Anda di halaman 1dari 2

6 Juni 2015

PADAM...
Aku menulis ini bukan untuk terlarut dalam kenangan, tetapi terkadang
sebuah kenangan itu perlu dituliskan agar tak begitu saja terlewatkan
ibroh di dalamnya. Bagaimanapun, pengalaman adalah guru yang
berharga.
Aku mengenalnya kira-kira April tahun 2014 lalu. Ketika itu aku
dikejutkan dengan pertanyaannya tentang kapan targetku menikah
melalui sebuah pesan di media sosial. Hingga dia memutuskan untuk
mengkhitbahku dan akupun menerimanya. Kami pun berproses taaruf
dengan mengirimkan biodata masing-masing. Kira-kira satu bulan
kemudian, dia terbang dari Malang ke Banjarmasin untuk menepati
janjinya menemui orang tuaku. Saat itu aku salut dengan dirinya yang
tetap menepati janjinya padahal dia saat itu ketinggalan pesawat.
Namun, dia rela untuk membeli tiket baru lagi yang membuatku sedikit
berbunga-bunga.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai semakin menyukainya karena
seorang wanita memang mudah untuk simpati pada seseorang yang
terlihat tulus padanya. Aku ingat tempat-tempat perjumpaan kami, di
rumahku, di bandara, di rumah nenek, di kampus kedokteran
Banjarmasin, dan di acara Rapat dan Pawai Akbar Banjarmasin.
Harapan demi harapan muncul dalam benak, yang kemudian
dipadamkan dengan satu pesan darinya. Dia akan menikah dengan
seorang akhwat lain. Begitu cepatnya, padahal 3 hari yang lalu baru
saja dia menanyakan lewat sebuah pesan di FB kepada mama apakah
dia diizinkan untuk melamarku kembali ketika aku selesai koass nanti.
Namun, alih-alih menanggapi, mama malah memblokir akunnya.
Mungkin dari situlah dia merasa tidak ada harapan lagi untuk kami
bersama. Akhirnya, dia memutuskan untuk melamar sang akhwat.
Betapa terkejutnya aku, ketika bertanya kepada Rahmi, sepupunya
sekaligus sahabatku, bahwa akhwatnya adalah temannya Rahmi dan
aku langsung bisa menebak siapa dirinya. Entahlah, hanya semacam
insting. Ketika pertama berkenalan dengan akhwat itu, aku ada
semacam perasaan kagum yang tiba-tiba disusupi rasa takut jika si
ikhwan (ketika itu kami masih dalam ikatan khitbah) mengenal akhwat
tersebut. Masyaa Allah... Seperti plot cerita sebuah sinetron rasanya.
Entah apakah aku sanggup menghadiri walimatul ursy mereka seperti
sesumbarku dulu bahwa jika aku tidak berjodoh dengan sang ikhwan
aku akan dengan lapang dada menghadiri hari bahagianya.

Jika ditanya apakah aku sedih, mungkin sedikit, lebih kepada terkejut
barangkali, apalagi setelah mengetahui sosok pengganti diriku. Lebih
dari itu aku senang karena dia telah mencoba mengambil langkah
berani seperti ini untuk melupakan diriku. Teringat pesan terakhirnya
untukku: Ibnu Taimiyah berkata, Jiwa tidak akan bisa meninggalkan
sesuatu kecuali jika ada sesuatu (yang menggantikannya).
Teringat pula dengan doaku sendiri di hari-hari taaruf kami. Aku
memohon agar kelak kami dipisahkan dengan tidak menyisakan luka di
hati masing-masing dan akan diberikan ganti yang jauh lebih baik satu
sama lain jika kami tak ditakdirkan bersama. Aku yakin, satu persatu
Allah mengabulkan doaku. Sekarang, dia telah dipertemukan dengan
bidadari impiannya. Mungkin, giliranku akan segera tiba. Tidak segera
pun tidak mengapa, entah itu di dunia atau di surga kelak. Yang
penting, sekarang aku tenang, akhirnya dia menemukan
kebahagiaannya...
Mengapa aku tak terlalu bersedih? Karena cinta dan harapan. Mungkin
aku pernah hampir mencintainya, tetapi aku bertekad untuk hanya
menyorotkan cintaku pada-Nya dan bertekad tak ada kata cinta
sebelum halal. Hingga jikapun aku hampir jatuh cinta, maka perpisahan
pun tak jadi masalah, karena berpisah atas nama cinta, cinta kepadaNya. Kemudian, karena harapan. Aku menggantungkan harapanku
hanya kepada-Nya, bukan kepada makhluknya, dan aku yakin dia
takkan membuatku kecewa, berbeda jika aku berharap kepada
manusia. Dengan inilah aku bisa ikhlas dengan segala ketetapan dari
Allah.
Jika dipikir, ini sebenarnya indah, Allah memang Pengatur Skenario
terbaik. Alhamdulillah Allah masih memberikanku kesempatan untuk
mendapatkan suami yang jauh lebih baik darinya, Allah masih
memberiku waktu untuk semakin memantaskan diri mencapai surgaNya, Allah masih memberiku kesempatan untuk semakin berbakti pada
orang tua.
Yaa Allah, hamba percaya Engkau akan menganugerahkan padaku
suatu saat seorang pendamping shalih yang akan membawaku dan
anak-anakku menuju surga-Mu melalui ketaatan. Orang yang
mencintaiku dan kucintai karena-Mu, ya Allah.

Anda mungkin juga menyukai