Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

REGIONAL ANASTESI PADA APENDISITIS AKUT


Nama : Irvan Januard Adoe
Nim : 11-2013-056
Pembimbing: dr. Nunung, SpAn
dr. Ketut, SpAn
I.

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ayu Aprilianti


Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Swasta
Alamat: Jl. Kartini IV Dalam RT 014 RW 006, Sawah Besar, Jakarta Pusat
Tanggal Pemeriksaan:27 April 2014
Tanggal Masuk RS: 27 April 2014
No RM : 01193640
II.

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Keluhan utama:
Os datang karena merasa nyeri di perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :.
Os mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS. Os mengatakan ada demam
yang terus menerus sejak 2 hari SMRS. Os juga mengeluh mual dan muntah, os
mengatakan sudah muntah 2 kali. Os mengaku nyeri perut kanan bawah sudah sering
dirasakan sebelumnya, namun diabaikan oleh os karena nyeri dirasakan hilang dengan
sendirinya. Menurut os tidak ada gangguan pada BAB dan BAK.
Riwayat Penyakit Penyerta :

DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), Alergi (-)


Riwayat Operasi Sebelumnya:
Tidak pernah
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi

: 80 x/menit

Suhu

: 37,9 C

Respirasi

: 20 x/menit

Frekuensi nafas : 90 x/menit


Kepala

: Normocephali, rambut distribusi merata, warna hitam,


tidak mudah rontok.

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher

: Tidak terlihat benjolan, tidak teraba pembesaran KGB

Toraks

: Simetris saat statis dan dinamis


Cor

: BJ I dan BJ II reguler, gallop (-), murmur (-)

Pulmo : suara napas vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)


Abdomen

: datar, bekas luka operasi (-)


: defans muscular (-),nyeri tekan (+) di perut kanan bawah, nyeri kontra
lateral (+), bising usus (+), bunyi patologis (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, nadi teraba kuat angkat


Edema

Sensitibiltas
-

+
+

Pemeriksaan khusus: Psoas Sign (+)


IV. STATUS LOKALIS

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Tanggal 29/04/2014
Hematologi darah rutin
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hemostasis

Nilai
14,1
40,2
4,87
12.710
251.100

Pemeriksaan
Nilai
Masa perdarahan 2
Masa pembekuan 11
Kimia klinik
Pemeriksaan
Gula darah sewaktu

Nilai
103

Nilai normal
12,0-16,0
40-60
4,5-5,5
4.100-10.000
150.000-450.000

Unit
g/dl
%
Juta/ul
/ul
/ul

Nilai normal
<5 menit
<15 menit

Unit
menit
menit

Nilai normal
<140

Unit
mg/dl

VI. STATUS FISIK ASA :


1 = Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia,normal

VII. DIAGNOSA KERJA


Apendisitis akut
VIII. RENCANA TINDAKAN BEDAH
Apendiktomi
IX. RENCANA TEKNIK ANESTESI
Pre operasi :
a. Anamnesis :
Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, dan makanan
Tidak ada riwayat diabetes, hipertensi dan asma
Pasien sudah mulai puasa sejak 10 jam sebelum rencana operasi.
b. Pemeriksaan fisik
Airway paten, nafas spontan, ronki ( - ), Wheezing ( - )
Mallampati 1
Leher bebas, jarak tiromental > 7 cm
Buka mulut > 3 jari.
Gigi goyang ( - ), Gigi palsu ( - )
Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 123/83 mmHg

Frekuensi nadi : 85 x / menit

Frekuensi nafas : 20 x / menit

Suhu : 36 oC
Berat badan : 50 kg

Teknik anestesi
Jenis anetesi : Anestesi regional
Teknik pemberian : Spinal

X. INTRA OPERASI
Lama anestesi : 2 jam
Lama operasi : 1 jam 35 menit
Cara Pemberian
Tindakan anestesi spinal dilakukan pada L3-L4 dengan pasien pada posisi duduk.
Digunakan bupivakain 20 mg.

Pasien diberi oksigen 100% 2L/menit dengan nasal canule


Obat berikut dimasukkan secara intravena:
Ondansentron 4 mg
Ketorolac 30 mg
Observasi tanda-tanda vital dan saturasi oksigen selama operasi.
Cairan Masuk:

HES
Ringerfudin

: 500 ml
: 500 ml

Cairan Keluar

Perdarahan kurang lebih 100 ml


Urin kurang lebih 200 ml

XI. POST OPERASI


1

Pasca bedah di ruang pulih sadar


Keluhan pasien

: Menggigil (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (+)

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran

: 2 (sadar penuh)

Respirasi

: 2 (dapat bernafas dalam)

Sirkulasi

: 2 (Tekanan darah naik/turun berkisar 20%)

Warna kulit

: 2 (merah muda, capirally refill <3 detik)

Aktivitas

: 1 (2 anggota tubuh bergerak aktif/diperintah)

Terpasang cateter no.16 , urin warna kuning jernih (+)


Tekanan darah 110/70 mmHg, CRT <3detik.

Terapi pasca bedah


Infus
: Ringerfudin 500cc/8 jam
Medikamentosa
:
Ketorolac
: 3 x 1 gr
Ondansetron : 4 mg

TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Regional ; Anestesi Spinal
Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada
impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara
(reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.Sedangkan pasien tetap
sadar.
Anestesi

spinal

ialah

pemberian

obat

anestetik

lokal

ke

dalam

ruang

subarackhnoid.Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang
subarachnoid di daerah antara vertebra L3-L4 atau L4-L5.Untuk mencapai cairan serebrospinal,
maka jarum suntik akan menembus kulis subkutis Lig. Supraspinosum Lig.
Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.

Gambar 1 : Lokasi anestesi spinal

Gambar 2 : Anatomi dan struktur vertebra

Hal hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan,
efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang
belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.
Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis,
diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam.Yang mengalami blokade
terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif.Blokade simpatis
ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan
terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat.Sebagian
besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan
sebagian kecil melalui aliran getah bening.Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal.
Kelebihan atau manfaat tehnikanestesi regional ini adalah

Pasien tetap sadar sehingga jalan nafas serta sistem respirasi tetap paten dan aspirasi isi

lambung tidak mungkin terjadi


Pemulihan pasca operasi lancer,tanpa komplikasi atau dengan efek sedasi yang minimal
Pengelolaan nyeri pascabedah karena blockade saraf yang dihasilkan dapat diperpanjang
Blockade saraf yang terhasil efektif mencegah perubahan metabolic dan endokrin akibat

pembedahan
Mengurangi jumlah perdarahan
Menurunkan angka komplikasi tromboemboli
Mengurangi tempoh waktu rawat inap

Indikasi Anestesi regional:

Bedah ekstremitas bawah


Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetric-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatric biasanya dikombinasikan dengan
anesthesia umum ringan

Kontra indikasi :
Tabel 1: Kontraindikasi absolut dan relative terhadap anestesi spinal

Absolut
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi
koagulan
Tekanan intracranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman tanpa didampingi
konsulen anestesi.

Relatif
Infeksi sistemik
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronik

PERSIAPAN DAN PENILAIAN PRABEDAH


Anamnesis
Hal yang pertama harus dilakukan dalam persiapan pasien sebelum dilakukan tindakan
anestesi adalah menanyakan identitas pasien dan mencocokan dengan data pasien mengenai hari
dan bagian tubuh yang akan dioperas sebagai suatu langkah keselamatan paseni untuk
menghindari kesalahan tindakan anestesi dan pembedahan.
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya alergi,
mual-muntah, nyeri otot, gatal, atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anestesi berikutnya dengan lebih baik.
Selain itu harus ditanyakan juga riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat alergi,
riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat sosial seperti kebiasaan merokok, minum
minuman beralkohol, kehamilan, dan obat-obatan.
Pemeriksaan fisik
Bagian ini menitikberatkan pada sistem kardiovaskular dan pernafasan; sistem tubuh
yang lain diperiksa bila ditemukan adanya masalah yang relevan dengan anesthesia pada
anamnesis. Pada akhir pemeriksaan fisik, jalan nafas pasien dinilai untuk mengenali adanya
potensi masalah.

1. Sistem kardiovaskular
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda seperti aritmia, gagal jantung,hipertensi,
penyakit katup jantung, penyakit vascular perifer, Selain itu, penting juga untuk
melakukan pemeriksaan vena perifer untuk mengidentifikasi setiap masalah yang
berpotensi pada akses IV.
2. Sistem pernafasan
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda seperti gagal nafas, ganguan ventilasi, kolaps,
konsolidasi, efusi pleura, suara nafas dan gangguan pernafasan.Jalan nafas semua pasien
harus dinilai untuk mencoba memprediksi apakah pasien akan sulit diintubasi.

Observasi anatomi pasien, amati:

Keterbatasan membuka mulut;


Mandibula yang mundur (receding mandible)
Posisi, jumlah, dan kesehatan gigi;
Ukuran lidah
Pembengkakan jaringan lunak didepan leher;
Deviasi laring atau trakea;
Keterbatasan fleksi dan ekstensi vertebra servikalis.

Temuan salah satu dari hal tersebut mengindikasikan bahwa intubasi mungkin akan lebih
sulit. Namun, harus diingat bahwa semua ini bersifat subjektif.
Pemeriksaan bedside sederhana

Kriteria Mallampatipasien, duduk tegak, diminta untuk membuka mulut mereka


dan menjulurkan lidah semaksimal mungkin. Gambaran struktur faring dicatat
dan digolongkan sebagai kelas I-IV (gambar 3). Kelas III dan IV mengindikasikan
intubasi sulit.

