IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Keluhan utama:
Os datang karena merasa nyeri di perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :.
Os mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS. Os mengatakan ada demam
yang terus menerus sejak 2 hari SMRS. Os juga mengeluh mual dan muntah, os
mengatakan sudah muntah 2 kali. Os mengaku nyeri perut kanan bawah sudah sering
dirasakan sebelumnya, namun diabaikan oleh os karena nyeri dirasakan hilang dengan
sendirinya. Menurut os tidak ada gangguan pada BAB dan BAK.
Riwayat Penyakit Penyerta :
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 37,9 C
Respirasi
: 20 x/menit
Mata
Leher
Toraks
Ekstremitas
Sensitibiltas
-
+
+
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Tanggal 29/04/2014
Hematologi darah rutin
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hemostasis
Nilai
14,1
40,2
4,87
12.710
251.100
Pemeriksaan
Nilai
Masa perdarahan 2
Masa pembekuan 11
Kimia klinik
Pemeriksaan
Gula darah sewaktu
Nilai
103
Nilai normal
12,0-16,0
40-60
4,5-5,5
4.100-10.000
150.000-450.000
Unit
g/dl
%
Juta/ul
/ul
/ul
Nilai normal
<5 menit
<15 menit
Unit
menit
menit
Nilai normal
<140
Unit
mg/dl
Suhu : 36 oC
Berat badan : 50 kg
Teknik anestesi
Jenis anetesi : Anestesi regional
Teknik pemberian : Spinal
X. INTRA OPERASI
Lama anestesi : 2 jam
Lama operasi : 1 jam 35 menit
Cara Pemberian
Tindakan anestesi spinal dilakukan pada L3-L4 dengan pasien pada posisi duduk.
Digunakan bupivakain 20 mg.
HES
Ringerfudin
: 500 ml
: 500 ml
Cairan Keluar
: Menggigil (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (+)
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: 2 (sadar penuh)
Respirasi
Sirkulasi
Warna kulit
Aktivitas
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Regional ; Anestesi Spinal
Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada
impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara
(reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.Sedangkan pasien tetap
sadar.
Anestesi
spinal
ialah
pemberian
obat
anestetik
lokal
ke
dalam
ruang
subarackhnoid.Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang
subarachnoid di daerah antara vertebra L3-L4 atau L4-L5.Untuk mencapai cairan serebrospinal,
maka jarum suntik akan menembus kulis subkutis Lig. Supraspinosum Lig.
Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.
Hal hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan,
efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang
belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.
Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis,
diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam.Yang mengalami blokade
terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif.Blokade simpatis
ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan
terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat.Sebagian
besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan
sebagian kecil melalui aliran getah bening.Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal.
Kelebihan atau manfaat tehnikanestesi regional ini adalah
Pasien tetap sadar sehingga jalan nafas serta sistem respirasi tetap paten dan aspirasi isi
pembedahan
Mengurangi jumlah perdarahan
Menurunkan angka komplikasi tromboemboli
Mengurangi tempoh waktu rawat inap
Kontra indikasi :
Tabel 1: Kontraindikasi absolut dan relative terhadap anestesi spinal
Absolut
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi
koagulan
Tekanan intracranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman tanpa didampingi
konsulen anestesi.
Relatif
Infeksi sistemik
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronik
1. Sistem kardiovaskular
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda seperti aritmia, gagal jantung,hipertensi,
penyakit katup jantung, penyakit vascular perifer, Selain itu, penting juga untuk
melakukan pemeriksaan vena perifer untuk mengidentifikasi setiap masalah yang
berpotensi pada akses IV.
2. Sistem pernafasan
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda seperti gagal nafas, ganguan ventilasi, kolaps,
konsolidasi, efusi pleura, suara nafas dan gangguan pernafasan.Jalan nafas semua pasien
harus dinilai untuk mencoba memprediksi apakah pasien akan sulit diintubasi.
Temuan salah satu dari hal tersebut mengindikasikan bahwa intubasi mungkin akan lebih
sulit. Namun, harus diingat bahwa semua ini bersifat subjektif.
Pemeriksaan bedside sederhana
10
Jarak Tiromental pada kepala yang diekstensikan sejauh mungkin, diukur jarak
antara puncak tulang pada dagu dan penonjolan tulang rawan tiroid. Jarak <7cm
Tidak satupun dari tes ini, sendiri atau gabungan, akan memprediksi semua kesulitan
intubasi. Mallampati kelas III atau IV dengan jarak tiromental <7cm akan memprediksi
80% kesulitan intubasi. Apabila masalah sudah diantisipasi, anestesi harus direncakanan
sesuai dengan temuannya.Apabila terbukti sulit diintubasi, hal ini harus dicatat di tempat
yang jelas terlihat dalam catatan pasien dan pasien diberitahu.
3. Sistem saraf
Perlu dikenali adanya penyakit kronik sistem saraf pusat dan perifer, dan setiap tanda
adanya gangguan sensorik atau motorik dicatat. Harus diingat bahwa beberapa kelainan
11
12
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipotensi pasca anestesi spinal yang telah
diteliti, karena memiliki efek yang membahayakan pada neonatus ataupun maternal. Prosedur
pergeseran uterin ke arah lateral merupakan salah satu prosedur tetap dalam mencegah hipotensi.
Strategi lain adalah preload cairan intravena, kompresi pada kaki dan vasopressor profilaksis.
Namun, sejauh ini tidak ada satu metode yang memberikan hasil yang memuaskan.Efedrin
merupakan salah satu vasopressor yang paling umum digunakan.
Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus
spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent:Mendapatkan persetujuan pasien untuk di anestesi
2. Pemeriksaan fisik:Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran:Hb,Ht, Leukosit, trombosit, waktu perdarahan,
waktu pembekuan
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi
yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan
hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1.
Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba.Posisi lain adalah duduk.
Duduk sedikit membungkuk dalam keadaan relaks,pasien tidak mengkakukan otot, dagu
rapat ke dada dengan kaki lurus di atas meja operasi.
13
Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,missal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.
Beri anastesi local pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat
3.
4.
5.
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. tusukkan introduser
sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (QuinckeBabcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi
tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obar
dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi
yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter..
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
6.
Volume obat analgetik local: makin besar makin tinggi daerah analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan
penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
14
kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiperbarik , isobarik atau hipobarik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama di dapat batas analgesia
Bupivakain
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide
hydrochloride.
Bupivakain
adalah
derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini
bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun
196312.
Secara
komersial
bupivakain
tersedia
dalam
kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini
sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah16.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah
banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian
bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total
15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 24ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya
dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan
bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain
selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah.
Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja
yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan
memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik
paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik
15
anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25
0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi
yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal
pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.
Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan
sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl
digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit
pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk
mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien
yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa
efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian
yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya
sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara
mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis
secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB)
meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia
pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis
tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 g menghasilkan
efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggi
meningkatkan kejadian efek samping.
Komplikasi anestesia spinal
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed. Komplikasi
berupa gangguan pada sirkulasi,respirasi dan gastrointestinal.
16
tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.
Komplikasi gastrointestinal:Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus
parasimpatis berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi lumbalmerupakan
nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi
tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan kekerapan yang
bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.
Retentio urine: Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling
akhir pada analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf
permanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Pencegahan:
1.
2.
3.
Pengobatan:
1.
Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam,kepala tidak boleh diangkat, boleh miring
2.
3.
kanan kiri.
Hidrasi adekuat
Hindari mengejan
17
4.
Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah
pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.
Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg (2-
5ml)
Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dose 20-50mg(1-2ml)
Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg
Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,
dosis 5-15mg(1-3ml)
Faktor Utama
a.
berat jenis anestetik local(barisitas)
b.
posisi pasien
c.
Dosis dan volume anestetik local
Faktor Tambahan
a.
Ketinggian suntikan
b.
Kecepatan suntikan/barbotase
c.
Ukuran jarum
d.
Keadaan fisik pasien
e.
Tekanan intra abdominal
18
1.
2.
3.
4.
Komplikasi tindakan
Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
Bradikardia: Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok
sampai T-2
Hipoventilasi: Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
Trauma pembuluh saraf
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi atau spinal total
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2002.
2. William H.E, Michael T.B, Davison J.K, Kenneth L.H, Carl Rosow et al. Clinical
anesthesia of the Massachusetts General Hospital 6th edition: Lippicott Williams and
Wilkins: 2002
3. Zunilda D.S, Elysabeth. Anestetik umum. Dalam Farmakologi dan terapi edisi 5:
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.
4. Ronald DM, Manuel CP. Basics of anesthesia. 6th edition. Philadelphia: Elsevier; 2011.
5.
20