Anda di halaman 1dari 23

I.

INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAANNYA

Penderita trauma/ multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan
tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena
itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial
assessment ( penilaian awal ).
Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek seharihari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.
1. PERSIAPAN

Fase Pra-Rumah Sakit

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan

Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum


penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.

Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti


waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.

Fase Rumah Sakit


Perencanaan sebelum penderita tiba
1

Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat


yang mudah dijangkau

Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada


tempat yang mudah dijangkau

Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila


sewaktu-waktu dibutuhkan.

Pemakaian alat-alat proteksi diri


2. TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Dua jenis triase :

Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan
prioritas penanganan lebih dahulu.

Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan
dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
1. Label hijau
Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
2. Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.

3. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan
dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan
operasi
4. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi
UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.
5. Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.
3. PRIMARY SURVEY
Adalah penilaian utama terhadap pasien, dilakukan dengan cepat, bila ditemukan hal
yang membahayakan nyawa pasien, langsung dilakukan tindakan resusitasi.
A : Airway
Jika pasien sadar : Dengarkan suara yang dikeluarkan pasien, ada obstruksi airway
atau tidak.
Jika pasien tidak sadar : Look ; ada sumbatan airway atau tidak, Listen ; suara-suara
nafas, Feel : hembusan nafas pasien.
Obstruksi terbagi menjadi 2 :
- Obstruksi airway totalis : yaitu penghambatan jalan nafas secara total, biasanya
karena tersedak. Jika pasien tidak sadar, bisa terjadi sianosis, dan resistensi
terhadapa nafas buatan. Jika pasien sadar, pasien akan terlihat berusaha bernafas
-

dan memegang lehernya dalam keadaan sangat gelisah, bisa ditemukan sianosis.
Obstruksi airway parsial : yaitu penghambatan jalan nafas karena
Cairan sepertu darah, cairan serosa.
Terdengar bunyi gurgling atau seperti orang berkumur-kumur
Lidah jatuh kebelakang, terdengar bunyi snoring atau seperti oragn
mengorok
Penyempitan laring/trakea biasanya karena edema leher.
Terdengar bunyi crowing atau bunyi highpitched karena penyempitan
tersebut.

Pada airway juga harus diperhatikan control servikal, karena harus dipastikan ada trauma
atau fraktur servikal/tidak. Trauma dari Os.clavicula ke atas sudah dianggap pasien
trauma inhalasi. Pada korban trauma yang tidak sadar ada atau tidak diketahui
mekanisme terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda
cedera leher, patut dicurigai mengalami cedera leher. Tindakan yang menyebabkan
bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabakan henti napas dan henti
jantung seketika. Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colat neck atau
dengan bantuan benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak
bergerak. Dapat pula menggunakan kedua tangan atau paha penolong (jika penolong
lebih dari 1 orang sambil melakukan control pada jalan napas koban ).
Tabel 1- Indikasi Airway Definitif

Kebutuhan untuk perlindungan airway

Kebutuhan untuk ventilasi


Apnea

Tidak sadar

Paralisis neuromuskuler

Tidak sadar

Usaha nafas yang tidak adekuat

Fraktur maksilofasial

Takipnea

Hipoksia

Hiperkarbia

Sianosis

Bahaya aspirasi

Cedera kepala tertutup berat yang

Perdarahan

membutuhkan hiperventilasi singkat,

Muntah - muntah

bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan
4

Hematoma leher

Cedera laring, trakea

Stridor

Tindakan yang dapat dilakukan antara lain memberikan penekanan pada dinding
abdomen melalui manuver Heilmicth atau Manuver Abdominal Trust. Kalau untuk anak
kecil bisa dibantu dengan membalik posisi anak secara vertikal agar mempermudah
keluarnya benda asing. Tindakan yang disebutkan diatas dilakukan pada pasien sadar.
Sementara pada pasien tidak sadar yang bisa dilakukan antara lain : finger sweep,
abdominal trust, dan instrumental.

