumah
sakit telah dilakukan berbagai usaha seperti hiferbaric, oksigenasi, pemakian respirator,
pemberian anti tetanus serum kuda (ATS) atau tetanus immonoglobulin human (TIGH),
diasepam dosis tinggi dan penggunaan anti biotika, namun angka kematiannya masih
tetap tinggi.
DEFINISI.
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang
dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan
kejang-kejang otot rangka.

EPIDEMIOLOGI
Tetanus ditemukan diseluruh dunia,terjadi secara sporadis atau secara "outbreak"
dalam skala yang kecil. Saat ini dinegara-negara maju sudah jarang ditemukan,
sedangkan dinegara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih dimungkinkan,
tetanus sering ditemukan. Pada dewasa, laki-laki lebih sering dari pada wanita, yaitu
2,5:1, kebayakan pada usia produktif.
PATOGONESIS DAN PATOFISIOLOGI
Ada 2 mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin kesusunan saraf
pusat yaitu:
1. toksin diabsorbasi pada pertemuan otot saraf, kemudian migr asi melalui jaringan
perineural urat saraf kesusunan saraf pusat.
2. toksin melalui rongga kepembuluh limfe dan darah kesusunan saraf pusat. Masih
belum jelas jalan mana yang lebih penting kemungkinan keduanya terlibat.
Manisfestasi klinis tetanus yang timbul adalah sebagai akibat pengaruh toksin pada
susunan saraf pusat, toksin menghambat synapsis cholinergik perifer, menurunkan
pengeluaran acetilcholin dan mengganggu saraf syimpatis. Bila sembuh tetanus tidak
meninggalkan kelainan neurologis.
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi berkisar 2-56 hari, 80-90% dari penderita timbul gejala dalam 14
hari. Spora dapat tinggal "Dormat" dijaringan dalam waktu yang lama dan kemudian
tumbuh menjadi bentuk vegetatif dan memproduksi toksin bila suasana menjadi anaerob.
Sebagai tanda-tanda permulaan timbul kejang otot sekitar luka, gelisah,lemah, cemas,
mudah tersinggung dan sakit kepala. Kemudian diikuti nyeri dan kaku rahang, perut dan
punggung yang mengeras dan kesukaran untuk menelan. Gambaran yang spesifik adalah
kekakuan dan kejang otot. Kekakuan mengenai 3 group utama yaitu: masseter, otot-otot
perut dan otot-otot punggung. Penderita selalu sadar penuh. Gejala-gejala sistemik dapat
timbul, seperti panas akibat sepsis dan ini memberi prognosa yang jelek. Tekanan darah
menunjukkan fluktuasi, juga sering takhikardi dan keringat banyak. Untuk menilai
gradasi banyak cara bisa digunakan seperti Phillip`s score dan klasfikasi menurut Owen
Smith, MS (Emergency Surgery).
KOMPLIKASI
Pada keadaan berat timbul komplikasi seperti:

Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada
waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang,
yang dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.
Cardioivaskuler:hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan
syampatis yang lama.
Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan
quardriceps femoris.
Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan
quardriceps femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.
Metabolisme : hiperpireksi.

DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus berdasarkan atas pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan
cairan cerebrospinal normal, basil tetanus ditemukan hanya pada sekitar 30% kultur
anaerob dari luka yang dicurigai.
DIAGNOSIS BANDING
Keadaan dibawah ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan yang hati-hati
terhadap kemungkinan :
- meningitis
- subarachnoid hemorage
- temporalmandibular arthralgia
- tetani
- histeri
- ec\ncephalitis
- phenotiazine terapi
- serum sickness
- epilepsi dan
- rabies
MANAGEMENT DAN TERAPI

