Anda di halaman 1dari 25

AUDIOMETRI NADA MURNI

A. PENDAHULUAN
Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi evaluasi pendengaran dan
reahibilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan
pendengaran. Ada dua alasan untuk melakukan evaluasi yaitu pertama, untuk
mendiagnosis lokasi dan jenis penyakit dan kedua, untuk menilai dampak
gangguan pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial dan pekerjaan.1
Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus
patologis dan penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit berbeda
pada daerah yang sama (misalnya ketulian dan sindrom Meniere keduanya
melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan
akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Demikian juga dengan
kualitas gangguan pendengaran akan mengakibatkan keterbatasan dalam keahlian
yang memerlukan perhatian, perkembangan berbahasa, presisi bicara dan
efektivitas komunikasi umum sesuai dengan derajat dan jenis gangguan. Rencanarencana untuk mengadakan pendidikan khusus dan rehabilitasi harus dipengaruhi
dan dituntun oleh hasil pemeriksaan pendengaran bersamaan dengan variable
penting lainnya seperti intelegensi, motivasi dan dukungan keluarga. Dokter
terpaksa harus memeriksa keutuhan telinga tengah secara tidak langsung dan sama
sekali tidak dapat memeriksa koklearis dan sistem saraf akustikus kecuali dengan
mempelajari cara-cara keduanya berfungsi sebagai jawaban terhadap bunyi. 1
Kemampuan pasien untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai cara
mulai dari prosedur informal hingga pengukuran tepat berstandar tinggi yang
memerlukan peralatan khusus. Dengan semakin sering atau menjadi rutinnya
pemeriksaan pendengaran dilakukan di ruang praktek, maka semakin besar
keahlian yang dapat dikembangkan pemerikasa dalam aplikasi praktis dan
pengunaannya. Terdapat pelbagai metode uji pendengaran yaitu uji penala,
audiometri nada murni, audiometric bicara, uji-uji khusus dan audiometri
pediatrik. Ini adalah sangat penting untuk mengetahui fungsi pendengaran dan

mengetahui penyakit- penyakit gangguan pendengaran.1

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

B. ANATOMI
DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
Anatomi

Gambar 1. Anatomi telinga


gambar 1. Anatomi telinga

Anatomi telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : telinga luar, telinga tengah dan
Anatomi telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : telinga luar, telinga
telinga dalam.
tengah dantelinga dalam.
1. Telinga Luar 2,3,4
2,3,4
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani.
huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. PAnjangnya kira-kira 2 -3
huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
1
serumen
kelenjar
keringat
= kelenjar
serumen)
dan rambut.
Kelenjar
pertiga
bagian (modifikasi
dalam rangkanya
terdiri
dari tulang.
PAnjangnya
kira-kira
2
-3
2
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam
cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
2. Telinga Tengah2,3,4
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar


keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

2. Telinga Tengah2,3,4

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :


/

- Batas luar : membran timpani

- Batas depan : tuba eustachius

- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis


horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radial dibagian luar dan sirkuler di bagian dalam.
3. Telinga Dalam

2,3,4

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.

Kanalis semisirklularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk


lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus kokleans) di
antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
limfa berisi endomedia. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibule disebut
sebagai membran vestibuli (Reissners Membrane)sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terdapat organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar, dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

Fisiologi pendengaran

Gambar 2: Fisiologi Pendengaran

2,5

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong.2

Oleh karena luas permukaan membran tympani 22

kali lebih besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang
suara 15-22 kali pada tingkap oval. Selain karena luas permukaan membran
timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit tulang-tulang pendengaran
juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara.

3,4

Energi

getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang


menggerakkan tingkap lonjong. Sehingga cairan perlimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan ransangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam
sinapsis yang menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan
ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.

2,5

C. GANGGUAN PENDENGARAN

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang terbagi atas tuli
koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan
telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare
berupa aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut
jantung. Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda
timpani terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam
terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran, obat-obat dapat merusak stria
vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli saraf. Setelah
pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan
pendengaran berupa tuli saraf dan gangguan keseimbangan.