10

Gambar 3. Kriteria Mallampati

Jarak Tiromental pada kepala yang diekstensikan sejauh mungkin, diukur jarak
antara puncak tulang pada dagu dan penonjolan tulang rawan tiroid. Jarak <7cm

mengisyaratkan intubasi sulit.


Skor Wilson peningkatan berat badan, berkurangnya pergerakan kepala dan leher,
berkurangnya pembukaan mulut, dan adanya mandibula yang mundur atau gigi

tonggos merupakan predisposisi terjadinya peningkatan kesulitan intubasi


Tes Calder pasien diminta untuk memajukan mandibula sejauh mungkin.
Incisivus bagian bawah akan terletak di depan (anterior) atau sejajar atau
dibelakang (posterior) incisivus atas. Dua yang disebut terakhir mengindikasikan
berkurangnya lapan pandang laringoskop.

Tidak satupun dari tes ini, sendiri atau gabungan, akan memprediksi semua kesulitan
intubasi. Mallampati kelas III atau IV dengan jarak tiromental <7cm akan memprediksi
80% kesulitan intubasi. Apabila masalah sudah diantisipasi, anestesi harus direncakanan
sesuai dengan temuannya.Apabila terbukti sulit diintubasi, hal ini harus dicatat di tempat
yang jelas terlihat dalam catatan pasien dan pasien diberitahu.
3. Sistem saraf
Perlu dikenali adanya penyakit kronik sistem saraf pusat dan perifer, dan setiap tanda
adanya gangguan sensorik atau motorik dicatat. Harus diingat bahwa beberapa kelainan

11

akan mempengaruhi sistem kardiovaskular dan pernafasan; misalnya distrofia miotonika


dan sklerosis multiple.
4. Sistem muskuloskeletal
Catat setiap keterbatasan pergerakan dan deformitas bila pasien memiliki kelainan
jaringan ikat. Pasien yang mengidap penyakit rheumatoid kronik sangat sering
mengalami pengurangan massa otot, neuropati perifer, dan keterlibatan paru. Vertebra
servikalis dam sendi temporomandibular pasien perlu diperhatikan secara khusus.
ANESTESI SPINAL PADA SECTIO CAESAR
Pada proses kehamilan normal, tubuh akan beradaptasi terhadap perubahan fisiologis
yang terjadi. Perubahan fisiologis tersebut antara lain adanya peningkatan tekanan darah, volume
darah, tekanan darah perifer. Pada proses kehamilan, darah mengalir sekitar 625 ml melalui
plasenta per menit selama bulan terakhir kehamilan sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya
peningkatan cardiac output sekitar 30 ke 40 persen di atas normal pada minggu ke 27. Sementara
denyut nadi akan meningkat menjadi 10 kali/ menit. Volume darah meningkat sekitar 40 % pada
kehamilan normal.
Teknik anestesi pada umumnya dibagi atas teknik anestesi general dan anestesi
regional.Anestesi general bekerja menekan aksis hipotalamus pituitari adrenal sedangkan
anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom
eferen ke adrenal.Umumnya pada tindakan seksio sesarea dilakukan teknik anestesi regional.
Anestesi regional yang dilakukan pada pasien obstetri adalah dengan teknik blok paraservikal,
blok epidural, blok sub arakhnoid, dan blok kaudal. Anestesi spinal (blok subarakhnoid)
merupakan pilihan utama dalam tindakan seksio sesarea. Alasan pemilihan anestesi spinal karena
rendahnya efek samping terhadap neonatus akan obat depresan, pengurangan risiko terjadinya
aspirasi pulmonal pada maternal, kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan yang paling penting
adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri pasca operasi.
Namun, pemberian anestesi spinal sering diikuti oleh komplikasi tertentu.Komplikasi
paling umum terjadi adalah hipotensi dimana dilaporkan pada literatur memiliki angka di atas
83%.Hipotensi tersebut terjadi dikarenakan adanya blokade saraf simpatis yang berakibat pada
penurunan resistensi vaskular sistemik dan perifer sehingga terjadi penurunan curah jantung.

12

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipotensi pasca anestesi spinal yang telah
diteliti, karena memiliki efek yang membahayakan pada neonatus ataupun maternal. Prosedur
pergeseran uterin ke arah lateral merupakan salah satu prosedur tetap dalam mencegah hipotensi.
Strategi lain adalah preload cairan intravena, kompresi pada kaki dan vasopressor profilaksis.
Namun, sejauh ini tidak ada satu metode yang memberikan hasil yang memuaskan.Efedrin
merupakan salah satu vasopressor yang paling umum digunakan.
Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus
spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent:Mendapatkan persetujuan pasien untuk di anestesi
2. Pemeriksaan fisik:Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran:Hb,Ht, Leukosit, trombosit, waktu perdarahan,
waktu pembekuan
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi
yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan
hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1.

Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba.Posisi lain adalah duduk.
Duduk sedikit membungkuk dalam keadaan relaks,pasien tidak mengkakukan otot, dagu
rapat ke dada dengan kaki lurus di atas meja operasi.

13

Gambar 4 :Posisi pasien pada saat anestesi spinal


2.

Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,missal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.
Beri anastesi local pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat

3.
4.
5.

langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. tusukkan introduser
sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (QuinckeBabcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi
tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obar
dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi
yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter..
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)

6.

dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.


Tinggi blok analgesia spinal
Faktor yang mempengaruhi:

Volume obat analgetik local: makin besar makin tinggi daerah analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan
penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

14

Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat

batas analgesia bertambah tinggi.


Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke

kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiperbarik , isobarik atau hipobarik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama di dapat batas analgesia

yang lebih tinggi.


Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap
sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.

Obat-Obat Anestesi Spinal

Bupivakain
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide

hydrochloride.

Bupivakain

adalah

derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini
bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun
196312.

Secara

komersial

bupivakain

tersedia

dalam

mg/ml solutions. Dengan

kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini
sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah16.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah
banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian
bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total
15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 24ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya
dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan
bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain
selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah.
Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja
yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan
memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik
paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik

15

anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25
0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi
yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal
pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.

Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan
sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl
digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit
pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk
mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien
yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa
efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian
yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya
sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara
mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis
secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB)
meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia
pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis
tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 g menghasilkan
efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggi
meningkatkan kejadian efek samping.
Komplikasi anestesia spinal
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed. Komplikasi
berupa gangguan pada sirkulasi,respirasi dan gastrointestinal.

Komplikasi sirkulasi:Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin


tinggi blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan

16

infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10


menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat
tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin
intravena sebanyak 25mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang
dikehendaki.Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena

blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.


Komplikasi respirasi:
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,bila fungsi paru-paru
normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi
berat dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda

tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.
Komplikasi gastrointestinal:Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus
parasimpatis berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi lumbalmerupakan
nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi
tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan kekerapan yang
bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.

Retentio urine: Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling
akhir pada analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf
permanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Pencegahan:
1.
2.
3.

Pakailah jarum lumbal yang lebih halus


Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari

Pengobatan:
1.

Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam,kepala tidak boleh diangkat, boleh miring

2.
3.

kanan kiri.
Hidrasi adekuat
Hindari mengejan

17

4.

Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah
pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.

Anastetik local untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik
local dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat jenis
lebih besar dari css disebut hiperbarik.Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css
disebut hipobarik.
Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anastetik local dengan dextrose.Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain
diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik local yang paling sering digunakan:

Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg (2-

5ml)
Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dose 20-50mg(1-2ml)
Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg
Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,
dosis 5-15mg(1-3ml)

Penyebaran anastetik local tergantung:


Tabel 2: Faktor yang mempengaruhi penyebaran anestetik lokal

Faktor Utama
a.
berat jenis anestetik local(barisitas)
b.
posisi pasien
c.
Dosis dan volume anestetik local

Faktor Tambahan
a.
Ketinggian suntikan
b.
Kecepatan suntikan/barbotase
c.
Ukuran jarum
d.
Keadaan fisik pasien
e.
Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik local tergantung:

18

1.
2.
3.
4.

Jenis anestesi local


Besarnya dosis
Ada tidaknya vasokonstriktor
Besarnya penyebaran anestetik local

Komplikasi tindakan

Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah

dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
Bradikardia: Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok

sampai T-2
Hipoventilasi: Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
Trauma pembuluh saraf
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan

Nyeri tempat suntikan


Nyeri punggung
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Retensio urine
Meningitis

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2002.
2. William H.E, Michael T.B, Davison J.K, Kenneth L.H, Carl Rosow et al. Clinical
anesthesia of the Massachusetts General Hospital 6th edition: Lippicott Williams and
Wilkins: 2002
3. Zunilda D.S, Elysabeth. Anestetik umum. Dalam Farmakologi dan terapi edisi 5:
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.
4. Ronald DM, Manuel CP. Basics of anesthesia. 6th edition. Philadelphia: Elsevier; 2011.
5.

G Edward M, Maged SM, Michael JM. Clinical anaesthesiology. 4 th edition. USA:


McGraw-Hill; 2006.p.187-9.

20

Anda mungkin juga menyukai