Anda di halaman 1dari 9

ABSTRAK

Latarbelakang Keratitis herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes


simpleks 1, yang memiliki angka kejadian berulang dan menyebabkan gangguan
penglihatan berat yang mengarah kepada kebutaan akibat infkesi. Tujuan penelitian
ini adalah ini untuk menggali lebih luas mengenai efikasi secara klinis penggunaan
obat Ganciclovir oral sebagai pencegahan HSK berulang.
Metode: merupakan penelitian prospektif multisenter, dengan desain studi
acak terkontrol single-blind yang dilaksanakan pada bulan April 2010 hingga Juni
2013. Sebanyak 173 pasien yang didiagnosa HSK berulang termasuk keratitis stroma
dan endotelitis kornea dibagi secara acak menjadi tiga kelompok. Kelompok kontrol
negative (plasebo) mendapatkan pengobatan topikal GCV gel mata 0.15% 4 kali
sehari dan tetes mata Fluorometholone 0.1% 3 kali sehari hingga masa resolusi HSK.
Kelompok control positif (ACV-acyclovir) mendapat pengobatan topical sama
dengan kelompok placebo namun dengan tambahan ACV oral 400 mg 5 kali sehari
selama 10 hari dan diikuti dengan dosis 400mg 2 kali perhari selama 6 bulan.
Sedangkan kelompok uji (GCV), mendapatkan obat topical yang sama dengan
kelompok placebo ditambah dengan obat oral GCV 1000 mg 3 kali sehari selama 8
minggu. Kemudian gejala yang timbul dievaluasi sebelum dan setelah 1 minggu & 2
minggu terapi, dan dilanjutkan dengan perkembangan setiap 2 minggu sekali hingga
fase penyebuhan. Serta peneliti mengevaluasi kejadian berulangnya HSK setiap 3
bulan setelah penyembuhan, mencatat waktu penyembuhan, rata-rata angka kejadian,
dan efek samping.
Hasil: Dari 173 yang diteliti, 34 orang diantaranya gagal diikuti. Rata-rata
masa penyembuhannya 12.1 4.3 minggu. Rerata masa penyembuhan kelompok
control negatif adalah 11.9 4 minggu, pada kelompok control positif tidak
bermakna perbedaannya (p=0.991) , serta pada kelompok uji GCV 8.6 2.8 minggu,
dan menunjukkan perbedaan yang signifikan dari kedua kelompok sebelumnya.

Lalu, rerata berulangnya HSK lebih tinggi pada kelompok control negative (47.3%),
pada kelompok positif (26.7%) dan kelompok uji (17.2%). Perbedaan signifikan
tampak pada perbanding antara kelompok uji dengan kelompok control negative
yaitu sebesar (p=0.0007), namun antara kelompok uji dengan kelompok positif tidak
terdapat perbedaan signifikan (p=0.358). Efek samping obat seperti neutropenia
ditemukan hanya pada satu pasien pada kelompok uji GCV.
Kesimpulan: Terapi jangka pendek GCV oral dapat menyembuhkan HSK
berulang dan endotelitis, menyingkat masa penderitaan dan menurunkan risiko HSK
berulang dan terkonfirmasi aman.

PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Keratitis herpes simpleks (HSK) disebabkan oleh virus herpes simpleks 1,
yang memiliki angka kejadian berulang dan menyebabkan gangguan penglihatan
berat yang mengarah kepada kebutaan akibat infkesi di dunia.
Beberapa studi menemukan HSV muncul pada masa laten infeksi nervus
trigeminus atau pada ganglia saraf sensorik, dan penyebaran virus berulang dapat
berujung pada penyakit yang mengenai satu atau kedua mata. Walaupun terapi
topical dengan antivirus menghambat replikasi HSV-1 dan perkembangan HSK, obat
topical tidak secara sempurna memusnahkan HSV-1 yang bersemayam di mata atau
ganglion nervus trigeminus.
Sekali saja fungsi imunitas terganggu, HSV-1 akan reaktivasi dan
menimbulkan HSK berulang. Dengan demikian, kata kunci pada profilaksis HSK
berulang adalah terapi antivirus sistemik dan mengatur resistensi sistem imun kepada
virus.
Barron dan Oda, melakukan studi acak tersamar ganda dan mengemukakan
bahwa tidak terdapat perbedaan efikasi terapi HSK yang signifikan antara obat oral
asiklovir (ACV) dan terapi placebo, namun studi yang lebih mendalam yang
dilakukan oleh Oda, Guess, Knickelbein, Jansen, Goldblum dan van Rooij
menemukan bahwa penggunaan obat oral ACV jangka panjang dengan dosis rendah
dapat menjadi prevensi HSK berulang dan herpes oris. Bagaimanapun, menurut
peneliti lain, obat Ganciclovir (GCV) disinyalir menunjukkan aktivitas antivirus
yang lebih baik, waktu paruh yang cukup lama dan resistensi obat yang rendah
dibandingkan ACV.
Peneliti pada jurnal ini melakukan studi prospektif, multisentral dan
terkontrol tersamar tunggal untuk menilai efikasi penggunaan obat GCV oral sebagai
tatalaksana dan keamanan GCV sebagai prevensi HSK berulang.

B. Metode
1. Subjek
Berdasarkan referensi yang ditulis Holland mengenai keratitis stroma dan
endotelitis pada empat kategori utama, kriteria inklusinya adalah pasien yang
didiagnosa dengan HSK berulang di departemen oftalmologi RS Mata & THT
Universitas Fudan, RSU Hangzhou dan RSU Nanjing dari bulan April 2010 hingga
bulan Desember 2013.

2. Kriteria Diagnostik
HSK didiagnosa dari pemeriksaan cukit kornea dan determinasi DNA HSV
yang dikumpulkan dari air mata menggunakan RT-PCR berdasarkan sistem
klasifikasi empat pokok yang diajukan Holland.

3. Pengelompokan
Pasien dibagi menjadi tiga grup menggunakan metode tabeL angka acak.
Kelompok kontrol negatif (plasebo) diberikan obat topikal gel GCV 0.15% (satu
tetes per jam, 4x1) dan tetes mata fluorometholon 0.1% (satu tetes per jam, 3x1)
yang dititis kan pada sakus konjungtiva. Kelompok kontrol positif (AcyclovirACV) mendapatkan terapi identik dengan kelompok plasebo namun dengan
kombinasi ACV oral (400 mg per jam, 5x1 selama 10 minggu). Sedangkan
kelompok uji (Ganciclovir-GCV) juga mendapat terapi identik dengan kelompok
plasebo dengan kombinasi GCV oral (1000 mg tiap jam, 3x1 selama 8 minggu).
4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Inklusi: Pasien yang tidak sedang mengkonsumsi obat sistemik apapun, atau
telah berhenti mengkonsumsi obat antivirus dalam waktu maksimal 1 minggu
sebelum penelitian, dan secara ketat dilarang menggunakan antivirus lain apapun
selama penelitian ini berlangsung, tidak memiliki masalah mata dan fungsi ginjal
yang normal (rerata klirens kreatinin 70 ml/menit). Eksklusi: pasien hamil dan
menyusui, menderita penyakit hepar, jantung, paru dan ginjal yang berat, riwayat
diabetes mellitus dan tumor maligna.

5. Observasi Klinis dan Parameter Penilaian


Pasien di anamnesa mengenai riwayat kondisi mata dan penyakit
sistemiknya, kemudian di ikuti sebelum, 1 minggu, 2 minggu, 4 minggu, 6 minggu
dan 8 minggu setelah terapi, dan disusul perkembangan setiap 2 minggu hinggal
pemulihan tuntas.
Pemeriksaan visus dan tekanan bola mata dilakukan, diikuti dengan
pemeriksaan anterior bola mata menggunakan lampu slit untuk menilai efikasi obat.
Selama perkembangan, semua subjek ditanya mengenai ketidaknyamanan yang
muncul selama menggunakan obat-obat selama penelitian ini. Selain itu pemeriksaan
darah rutin dan urinalisa dilakukan sebagai monitor reaksi samping obat.

6. Perkembangan dan HSK Berulang


Setelah masa pemulihan, pasien di follow up setiap 3 bulan sekali untuk 3
hingga 5 tahun untuk menilai berulangnya HSK. Jika terdapat HSK berulang selama
observasi, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan ulang cukit kornea dan
determinasi HSV DNA.

7. Analisis Statistik

Seluruh data dianalisis menggunakan program SPSS versi 15.00. Data


karakteristik seperti usia, jenis kelamin, dsb, disajikan sebagai rata-rata standar
deviasi. Usia pasien ketiga grup studi ini dianalisa menggunakan uji ANOVA dan
perbandingan antara dua grup dilakukan dengan uji-T. Masa pemulihan pada ketiga
grup di analisa menggunakan uji non-parametrik yaitu uji Rank-sum. Perbedaan jenis
kelamin, keadaan bola mata dan jenis HSK serta angka kejadian berulang HSK
dianalisa menggunakan uji kai kuadrat. Nilai P<0.05 dianggap signifikan secara
statistik.

C. Hasil Penelitian
1. Data Umum

Gambar table diatas menunjukkan sebanyak 173 orang subjek pada penelitian
ini, diantaranya 58 kasus pada grup plasebo, 55 kasus pada grup ACV dan 60 kasus
pada grup GCV, didapatkan rata-rata perkembangan 32.1 12.3 bulan (rentang 7-48
bulan). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan usia, jenis kelamin,
keadaan bola mata dan klasifikasi HSK.

2. Perjalanan Herpes Simpleks Keratitis


Perjalanan HSK ditentukan sejak aplikasi terapi topical hingga tidak terdapat
perbaikan kondisi dan gejala klinis. Rata-rata lama perjalanan penyakit HSK pada
semua grup adalah 10.94.1 minggu. Pada grup GCV 8.62.8 minggu, grup ACV
11.94.0 minggu, serta perbedaan signifikan antara grup plasebo atau grup ACV
dengan grup GCV, yaitu P=0.000. Namun tidak terdapat perbedaan signifikan antara
grup plasebo dan grup ACV.

3. Kejadian ulang Herpes Simpleks Keratitis

Gambar tabel 2 diatas menunjukkan adanya kasus yang hilang atau berhenti
dari studi ini, sebanyak 6 kasus pada grup plasebo, 15 kasus pada grup ACV dan 13
kasus pada grup GCV. Namun tidak memunculkan perbedaan statistik bermakna.

Setelah pemulihan, kejadian HSK berulang terjadi pada 26 orang di grup


plasebo, 16 orang pada grup ACV dan 10 orang pada grup GCV, kemudian gejala
klinis diobati setelah terapi. Hal ini menunjukkan angak kejadian berulang HSK
pada grup GCV sangat jauh lebih sedikit dari pada grup plasebo, namun disayangkan
tidak terdapat perbedaan antaraa grup GCV dan grup ACV.

4. Efek Samping Obat Uji


Tidak ditemukan reaksi samping obat pada grup plasebo. Pada grup ACV
terdapat satu orang subjek yang secara individual tidak melanjutkan terapi dan
dikeluarka dari studi, 3 bulan setelah terapi karena fungsi hati yang abnormal dan
satu orang subjek merasakan nyeri pada area hati 1 bulan setelah terapi walaupun

kelainan tidak ditemukan pada pemeriksaan darah rutin, urinalisa fungsi hati dan
ginjal, bagaimanapun subjek tetap ingin diskontinu dari studi. Pada grup GCV satu
subjek mengundurkan diri karena terjadi pengurangan granulosit 1 bulans setelah
terapi. Secara umum tidak dapat perbedaan bermakna pada ketiga grup.

D. Diskusi
Ada beberapa konsistensi penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, dan ada juga yang tidak sesuai. Penelitian-penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa GCV memiliki efikasi 60 kali lipat dari pada ACV, karena cara
kerjanya 5 kali lebih cepat dari pada ACV. Walaupun pada penelitian ini GCV lebih
efektif mengurangi perjalanan penyakit dan angka kejadian HSK berulang dari pada
plasebo, tetap tidak ditemukan perbedaan signifikan antara efikasi GCV dan ACV.
Keadaan ini merupakan kekurangan dari penelitian ini. Beberapa factor
sangat mungkin menjadi penyebab ketidak konsisten ini, seperti lamanya waktu
follow up, lemahnya penyesuaian dan tingginya tingkat putus subjek (umumnya
disebabkan ketidaknyamanan pasien akan efek samping obat sistemik GCV dan
ACV) pada studi ini, yang disebabkan oleh perhitungan distribusi waktu dan
banyaknya data yang hilang serta kurangnya atensi terhadap keamanan terapi yang
masih perlu ditingkatkan.

E. Kesimpulan
Secara keseluruhan, peneliti menyimpulkan dan menyarankan penggunaan
GVC dapat dipertimbangkan dengan pemberian dosis tinggi jangka pendek, karena
dapat menyingkat waktu perjalanan penyakit HSK, serta secara profilaktif tidak
berbeda efikasi dengan ACV dosis rendah jangka panjang untuk mengurangi risiko
HSK berulang.

Anda mungkin juga menyukai