2,5

Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji pendengaran
yaitu tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) serta tuli campur (mixed
deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli saraf
(perseptif, sensorineural) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus
VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh
kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat merupakan satu
penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau
merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf)
dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). Jadi jenis ketulian sesuai dengan
letak kelainan.2

Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi
(frekuensi 20Hz-18.000Hz) merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar
oleh telinga normal. Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi, misalnya dari
garpu tala, piano. Bising (noise) dibedakan antara NB (narrow band), terdiri atas
beberapa frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari
banyak frekuensi.2

D. DEFINISI AUDIOMETRI NADA MURNI

Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar
dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk
mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk
menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan
pendengaran Nada murni berarti bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi,
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Audiometri nada murni/ pure tune
audiometry (PTA) adalah salah satu jenis uji pendengaran untuk menilai fungsi
pendengaran.

2,6

E. MANFAAT AUDIOMETRI
1. Untuk mengukur batas pendengaran pada konduksi udara dan tulang serta
derajat atau tipe ketulian.
2. Merekam hasil dapat disimpan dan dapat dugunakan untuk rujukan masa

akan datang.
3. Audiogram berguna sebagai ukuran untuk pengunaan alat bantu dengar.
4. Membantu untuk mencari derajat kecacatan untuk tujuan medikolegal. 6

F. TUJUAN AUDIOMETRI
Ada empat tujuan audiometri, yaitu:

1. Kegunaan diagnostik penyakit telinga


2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menangkap percakapan
sehari-hari. Atau validitas sosial pendengaran seperti untuk tugas dan
pekerjaan, apakah butuh alat bantu dengar, ganti rugi seperti dalam bidang
kedokteran kehakiman dan asuransi.
3. Skrining pada anak balita dan sekolah dasar
4. Monitor pekerja yang bekerja di tempat bising.

G. ISTILAH DALAM AUDIOMETRI NADA MURNI


/

1 Nada murni (pure Tone): merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu
frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.2,7

2 Bising: merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari


spectrum terbatas (Narrow band), spektrum luas (White noise).2,7

3 Frekuensi : merupakan nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda
yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Dengan satuannya
dalam jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz (Hz).2,7

4 Intensitas bunyi: dinyatakan dalam desibel (dB). Dikenal dB HL (hearing


level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound pressure level). dB HL dan dB SL
dasarnya adalah subjektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer,
sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang
sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).2,7

5 Ambang dengar: merupakan bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi
tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang
dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila
ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC,
maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan
derajat ketulian.2,7

6 Nilai nol audiometrik (audiometric zone) dalam dB HL dan dB SL, yaitu


intensitas nada murni yang terkecil pada suatu fekuensi tertentu yang masih dapat
didengar oleh telinga rata-rata dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap
frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Pada audiogram angka-angka
intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan
kenaikan logaritmik secara perbandingan. Terdapat dua standar yang dipakai
adalah ISO (International Standard Organization) dan ASA (American standard
Association). Dengan nilai berupa 0dB ISO = -10 dB ASA atau 10dB ISO = 0 dB
ASA.2,7

7 Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram dipakai grafik AC, yaitu
dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz)
dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa:
250 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga
kanan, warna merah.2,7

/
/ Gambar 3: simbol-simbol notasi pada audiogram 7
H. MEKANISME KERJA AUDIOMETRI
Audiometer nada murni merupakan uji sensitivitas prosedur masing
masing telinga dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi
nada-nada murni dari frekuensi bunyi yang berbeda beda, yaitu 250, 500, 1000,
2000, 4000 dan 8000 Hz dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB).
Bunyi dihasilkan dari dua sumber yaitu sumber pertama adalah dari earphone
yang ditempelkan pada telinga, manakala sumber kedua adalah suatu osilator atau
vibrator hantaran tulang yang ditempelkan pada mastoid (atau dahi) melalui satu
head band. Vibrator menyebabkan osilasi tulang tengkorak dan menggetarkan
cairan dalam koklear. Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui ear phone atau
melalui bone conductor ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya. 1 Hasil
pemeriksaan digambar sebagai audiogram dan akan diperiksa secara terpisah,
untuk bunyi yang disalurkan melalui ear phone mengukur ketajaman pendengaran
melalui hantaran udara, sedangkan melalui bone conductor telinga mengukur
hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang. Dengan membaca audiogram
yang dihasilkan kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran
seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran
normal dan berusia sekitar 18-30 tahun merupakan nilai ambang baku

10

pendengaran untuk nada murni.1,2


Tujuan pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah dalam
dB dari tiap frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga seseorang, dengan
kata lain ambang pendengaran seseorang terhadap bunyi.2
I. SYARAT PEMERIKSAAN AUDIOMETRI NADA MURNI
- Alat Audiometer7
Audiometer yang tersedia di pasaran terdiri dari enam komponen utama yaitu;
1. Oksilator yang menghasilkan berbagai nada murni,
2. Amplifier untuk menaikkan internsitas nada murni hingga dapat
terdengar,
3. Pemutus (interrupter) yang memungkinkan pemeriksa menekan dan
mematikan tombol nada murni secara halus tanpa tedengar bunyi lain,
4. Attenuator agar pemeriksa dapat menaikkan dan menurunkan intensitas
ke tingkat yang dikehendaki,
5. Earphone yang mengubah gelombang listrik menjadi bunyi yang dapat
didengar,

gambar 4. Contoh earphone supra aural5

11

6. Bone vibrators
Merupakan suatu transducer yang dirancang untuk memberi tekanan pada
tulang bila diletakkan secara berkontak langsung dengan tengkorak. Nilai
konduksi tulang pada audiometri nada murni dapat diukur dengan
menggunakan alat seperti di bawah ini :

gambar 5. Bone-conduction vibrator6


7. sumber suara pengganggu (masking) yang sering diperlukan untuk
meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa. Narrow band masking
noise atau garis selubung suara sempit merupakan suara putih atau white
noise (sejenis suara mirip aliran uap atau deru angin) yang sudah disaring
dari enegi suara yang tidak dibutuhkan uantuk menyelubungi bunyi
tertentu yang sedang digarap. Ini adalah bunyi masking yang paling efektif
untuk audiometerik nada murni.

12

Gambar 6. Contoh alat audiometer


Pada audiometri terdapat pilihan nada dari oktaf yaitu 125, 250, 500, 1000, 2000,
4000 dan 8000 Hz yang memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat
yang digunakan berdasarkan BS EN 60645-1(IEC 60645-1).2,6,7
Alat

audiometer

harusnya

selalu

dapat

dikalibrasi

dengan

exhaustive

electroacoustic calibrations oleh badan pengkalibrasian nasional. Pemeriksaan


termasuk pemeriksaan cara pakai, dan penyesuaian bioakustik seharusnya
dilakukan tiap hari sebelum digunakan, sesuai standar BS EN ISO 389 series.6,7
- Lingkungan Pemeriksaan yang Baik
Orang yang diperiksa seharusnya dapat dilihat sepenuhnya oleh pemeriksa. Orang
tersebut tidak boleh melihat atau mendengar pemeriksa dan audiometernya.
Pemeriksaan dilakukan di dalalam ruangan dengan tingkat kebisingan terendah
sehingga kepekaan pendengaran pasien tidak terganggu. Suara tambahan tidak
boleh lebih dari 38 dB. Pemeriksaan ini sesuai standard BS EN ISO 8253-1.6,7
- Kontrol Infeksi
Alat yang telah terkena kontak dengan pasien harus dilakukan prosedur kontrol
infeksi. Alat yang dipakai harus dibersihkan dan disinfeksi setiap kali pemakaian.
Pemakaian disposable ear phone sangat direkomendasikan. Pemeriksa harus cuci

13

tangan dengan sabun ataupun alkohol sebelum menyentuh pasien.6

J. PROSEDUR PEMERIKSAAN
Sebelum dilakukan pemeriksaan, anamnesis mengenai riwayat penyakit harus
telah didapatkan dan pemeriksaan otoskopi telah dilakukan. Tanyakan apakah
menderita tinnitus atau apakah tidak tahan suara keras. Tanyakan pula telinga
yang mendengar lebih jelas. Usahakan pasien lebih kooperatif.2,6
- Pemeriksaan liang telinga
Hanya untuk memastikan kanal tidak tersumbat. Telinga harus bebas dari
serumen. Alat bantu dengar harus dilepas setelah instruksi pemerisa sudah
dijalankan. 8
- Pemberian instruksi
Berikan perintah yang sederhana dan jelas. Jelaskan bahwa akan terdegar
serangkaian bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien harus
memberikan tanda dengan mengangkat tangannya, menekan tombol atau
mengatakan ya setiap terdengar bunyi bagaimanapun lemahnya.1
- Pemasangan earphone atau bone conductor
Lepaskan dahulu kacamata atau giwang, regangkan headband, pasangkan di
kepalanya dengan benar, earphone kanan ditelinga kanan kemudian
kencangkan sehingga terasa nyaman. Perhatikan membrane earphone tepat di
depan liang telinga di kedua sisi.1,2
-

Seleksi telinga
Mulailah dengan telinga yang sehat dahulu. 5
Urutan frekuensi
Prosedur dasar pemeriksaan ini adalah, a) dimulai dengan signal nada yang

14

sering didengar (familiarization), b) pengukuran ambang pendengaran. Dua


cara menentukan nada familiarization:1,6
1. Dengan memulai dari 1000 Hz, dimana pendengaran paling stabil, lalu
secara bertahap meningkatkan oktaf lebih tinggi hingga terdengar.
2. Pemberian nada 1000 Hz pada 30 dB. Jika terdengar, lakukan pemeriksaan
ambang pendengaran. Jika tidak terdengar nada awal di tinggkatkan
intensitas bunyi hingga 50 dB, dengan menaikkan tiap 10 dB hingga
tedengar.
Familiarization tidak selalu dilakukan pada setiap kasus. Terutama pada kasus
forensic atau pasien dengan riwayat ketulian.6

Masking
Pada pemeriksaan audiometri, kadang-kadang perlu diberi masking. Suara
masking, diberikan berupa suara seperti angina (bising), pada headphone
telinga yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat
mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa.Pemeriksaan
dengan masking dilakukan apabila telinga yang diperiksa mempunyai
pendengaran yang mencolok bedanya dari telinga yang satu lagi. Oleh karena
AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga
kontralateral, maka pada telinga kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi
bising supaya tidak mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang
diperiksa.2,7,8

Tujuan masking.5
Tujuan utama dari uji audiologi dasar ialah untuk menilai fungsi
auditoris dari masing-masing telinga. Tetapi ada beberapa keadaan
pada uji konduksi udara dan uji konduksi tulang dimana hal ini
tidak terjadi. Meskipun nada murni atau rangsangan bicara
diberikan melalui transducer kepada telinga yang diuji, telinga

15

yang tidak diuji pun dapat berkontribusi secara parsial bahkan total
terhadap respon yang diobservasi. Apabila kita menduga telinga
yang tidak diuji berespon selama pengujian telinga yang satunya,
rangsangan masking harus diberikan pada telinga yang sedang diuji

untuk mengurangi partisipasinya.


Saat-saat menggunakan masking.5
Masking kontralateral diperlukan kapanpun ada kemungkinan
bahwa sinyal uji dapat diterima oleh telinga yang sedang tidak
diuji. IA (interaural attenuation) adalah salah satu faktor utama
yang dipertimbangkan saat mengevaluasi perlunya masking.
audiometri nada murni konduksi udara :
masking kontralateral diperlukan selama audiometri nada
murni- konduksi udara apabila ambang konduksi udara pada
telinga yang diuji setara atau melebihi ambang konduksi tulang
telinga yang tidak diuji oleh suatu nilai IA konservatif
(misalnya , ambang konduksi tulang tanpa masking).
ACtest ear BCnontest ear IA
audiometri nada murni konduksi tulang :
Penggunaan masking kontralateral diindikasikan apabila hasil
audiometri konduksi tulang tanpa masking menunjukkan
adanya suatu air-bone gap pada telinga yang diuji sebesar
15dB atau lebih besar.
Air Bone Gap test ear 15 dB
dimana
Air bone gap=ACtest earunmasked BC
Sementara itu ASHA merekomendasikan bahwa , masking
kontralateral harus digunakan apabila ada potensi air-bone gap

sebesar 10 dB atau lebih.


Pemilihan masking5
Audiometer diagnostic standar memiliki 3 piihan rangsang masking:
narrowband noise, speech spectrum noise, and white noise. Tujuan
utama kita adalah untuk memilih suatu masker yang efisien. Suatu
masker yang efisien adalah masker yang menghasilan tingkatan
masking yang efektif dengan tingkat tekanan suara keseluruhan.
White noise adalah suatu rangsangan spectrum luas yang berisikan