Pasien yang diduga menderita tetanus harus ditempatkan pada tempat yang
tenang, dibagian yang gelap dari ruangan HCU. Tempat yang benar-benar tenang perlu
sebagai mencegah kebisingan yang bisa memimbuklan kejang dan nyeri. Perawat khusus
harus terus menerus hadir sepanjang hari dan malam untuk memonitor perjalan penyakit
dan memberitahukan pada dekter perubahan frekwensi atau beratnya kejang. Fasilitas
untuk endotraccheal suction dan intubasi termasuk tracheostomi dan ventilasi dengan
oksigen harus dapat segera dapat digunakan. Jika direncanakan pasien pindah ke rumah
sakit lain ,intubasi harus dilakukan sebelum pasien dipindahkan pada semua kasus
kecuali kasus-kasus yang ringan. Cegah terjadi dekubitus dan kontraktur.
RIWAYAT DAN PEMERIKSAAN
Perjalanan penyakit biasanya dari kejang nervus cranalis motorik berupa trismus
(N.V), risus sardonicus (N,VII), dysphagia (N.X, N.XII), salivasi (N.VII) dan
hyperacusis (N.VIII) sampai kekakuan umum secara kejang yang menyeluruh.
Sayangnya, progresivitas penyakit ini tidak seluruhnya sama, kejang menyeluruh dapat
terjadi tanpa diduga pada penyakit yang tidak dapat diramalkan ini.
beratnya penyakit dapat diperkirakan dari inkubasi (cedera sampai gejala pertama
timbul) dan priode of onset (pertama kali timbul gejala sampai timbul kejang pertama).
Penilaian awal beratnya penyakit akan dapat membantu untuk menempatkan pasien
dalam group pengobatan yang tepat (menurut tabel gradasi penyakit). Keluarga harus
dianamnesa jika tersebut tidak dapat menceritakan penyakit secara adequet.
Pemeriksaan yang dilakukan haruslah seminimal mungkin memberikan trauma
tempat asal trauma haruslah dilihat tetapi mungkin juga tidak akan ditemukan. Melalui
pemeriksaan neurologis dan pungsi lumbal dapat dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain. Perhatikan terutama diberikan terhadap sistem respirasi untuk menentukan
apakah pasien dapat mempertahankan jalan napasnya. Buli-buli yang distended
memerlukan pemasangan kateter.
PENGOBATAN
Perawatan luka : Pada luka yang dicurigai harus dilakukan debridement yang baik
sekaligus mengangkat kuman yang menghasilkan toksin.
ANTITOXIN DAN ANTIBIOTIK
Human anti tetanus gamma-glubumin 3000-10.000 unit, diberikan secara intra
muskuler dan dapat diulang bila diperlukan. Tetanus anti toksin tidak akan menetralisir
toksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, tetapi hanya menetralisir toksin yang
masih beredar. Bila TIGH tidak tersedia maka diberikan ATS dengan dosis 100.000 200.000 unit diberikan 50.000 unit intramuscular dan 50.000 intravena pada hari pertama,

kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan
ketiga. Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberikan
immunisasi aktif dengan toksoid, oleh karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus
tidak memiliki kekebalan.
Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap
Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap penicillin, oleh karena
clostridium tetani berada pada daerah anaerob dimana perfusi jaringan jelek, maka
diperlukan antibiotika dosis tinggi untuk memcapai daerah tersebut. Akan tetapi dengan
adanya infeksi campuran dengan kuman-kuman penghasil betalaktamase maka pinicillin
menjadi kurang efektif. Akhir-akhir ini diketahui bahwa Metronidazol dapat mencegah
tetanus dan terbukti lebih efektif dibanding dengan penicillin. Alternatif lain bila
penderita tidak tahan terhadap penicillin, juga boleh diberikan tetracyiclin.
Bahwa toxin adalah masih ada pada saat gejala pertama dari timbul gejala. Oleh
karena itu maka diberi antitoxin. Untuk mencegah penyebaran infeksi pyogenik, sisi dari
trauma haruslah di eksisi luas dengan "minimal handling" dari jaringan dan luka
dibiarkan terbuka.
CAIRAN NUTRISI
Protein yang sedang, calori yang banyak diberikan tiap hari. Pada kasus yang
ringan, boleh intake oral. Biasanya pasien dengan trismuspun diberi cairan biasanya
dengan sedotan. Pada kasus yang berat dan sedang, nasogastrik atau I.V dapat diberikan.
KONTROL KEJANG
Sejak perkenalan paralisis dan intermittent positive pressure ventilation (IPPV)
mortalitas tetanus yang berat turun sampai kurang dari 4% pada dewasa dan 20% pada
neonatus. (4). Terapi seperti itu hanya dapat dilakukan pada unut dengan ratio staff:
pasien yang tinggi. Pada negara yang belum berkrmbang mortalitas pada dewasa
mungkin dibawah 20% apabila keinginan merawat dan sedasi adaquat.
SEDASI
Sebagian besar pasien ditemukan bahwa tetanus dan pengobatannya merupakan
siksaan yang menakutkan dan sangat menyakitkan. Sebagai konsekwensinya, mereka
harus menerima sedasi sebanyak yang aman yang dapat diberikan. Bagaimanapun obatobat yang menyebabkan depresi pernafasan dan cardiovasculer harus dihindari. Opium
dan dan barbiturat merupakan kontra indikasi. Paraldehhyde masih tetap merupakan
preparat yang biasanya banyak digunakan, dalam dosis diatas

12 ml setiap 4 jam dengan menggunakan nasogastric tube (pengenceran) 1:10) atau


dengan intramuskular. 10-20 mg diazepam setiap 4-6 jam atau 100-200 mg
cholorpromazine setiap 4 jam juga dapat diberikan meskipun sydrom dari simpatik dapat
sering terjadi.
PARALISIS DAN IPPV
Pada kasus-kasus yang berat penambahan paralisis dan IPPV merubah prognosa
pasien tetanus. Semua pasien dengan kejang otot yang cukup berat untuk menghambat
ventilasi harus ditangani apabila fasilitas memungkinkan. Paralis diperbolehkan dengan
preparat apaun yang lebih disukai oleh ahli anasthesi, dapat untuk menghilangkan semua
kejang kecuali pergerakan otot yang minimal. Mula-mula, dosis diulang pada tanda
pertama pengembalian aktofitas otot. Panjangnya interval antara dosis-dosis seperti pada
permulaan penyakit berkurang. IPPV dengan ruangan yang sangat kaya akan oksigen
berguna untuk mempertahankan PO2 arterial 80-100 mmHg dan PCO2 aterial 35-40
mmHg.
Harus diingat pada pasien yang paralis, tidak dapat memberikan respon terhadap
rangsangan dari luar, juga tidak tuli dan tidak bodoh dan mungkin sangat lemah tapi tetap
sadar terhadap sekelilingnya. Perawat dan para dokter harus sangat berhati-hati dalam
berbicara dan secara terus-menerus berbicara pada pasien. Pasien-pasien paralisa juga
membutuhkan kateter dan evacuasi rectum secara manual. pada kasus-kasus yang berat
akan diperlukan paralisis selama 3-4 minggu. Pasien dan para kerabatnya harus diberi
tahu tentang hal ini.

TABEL PHILLIPS SCORE


1.Masa inkubasi

< 2 hari
2-5 hari
6-8 hari
11-14 hari
> 15 hari

2. Tempat infeksi

: umbilikus
kepala/leher
badan
extremitas atas proximal
extremitas bawah proximal
extremitas atas distal

nilai 5
nilai 4
nilai 3
nilai 2
nilai 1
nilai 5
nilai 4
nilai 3
nilai 3
nilai 3
nilai 2

extremitas bawah distal


tidak diketahui
3. immunisasi

4. Faktor penyerta

nilai 2
nilai 1

: belum pernah
mungkin pernah
pernah > 10 tahun yg lalu
pernah < 10 tahun yg lalu
imunisasi lengkap

nilai 10
nilai 8
nilai 4
nilai 2
nilai 0

: trauma yang mengancam jiwa


trauma berat
trauma sedang
trauma ringan
A.S.A derajat 1

nilai 10
nilai 8
nilai 4
nilai 2
nilai 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROGNOSE PENYAKIT


5. Derajat Spasme

epistotonus
reflek spasme umum
spasme terbatas
spastistas umum
trismus

nilai 6
nilai 4
nilai 3
nilai 2
nilai 1

6. Frekwensi spasme

spontan >3x/15 menit


spontan <3x/15 menit
kadang-kadang spontan
<6x/12 jam

nilai 5
nilai 4
nilai 3
nilai 0

7. Suhu badan

>38.9 derajat
38,3-38,8
37,2-37,7
36,7-37,1

nilai 10
nilai 8
nilai 2
nilai 0

8 Pernapasan trakheostomi
henti napas tiap konpulasi
henti napas, kadang-kadang tiap

nilai 10
nilai 8
nilai 4

konvulasi.
henti napas, hanya selama konvulasi
nilai 2
nilai 0

normal

<10:RINGAN, dapat sembuh sepontan


10-14: SEDANG, harus selamat dengan perawatan standar yang layak
15-23: BERAT, harapan hidup tergantung pada kwalitas pengobatan.
> 24 : SANGAT BERAT, umumnya berakhir dengan kematian.

Owen Smith, MS (Emergency Surgery)


Table GEJALA-GEJALA DAN PENANGANAN MENURUT GRADASI PENYAKIT

PENGOBATAN

Masa inkubasi
Onset
Trimus
Dysphagia
Kekakuan
Reflek spasme

RINGAN
14 hari
6 hari
+
-

SEDANG
10-14 hari
3-6 hari
++
++
+

BERAT
< 10 hari
< 3 hari
+++
+++
+++
+++

Pengobatan
Sedasi
Nutrisi
Tracheostomi
Paralysis & IPPV

+++
Oral
-

+++
NHG/I.V
+

+++
NHG/I.V
+
+

Anda mungkin juga menyukai