Anda di halaman 1dari 9

Usulan Perancangan Fasilitas Kerja Yang

Ergonomis Guna Meningkatkan Kinerja Pekerja


Industri Kecil Mozaik
Endang Widuri Asih1 dan Titin Isna Oesman2
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
endang.akprind@gmail.com, oesman@yahoo.com
Abstrak. Fasilitas kerja operator merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
performansi kerja dalam suatu system. Fasilitas kerja yang baik harus memperhatikan
kenyamanan kerja pekerja yang menggunakanya. Pada industri Mozaik pekerja dalam
melakukan pekerjaanya dan fasilitas kerja yang digunakanya
belum memenuhi
standarisasi konsep ergonomis. Peningkatan kinerja pekerja melalui perbaikan fasilitas
kerja dengan merancang alat kerja yang ergonomis sesuai dengan kondisi pekerjaanya.
Kriteria yang dapat digunakan dalam menguji pengaruh kondisi kerja terhadap kinerja
manusia yaitu kriteria fisiologi dan kriteria psikologi. Pada penelitian ini untuk
mengetahui keluhan dan kelelahan yang dialami pekerja dilakukan penyebaran kuesioner
Nordic Body Map dan 30 item pertanyaan tentang kelelahan dengan sampel 15 pekerja.
Perancangan fasilitas kerja di industri Mozaik berdasarkan prinsip Ergonomi dan
Antropometri.
Perancangan fasilitas kerja yang diperbaiki yaitu meja, kursi kerja dan wadah lem yang
ergonomis. Meja dan kursi kerja yang dirancang untuk pekerjaan duduk berdiri dengan
ukuran berdasarkan dimensi tubuh pekerja. Rancangan meja kerja dilengkapi 4 tempat
bahan baku batu alam pada alas meja dan tempat cetakan mozaik, hal ini untuk
mengeliminir kegiatan mencari yang dilakukan pekerja pada saat merakit Mozaik. Wadah
lem yang dirancang sesuai dengan posisi kerja berdiri pada saat menuangkan lem.
Kata kunci: Fasilitas Kerja, Ergonomis, Keluhan pekerja
1. PENDAHULUAN
Kelangsungan dan pertumbuhan usaha pada industri besar maupun kecil
sangat
berpengaruh pada perekonomian nasional. Dengan adanya pertumbuhan usaha dapat
meningkatkan kesempatan kerja dan
dapat memberikan /menunjang pendapatan
pemerintah. Industri kecil mempunyai potensi yang cukup besar dalam peningkatan
penerimaan devisa negara, serta meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang dapat
memberikan nilai tambah.
Kebanyakan industri kecil lebih memprioritaskan pada permasalahan modal, pemasaran
dan manajeman, sedangkan masalah yang berkaitan dengan tenaga kerja, sistem kerja dan
lingkungan kerja sering kali diabaikan. Untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja
industry kecil , hal ini perlu mendapatkan perhatian serius bagi pemilik industri kecil
seperti; resiko faktor ergonomi, sikap dan posisi kerja yang tidak alamiah serta lingkungan
kerja (Endang WA,2009).
Salah satu industri kecil di Yogyakarta adalah industri Mozaik. Pada industri ini terlihat
bahwa dalam proses produksinya baik fasilitas kerja atau posisi kerja karyawannya belum
menerapkan prinsip Ergonomi. Hal ini terlihat dari posisi kerja karyawan dalam
melakukan pekerjaanya duduk di bangku kayu pendek (dingklik dalam bahasa Jawa) dapat

Workplace Safety and Health

1-146

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

dilihat pada gambar 1 dan 2, serta pada saat melakukan pemindahan bahan dilakukan
manual yang dibawa dengan 3 pekerja (gambar 2 ). Ketinggian tempat duduk kira-kira 10
sampai 20 cm, sehingga pada saat kerja, posisi duduk membungkuk dan kaki menekuk, hal
ini menyebabkan terhambatnya sirkulasi darah pada kaki. Sirkulasi darah yang terhambat
akan menyebabkan kelelahan otot sehingga kinerja para pekerja menurun dan cepat
menimbulkan kelelahan serta sakit pada bagian tulang belakang (Theresia dalam Endang
WA, 2006). Untuk meningkatkan kenerja pekerja, perlu dilakukan perbaikan fasilitas
kerja dengan merancang alat kerja yang ergonomis sesuai dengan kondisi pekerjaanya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Ergonomi
McCormick dan Sanders (1993) mendefinisikan ergonomi dengan menggunakan
pendekatan yang lebih komprehensif. Pendekatan ini dilakukan melalui tiga hal pokok
yaitu; fokus, tujuan dan ilmu ergonomi.
Fokus dari ergonomi adalah manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan,
fasilitas, prosedur dan lingkungan pekerjaan serta kehidupan sehari-hari.
Tujuan ergonomi adalah meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pekerjaan,
memperbaiki keamanan, mengurangi kelelahan dan stress, meningkatkan kenyamanan,
penerimaan pengguna yang lebih besar, meningkatkan kepuasan kerja dan
memperbaiki kualitas hidup.
Pendekatan yang dilakukan dalam ergonomi adalah aplikasi yang sistematis dari
informasi yang relevan tentang kemampuan, keterbatasan, karateristik, perilaku dan
motivasi manusia terhadap rancangan produk dan prosedur yang digunakan untuk
lingkungan tempat menggunakannya.
Berdasarkan pendekatan tersebut diatas maka Chappins (1995) merangkum definisi
ergonomi sebagai
ilmu yang menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi
mengenai perilaku, kemampuan, keterbatasan,dan karateristik manusia lainnya untuk
merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan
produktivitas, keselamatan, kenyamanan, dan efektivitas pekerjaan manusia.
Iftikar Z. Sutalaksana dkk (1979) mendefinisikan ergonomi sebagai suatu cabang
ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,
kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang
dapat hidup dan bekerja dalam sistem itu dengan baik mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan dengan efektif, aman dan nyaman. Dalam ergonomi salah satu prinsip
yang harus selalu digunakan adalah prinsip fitting the task/ job to man. Hal ini
mengandung pengertian bahwa pekerjaan harus disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia, sehingga hasil yang dicapai dapat menjadi lebih baik.
Manusia dan Karakteristiknya
Kinerja suatu sistem kerja di dalam suatu perusahaan atau unit produksi sangat
tergantung pada interaksi antara elemen-elemen sistem kerjanya. Bila interaksi antara
elemen-elemen tersebut baik, maka kegiatan produksi berjalan baik, sehingga dapat
menghasilkan tingkat output yang diharapkan. Elemen-elemen tersebut antara lain
peralatan, lingkungan kerja, tempat kerja dan tenaga kerja. Dari semua elemen ini yang
terpenting adalah elemen manusia, karena manusia merupakan pelaksana dari pekerjaan,
sedangkan elemen yang lainya
merupakan elemen pendukung. Elemen-elemen
pendukung perlu dirancang sedemikian rupa untuk menjamin optimalitas manusia dalam
Workplace Safety and Health

1-147

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

melakukan pekerjaanya. Prinsip ini disebut dengan Human Centered Design, atau
perancangan yang berpusat pada manusia.
Kriteria Penilaian
Untuk menilai pengaruh kondisi kerja terhadap performansi kerja manusia diperlukan
kriteria yang jelas. Kriteria yang dapat digunakan dalam menguji pengaruh kondisi kerja
terhadap manusia adalah; kriteria fisiologi,kriteria psikologi dan kriteria performansi kerja
(Tiffin dalam Oesman, 2007). Adapun penjelasanya sebagai berikut:
a. Kriteria Fisiologis
Kemampuan fisik manusia dalam melakukan pekerjaan digambarkan sebagai aktifitas
otot-otot tubuh. Pengurangan energi potensial dalam otot ini disebut kelelahan
fisiologis.
b. Kriteria Psikologis
Perubahan psikologis terjadi dalam pekerjaaan atau kondisi tertentu. Ukuran dan
karateristik perubahan-perubahan psikologis belum tergambarkan dengan jelas, tetapi
ada alasan untuk mempercayai bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh, yaitu
kebosanan (boredom) dan perasaan kelelahan atau keletihan, yang disebut kelelahan
obyektif/ psikologis .
c. Kriteria Hasil Kerja
Kriteria performansi kerja atau hasil kerja merupakan indikator performansi kerja
seseorang. Penurunan kerja ditandai oleh pengurangan hasil kerja dari waktu ke waktu
atau dari satu kondisi ke kondisi yang lain . Kecenderungan penurunan hasil atau
output kerja ini biasa disebut sebagai kelelahan industri (industrial fatique).
Kelelahan (fatique)
Kelelahan adalah suatu keadaan yang menunjukan penurunan efisiensi dalam
melakukan suatu pekerjaan. Kelelahan dibedakan dalam 2 bagian (grandjean, 1993) yaitu :
a. Kelelahan Otot (muscular fatique)
Kelelahan otot adalah suatu gejala kesakitan yang dirasakan pada otot yang muncul
akibat otot terlalu tegang. Pada saat otot diberi stimulus misalnya dengan mengangkat,
hal tersebut akan menjadikan berkontraksi dan terjadi ketegangan. Jika stimulus
tersebut diberikan secara terus menerus maka
dalam jangka waktu lama
performansinya akan menurun, yaitu pada kekuatan otot dan gerakan semakin lambat.
Kelelahan otot mengakibatkan hilangnya kemampuan koordinasi gerakan alat-alat
tubuh, serta meningkatnya kecenderungan kesalahan dan kecelakaan yang menyertai
kelelahan otot.
b. Kelelahan Umum (General Fatique)
Salah satu gejala kelelahan umum adalah munculnya perasaan letih. Suatu perasaan
kelelahan akan teratasi jika diadakan istirahat. Berdasarkan penyebabnya gejala
keletihan umum dapat dibedakan menjadi (grandjean, 1993): Visual fatique, General
bodly fatique, Mental fatique, Nervous fatique, Kelelahan kronis, dan Circadian
fatique.
Jika kelelahan tidak disembuhkan, maka pada suatu saat akan terjadi kelelahan kronis
yang menyebabkan:

Workplace Safety and Health

1-148

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

Meningkatnya ketidak stabilan psikis (perilaku)

Depresi

Tidak semangat dalam bekerja.

Meningkatnya kecenderungan sakit

Prestasi yang diukur pada output industri merupakan petunjuk yang pertama
kali dipakai untuk menilai akibat dari kelelahan. Perubahan prestasi atau
performansi kerja berubah secara teratur selama hari kerja dan selama minggu
kerja yang berkorelasi dengan perubahan ketegangan dan kelelahan (Grandjean,
1993).
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan
Oesman,2009. Kuesioner yang digunakan hanya 3 Form yaitu Form 1 berisi 2 bagian
yaitu pertama berisi tentang data karateristik responden memuat informasi mengenai,
nama, jenis kelamin, usia,dan pendidikan terakhir, bagian 2 berisi status kesehatan dan
data antropometri. Form kedua memuat informasi tentang keluhan-keluhan biomekanika
yang dialami oleh responden/ pekerja. Dan Form ketiga memuat tentang 30 pertanyaan
kelelahan yang dimodifikasi dengan skala Likert. Sampel yang dijadikan responden adalah
pekerja perempuan di industri kecil Mozaik. Jumlah sampel responden 15 orang.
Berdasarkan hasil kuesioner form kedua yaitu tentang keluhan musculoskeletal dengan
Nordic Body Map ( Tarwaka,2010 ) , terlihat bahwa keluhan yang paling banyak adalah
leher bagian atas &bagian bawah, punggung, bahu kanan & bahu kiri, pinggang, bokong
serta lutut kanan & kiri. Dan hasil kuesioner form ketiga tentang kuesioner 30 item
pertanyaan yang menunjukan kelelahan secara umum berdasarkan bobot yang paling besar
adalah kelelahan pada seluruh badan, Kaki pekerja merasa berat, Bagian bahu pekerja
merasa berat, pekerja merasa nyeri dipunggung, dan pekerja merasa nafasnya tertekan.
Dari hasil kuesioner terlihat bahwa responden dalam melakukan pekerjaanya belum
ergonomis. Hal ini disebabkan karena postur dan alat kerjanya belum ergonomis. Sehingga
responden atau pekerja mengalami kelelahan otot dan kelelahan umum. Kesalahan postural
tersebut pada awalnya tidak terlalu menimbulkan rasa sakit, tapi lama kelamaan rasa sakit
tersebut akan terakumulasi oleh ruas tulang belakang. Akumulasi rasa tersebut akan
menyebabkan timbulnya low back pain. Dan adanya beban statis yang terus menerus dapat
mengganggu kenyamanan bagian tulang belakang.
Kesalahn postural kerja yaitu,pekerja pada saat kerja posisi tulang belakang membentuk
kurva cembung atau konvex yang disebut khyposis. Lumbar khyposis akan menghasilkan
pertambahan tekanan pada piringan (L5/S1) yang berada antar ruas tulang belakang.
Tekanan pada piringan antar ruas tulang belakang yang berlebihan dapat merusak piringan
antar ruas tulang belakang tersebut.
Keluhan pada bagian leher terjadi karena posisi kepala dan leher pekerja pada saat kerja
inklinasi ke depan membentuk sudut lebih dari 15 0 . Menurut Grandjean (1993) posisi
kerja yang baik adalah tidak melenturkan kepala dan leher ke depan lebuh dari 15 0 maka
akan menyebabkan keluhan yang kronis pada leher.
Keluhan pada bahu diakibatkan karena karakteristik pekerjaan. Bagian paling dominan
dalam melakukan pekerjaan pengeleman Mozaik (gambar 2) adalah pergelangan tangan
sampai ke lengan atas (extriminitas atas). Sistem kerja bagian-bagian tersebut ditopang

Workplace Safety and Health

1-149

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

oleh otot-otot pergelangan tangan dan bahu. Disamping hal tersebut keluhan bagian bahu
juga disebabkan oleh kondisi meja yang terlalu rendah. Meja kerja yang terlalu rendah
dapat menyebabkan bagian lengan bawah terlalu menjulur ke bawah akan mengakibatkan
otot pergelangan tangan dan bahu mengeluarkan gaya penahan bagi lengan bawah.
Keluhan bagian kaki disebabkan karena ketinggian meja dan tempat duduk terlalu
rendah (gambar 1 dan 2), sehingga posisi kerja pekerja dengan kaki menekuk. Kaki
menekuk menyebabkan timbulnya hambatan sirkulasi darah (Theresia Linda, dalam
Endang WA,2006). Sirkulasi darah yang terhambat akan menyebabkan kelelahan otot
sehingga kinerja para pekerja menurun.

Gambar 1. Posisi kerja pada saat pengeleman Gambar 2. Posisi pada saat penuangan
lem

Gambar 3. Posisi kerja pengangkatan bahan


Kinerja responden atau pekerja dapat ditingkatkan dengan dilakukan perbaikan
fasilitas kerja (merancang alat kerja yang ergonomis) sesuai kondisi pekerjaanya. Dalam
penelitian ini fasilitas yang dirancang adalah meja, kursi pekerja dan tempat penuangan
lem.
Perancangan Meja Ergonomis
Meja yang dirancang disesuaikan dengan karakteristik pekerja dan pekerjaanya. Pada
industri ini pekerja melakukan serangkaian pekerjaan yg diawali dengan mengambil bahan
baku di area penyimpana dan dibawa meja tempat produksi. Kemudian dilanjutkan pekerja
tersebut merakit sebuah mozaik yaitu pekerja memilih batu alam sesuai dan di tempelkan

Workplace Safety and Health

1-150

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

pada pola cetakan dan model yang telah ditentukan. Bahan pembuatan mozaik antara lain:
batu alam, kawat kasa, lem dan pola dari kayu.
Meja tersebut dirancang pada bagian alas meja dibuatkan 4 (empat) kotak ukuran
40x40cm, sebagai tempat Mozaik yang sudah dipisah berdasarkan jenisnya. Hal ini
dimaksudkan untuk mengeliminir gerakan mencari yang dilakukan pada cara sebelumnya.
Bagian bawah sebelah kanan dan kiri meja dibuatkan tempat penempatan kotak alas
cetakan serta kawat kasa tempat menempelkan batu alam. Hasil rancangan meja dapat
dilihat pada gambar 4.
Ukuran meja berdasarkan dimensi tubuh pekerja, untuk tinggi meja didasarkan pada
tinggi siku berdiri dengan persentil 50 yaitu 97 cm ditambah kelonggaran sebesar 5 cm
sehingga tinggi meja adalah 102 cm.. Lebar meja berdasarkan dimensi tubuh jangkauan
tangan dengan persentil 95 yaitu 90 cm ditambah kelonggaran sebesar 30 sehingga total
ukuran lebar meja adalah 120 cm. Dan panjang meja berdasarkan rentangan tangan
persentil 95 yaitu 195 cm dengan kelonggaran 5 cm sehingga panjang meja adalah 200 cm.
Ukuran tempat cetakan dan kawat kasa adalah 40x40cm, dan tinggi dari permukaan
lantai berdasarkan dimensi tubuh tinggi pergelangan tangan pada saat posisi berdiri
persentil rata-rata adalah 75cm.
Perancangan Kursi Ergonomis
Konsep dasar posisi duduk adalah terbentuknya sudut 900 antara paha dengan tulang
belakang, Sedangkan pada posisi berdiri sudut yang terbentuk antara paha dengan tulang
belakang adalah 1800 . Posisi duduk-berdiri adalah posisi yang berada di antara posisi duduk
dan berdin, Menurut Sutalaksana (2000), seseorang dapat dikatakan berada pada posisi
setengah duduk dan berdiri bila sudut antara paha dan tulang belakang sebesar I20''sampai
135.
Sudut Alas Duduk Berdasarkan besaran sudut antara paha dan tulang belakang tersebut,
sudut alas duduk yang dapat mengakomodasi besar sudut tersebut adalah sebesar 45 terhadap
horisontal .
Lebar alas duduk, lebar alas duduk dapat diperoleh dari nilai persentil 95 lebar pinggul.
Hal ini ditujukan untuk membuat nyaman pengguna yang mempunyai pinggul besar, hasil
pengolahan data antropometri persentil 95 dari lebar pinggul ditambah kelonggaran 4 cm ,
sehingga lebar alas duduk adalah 40 cm.
Panjang alas duduk dapat ditentukan dari nilai persentil 95 jarak pantat popliteal. Hal ini
ditujukan untuk memudahkan peletakkan pantat ke alas duduk bagi pengguna yang
mempunyai dimensi pantat popliteal tinggi. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh
nilai persentil 95 dari jarak pantai popliteal sebesar 45,5 cm, dengan kelonggaran 4,5 cm maka
panjang alas duduk adalah 50 cm. Dan seseorang dapat dikatakan bekerja dalam posisi dudukberdiri apabila sudut yang terbentuk antara tulang belakang dan paha pekerja tersebut antara
I20 dan 135 . Tinggi kursi dari data antropometri yang telah diolah, adalah persentil 95 tinggi
pinggul adalah 87 cm (gambar 5).
Perancangan Wadah Lem.
Untuk memperbaiki posisi kerja seperti gambar 2. yaitu pekerja menuangkan lem
ke dalam botol dengan cara membungkuk maka dirancang tempat lem yang ergonomis.
Tempat wadah lem yang ergonomis dirancang untuk penuanganya dengan cara berdiri.
Untuk itu dalam perancangan ini mengadopsi sistem Dispenser. Tinggi wadah lem adalah
berdasarkan dimensi tinggi siku berdiri dengan persentil rata-rata yaitu 97 cm dengan
kelonggaran 5cm jadi ukuran tinggi adalah 102cm. Untuk ukuuran panjang sertai lebarnya

Workplace Safety and Health

1-151

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

sesuai ukuran kaleng lem yaitu 30 cm x 30cm dengan kelonggaranya 10 cm, sehingga
ukuran panjang kali lebar adalah 40cm x40cm (gambar 6).
4. KESIMPULAN
Hasil Kuesioner menunjukan keluhan yang paling banyak dialami oleh pekerja industri
kecil Mozaik adalah leher bagian atas & bagian bawah, punggung, bahu kanan & bahu kiri,
pinggang, bokong serta lutut kanan & kiri. Dan hasil kuesioner 30 item pertanyaan yang
menunjukan kelelahan secara umum berdasarkan bobot yang paling besar adalah kelelahan
pada seluruh badan, Kaki pekerja merasa berat, Bagian bahu pekerja merasa berat, pekerja
merasa nyeri dipunggung, dan pekerja merasa nafasnya tertekan.
Perancangan fasilitas kerja yang dirancang untuk mengurangi keluhan dan kelelahan
pekerja yaitu meja, kursi kerja dan wadah lem yang ergonomis. Meja dan kursi kerja yang
dirancang untuk pekerjaan duduk berdiri dengan ukuran berdasarkan dimensi tubuh
pekerja. Rancangan meja kerja dilengkapi 4 tempat bahan baku batu alam pada alas meja
dan tempat cetakan mozaik, hal ini untuk mengeliminir kegiatan mencari yang dilakukan
pekerja pada saat merakit Mozaik. Wadah lem yang dirancang sesuai dengan posisi kerja
berdiri pada saat menuangkan lem.

Gambar 4. Rancangan Meja Kerja Duduk Berdiri

Workplace Safety and Health

1-152

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

Gambar 5. Rancangan Kursi Kerja Duduk Berdiri

Gambar 6. Rancangan Wadah Lem Ergonomis

5. DAFTAR PUSTAKA
Chaffin,Don B., Anderson B.J., 1995, Occuptional Biomechanics, 2nd edition, John Willey
and Son Ltd, England
Endang WA, 2006, Perancangan Meja Putar Alat Pembuat Gerabah Berdasarkan
Kriteria Fisik dan Metode Quality Function Deployment, UTY, Proseding Seminar
Nasional, UTY,Yogyakarta.
Endang WA, 2009 Perancangan Alat Pemecah Kedelai yang Ergonomis dengan
Pendekatan Integrasi Model kano dan Function Deployment, jurnal Technoscientia,
Vol.1. No.2, IST AKPRIND, Yogyakarta
Grandjean,E.1993. Fitting The Task to the Man, 4th edt , Tylor & Francis Inc.London

Workplace Safety and Health

1-153

Proceeding 11th National Conference of Indonesian Ergonomics Society 2011


ISSN : 2088-9488

Oesman, T.,I., 2007, Effect Of basket Loads on Work Physkology and Muculaskeletal
Complaint Amoung Women Crop sellers In Several traditional Market of Yogyakarta,
Proceeding Seminar International, AEDeC 2007- Kualalumpur, ISBN 0-97-681-43-66.
Oesman, T.I.,et all, 2009, Redesain Alat Tombol Tekan Dan Reposisi Kerja Operator pada
Proses Stamping Part Body Component Meningkatkan Kualitas Kerja Pada Divisi
Stamping Plant PT.ADM Jakarta, Procceding 9th National Seminar Ergonomics
Ergonomics for Enhanced Quality of Work Life, Undip, Semarang.
Sutalaksana,I.Z. et. Al, 1979; Teknik Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri, ITB,
Bandung.
Sutalaksana, I.Z., 2000, Duduk,Berdiri dan Ketenagakerjaan Indonesia, Procceding
Seminar Nasional Ergonomi, Guna Widya, Surabaya.
Sanders, Mark S. & Ernest J.McCormick, 1993, Human Factors in Engineering and
Design, Mcgraw-Hill Inc.
Tarwaka,2010, Ergonomi Industri; Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di
Tempat Kerja, Harapan press, Solo

Workplace Safety and Health

1-154

Anda mungkin juga menyukai