16

energy yang sama sepanjang berbagai frekuensi. Oleh karena spectrum


luasnya, ia memiliki kemampuan untuk menyamarkan stimuli nada
murni dalam berbagai frekuensi. Jadi white noise merupakan masker
yang adekuat untuk stimuli nada murni. Namun, white noise berisi
komponen bising yang tidak berkontribusi terhadap efektivitas dari
masker. Komponen bising tambahan di luar garis kritis nada secara
sederhana menambah tingkat stimulus masking. Adapun masker yang
paling efisien untuk stimuli nada murni ialah narrow band dengan
luas bidang sedikit lebih besar dibandingkan dengan bidang sekitar
nada. Narrow band masking memberikan efek masking yang paling
besar dengan intensitas keseluruhan yang paling rendah. Sanders dan
Rintelmann (1964) mengkonfirmasi bahwa narrowband noise jauh
lebih efisien untuk stimuli nada murni jika dibandingkan dengan white
noise. Untuk tekanan suara (50,70, dan 90 dB SPL), narrowband noise
berpusat pada frekuensi dari sinyal nada murni (berkisar antara 250
sampai 4000Hz) secara konsisten menghasilkan suatu efek masking
yang lebih besar (sekitar 10 sampai 20 dB) dibandingkan dengan
white noise.
/
/

K. INTERPRETASI AUIDOGRAM

Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi

tulang (BC). Apabila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis, baik AC

maupun BC, maka akan didapatkan didalam audiogram.

7,8,9,10

7 1. Audiogram Normal
/ Secara teoritis, bila pendengaran normal, ambang dengar untuk hantaran
udara maupun hantaran tulang tercatat sebesar 0 dB. Pada anakpun
keadaan ideal seperti ini sulit tercapai terutam pada frekuensi rendah bila

17

terdapat bunyi lingkungan (ambient noise). Pada keadaan tes yang baik,
audiogram dengan ambang dengar 10 dB pada 250, 500 Hz 0 dB pada
1000, 2000,4000, 10000 Hz pada 8000 Hz dapat dianggap normal.7

/
/ gambar 7. Gambar audiogram pada orang normal
2. Tuli Konduktif
Diagnosis gangguan dengar konduktif ditegakkan berdasarkan prinsip bahwa
gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan gangguan hantaran udara
yang lebih besar daripada hantaran tulang. Pada keadaan tuli konduktif murni,
keadaan koklea yang baik (intak) menyebabkan hantaran tulang normal, yaitu
0 dB pada audiogram.2,6,7
Pengecualian adalah pada tuli konduktif karena fiksasi tulang stapes
(misalnya pada otosklerosis). Disini terdapat ambang hantaran tulang turun
menjadi 15 dB pada 2000Hz. Diperkiran keadaan ini bukan karena ketulian
sensorineural, tapi belum diketahui sebabnya. Penyebab ketulian koduktif
seperti penyumbatan liang telinga, contohnya serumen, terjadinya OMA,
OMSK, penyumbatan tuba eustachius. Setiap keadaan yang menyebabkan
gangguan pendengaran seperti fiksasi kongenitalm fiksasi karena trauma,
dislokasi rantai tulang pendengaran, juga akan menyebabkan peninggian

18

amabang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap antara hantran
tulang dengan hantaran udara menunjukkan beratnya ketulian konduktif.2,7
Derajat ketulian yang disebabkan otitis media sering berfluktuasi. Eksarsebasi
dan remisi sering terjadi pada penyakit telinga tenga terutama otitis media
serosa. Pada orang tua sering mengeluhkan pendengaran anaknya bertambah
bila sedang pilek, sesudah berenang atau sedang tumbuh gigi. dapat juga saat
perubahan pada musim tertentu karena alergi.
Penurunan Pendengaran akan menetap sekitar 55-60 dB pada pasien otitis
media. Selama koklea normal, gangguan pendengaran maksimum tidak
melebihi 60 dB. Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif biasanya
menunjukkan pendengaran lebih pada frekuensi rendah. Dapat pula berbentuk
audiogram yang datar.2,7

Gambar 8. Audiogram tuli konduktif7


3. Tuli Sensorineural (SNHL)
Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran hantaran
tulang dan udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini terjadi bila terdapat
gangguan koklea, N.auditorius (NVIII) sampai ke pusat pendengaran termasuk

19

kelainan yang terdapat didalam batang otak.