Kalau terjadi obstruksi parsial maka pasien akan menunjukan tanda bunyi nafas
tambahan. Beberapa bunyi nafas itu antara lain:
1. Gurgling (kumur-kumur) = obstruksi akibat adanya air dalam saluran nafas.
Penanganannya melalui suction. Terdapat dua jenis suction yakni, yang elastic dan
yang rigid. Pilih saction yang rigid karena lebih mudah diarahkan. Jangan melakukan
tindakan yang berlebihan di daerah laring sehingga tidak timbul vagal refleks.

2.

Stridor (crowing) = obstruksi karena benda padat dan terjadi pada URT. Penanganan
pertama nya dengan penggunaan endotracheal tube (ETT)

3. Snorg (mengorok) = biasa nya obstruksi karenan lidah terlipat dan pasien dalam
keadaan tidak sadar. Penangannya yang pertama dengan membuka mulut pasien
6

dengan jalan; chin lift atau jaw trust. Kemudian diikuti dengan membersihkan jalan
nafas melalui finger sweep (cara ini tidak amam karena memungkinkan trauma
mekanik pada jari dokter) atau melalui bantuan instrumen.
Tidakan berikutnya dengan pemasangan oropharingeal tube (untuk pasien tidak sadar)
atau nasopharyngeal tube untuk pasien sadar. Sebagai tambahan info, bahwa pada
oropharingeal tube terdapat tiga jenis ukuran sehingga sebelum memasangnya dokter
harus menentukan ukuran yang sesuai. Cara mudahnya dengan menyamakan ukuran
dengan panjang dari lubang telinga ke sudut mulit atau panjang dari sudut telinga ke
lubang hidung, Begitu pula dengan pemasangan nasopharingeal tube.

C-spine kontrol mutlak harus dilakukan terutama pada pasien yang mengalami trauma
basis crania (Suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang tebal.
Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada Duramater). Cirinya adalah keluar
darah atau cairan bercampur darah dari hidung atau telinga. C-spine kontrol dilakukan
dengan indikasi:
a. Multiple trauma
b. Terdapat jejas di daerah serviks ke atas
c. Penurunan kesadaran.
Jika semuanya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir

B : Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi
yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada penderita harus dibuka untuk
melihat ekspansi pernafasan dan dilakukan auskultasi untuk memastikan masuknya udara
ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga
pleura. Sedangkan inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi.
Trauma yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension
pneumothoraks, flailchest dengan kontusio paru dan open pneumotoraks.
Sedangkan trauma yang dapat mengganggu ventilasi dengan derajat lebih ringan
adalah hematothoraks, simple pneumothoraks, patahnya tulang iga, dan kontusio
paru. Penanganan pneumotorak ini antara lain dengan menusukan needle 14 G di
daerah yang hipersonor atau pengguanan chest tube.

Jika terdapat henti napas :


Hal yang dapat dilakukan antara lain Resusitasi Paru, bisa dilakukan melalui
8

a. Mouth to mouth
b. Mouth to mask
c. Bag to mask (Ambu bag).

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi :
fungsi paru baik,dinding dada dan diafragma. Nilai freukensi pernafasannya, lihat ada
sesak atau tidak, lihat ada trauma di toraks atau tidak, tanda- tanda sianosis juga harus
diperhatikan.
Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat)
Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan
Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung
Penderita tampak nyaman
Frekuensi cukup
Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat
Gerakan dada kurang baik
Ada suara nafas tambahan
Sianosis
Frekuensi kurang atau lebih
Perubahan status mental (gelisah)
Tanda-tanda tidak adanya pernafasan
Tidak ada gerakan dada atau perut
Tidak terdengar aliran udara mulut atau hidung
Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

C : Circulation
1. Volume darah dan cardiac output
Perdarahan merupakan sebab utama kematian yang dapat diatasi dengan terapi yang
cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi pada trauma harus dianggap
disebabkan oleh hipovolemia sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka
diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita yang meliputi :
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
b. Warna kulit
9

Wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
c. Nadi
Perlu dilakukan pemeriksaan pada nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri
karotis kiri dan kanan untuk melihat kekuatan nadi, kecepatan, dan irama. Nadi yang
tidak cepat, kuat, dan teratur, biasanya merupakan tanda normovolemia. Nadi yang
cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, sedangkan nadi yang tidak teratur
merupakan tanda gangguan jantung. Apabila tidak ditemukan pulsasi dari arteri besar
maka merupakan tanda perlu dilakukan resusitasi segera.
2. Perdarahan
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Sumber perdarahan
internal adalah perdarahan dalam rongga thoraks, abdomen, sekitar fraktur dari tulang
panjang, retroperitoneal akibat fraktur pelvis, atau sebgai akibat dari luka dada
tembus perut.
D : Disability

Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi

Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E : Exposure/Environment

Buka pakaian penderita

Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.

4. RESUSITASI
Airway
Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasofaringeal airway. Bila penderita tidak
sadar dan tidak ada refleks batuk (gag refleks) dapat dipakai orofaringeal airway.
Breathing

10

Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada
gangguan ventilasi dan atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi
endotrakheal baik oral maupun nasal. Surgical airway / krikotiroidotomi dapat dilakukan
bila intubasi endotrakheal tidak memungkinkan karena kontraindikasi atau karena
masalah teknis.
Circulation
Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang minimal dua IV line. Kateter IV yang dipakai
harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Selain
itu bisa juga digunakan jalur IV line yang seperti vena seksi atau vena sentralis. Pada saat
memasang kateter IV harus diambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin
serta pemeriksaan kehamilan pada semua penderita wanita berusia subur.
Pada saat datang penderita diinfus cepat dengan 2-3 liter cairan kristaloid, sebaiknya
Ringer Laktat. Bila tidak ada respon, berikan darah segulungan atau (type specific).
Jangan memberikan infus RL dan transfusi darah terus menerus untuk terapi syok
hipovolemik. Dalam keadaan harus dilakukan resusitasi operatif untuk menghentikan
perdarahan.

Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah,


Berdasarkan Presentasi Penderita Semula

KELAS I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Sampai 750

750-1500

1500-2000

>2000

Sampai 15%

15%-30%

30%-40%

>40%

Denyut Nadi

<100

>100

>120

>140

Tekanan Darah

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Tekanan nadi

Normal atau

Menurun

Menurun

Menurun

Kehilangan Darah (mL)


Kehilangan Darah (%
volume darah)

11

(mm Hg)

Naik

Frekuensi Pernafasan

14-20

20-30

30-40

>35

>30

20-30

5-15

Tidak berarti

Agak

Cemas,

Bingung,lesu

bingung

(lethargic)

Kristaloid dan

Kristaloid dan

darah

darah

Produksi Urin
(mL/jam)
CNS/ Status
Sedikit cemas
Mental

cemas

Penggantian Cairan
Kristaloid

Kristaloid

(Hukum 3:1)

Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok


PENILAIAN (Pemeriksaan
Fisik)

KONDISI

PENGELOLAAN

Tension

Deviasi Tracheal

Needle decompression

Pneumothorax

Distensi vena leher

Tube thoracostomy

Hipersonor

12

Massive hemothorax

Bising nafas (-)

Deviasi Tracheal

Venous access

Vena leher kolaps

Perbaikan Volume

Perkusi : dullness

Konsultasi bedah

Bising nafas (-)

Tube thoracostomy

Pericardiocentesis

Cardiac tamponade

Perdarahan
Intraabdominal

Distensi vena leher

Venous access

Bunyi jantung jauh

Perbaikan Volume

Ultrasound

Pericardiotomy

Thoracotomy

Venous access

Perbaikan Volume

Konsultasi bedah

Distensi abdomen

Uterine lift, bila hamil

DPL/ultrasonography

Pemeriksaan Vaginal

Jauhkan uterus dari vena


cava
Kontrol Perdarahan

Perdarahan Luar

Kenali sumber perdarahan

Direct pressure

Bidai / Splints

Luka Kulit kepala yang

berdarah : Jahit

Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok


13

KONDISI

IMAGE FINDINGS

SIGNIFICANCE
Kehilangan
darah kurang

Fraktur Pelvis

Pelvic x-ray

Fraktur Ramus Pubic

dibanding jenis lain


Mekanisme
Kompresi Lateral

Open book

Pelvic volume

INTERVENSI

Perbaikan Volume

Mungkin Transfuse

Hindari manipulasi

berlebih

Perbaikan Volume

Mungkin Transfusi

Pelvic volume

Rotasi Internal
Panggul

Vertical shear

Sumber perdarahan
banyak

PASG

External fixator

Angiography

Traksi Skeletal

Konsultasi
Ortopedi

Cedera Organ
Dalam

Potensial kehilangan
darah

CT scan
Perdarahan
intraabdomimal

Hanya dilakukan bila


hemodinamik stabil

Perbaikan Volume

Mungkin Transfusi

Konsultasi Bedah

Tabel 5-Transient Responder

14

ETIOLOGI

PEM.DIAGNOSTIK

PEM.FISIK

Dugaan Jumlah
perdarahan kurang atau
Perdarahan Berlanjut

INTERVENSI

TAMBAHAN

Distensi Abdomen

Fraktur Pelvis

Fraktur Pelvis

Perdarahan Luar

Konsultasi
Bedah
Perbaikan
Volume

DPL atau
ultrasonografi

Mungkin
Transfusi

Nonhemorrhagic
Cardiac
tamponade

Recurrent/
persistent tension
pneumothorax

Pasang bidai

Reevaluasi
toraks

Distensi vena leher

Bunyi jantung jauh

Ultrasound

Bising nafas normal

Deviasi Tracheal

Distensi versa leher

Hipersonor

Bising nafas (-)

Pericardiocentesis

Dekompresi
jarum
Tube
thoracostomy

Tabel 6-Non responder

ETIOLOGI

Massive blood loss

PEM.FISIK

Distensi

PEM.DIAGNOSTIK

INTERVENSI

TAMBAHAN

DPL/USG

Intervensi segera (ahli


15

bedah)

(Class III atau IV)


Intraabdominal
bleeding

Abdomen

Perbaikan Volume

Resusitasi Operatif

Chest Decompresion
(Needle
Distensi Vena
Leher
Nonhemorrhagic
Tension
pneumothorax

thoracocentesis
diteruskan

Trachea tergeser

dengan tube
thoracostomy)

Suara nafas
menghilang

Hipersonor

Mungkin diperlukan

penggunaan monitoring
invasive

Distensi vena
leher
Nonhemorrhagic
Cardiac tamponade

Bunyi jantung
jauh

Nilai ulang ABCDE

Nilai ulang jantung

Pericardiocentesis

EKG : kelainan
iskemik

Persiapan OK

Invasive monitoring
Inotropic support

Pericardiocentesis

Ultrasound

Bising nafas
normal

Cedera tumpul
jantung

Nadi # teratur

Transesophageal

Perfusi jelek

echocardiography

Pertimbangkan
operasi

Ultrasonography

(pericardial)

16

5. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI

Pasang EKG
Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus
dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi

Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia


Pasang kateter uretra
Kecurigaan

adanya ruptur

uretra merupakan kontra

indikasi pemasangan kateter urine

Bila

terdapat

uretra atau BPH, jangan

kesulitan

dilakukan

pemasangan
manipulasi

kateter

atau

karena striktur

instrumentasi,

segera

konsultasikan pada bagian bedah

Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine

Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi


ginjal dan hemodinamik penderita

Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1


ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi

Pasang kateter lambung


Bila

terdapat

kecurigaan fraktur

basis

kranii atau trauma

maksilofacial yang merupakankontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan


orogastric tube.

Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena


bahaya aspirasi bila pasien muntah.

Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium


Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis
Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.

Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST


Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan
mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
17

Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat


proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary
survey.

Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus
dilakukan.
6. SECONDARY SURVEY

Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )


Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey

Hal yang

Identifikasi/

dinilai

tentukan

Tingkat
Kesadaran

Beratnya
trauma kapitis

Penilaian

Skor GCS

Penemuan Klinis Konfirmasi dengan

8, cedera
kepala berat
9 -12, cedera
kepala sedang

CT Scan

Ulangi tanpa
relaksasi Otot

18

13-15, cedera
kepala ringan

Pupil

Ukuran

Luka pada
mata

Bentuk

Reaksi

Luka pada
kulit kepala
Kepala

Fraktur
tulang
tengkorak

Luka
jaringan lunak

Maksilofasial

Fraktur

Kerusakan
syaraf
Luka dalam
mulut/gigi

Leher

Jenis cedera
kepala

Cedera pada
faring
Fraktur
servikal
Kerusakan
vaskular
Cedera
esofagus

Inspeksi
adanya luka dan
fraktur
Palpasi
adanya fraktur

Inspeksi :
deformitas

"mass effect"

Diffuse
axional injury

CT Scan

CT Scan

Perlukaan
mata
Luka kulit
kepala
Fraktur
impresi

Fraktur basis

Fraktur
tulang wajah

Foto tulang
wajah

Cedera
jaringan lunak

CT Scan tulang
wajah

Deformitas
faring

Maloklusi

Palpasi :
krepitus

Inspeksi

Palpasi

Auskultasi

Emfisema
subkutan

Hematoma

Murmur

Foto servikal

Angiografi/
Doppler

Esofagoskopi

Laringoskopi

Tembusnya
platisma

Gangguan
19

Nyeri, nyeri
tekan C spine

neurologis

Perlukaan
dinding toraks
Emfisema
subkutan

Toraks

Pneumo/
hematotoraks
Cedera
bronchus
Kontusio
paru
Kerusakan
aorta torakalis

Inspeksi

Palpasi

Auskultasi

Jejas,
deformitas,
gerakan

Foto toraks

CT Scan

Angiografi

Bronchoskopi

Paradoksal

Nyeri tekan
dada, krepitus
Bising nafas
berkurang
Bunyi
jantung jauh
Krepitasi
mediastinum

Tube
torakostomi
Perikardio
sintesis
USG TransEsofagus

Nyeri
punggung hebat

20

Hal yang

Identifikasi/
tentukan

Dinilai

Perlukaan
dd. Abdomen
Abdomen/
pinggang

Cedera
intra-peritoneal
Cedera
retroperitoneal

Penilaian

Inspeksi

Palpasi

Auskultasi

Tentukan arah
penetrasi

Penemuan klinis

Nyeri, nyeri
tekan abd.
Iritasi
peritoneal
Cedera organ
viseral
Cedera
retroperitoneal

Pelvis

Cedera
Genitourinarius
Fraktur
pelvis

Tentukan
instabilitas pelvis
(hanya satu kali)
Inspeksi
perineum

DPL

FAST

CT Scan

Laparotomi

Foto dengan
kontras

Angiografi

Foto pelvis

Cedera Genitorinarius
(hematuria)

Urogram

Uretrogram

Sistogram

IVP

Palpasi
simfisis pubis
untuk pelebaran
Nyeri tekan
tulang elvis

Konfirmasi
dengan

Fraktur pelvis

Perlukaan
perineum, rektum,
vagina

CT Scan
dengan kontras

Pem.
Rektum/vagina

Trauma
kapitis
Medula
spinalis

Trauma
medulla spinalis
Trauma
syaraf perifer

Kolumna
vertebralis

Fraktur

lnstabilitas
kolumna
Vertebralis
Kerusakan
syaraf

Pemeriksaan
motorik
Pemeriksaan
sensorik

"mass effect"
unilateral

Tetraparesis
Paraparesis

Foto polos

MRI

Foto polos

CT Scan

Cedera radiks
syaraf

Respon verbal
terhadap nyeri,
tanda lateralisasi

Nyeri tekan

Deformitas

Fraktur atau
dislokasi

21

Jejas,

7. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY

Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan


teliti dan pastikan hemodinamik stabil

Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan


tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain

Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :

CT scan kepala, abdomen

USG abdomen, transoesofagus

Foto ekstremitas

Foto vertebra tambahan

Urografi dengan kontras

8.

RE-EVALUASI PENDERITA

Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap


perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.

Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin

Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan


9. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK

Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan

SDM

maupun

fasilitas

serta

keadaan

pasien

yang

masih

memungkinkan untuk dirujuk.

Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama


perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support For Doctors, 7th
edition. United States of America.
22

23

Anda mungkin juga menyukai