Anda di halaman 1dari 5

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi
Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik

(TDS) 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat
menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai.(1,3,5)
3.2

Epidemiologi
Hipertensi menjadi topik pembicaraan yang hangat dan menjadi salah satu

prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam


jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung kronik akan
menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler, serebrovaskuler dan
renovaskuler. Analisis Kearney dkk, memperlihatkan bahwa peningkatan angka
kejadian hipertensi sungguh luar biasa. Pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi
dunia merupakan penderita hipertensi, atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga
penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila tidak dilakukan upaya yang
tepat, jumlah ini akan terus meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang,
jumlah penderita hipertensi diprediksi akan meningkat menjadi 29% atau sekitar
1,6 miliar orang di seluruh dunia.(10)
Pada tahun 2013, secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita
penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa
maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi.(1)
3.3

Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi
renal.

12

1.

Hipertensi primer
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,

disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf
simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan
Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas,
alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur
30 50 tahun.(3,7)
2.

Hipertensi sekunder
Penyebab tersering hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal kronik.

Penyebab lain adalah obstructive sleep apnea, stenosis arteri renalis,


aldosteronisme primer, Cushing syndrome, feokromositoma, hiperparatiroid,
koarktasio aorta, hipertiroid, dan obat-obatan.(3,7)
3.4

Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang


peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid
yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

13

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan


kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari
hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor
tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat
meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber
vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi
neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi
faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk
memunculkan

gejala

hipertensi.

Perjalanan

penyakit

hipertensi

esensial

berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang


persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten
berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ
target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30
tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini
pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi
dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.
3.5

Gambaran Klinis
Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada

masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejalagejalanya itu adalah sa kit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung
berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga
berdenging (tinnitus), dan mimisan.(1)
3.6

Klasifikasi

14

JNC7 mengklasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi


kelompok normal, pre-hipertensi, hipertensi stage 1 dan stage 2.

JNC 8 tidak terfokus pada definisi hipertensi dan klasifikasi melainkan


bertujuan untuk menentukan ambang/pembagian pengobatan farmakologis.
3.7
1.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi
seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80

2.
3.

mmHg.
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis

seperti penjelasan dibawah ini.


1.

Terapi Non Farmakologis


a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap
tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting
dalam prevensi dan kontrol hipertensi.

b.

Meningkatkan aktifitas fisik.

15

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%


daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit
sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
c.

Mengurangi asupan natrium.


Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat

anti hipertensi oleh dokter.


d.

Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol.


Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi


alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.
2.

Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII

yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta
blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/ blocker (ARB).

16

Anda mungkin juga menyukai