pendengaaran

saja

(gangguan

pendengaran

Kelainan pada pusat

sentral)

biasanya

tidak

menyeababkan gangguan dengar untuk nada murni, namun tetap terdapat


gangguan pendengaran tertentu. Gangguan pada koklea terjadi karenadua cara,
pertama sel rambut didalam koklea rusak, kedua karena stereosilia dapat
hancur. Proses ini dapat terjadi karenainfeksi virus, obat ototoxic, dan biasa
terpapar bising yang lama, dapat pula terjadi kongenital. Istilah retrokoklea
digunakan untuk sistem pendengaran sesudah koklea, tetapi tidak termasuk
korteks serebri (pusat pendengaran), maka yang termasuk adalah N.VIII dan
batang otak.7
Berdasarkan hasil audiometrik saja tidak dapat membedakan jenis tuli koklea
atau retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Pada ketulian
Meniere, pendengaran terutama berkurang pada frekuensi tinggi. Tuli
sensorineural karena presbikusis dan tuli suara keras biasanya terjadi pada
nada dengan frekuensi tinggi.7
Apabila tingkat konduksi udara normal, hantaran tulang harusnya normal pula.
Bila konduksi udara dan konduksi tulang keduaduannya abnormal dan pada
level yang sama, maka pastilahnya masalah terletak pada koklea atau N. VIII,
sedangkan telinga tengah normal.7

20

Gambar 9. Audiogram tuli sensorineural7


4. Tuli Campuran
Kemungkinan tarjadinya kerusakan koklea disertai sumbatan serumen
yang padat dapat terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan gangguan
fungsi koklea ditambah dengan penurunan pendengaran karena sumbatan
konduksi udara mengambarkan tingkat ketulian yang disebabkan oleh
komponen konduktif.7
Perbedaan anatara level hantaran udara dan tulang dikenal sebagai jarak
udara- tulang atau air-bone gap. Jarak udara-tulang merupakan suatu
ukuran dari komponen konduktif dari suatu gangguan pendengaran. Level
hantaran udara menunjukkan tingkat patologi koklea, kadang disebut
sebagai cochlear reserve atau cabang koklea.7

21

Gambar 10. Audiogram tuli campuran

I. JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP


Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli, jenis
ketulian yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur.
Derajat ketulian berdasarkan ISO 1964:8,10,11,12
AMBANG PENDENGARAN

INTERPRETASI

0-25 dB

Normal

26-40 dB

Tuli ringan

41-54 dB

Tuli sedang

55-70 dB

Tuli sedang berat

71-90 dB

Tuli berat

>90 dB

Tuli total

22

Nilai ambang dengar dapat diukur dengan menggunakan perhitungan seperti yang
berikut: Menambahkan ambang dengar 500Hz, 1000Hz, 200Hz, 4000Hz lalu
dibagi 4.2,10,11
Misal,

ambang

dengar

(AD)

AD 500 Hz+ AD 1000 Hz+ AD 2000 Hz+ AD 4000 Hz


4

/
/

DAFTAR PUSTAKA
1

1. Levine S. Audilogi. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta.

23

Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997; 46-74.


2. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Leher.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.
3. Sherwood, Lauralee. Human Physiology. 6thed. USA: The Thomson
Corporation. 2007
4. Guyton A.C. Physiology of The Human Body. 11th ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company. 2003.
5. Katz, Jack. Handbook Of Clinical Audiology. 7th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer. 2009.
6. Dhingra PL: Assessment of hearing, Disease of ENT, 4 th edition: Elsevier:
2007
7. Kutz, Joe Walter ; Meyers, Arlend ; Bauer, Carol A, et al. Audiology PureTone

Testing.

[cited

on

22th

Mei

2012].

Available

from:

http://www.emedicine.medscape.com/article/1822962-overview
8. Hopkins, Johns. Pure Tone Audiometry. [cited on 22th Mei 2012]. Available
from : http://www.johnshopkinsmedicine.org/puretoneaudiometry.html
9. Carol J.Y. How To Read An Audiogram. [cited on 31th Mei 2012]. Available
from:http://www.wou.edu/education/sped/wrocc/HT%20Read%20Audiogram
%20web.pdf
10.
2012].

Timothy C.H. Audiometry. Pure Tone Audiometry. [cited on 31th Mei


Available

from:

http://www.dizziness-

24

andbalance.com/testing/hearing/audiogram.html
11. General Practice Notebook. Audiogram Pure Tone. [cited on 31th Mei 2012].
Available from: http://www.gpnotebook.co.uk/simplepage.cfm?ID=845873165
12.

American Speech-Language-Hearing Association. (2005). Guidelines for


Manual Pure-Tone Threshold Audiometry [cited on 31th Mei 2012]. Available
from http://www.asha.org/docs/pdf/GL2005-00014.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai