PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kedelai atau jenis
kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan
Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan
sumber protein nabati yang murah harganya. Di Indonesia pembuatan tempe
sudah menjadi industri rakyat (Francis F. J., 2000 dalam Suharyono A. S. dan
Susilawati, 2006).
Tempe merupakan salah satu sumber protein nabati yang sering
dikonsumsi dan umumnya berbahan baku kedelai. Menurut Widjang Herry
Sisworo (2008), dari kebutuhan dalam negeri terhadap kedelai sebesar 2 juta
ton per tahun, sebanyak 1,4 juta ton dipenuhi dari impor. Harga kedelai dunia
melonjak hingga di atas 100% dari sebelumnya Rp 2.500,00 per kg (AgustusSeptember 2007) maka harga kedelai menjadi Rp 7.500,00 per kg (2014).
Untuk mengatasi ketergantungan kebutuhan kedelai perlu dilakukan
substitusi dengan kacang lokal atau mengganti bahan baku kedelai dengan
kacang yang lain seperti koro. Koro merupakan salah satu jenis kacangkacangan local yang memiliki beragam varietas dan biasa digunakan sebagai
bahan baku pengganti kedelai dalam pembuatan tempe. Salah satu jenis koro
yang sering digunakan untuk membuat tempe adalah koro pedang (Canavalia
ensiformis).
Koro pedang biji putih atau biji merah dapat dibuat tempe. Masyarakat
Trenggalek (Jawa Timur) biasa mengkonsumsi tempe koro pedang. Hal ini
dikarenakan kadar protein koro pedang cukup tinggi. Menurut Anonim (2009),
kadar protein koro pedang biji putih (27,4%). Selain itu, harga jual koro
pedang juga relatif lebih murah daripada kedelai. Menurut Nasution (2008),
budidaya koro pedang memakan modal Rp. 6,8 juta/hektar dengan
produktivitas minimal 7 ton/hektar dengan harga jual Rp. 2.500,00 - Rp.
3.500,00/kg kering dengan usia tanam 4-6 bulan.
Hipotesis
Hipotesis yang dapat diperkirakan dari penelitian ini adalah :
1. Ada peningkatan kadar dan mutu protein pada tempe dari kombinasi kacang
koro pedang dan biji wijen.
II.
METODE
timbangan
analitik,
wadah
plastik,
sendok,
pisau,
baskom.
6. Biji kacang dilakukan inokulasi atau peragian dan ditabur biji wijen secara
merata.
7. Hasil peragian dicetak dan dibungkus dengan menggunakan plastik yang telah
dilubangi, tiap bungkus berisi 200 gr bakal tempe. Seluruh bungkusan
dimasukkan ke dalam suatu lemari box dan disusun rapi.
8. Masingmasing perlakuan diperam/difermentasi pada suhu ruang selama 72
jam.
9. Setelah menjadi tempe kemudian dilakukan analisa protein dan uji
organoleptik. Selengkapnya secara skematis prosedur peneitian dapat dilihat
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap
(RAL) yaitu dengan variasi konsentrasi biji wijen yang ditambahkan sebanyak 0,
5, 10, dan 15% dengan tiga kali ulangan. Rancangan percobaan dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Kombinasi Kacang Koro Pedang dan Biji Wijen
Ulanga
Disusun oleh:
Julius Budi Saputra
110801212
Fakultas Teknobiologi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta