Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Karir
Karir adalah suatu rangkaian atau tahapan pekerjaan, jabatan, serta

kedudukan yang mengarah pada dunia kerja. 23 Selain itu, karir juga dapa diartikan
sebagai suatu perkembangan dan kemajuan dalam suatu pekerjaan serta rangkaian
sikap dan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan aktivitas kerja selama
rentang waktu kehidupan seseorang dan rangkaian aktivitas kerja yang terus
berkelanjutan.24,25 Menurut munandir (1996), karir merupakan urutan posisi yang
terkait dengan pekerjaan yang diduduki seseorang sepanjang hidupnya. Karir juga
dianggap sebagai pola pengalaman berdasarkan pekerjaan (work-related
experiences) yang merentang sepanjang perjalanan pekerjaan yang dialami oleh
setiap individu/pegawai dan secara luas dapat dirinci ke dalam obyective events.26
2.2

Orientasi Karir
Orientasi karir adalah suatu bentuk sikap berupa kesiapan individu dalam

membuat keputusan untuk memilih dan menjalankan karir yang telah dipilih
dengan tepat. Orientasi karir merupakan paradigma yang menunjukan
kecenderungan arah individu dalam mengambil kesimpulan terhadap harapan
karir dimasa depan. Orientasi karir, secara objektif, terdiri dari dua aspek yaitu
aspek perkembangan sikap terhadap karir yang terdiri dari perencanaan dan
eksplorasi, serta aspek perkembangan pengetahuan dan keterampilan karir yaitu
membuat keputusan dan informasi karir. Jadi orientasi karir merupakan kesiapan
individu terhadap penentuan pilihan karir yang sesuai dengan harapan dimasa
depan secara tepat yang terdiri dari sikap, pengetahuan dan keterampilan.27
Kematangan karir seseorang dapat digambarkan melalui lima dimensi,
antara lain informasi dan perencanaan, konsistensi pilihan karir, kristalisasi dan
kebijakan pilihan karir.28
a.
Informasi dan perencanaan merupakan dimensi yang berhubungan dengan
informasi tentang pilihan karir dan tingkat keterlibatan yang dimiliki
individu dalam aktivitas perencanaan karir.

b.

Konsistensi pilihan karir mencakup konsistensi pilihan berdasarkan

c.

bidang, tingkat, dan keluarga.


Kritalisasi sifat merupakan suatu dimensi yang meliputi minat karir,
kepedulian terhadap kompetensi karir, kesukaan untuk bekerja, fokus
mendapat penghargaan dalam bekerja, independensi karir, dan penerimaan

d.

tanggung jawab perencanaan karir.


Kebijakan pilhan karir ditandai adaanya hubungan antara kemampuan
dengan pilihan karir, minat dengan pilihan karir dan aktivitas dengan
pilihan karir.

2.3

Psikologi Perkembangan Karir


Terdapat berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli yang membahas

mengenai psikologi perkembangan karir. Teori-teori ini dikemukakan dari cara


individu memilih karir berdasarkan perkembangan psikologinya. Menurut Gibson
dan Mitchell, paling tidak terdapat lima teori perkembangan karir, yaitu:29
a.
Teori proses
Menurut teori proses, pilihan dan masuknya seseorang dalam suatu
pekerjaan sesuai pilihan adalah proses yang berisi tahapan-tahapan tertentu yang
akan dilalui oleh setiap individu. Menurut Ginzberg, perkembangan dalam proses
karir terikat pada tiga elemen dasar yaitu proses, ireversibilitas, dan kompromi.
Menurut Ginzberg, perkembangan dalam proses pilihan karir mencakup tiga tahap
yang utama, yaitu:26-28
1.
Fantasi (0-11 tahun)
Pada tahap fantasi, anak seringkali menimbulkan karakter cita-cita
2.

yang seringkali irasional dan abstrak


Tentatif (12-18 tahun)
Tahapan tentatif dibedakan menjadi empat subtahap yaitu minat (11-12
tahun) yaitu ketika anak melakukan kegiatan yang hanya diminatinya;
kapasitas

(13-14

tahun)

yaitu

ketika

anak

kegiatan

sesuai

kemampuannya, selain kegiatan yang diminatinya; nilai (15-16 tahun)


yaitu ketika anak sudah bisa menilai kegiatan yang dihargai
masyarakat; dan transisi (17-18 tahun) yaitu tahap ketika anak sudah
mampu merencanakan karir mereka sesuai minat, kapasitas, dan nilai
yang ada di masyarakat

3.

Realistik (19-25 tahun) pada tahap ini seorang individu sudah mampu
membuat perencanaan karir yang lebih rasional dan objektif. Tahap
realistis dibagi menjadi tiga subtahap yakni eksplorasi, kristalisasi, dan
spesifikasi. Pada subtahap eksplorasi, remaja mulai menerapkan
pilihan-pilihan yang telah dipikirkan pada tahap tentatif akhir, yaitu
yang sesuai dengan minat, kapasitas, dan nilai-nilai di masyarakat.
Subtahap berikutnya adalah kristalisasi, yaitu masa ketika remaja
mulai yakin dengan pilihan karir tertentu. Kemudian masuk subtahap
spesifikasi ketika remaja sudah mampu mengambil keputusan tentang
karir yang akan diambilnya.26,27

Hoyer dkk memberikan pendapat yang berbeda dari Ginzberg, menurutnya


ada empat tahap proses perkembangan karir dalam kehidupan orang dewasa,
yaitu: 30
1. Fase seleksi dan entri (selection and entry) ditandai dengan upaya
memilih dan memasuki jenjang karir tertentu. Dalam proses pemilihan,
seseorang akan selalu mempertimbangkan segala potensi, minat, bakat,
kecerdasan, dan harapan yang akan dicapainya.
2. Fase penyesuaian (adjustment) merupakan tahap dimana individu akan
berupaya untuk menikmati pilihannya, pada tahap ini dapat terjadi
dilema akibat kesenjangan antara tuntutan pandangan sosial dengan
tuntutan pekerjaan.
3. Fase pemeliharaan (maintenance) adalah masa yang ditandai dengan
kemapanan karir atau penyesuaian yang baik antara tuntutan pekerjaan
dan tuntutan karir
4. Fase Pengunduran diri (retirement) merupakan masa saat individu
memiliki prestasi kerja dengan bentuk kurva datar atau cenderung
menurun karena dipengaruhi usia dan produktivitas yang menurun
pula.
b.

Teori perkembangan
Perencanaan karir merupakan perkembangan karir pada seseorang sebagai

aspek perkembangan totalitas pribadi. Seperti aspek perkembangan yang lain,


perkembangan jabatan berlangsung mulai sejak awal kehidupan dan berlangsung
secara terus menerus secara berkelanjutan hingga sampai akhir hayatnya. Donald

E. Super, salah satu tokoh teori perkembangan membagi perkembangan karir


manusia dibagi menjadi lima fase, yaitu: 30
1. Tahap Pertumbuhan (Growth): 0 14 tahun
Adanya pertumbuhan fisik dan psikologis. Pada tahap ini individu
mulai membentuk sikap dan mekanisme tingkah laku yang kemudian
akan menjadi penting dalam konsep dirinya. Bersamaan dengan itu,
pengalaman memberikan latar belakang pengetahuan tentang dunia
kerja yang akhirnya digunakan dalam pilihan pekerjaan mulai yang
tentatif sampai dengan final. Pada fase ini anak mengembangkan
kemampuan, minat, potensi dan konsep diri
2. Tahap Eksplorasi (Exploratory): 15 24 tahun
Dimulai sejak individu menyadari bahwa pekerjaan merupakan suatu
aspek dari kehidupan manusia.Pada awal masa ini atau masa fantasi,
individu menyatakan pilihan pekerjaan sering kali tidak realistis dan
sering erat kaitannya dengan kehidupan permainannya. pada fase ini
juga remaja mulai memikirkan alternatif pilihan karir, namun belum
mengambil keputusan yang mengikat.
3. Tahap Pembentukan (Establishment): 25 44 tahun
Seseorang sudah memilih karir tertentu dan mengalami berbagai
pengalaman terkait karir tersebut, kemudian mereka akan dapat
menentukan pilihan untuk melanjutkan karir tersebut atau memilih
karir lain berdasarkan pengalaman positif atau keuntungan dari suatu
pekerjaan sehingga pilihannya menjadi mantap dan mendpatkan
kesempatan terbaik untuk mendapatkan kepuasan kerja.
4. Tahap Pemeliharaan (Maintenance): 45 64 tahun
Individu berusaha untuk meneruskan atau memelihara situasi
pekerjaan. Pada usia ini seseorang sudah mantap dengan karirnya dan
menjalaninya dengan stabil hingga akhir masa karirnya. Dalam fase ini
juga

individu

berkepentingan

untuk

melanjutkan

aspek-aspek

pekerjaan yang memberikan kepuasan, dan merubah atau memperbaiki


aspek-aspek pekerjaan yang tidak menyenangkan, tetapi tidak sampai
untuk meninggalkan atau berhenti dari pekerjaan tersebut.
5. Tahap Kemunduran (Decline): di atas 65 tahun

Tahap menjelang berhenti bekerja (preretirement) dan juga terjadi


ketika seseorang sudah pensiun dan membebaskan diri dari dunia kerja
formal. Pada tahap ini individu lebih memperhatikan usaha
mempertahankan prestasi kerja daripada upaya meningkatkan prestasi
c.

kerjanya.
Teori kepribadian
Teori ini memandang pilihan karir atau pekerjaan sebagai suatu ekspresi

dari kepribadian. Perilaku mencari pekerjaan adalah upaya mencocokkan antara


karakteristik individu dengan lapangan pekerjaan khusus. Dalam teorinya,
Holland menjelaskan pilihan kerja berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu: (1)
lingkungan kerja, (2) pribadi dan perkembangannya, dan (3) interaksi pribadi dan
lingkungannya. Pilihan pekerjaan adalah suatu perluasan kepribadian dan usaha
untuk mengungkapkan diri dalam lingkungan kerja. Pilihan pekerjaan sendiri pada
hakikatnya merupakan hasil interaksi antara diri dengan kekuatan-kekuatan
lingkungan.29
d.
Teori sosiologi
Menurut teori sosiologi, pilihan karir lebih berhubungan dengan
kesempatan dari pada sesuatu yang sengaja direncanakan. Kesempatan ini
dipengaruhi oleh kelas sosial, budaya, kondisi-kondisi yang dibawa sejak lahir
atau muncul kemudian, kesempatan pendidikan, dan observasi terhadap model.28
e.
Teori ekonomi
Teori ini menekankan pentingnya faktor-faktor ekonomi dalam pilihan
karir. Hal ini terkait dengan ketersediaan beberapa tipe pekerjaan dan pekerjapekerja yang sesuai untuk pekerjaan tersebut. Pilihan karir didasarkan pada
pertimbangan kemampuan pekerjaan tersebut memenuhi kebutuhan dasar diri
sendiri dan keluarganya, keamanan pekerjaan, keuntungan (khususnya asuransi
kesehatan

dan

rencana

pensiun),

faktor-faktor

yang

dianggap

paling

menguntungkan dan paling bernilai pada individu tersebut.29


f.
Teori lain
Albert Bandura memperkenalkan teori karir kognitif sosial/social
cognitive career theory (SCCT) yang menekankan bahwa atribut, lingkungan dan
perilaku yang tampak, saling bersinggungan dalam keterkaitan dua arah. Teori ini
menjelaskan bahwa seseorang dapat mengembangkan karir mereka jika mereka
setidaknya memiliki keterampilan-keterampilan yang dapat mendukung karirnya.

Selain teori di atas, terdapat pula masa-masa tertentu dalam hidup individu
saat dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan karir. Menurut Gonzales (2008),
tugas perkembangan karir yaitu:31,32
a.

Kristalisasi (Crystallization): 14 18 tahun


Kristalisasi

dari

preferensi

karir

mengharuskan

individu

untuk

merumuskan ide-ide tentang pekerjaan yang sesuai untuk dirinya sendiri.


Hal ini juga mensyaratkan perkembangan pekerjaan dan konsep diri yang
akan membantu memediasi pilihan karir yang bersifat sementara dari
individu dengan cara pengambilan keputusan pendidikan yang relevan.
Tugas kristalisasi dapat terjadi pada semua usia, demikian juga semua
tugas perkembangan karir, namun biasanya terjadi pada usia 14 18
tahun.
b.

Spesifikasi (Specification): 18 21 tahun


Pada masa ini, individu diharuskan untuk mempersempit arah karir umum
menjadi spesifik dan mengambil langkah yang diperlukan untuk
melaksanakan keputusan tersebut.

c.

Pelaksanaan (Implementation): 21 25 tahun


Tugas karir ketiga adalah pelaksanaan preferensi karir. Tugas ini
mengharuskan individu untuk menyelesaikan beberapa pelatihan dan
mulai bekerja sesuai dengan plihan karirnya. Untuk melaksanakan tugas
ini dibutuhkan sikap dan perilaku untuk panggilan tugas, pengakuan
individu akan kebutuhan yang berguna untuk merencanakan pelaksanaan
preferensi dan pelaksanaan rencana.

d.

Stabilisasi (Stabilization): 25 35 tahun


Stabilisasi diwakili oleh perilaku menetap dalam bidang pekerjaan dan
penggunaan bakat sedemikian rupa untuk menunjukkan kesesuaian
keputusan karir yang telah dibuat sebelumnya. Selama periode stailisasi
dapat terjadi perubahan posisi pekerjaan namun jarang terjadi perubahan
pekerjaan.

Secara umum dapat disimpulkan perkembangan karir memiliki tahaptahap tertentu dengan sifat yang berbeda tiap tahapannya. Dari keunikan tiap
tahap tersebut kita dapat mempelajari tahap yang sesuai untuk melakukan
intervensi pemilihan karir dengan metode tertentu.
2.4

Pemilihan Karir
Teori pengharapan (Expectancy Theory) adalah landasan teori yang

digunakan

sebagai

landasan

teori

pemilihan

karir.

Teori

pengharapan

didefinisikan sebagai kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu


tergantung pada kekuatan atau pengharapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti
oleh suatu hal tertentu bagi setiap individu.33 Hal ini didasarkan pada pengharapan
akan mempengaruhi sikap seseorang.
Menurut Robbins, Sikap seseorang terbentuk dari tiga komponen yaitu
cognitive component, emotional component, dan behavior component.
1. Cognitive component merupakan keyakinan dari informasi yang
dimiliki oleh seseorang yang akan mempengaruhi sikap seseorang
terhadap profesi yang akan dijalani
2. Emotional component merupakan perasaan yang bersifat emosi yang
dimiliki oleh seseorang untuk menyukai sesuatu. Apabila seseorang
menyukai

sesuatu maka ia akan cenderung untuk berusaha

memperolehnya
3. Behavior component merupakan kegiatan untuk bertindak secara lebih
khusus dalam merespon kejadian dan informasi dari luar, sehingga
seseorang akan termotivasi untuk menjalankan tingkat usaha yang
tinggi.
Ketiga faktor ini mendasarkan pemilihan karir berdasarkan tingkat pemahaman
dan sikap seseorang.33
Menurut Kunartinah dkk (2003) empat tahapan dalam karir yaitu: 27
1. Memilih karir (career choose): terjadi antar masa remaja sampai umur
20, ketika manusia mengembangkan visi dan indentitas mereka yang
berkenaan dengan masa depan atau gaya hidup, sesuai dengan pilihan
jurusan dan pendidikan mereka.

2. Karir awal (early career): meninjau kembali pengalaman yang


terdahulu dan sekarang selama bekerja di perusahaan dan mencoba
untuk menentukan apa yang di harapkan di masa yang akan datang.
3. Karir pertengahan (middle career): individu mulai bergerak ke dalam
suatu periode stabilisasi dimana mereka dianggap produktif, menjadi
semakin lebih kelihatan, memikul tanggung jawab yang lebih berat,
dan menerapkan suatu rencana karier yang lebih berjangka panjang.
4. Tahap karir akhir dan pensiun: individu mulai melepaskan diri dari
belitan-belitan tugasnya dan bersiap pensiun. Melatih penerus
mengurangi beban kerja atau mendelegasikan tanggung jawab kepada
karyawan yang kurang senior.
Terdapat banyak faktor yang kompleks dalam proses pemilihan karir.
Menurut Dariyo dan Sarina (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pemilihan karir, yaitu:34
a. Faktor internal
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi dalam proses pilihan karir
antara lain:
1) Jenis kelamin (gender)
2) Kepribadian (personality)
3) Intelegensi (kecerdasan)
4) Minat dan bakat
b. Faktor eksternal
Berdasarkan konsep teori belajar sosial (social learning theory), maka
pilihan karir merupakan hasil dari proses belajar terhadap lingkungan
hidupnya. Melalui proses pengamatan yang intensif seseorang dapat
melihat baik-buruknya atau kelebihan-kekurangan suatu karir yang
dijalani oleh orang lain. Faktor-faktor eksternal ini antara lain: orang
tua, guru, teman, media massa, atau masyarakat umum lainnya.
Sedangkan menurut Blau, et al. faktor-faktor yang menentukan dalam
memilih karir adalah:34,35
a. Tuntutan untuk dapat lebih maju
b. Faktor kebutuhan fungsional ganjaran seperti: gaji, prestise, promosi,
bonus, dan yang sejenis
c. Faktor informasi pekerjaan
d. Faktor keterampilan teknik pekerjaan dalam berbagai macam tugas

e. Karakteristik sosial pekerja yang berpengaruh dalam pengambilan


keputusan
f. Faktor orientasi nilai masyarakat
2.5

Karir di Bidang Kedokteran


Awal dari perjalanan karir baru akan dimulai setelah menjadi dokter.

Pilihan karir yang ditawarkan setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran


sangatlah beragam. Pemilihan karir menjadi salah satu masalah yang dihadapi
oleh lulusan dokter karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihannya.Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa kedokteran umumnya dapat
dibagi menjadi lima kategori, yaitu akademik, karir, profesional, personal dan
administratif.36
Pilihan karir untuk lulusan dokter secara umum dapat dibedakan menjadi
dua, bidang klinisi (dokter pelayanan primer atau dokter spesialis) dan nonklinis
(dosen, peneliti, kedokteran dasar, kedokteran komunitas, administrasi kesehatan,
industri farmasi dan lainnya).37 Sebagian kecil menempuh bidang lain yang tidak
ada hubungannya dengan kedokteran (nonmedis), seperti wirausaha, politisi, artis,
penulis dan lainnya.38
Menurut penelitian Rizma, dkk dari 315 sampel yang mengisi kuesioner
pemilihan karir, sebanyak 291 sampel (92.4%) memilih bidang klinis, 11 sampel
(3.5%) memilih bidang ilmu kedokteran dasar, 9 sampel (2.9%) memilih bidang
non-klinis, dan 4 sampel (1.3%) memilih bidang non-medis.39
Tabel 1. Frekuensi dan Persentase Pilihan Karir pada 4 Pilihan
Bidang39
Pilihan Karir
Ilmu Kedokteran Dasar
Klinis
Non-Klinis
Non-Medis
Total

Frekuensi
11
291
9
4
315

Persentase (%)
3.5
92.4
2.9
1.3
100.0

Bidang Kedokteran Klinis


Kedokteran klinis merupakan cabang sains kedokteran yang mempelajari
dan mempraktikkan berbagai pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk

memulihkan kesehatan dengan cara mencegah dan mengobati penyakit pada


individu pasien. Berbeda dengan ilmuwan, klien seorang dokter/ klinisi adalah
individu manusia yang sedang mengalami masalah kesehatan. Dalam praktik
klinis, dokter melakukan penilaian pasien dalam rangka untuk mendiagnosis,
mengobati, dan mencegah penyakit, dengan melakukan pertimbangan dan
keputusan klinis (clinical judgment). Hubungan dokter-pasien dimulai dengan
interaksi dokter-pasien, melalukan wawancara (anamnesis) untuk menemukan
riwayat keluhan (symptoms) pasien, melakukan pemeriksaan riwayat medis dalam
rekam medis, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik klasik kedokteran, meliputi
inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi.40-41
Dalam pemeriksaan fisik, dokter mencari tanda-tanda (sign) penyakit.
Dengan berbagai pemeriksaan klinis tersebut dokter bisa membuat diagnosis
banding (differential diagnosis), yaitu sejumlah kecil diagnosis masalah pasien
yang paling mungkin. Untuk menentukan diagnosis yang paling benar, seorang
dokter mungkin perlu meminta pemeriksaan diagnostik tambahan, misalnya tes
darah atau prosedur diaagnostik penunjang lainnya yang memang benar-benar
perlu. Akhirnya dokter dapat menentukan diagnosis dan memberikan terapi yang
tepat, sesuai dengan diagnosis masalah pasien. Selama interaksi, dokter
memberikan informasi kepada pasien tentang semua fakta yang relevan yang
ditemukan dari pemeriksaan. Pemberian informasi kepada pasien penting, untuk
memelihara hubungan baik dokter-pasien dan membangun kepercayaan (trust) di
antara mereka. Dalam hubungan dokter-pasien dan pengambilan keputusan klinis,
para dokter dituntut untuk senantiasa menggunakan prinsip-prinsip bioetika. 40-41
Bidang Karir Nonklinis
Perbedaan antara klinis dan non-klinis cukup sederhana. yakni apakah
langsung mengobati pasien atau tidak. Bila tidak, maka profesi tersebut dapat
dikatakan bidang nonklinisi. Beberapa contoh pekerjaan nonklinis adalah dosen,
birokrasi, peneliti, kedokteran dasar, kedokteran komunitas, administrasi
kesehatan, industri farmasi dan lainnya.
Bagi sebagian mahasiswa kedokteran, kehidupan seorang klinisi itu biasa
dan monoton sehingga tidak sedikit mahasiswa kedokteran yang melirik bidang
karir lainnya. Salah satunya adalah menjadi akademisi (dosen). Bidang birokrasi

juga sudah menjadi variasi pilihan dalam pemilihan karir mahasiswa kedokteran
khususnya yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi.
Menurut Rizma dkk, dari 9 sampel yang memilih bidang nonklinis,
sebanyak 4 sampel (1.3%) yang memilih pendidikan medis, 2 sampel (0.6%)
memilih kebijakan kesehatan, dan 1 sampel (0.3%) masing-masing memilih
administrasi pelayanan kesehatan, epidemiologi, dan kesehatan & keselamatan
kerja. Alasan mereka memilih bidang non-klinis tersebut sebagai pilihan karir
karena ingin memiliki kesempatan berkarir di tingkat Internasional (1.0%), ingin
menjelajahi bidang baru (0.3%), dan minat, stabilitas kerja, terinspirasi dari
seseorang, dan tidak percaya diri saat memeriksa pasien masing-masing 0.6%. 39
Kedokteran Komunitas
Salah satu alternatif pilihan karir di bidang nonklinis yang terus
berkembang adalah kedokteran komunitas (community medicine). kedokteran
komunitas adalah cabang kedokteran yang memusatkan perhatian kepada
kesehatan anggota-anggota komunitas, dengan menekankan diagnosis dini
penyakit, memperhatikan faktor-faktor yang membahayakan (hazard) kesehatan
yang berasal dari lingkungan dan pekerjaan, serta pencegahan penyakit pada
komunitas (The Free Dictionary, 2010).40, 41
Kedokteran komunitas memberikan perhatian tidak hanya kepada anggota
komunitas yang sakit tetapi juga anggota komunitas yang sehat. Sebab tujuan
utama kedokteran komunitas adalah mencegah penyakit dan meningkatkan
kesehatan anggota-anggota komunitas. Karena menekankan upaya pencegahan
penyakit, maka kedokteran komunitas kadang-kadang disebut juga kedokteran
pencegahan (preventive medicine). Kedokteran komunitas memberikan pelayanan
komprehensif dari preventif, promotif, kuratif hingga rehabilitatif. 40,41
Fokus perhatian kedokteran komunitas adalah masalah kesehatan dan
penyakit yang terjadi pada komunitas di mana individu tersebut tinggal, bekerja,
atau bersekolah. Implikasinya, kedokteran komunitas memberikan prioritas
perhatian kepada penyakit-penyakit yang menunjukkan angka kejadian yang
tinggi pada populasi, yang disebut public health importance. Untuk itu seorang
dokter yang berorientasi kedokteran komunitas diharapkan memiliki kemampuan
untuk menghitung frekuensi penyakit dan angka kejadian penyakit pada populasi,

mendiagnosis

masalah

penyakit

pada

populasi

(community

diagnosis),

membandingkan distribusi penyakit pada populasi-populasi, lalu menarik


kesimpulan tentang penyebab perbedaan distribusi penyakit pada populasi, dan
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah penyakit, melindungi,
memulihkan, dan meningkatkan kesehatan populasi. 40,41
Selanjutnya, dalam memandang kausa masalah kesehatan pada pasien
maupun komunitas, kedokteran komunitas mengakui kausa penyakit yang terletak
pada level populasi dan lingkungan. Artinya, dokter komunitas tidak hanya
memperhatikan faktor-faktor penyebab yang terletak pada level individu, tetapi
juga determinan lainnya pada level keluarga, komunitas dan lingkungan di mana
pasien tersebut tinggal, bekerja, ataupun bersekolah. Perspektif populasi
memusatkan perhatian kepada kausa-kausa kontekstual yang melatari penyakit,
yakni determinan lingkungan, sosial, kultural, ekonomi, dan politik yang
menyebabkan terjadinya perbedaan frekuensi penyakit antar populasi (Gambar
3.2). Sebagai contoh, keberhasilan pelayanan kesehatan ditentukan tidak hanya
oleh efikasi klinis dari pelayanan kesehatan itu sendiri tetapi juga oleh nilai-nilai
sosial, budaya, dan ekonomi yang mempengaruhi keputusan pasien untuk
menggunakan atau tidak menggunakan pelayanan kesehatan tersebut. Alat
kontrasepsi IUD memiliki efikasi tinggi untuk mencegah kehamilan, tetapi
metode itu tidak efektif jika diterapkan pada komunitas yang memiliki nilai-nilai
sosial bahwa memasang alat pada organ reproduksi wanita merupakan cara yang
tidak pantas. 40,41
Alasan utama yang mempengaruhi pilihan karir non klinis pada 94
responden (55%) adalah faktor personal, 13 responden (31%) yang memilih karir
di bidang ilmu kedokteran dasar karena tertarik dalam penelitian, dan 8 responden
(22%) memilih karir dibidang non medis karena mereka suka bereksplorasi di
bidang yang baru yang mengindikasikan bahwa mereka tidak tertarik melakukan
praktik klinis sebagai full-time job. Mahasiswa yang memilih karir non klinis
dibandingkan dengan mahasiswa yang memilih karir di bidang klinis dalam hal
motivasi belajar ilmu kedokteran dan sudut pandang mereka mengenai profesi
medis didapatkan hasil bahwa mahasiswa yang memilih karir non klinis memiliki
minat yang kurang untuk mempelajari ilmu kedokteran (P<0,01). Kedua grup juga

berbeda secara signifikan mengenai persepsi mereka mengenai hal yang tidak
menarik dalam ilmu kedokteran (P<0,01) dan apabila mereka dibandingkan
menurut umur dan tahun seberapa lama mereka telah belajar ilmu kedokteran
(P<0,01). Kebanyakan mahasiswa yang memilih karir non klinis setuju bahwa
penting untuk lulusan fakultas kedokteran untuk mengejar karir non klinis
(P<0,01) dan mereka yakin mereka akan sukses dibidang tersebut (P<0,05).42
Bidang Karir Nonmedis
Menurut Rizma, dkk, pilihan karir di bidang non-medis, dari 4 sampel
yang memilih, sebanyak masing-masing 1 sampel (0.3%) memilih menjadi
peneliti, berpolitik, bekerja di bidang perdagangan, dan bekerja di bidang seni dan
budaya. Alasan mereka memilih bidang non-medis tersebut sebagai pilihan karir
karena tidak berniat melakukan praktik klinis sebagai full time job (1.0%) dan
tingkat pendapatan dokter yang rendah (0.3%).39
2.6

Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Karir Mahasiswa Kedokteran


Pilihan karir bagi mahasiswa kedokteran merupakan hal yang sangat

penting dan kompleks. Selain faktor minat dan bakat, terdapat banyak faktor lain
yang mempengaruhi pemilihan karir, seperti prospek karir di masa depan, gaya
hidup yang diinginkan, jumlah penghasilan, keseimbangan pekerjaan kehidupan,
bakat dan keterampilan yang dirasakan, kepuasan intelektual, jumlah kontak
dengan pasien, serta faktor demografis, seperti jenis kelamin, usia, dan tempat
tinggal.43,44
Faktor lain meliputi latar belakang pendidikan, pencapaian dan prestasi
selama pendidikan, peran orang tua meliputi pekerjaan, penghasilan serta
intervensi orang tua dimana teori occupational following menyatakan banyak anak
akan mengikuti jejak orang tuanya. Beberapa penelitian lain menyatakan bahwa
adaya role models yang baik ternyata dapat meningkatkan ketertarikan mahasiswa
untuk memilih bidang tersebut sebagai salah satu pilihan karir, hal tersebut
dibuktikan oleh penelitian di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa banyak
wanita yang memilih spesialisasi seperti ilmu penyakit dalam dan ilmu kesehatan
telinga, hidung, dan tenggorokan karena banyak dokter wanita menjadi role

models yang sukses di bidang tersebut, dan kebalikannya di bidang radiologi yang
sedikit dokter role models wanita maka sedikit juga mahasiswa kedokteran wanita
yang memilih karir menjadi spesialis radiologi.44-48
Dalam dunia kedokteran, Glynn dan Kerin (2010) menemukan beberapa
faktor teratas yang mempengaruhi pemilihan karir pada mahasiswa kedokteran,
yaitu:34
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Future employment (kerja di masa depan)


Career opportunities (kesempatan karir)
Intelectual challenge (tantangan intelektual)
Lifestyle (gaya hidup)
Patient relationship (hubungan dengan pasien)
Academic opportunities (kesempatan akademis)
Work hours (jam kerja)
Financial rewards (tunjangan)
Role models
Research Opportunities (kesempatan penelitan atau riset)
Beberapa tahun terakhir, beberapa ahli mulai mengungkapkan

pengembangan hipotesis dan model analisa pengambilan keputusan karir


44,45 mahasiswa
Tipe sekolah:
Karakteristik
pendidikan
kedokteran maupun pilihan karir kedokteran
. Dan memang
Pemerintah
Demografi

Swasta

Latarbelakang akademik sebelumnya


46-48

14,
bidang kedokteran merupakan profesi dengan pilihanTipepaling
banyak.
kepribadian
mahasiswa

Salah satu model teori variabel yang menentukan pilihan spesialisasi


15
mahasiswa dikemukakan oleh Bland et al dalam diagram berikut.pendapatan

Misi/struktur:
Struktur departemen
Penekanan penelitian
Biaya kuliah

Komposisi fakultas

Maturasi
Life events
Pendidikan
Prestasi
Keuangan
Panitia pendaftaran

Komposisi
mahasiswa

Nilai fakultas

Budaya
lembaga

Panitia kurikulum

Kurikulum
Konten
Format
Lokasi

Nilai lulusan

Memenuhi:
Memenuhi:
Personal
Personal
Sosial
Sosial
Ekspektasi
Ekspektasi orang
orang
lain
lain

Persepsi
Persepsi terhadap
terhadap
bidang
bidang spesialis
spesialis

Karakteristik
spesialistik
Kontak pasien
Pendapatan
Aspek teknis

Pilihan
n

Diagram 1. Model teori variabel pilihan karir mahasiswa kedokteran24


Karakteristik mahasiswa sudah tentu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pilihan mahasiswa. Hal ini yang mempenagruhi Hwaite dkk
membagi faktor-faktor tersebut menjadi nature dan nurture.19

Tabel 2. Faktor yang mempengaruhi pilihan karir mahasiswa kedokteran19


Nature(alami)
Jenis kelamin
Usia
Latar belakang / asuhan
Kepribadian
Ekspektasi pendapatan
Pilihan karir awal
Kemampuan di bidang ilmu
pengetahuan
Ketertarikan dalam bidang
penelitian
Finansial

Nurture (buatan)
Pengalaman klinis
Paparan role model
Kesan dari fakultas dan staf klinis
Kesan pada prestise disiplin
Paparan penelitian
Pengalaman post-kualifikasi
Finansial

Kompleksitas pemilihan karir juga dipengaruhi oleh cakupan area


karir lanjutan dokter yang sangat luas. Secara umum, cakupan area jenjang
karir dokter terbagi menjadi klinik dan non-klinik, yang memiliki cabang

yang luas pula. Tidak dapat dipungkiri bahwa jenjang karir dokter memiliki
banyak varietas dibandingkan profesi lain35 sehingga dokter lebih sulit dalam
menentukan pilihan karir lanjutan.
Penelitian yang dilakukan dari Oktober 1994 hingga Oktober 2004
mengenai faktor-faktor terkait pilihan karir terhadap dokter yang baru lulus di
Negara Eropa menunjukkan bahwa lebih dari 60% dokter yang baru lulus dari
sekolah kedokteran lebih memilih untuk mengambil spesialisasi medis.
Persentase ini lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Aspek karir
menjadi lebih penting bagi laki-laki daripada perempuan. Beban kerja
merupakan alasan bagi wanita untuk menolak karir alternatif. Dokter pria
memilih bagian spesialisasi yang berbeda daripada wanita. Laki-laki lebih
memilih ilmu bedah dan penyakit dalam. Dokter perempuan terutama lebih
memilih obstetri-ginekologi dan pediatri. Di Inggris, usia saat memasuki
fakultas kedokteran bukan merupakan faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi pilihan karir untuk mengambil spesialisasi.4
Tabel 3. Faktor-Faktor Terkait Pilihan Karir terhadap Dokter yang
Baru Lulus di Negara Eropa 4
Factors associated with
medical career choice

the

postgraduate

Personal characteristics
Enthusiasm
Self-appraisal related to expected tasks
Domestic circumstances
Life long calling
Human interest
Expected job characteristics
Working conditions
Working hours
Career and promotion prospects
Particular hospital teacher or department
Financial prospects
Job content
Prior experiences

Important
specialty
percentages
62-68
52-68
18-40
35
72
41-48
44-47
27-58
18-27
12-49
40

factor
choice

for
in

Working experience in health care


Clinical experiences as a student

45-55
21-45

Faktor yang terkait dengan pilihan karir diklasifikasikan menjadi faktor


personal (personal characteristics), faktor yang berhubungan dengan pengalaman
sebelumnya (prior experiences), dan karakteristik pekerjaan yang diharapkan
(expected job characteristics). Ketertarikan (72%), antusiasme (62-68%), dan
skill atau bakat yang dimiliki (52-68%) diidentifikasi sebagai faktor personal
utama yang terkait dengan pilihan karir. Working condition (41-48%), working
hours (44-47%), prospek karir dan promosi (27-58%), dan prospek keuangan (1249%) merupakan faktor utama dari karakteristik pekerjaan yang diharapkan yang
terkait dengan pilihan karir, sedangkan pengalaman kerja dalam bidang kesehatan
(45-55%) dan pengalaman klinis sebagai mahasiswa (21-45%) adalah faktor
pengalaman yang utama yang terkait dengan pilihan karir medis. Berbagai
penelitian Inggris telah melaporkan bahwa satu tahun setelah lulus lebih dari 60%
dokter bekerja pada karir yang merupakan pilihan pertama mereka pada saat lulus
dari sekolah kedokteran dan 80% bekerja di karir pilihan mereka tiga tahun
setelah lulus dari sekolah kedokteran. Jadi, dibutuhkan setidaknya tiga tahun
sebelum kebanyakan dokter akhirnya mencapai karir pilihan mereka.4,6
Tabel 4. Faktor yang berhubungan dengan pilihan karir medis pascasarjana4,6
Faktor

Persentase dari Keterangan


faktor
penting
pemilihan karir
spesialis

Karakteristik
personal
Antusias
62-68
Penilaian diri
52-68
Keadaan rumah 18-40
tangga/
dalam
negeri
Status sarjana
Umur

Perempuan lebih susah menggabungkan


pekerjaan sebagai dokter dan ibu rumah
tangga
Lulusan lebih banyak dari pada yang
belum lulus dalam memilih dokter umum
Umus saat masuk fakultas kedokteran
bukan merupakan vaktor predictor yang

signifikan dalam pilihan karir spesialis


Lebih penting terhadap perempuan dari
pada laki-laki
72
Lebih penting terhadap perempuan dari
pada laki-laki
Ekpektasi
41-48
Jam kerja yang lebih sedikit dan kontak
karakteristik
secara intens pada pasein lebih penting
pekerjaan
bagi perempuan, dokter lebih suka
pekerjaan paruh waktu, pekerjaan full
time dapat berubah menjadi paruh waktu
setelah 5 tahun bekerja
Jam kerja
44-47
Kerja paruh waktu lebih penting pada
perempuan dari pada laki laki, pekerjaan
full time biasanya pada wanita yang
belum menikah atau memiliki anak
sedikit, pekerjaan full time biasanya
dilakukan oleh laki-laki
Tabel 5. Faktor yang berhubungan dengan pilihan karir medis pascasarjana
Panggilan
seumur hidup
Ketertarikan

35

(lanjutan) 4,6
Faktor

Persentase dari keterangan


faktor
penting
pemilihan karir
spesialis
Aspek karir dan 27-58
Karir lebih penting pada laki-laki dari
promosi
pada perempuan
Peran
dosen 12-49
Lebih penting terhadap laki-laki dari
klinis
atau
pada perempuan
prospek finansial 40
Lebih penting terhadap laki-laki dari
dari
bagian
pada perempuan
tertentu
Alasan
penting
untuk
menolak
spesialis:
kurang
merasakan
kenyamanan dalam praktek umum
ataupun spesialis
pengalaman
45-55
Semakin lama waktu yang dihabiskan
bekerja
diawal karier pada bidang itu, semakin
sebelumnya
besar kesempatan untuk benar-benar
pengalaman
21-45
memilih spesialis tersebut.
dalam
pelayanan
kesehatan

Pengalaman
sebagai
mahasiswa
pengalaman
selama setahun
Kecendrungan
sebelum
menjalani
pendidkan
kedokteran

14

Lulusan dengan gelar sebelumnya lebih


cendrung memlih untuk melanjutkan
spesialis dari pada yang tidak

Pada penelitian yang dilakukan pada mahasiswa fakultas kedokteran tahun


ke empat dari dua fakultas kedokteran di Amerika Serikat tahun 1998-2004
mengenai pilihan karir didapatkan hasil sebanyak 1334 mahasiswa memilih karir
di bidang spesialisasi. Faktor yang mempengaruhi mereka dalam memilih karir di
bidang spesialisasi adalah gaya hidup (p = 0.018) dan pendapatan (p = 0.011). 49
Sebuah survei kepada mahasiswa kedokteran di sekitar Jordan Universitas Sains
dan Teknologi menunjukkan bahwa bedah, penyakit dalam, pediatri, dan
kebidanan dan ginekologi adalah spesialisasi yang paling disukai di kalangan
mahasiswa kedokteran di sana. Demikian pula, sebuah studi mahasiswa
kedokteran Kanada menunjukkan bahwa pilihan yang paling populer di kalangan
siswa penyakit dalam dan subspesialis medis, bedah dan subspesialis bedah,
pediatri, dan kedokteran keluarga. Di Jepang, penyakit dalam, bedah umum,
pediatri, dan kedokteran emergensi adalah spesialisasi yang paling menarik bagi
mahasiswa kedokteran di Yamaguchi University School of Medicine.50 Hal ini
juga mungkin disebabkan karena spesialisasi inilah yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung dalam studi distribusi Kuwait dokter
selama periode 1968-1999, yang menunjukkan bahwa mayoritas lulusan memilih
spesialisasi mereka di kedokteran, antara lain pediatri, kedokteran keluarga,
obstetri dan ginekologi, dan bedah serta diikuti oleh spesialisasi lainnya.
Tabel 6. Alasan terhadap Pememilihan Spesialistik pada Mahasiswa
Kedokteran Universitas Kuwait Tahun Ajaran 2011/2012

Alasan Dalam Memilis Spesialis


Ingin melihat hasil pengobatan yang baik pada pasien
Mencari spesialis yang menantang
Mencari spesialis dengan reputasi dan prestise yang baik
Menginginkan kehidupan social yang baik
Masih kurangnya jumlah spesialis bidang ini di Negara saya
Pendapatan yang tinggi
Memiliki hubungan jangka panjang dengan pasien
Ingin menjadi seperti dokter yang dikenal
Memiliki kesempatan yang baik di sector swasta
Mempunya pengalaman pribadi yang membuat saya tertarik
dengan spesialis ini
Mencari spesialis dengan jam kerja yang dapat flexible
Ingin melihat berbagai pasien dengan kondisi yang berbeda
Dapat memberi kesempatan lebih untuk melakukan
penelitian
Mencari spesialis yang bekerja bila dipanggil (on call)
Lebih ingin menangani kasus emergensi
Lebih ingin menangani kasus yang tidak emergensi
Ingin menangani pasien yang tidak terlalu luas dengan
masalah khusus
Ingin fokus pada mengobati pasien di bangsal (rawat inap)
Ingin focus pada mengobati pasien di klinik (rawat jalan)
Tidak ingin berinteraksi dengan pasien secara langsung
Ingin menangani pasien dengan komplikasi yang sedikit
Mencari spesialis dengan durasi program yang pendek
Alasan lainnya

n
66
58
44
44
43
40
33
32
32
32

%
45,8
40,3
30,6
30,6
29,9
27,8
22,9
22,2
22,2
22,2

32
31
28

22,2
21,5
19,4

25
25
22
22

17,4
17,4
15,3
15,3

21
21
14
14
10
22

14,6
14,6
9,7
9,7
6,9
15,3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 250 mahasiswa, terdiri atas 130
pria dan 120 wanita, yang berasal dari 5 fakultas kedokteran di Mangalore,
Karnataka India di dapatkan persentase yang memilih untuk mengambil
spesialisasi klinis yaitu sebanyak 95,26% dengan bidang spesialisasi ilmu
penyakit dalam, bedah, obstetri dan ginekologi, pediatri yang paling diminati,
sedangkan 4,74% memilih bidang preklinis dan paraklinis. Perbedaan jenis
kelamin cukup berpengaruh secara signifikan dalam pemilihan spesilisasi. Pria
lebih banyak memilih spesialisasi dibidang ilmu penyakit dalam, sedangkan
wanita lebih memilih utnuk mengambil spesialisasi di bidang obstetri-ginekologi
dan pediatri.49 Penelitian pada 590 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
King Khalid Saudi Arabia mengenai pilihan spesialisasi oleh mahasiswa

kedokteran didapat kesimpulan bahwa bidang spesialisasi yang paling diminati


oleh laki-laki adalah bedah, diikuti oleh ilmu penyakit dalam, dan bedah ortopedi,
sedangkan bidang spesialisasi yang paling diminati oleh perempuan adalah
obstetri dan ginekologi, yang diikuti oleh pediatri, dan oftalmologi. Faktor yang
mempengaruhi laki-laki dalam pemilihan karir yaitu kurangnya pesaing,
kekurangan spesialis, dan keberagaman dari pasien di bidang spesialis tersebut,
sementara prestige dan kesempatan mengajar merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perempuan dalam pemilihan karir.51

Gambar 1. Spesialisasi49

Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi bidang spesialisasi49

Gambar 3. Faktor yang mempengaruhi bidang spesialisasi yang


diinginkan49
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa kepuasan dari pekerjaan/job
satisfaction merupakan faktor yang paling mempengaruhi untuk memilih bidang
spesialisasi yang diinginkan. Faktor lain yang cukup mempengaruhi secara
signifikan antara lain prospek karir di masa depan, gaya hidup, dan pendapatan
(P<0,005).49
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan karir
mahasiswa kedokteran Universitas British Columbia pada tahun 2005 terhadap
faktor yang mempengaruhi pilihan spesialisasi didapatkan kesimpulan bahwa
faktor personal berupa ketertarikan merupakan faktor yang paling mempengaruhi
seseorang dalam memilih spesialisasi, diikuti dengan pengalaman positif
sebelumnya di bidang tersebut (P=0,0003), alasan pribadi (P=0,0329), dan
kesempatan kerja (P=0,0051). Faktor yang dianggap kurang berpengaruh dalam
mempengaruhi pilihan karir adalah prospek gaya hidup dan keuangan. Dari
penelitian tersebut juga didapatkan sebanyak 28,6% siswa memilih kedokteran
keluarga sebagai pilihan utama untuk karir masa depan, sedangkan 22,9%
menyatakan minatnya dalam bidang penyakit dalam, dan 8,6% tertarik pada
spesialisasi bedah. Sisanya 37,1% siswa yang tertarik pada spesialisasi lain,
seperti anestesi, kedokteran emergency, patologi,
radiologi.6,52

pediatri, psikiatri, dan

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 terhadap 771 mahasiswa dari 4
fakultas kedokteran di Pakistan mengenai preferensi spesialisasi mahasiswa
kedokteran di Pakistan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya didapatkan
bahwa kebanyakan mahasiswa memilih untuk mengambil spesialisasi dengan
persentase bedah dan subspesialisasinya sebanyak 50,3% diikuti penyakit dalam
dengan subspesialisasinya sebanyak 26.8%, pediatri 23.2%, kulit dan kelamin
16,7%, obstetric dan ginekologi 16,7%, jiwa 13,1%, radiologi 10,8%, THT 8,8%,
anestesi 8,7%, mata 7,5%, dan patologi klinik 61%, sedangkan yang memilih
administrasi kesehatan sebanyak 8,6%.49
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan spesialisasi oleh lebih dari 70%
dari mahasiswa kedokteran adalah faktor personal, prestige, dan International
opportunities, sedangkan surgical skill, ketersediaan lapangan kerja, prospek
keuangan, dan prestasi akademik merupakan faktor yang mempengaruhi 50-70%
mahasiswa kedokteran. Lingkungan rumah sakit, orang tua, praktik umum, dan
kesehatan pribadi yang paling sedikit berpengaruh yaitu sekitar 50% atau kurang
mahasiswa kedokteran.49
Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa gaji yang tinggi lebih
mempengaruhi mahasiswa laki-laki (69,7%) untuk mengambil spesialisasi
daripada

mahasiswa

perempuan

(57,2%)

(p=0,003),

surgical

work/skill

mempengaruhi mahasiswa laki-laki (68,5%) untuk mengambil spesialisasi


daripada mahasiswa perempuan (61,4%) (p=0,083), tekanan dari orang tua untuk
mengambil spesialisasi lebih banyak terjadi pada mahasiswa perempuan
dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki yaitu 32,6% (p=0,009). Kesimpulan
dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan spesialisasi
lebih dari 70% mahasiswa kedokteran yaitu sesuai dengan kepribadian mereka,
prestige, dan mempunyai scope Internasional.49,53
Penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi pilihan spesialisasi medis
pada 287 mahasiswa lulusan fakultas kedokteran di Nigeria Tenggara pada tahun
2007 didapatkan kesimpulan bahwa Kebanyakan mahasiswa memilih untuk

mengambil spesialisasi, dengan bidang yang lebih diminati yaitu bedah (19,6%)
dan pediatri (16,0%) dengan (P<0,002), sedangkan persentase bidang yang lain
yaitu obstetri dan ginekologi (22,6%), anestesi (3,1%), jiwa (0,3%). 5 Faktor
ketertarikan dalam spesialisasi (66,6%), prospek karir (9,1%), dan skill/ bakat
(5,6%) adalah factor penentu utama pilihan karir untuk mengambil spesialisasi
medis daripada pengaruh faktor lain seperti pengaruh dari orang tua (1,7%),
dll.53,54
Tabel 7. Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Spesialisasi Mahasiswa
Lulusan Fakultas Kedokteran di Nigeria 53,54
Factor

Men,
No Women, No (%)
(%)
Personal interest in specialty
144 (65.8)
47 (69.1)
Job
security/advancement 18 (8.2)
8 (11.8)
prospects
Appraisal of own skill/aptitudes
15 (6.8)
1 (1.5)
Influence of consultants/mentors
11 (5.0)
4 (5.9)
Prevailing concept of primary
10 (4.6)
2 (2.9)
Health care
Financial prospects (income)
8 (3.7)
3 (4.4)
Prestige of specialty
4 (1.8)
2 (2.9)
Altruistic motives
5 (2.3)
0 (0.0)
Influence of parents/relations
4 (1.8)
1(1.5 )

P
0.608
0.374
0.091
0.781
0.559
0.776
0.575
0.256
0.845

Faktor yang mempengaruhi mahasiswa kedokteran dalam memilih karir


nonklinis antara lain dari hasil peneltian yang dilakukan pada 1388 mahasiswa di
6 fakultas kedokteran di Korea dengan usia yang bervariasi kurang dari 20 tahun
sampai lebih dari 30 tahun, 460 wanita (33%) dan 927 laki-laki (67%), didapatkan
bahwa sebanyak 1217 responden (87,7%) memilih karir dibidang klinis,
sedangkan 171 responden (12,3%) berniat untuk memilih karir non klinis (ilmu
kedokteran dasar, non klinis, dan non medis).42,55
Bidang spesialisasi yang paling banyak diminati oleh responden adalah
penyakit dalam (n=352), psikiatri (n=111), dan bedah ortopedi (n=101). Dari 171
responden (12,3%) yang memilih karir di bidang non klinis, sebanyak 42
responden memilih ilmu kedokteran dasar (fisiologi, biokimia, dan farmakologi),

90 responden memilih non klinis (administrasi pelayanan kesehatan), dan 39


responden memilih karir di bidang non medis (bisnis, hokum, dan keuangan).
Alasan utama yang mempengaruhi pilihan karir non klinis pada 94 responden
(55%) adalah faktor personal, 13 responden (31%) yang memilih karir di bidang
ilmu kedokteran dasar karena tertarik dalam penelitian, dan 8 responden (22%)
memilih karir dibidang non medis karena mereka suka bereksplorasi di bidang
yang baru yang mengindikasikan bahwa mereka tidak tertarik melakukan praktik
klinis sebagai full-time job. Mahasiswa yang memilih karir non klinis
dibandingkan dengan mahasiswa yang memilih karir di bidang klinis dalam hal
motivasi belajar ilmu kedokteran dan sudut pandang mereka mengenai profesi
medis didapatkan hasil bahwa mahasiswa yang memilih karir non klinis memiliki
minat yang kurang untuk mempelajari ilmu kedokteran (P<0,01). Kedua grup juga
berbeda secara signifikan mengenai persepsi mereka mengenai hal yang tidak
menarik dalam ilmu kedokteran (P<0,01) dan apabila mereka dibandingkan
menurut umur dan tahun seberapa lama mereka telah belajar ilmu kedokteran
(P<0,01). Kebanyakan mahasiswa yang memilih karir non klinis setuju bahwa
penting untuk lulusan fakultas kedokteran untuk mengejar karir non klinis
(P<0,01) dan mereka yakin mereka akan sukses dibidang tersebut (P<0,05)42.
Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa fakultas kedokteran di
Jepang mengenai ketertarikan terhadap ilmu kedokteran dasar, dari 268 responden
yang terdiri atas 171 laki-laki (63,6%) dan 97 perempuan ( 36,1%) didapatkan
bahwa hanya 24,5% mahasiswa kedokteran yang tertarik di bidang ilmu
kedokteran dasar. Mahasiswa yang gemar akan penelitian lebih memilih ilmu
kedokteran dasar sebagai pilihan karir masa depan (p<0,05) oleh sebab itu
fakultas kedokteran harus meningkatkan minat siswa untuk melakukan penelitian
dan memberikan kuliah yang berhubungan dengan penelitian. Meskipun 24,5%
mahasiswa tertarik pada ilmu kedokteran dasar, tetapi hanya setengah dari mereka
yang mempertimbangkannya sebagai pilihan karir di masa depan karena mereka
ingin menjadi seorang klinisi dan masalah pendapatan.56 Pendapatan merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi pilihan karir untuk mengambil

spesialisasi dan banyak mahasiswa kedokteran di Amerika Serikat memilih


spesialisasi karena faktor pendapatan yang tinggi sehingga meningkatkan gaji
dokter yang bergerak di bidang ilmu kedokteran dasar juga akan mempengaruhi
minat mahasiswa untuk memilih ilmu kedokteran dasar. Adanya pengajar yang
menekankan pentingnya penelitian dan ilmu kedokteran dasar dalam menghadapi
pasien dapat menjadi model peranan yang baik sehingga menjadi faktor yang
penting dalam mempengaruhi ketertarikan dalam penelitian.50,57
Tabel 8. Hubungan Ketertarikan Mahasiswa Kedokteran di Jepang yang
Tertarik pada Ilmu Kedokteran Dasar dengan Beberapa Variabel57
Factor
Sex
Male
Female
Year of study
2-4
5-6
Interest in research
A little-Very
Not sure- Not at all
Desire to be a basic science physician
One of my career paths- yes
Not sure- No
Faculties efforts to encourage
students to be interested in research
Generally yes- Yes
Generally no- No
Should have more lectures and
practical training sessions on
research
Generally yes- Yes
Generally no- No

Number (%)
39/171 (22.8)
27/97 (27.8)
31/157 (19.7)
35/110 (31.8)
55/103 (53.4)
11/166 (6.6)
30/66 (45.5)
35/201 (17.4)

X2= 0.843, df=1, P=


0.359
X2= 5.066, df=1, P=
0.024
X2= 75.10, df=1, P=
0.000
X2= 21.2, df=1, P=
0.000
X2= 13.5, df=1, P=
0.000

37/99 (37.4)
29/168 (17.3)
X2= 21.6, df=1, P=
0.000
26/54 (48.1)
37/208 (17.8)

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran di


Universitas Helsinki di Finlandia 2008-2010 yang bertujuan untuk mengetahui
persepsi mereka mengenai pekerjaan dokter umum, sebanyak 309 mahasiswa
yang berespon terhadap survey, dengan usia rata-rata 25 tahun, 62% perempuan,
38% laki-laki, didapatkan hasil bahwa menurut mayoritas mahasiswa, pekerjaan

utama seorang dokter umum adalah untuk mengidentifikasi penyakit serius lalu
merujuknya ke pelayanan yang bersifat spesialisasi (82%), tatalaksana pada
penyakit kronis (62%), hanya 38% yang memilih promosi kesehatan sebagai tugas
utama. Kebanyakan mahasiswa, baik perempuan maupun laki-laki menganggap
bahwa yang paling menarik dari pekerjaan dokter umum adalah dapat menangani
berbagai hal dan menantang (78%) dan memiliki kesempatan untuk bertemu
bermacam-macam pasien di berbagai usia dan menjalin hubungan dokter-pasien
yang komprehensif 40%, sedangkan faktor yang kurang menarik dari pekerjaan
dokter umum menurut perempuan dibanding laki-laki adalah terlalu kesepian
(P=0,037), faktor yang kurang menarik dari pekerjaan dokter umum menurut lakilaki dibanding perempuan adalah banyak berhubungan dengan masalah non klinis
(P=0,043), dan pekerjaan dokter umum yang bersifat yang rutin dan
membosankan (P=0,0048). Persepsi mereka mengenai pekerjaan dokter umum ini
sangat penting karena dapat mempengaruhi pilihan karir mereka dalam
mengambil spesialisasi di bidang lain.58
Tabel 9. Faktor yang Kurang Menarik dari Pekerjaan Dokter Umum
Menurut Mahasiswa Kedokteran di Universitas Helsinki di Finlandia 58
Features of a GP s work

Males%
(n=109)

Females%
(n=200)

Pvalue

Too hasty, pressing work


Too lonely work
Too much dealing with nonmedical problems
Long-term doctor patient
relationships
also
with
demanding patients
Too challenging and difficult
work
Too routine and tedious work

67.9
43.1
60.6

69.5
55.5
48.5

0.77
0.037
0.043

24.8

27.5

0.60

23.9

26.5

0.61

30.4

16.5

0.0048

Difficult to advance in ones 14.7


career
Too much responsibility
13.7

11.5

0.42

16.0

0.60

Poorly paid job

5.0

0.85

5.5

Berdasarkan penelitian Laurence dan Elliot pada mahasiwa kedokteran


magang di Universitas Pendidikan Australia Selatan mengklasifikasikan faktorfaktor yang mempengaruhi pemilihan karir seseorang untuk menjadi dokter
pelayanan primer menjadi faktor instrinsik dan ekstrinsik.58 Tabel berikut
menunjukkan faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi pemilihan karir
menjadi dokter pelayanan primer berikut :
Tabel 10. Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik yang Mempengaruhi Pemilihan
Karir sebagai Dokter Pelayanan Primer di Austaralia58
Intrinsik
Minat untuk menolong orang
Aspek intelektual
Penghargaan
terhadapan
kemampuan pribadi
Keadaan domestik
Keamanaan dalam bekerja

Ekstrinsik
Fleksibilitas
Lingkungan kerja
Pengalaman kerja sejak lulus

Peluang untuk bekerja


Jam kerja
Figur model
Hal ini tidak berbeda dengan penelitian di University of Columbia yang

menyatakan faktor yang paling mempengaruhi seseorang dalam memilih bidang


spesialisasi adalah faktor minat atau ketertarikan terhadap suatu bidang ilmu
tertentu.48
Berbagai penelitian Inggris telah melaporkan bahwa satu tahun setelah
lulus lebih dari 60% dokter bekerja pada karir yang merupakan pilihan pertama
mereka pada saat lulus dari sekolah kedokteran dan 80% bekerja di karir pilihan
mereka tiga tahun setelah lulus dari sekolah kedokteran. Jadi, dibutuhkan
setidaknya tiga tahun sebelum kebanyakan dokter akhirnya mencapai karir pilihan
mereka.4
Penelitian yang dilakukan di Belanda tentang pilihan karir dokter yang
baru lulus mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan ini dengan
menggunakan kuesioner, ditemukan bahwa sekitar setengah dari lulusan yang
terlibat dalam pelatihan residensi enam bulan sampai tiga setengah tahun setelah
lulus: 70% memilih spesialisasi klinis, 20% memilih praktek umum dan 10%

memilih kesehatan masyarakat. Sebagian lulusan lain, yang tidak terlibat dalam
pelatihan residensi, 80% bekerja sebagai dokter umum di klinik spesialis, 1%
memilih praktek umum, 15% memilih kesehatan masyarakat dan 5% memilih
pekerjaan lain. Hampir 20% dari dokter yang bekerja sebagai residen di kesehatan
masyarakat tidak memiliki keinginan untuk tetap bekerja di spesialisasi ini pada
lima tahun selanjutnya, berlawanan dengan hampir semua residen praktek klinis
dan umum. Ada lebih banyak pria daripada wanita yang terlibat dalam pelatihan
spesialisasi klinis, dan lebih banyak perempuan daripada laki-laki pada praktek
umum dan kesehatan masyarakat. Sebagian besar lulusan bekerja full-time, tapi
selanjutnya mereka akan lebih memilih bekerja kurang dari waktu sebenarnya.
Peneliti juga menemukan bahwa ketersediaan bekerja sesuai waktu dan
pengalaman penelitian sering menuntut ketika mendapatkan tugas residen klinis,
serta pengalaman kerja setelah kelulusan adalah penting untuk menjadi seorang
dokter umum atau residen kesehatan masyarakat. Untuk residen klinis dan praktik
umum, antusiasme pada bidang tertentu adalah faktor yang paling penting dalam
memilih sebuah karir, dan bagi residen kesehatan masyarakat bekerja sesuai
dengan jam kantor dan kemungkinan untuk menggabungkan ini dengan
kehidupan keluarga. Prospek keuangan dan saran dari orang lain merupakan
faktor yang lebih penting dalam pilihan karir bagi laki-laki daripada perempuan.
Kondisi keluarga dan bekerja sesuai dengan jam kantor merupakan faktor yang
lebih penting dalam pilihan karir bagi perempuan daripada laki-laki.59
Hubungan antara faktor-faktor biografi dan prestasi akademis, dan
preferensi khusus diselidiki pada lima spesialisasi kedokteran (pediatri dan
kedokteran umum, bedah, penyakit dalam dan psikiatri). Souethout dkk
menemukan bahwa jenis kelamin perempuan dan memiliki orang tua yang
merupakan dokter umum, secara positif terkait dengan preferensi untuk berkarir
pada praktek umum, dan jenis kelamin laki-laki berasosiasi positif dengan
preferensi untuk berkarir di bedah. Pada mahasiswa tahun pertama dan mahasiswa
yang tidak memiliki pengalaman kepaniteraan, jenis kelamin laki-laki secara
positif terkait dengan preferensi untuk berkarir di penyakit dalam. Pada
mahasiswa dengan pengalaman kepaniteraan semasa studi berasosiasi negatif

dengan preferensi untuk berkarir di penyakit dalam. Jenis kelamin perempuan


terkait secara positif dengan preferensi untuk berkarir di pediatri. Pada mahasiswa
tahun pertama, mahasiswa tanpa pengalaman kepaniteraan, dan mahasiswa tahun
terakhir, jenis kelamin perempuan secara positif terkait dengan preferensi untuk
berkarir dalam psikiatri.59
Peneliti ini menemukan hampir tidak ada peningkatan apresiasi pada aspekaspek umum praktek kedokteran di masa depan selama kepaniteraan. Apresiasi
pengetahuan dan karakteristik keterampilan dalam praktek kedokteran di masa
depan menurun selama kepaniteraan, dan tidak adanya perbedaan dalam apresiasi
kategori pasien yang berbeda atau konten dari aspek kerja praktek kedokteran
selama kepaniteraan di masa depan47.
Souethout dkk menemukan hubungan positif antara panutan orang tua
sebagai Dokter layanan primer dan preferensi untuk berkarir dalam layanan
primer di seluruh siswa selama masa studi mereka. Ada kemungkinan bahwa
selama masa kecil mahasiswa sudah memiliki preferensi untuk berkarir dalam
layanan primer, dan preferensi mereka akan tetap stabil selama sekolah
kedokteran, tapi ini perlu dikonfirmasi dalam penelitian lebih lanjut. Harus
dicatat, bagaimanapun bahwa kita hanya meminta siswa menjawab pertanyaan
umum tentang latar belakang medis orang tua mereka, dan tidak mengajukan
pertanyaan rinci tentang pekerjaan orang tua mereka sebagai dokter spesialis.
Misalnya, jika salah satu orang tua adalah ahli bedah, kita mungkin bisa
menemukan hubungan antara pekerjaan orang tua dan preferensi siswa untuk
berkarir dibagian bedah. 60
Pada akhir sekolah kedokteran karakteristik lain, seperti gaya hidup dan
tujuan hidup, mungkin memainkan peran yang lebih menonjol dalam preferensi
karir mahasiswa.61,62 Hal ini mungkin menjelaskan asosiasi lemah yang antara
pengalaman kerja dan karakteristik pengalaman pribadi terhadap preferensi karir
di akhir sekolah kedokteran. Kami menemukan hubungan yang lemah antara
prestasi akademik dan karir preferensi siswa. Namun, masa follow up tiga tahun
itu mungkin terlalu singkat untuk mengukur prestasi akademik, dan oleh karena
itu dalam Studi masa depan follow up yang lebih lama diperlukan.60

Kami juga menemukan beberapa perbedaan antara karakteristik biografi


dan prestasi akademik terhadap dan preferensi karir siswa di dua sekolah
kedokteran. Di Belanda, untuk masuk

ke sekolah kedokteran diatur melalui

sistem pemungutan suara nasional yang hanya didasarkan pada nilai SMA. Oleh
karena itu, perbedaan dalam karakteristik biografi dan prestasi akademik terhadap
preferensi karir mungkin terutama terkait dengan perbedaan dalam kurikulum
medis dari dua sekolah kedokteran. Beberapa karakteristik biografis, seperti latar
belakang medis dari orang tua, mungkin dimasukkan dalam prosedur seleksi
untuk masuk ke sekolah kedokteran, atau dalam program residensi untuk
mencapai perencanaan tenaga kerja yang lebih memadai, terutama di bidang
layanan primer. Sekolah kedokteran dapat meningkatkan program pelayanan
kesehatan, misalnya dengan menawarkan kepaniteraan di panti jompo atau praktik
umum, dan akibatnya mempengaruhi preferensi karir siswa. Wawasan yang lebih
dalam hubungan antara preferensi karir dan pilihan sebenarnya dari karir medis
cukup penting, karena masih ada perbedaan antara niat untuk menjadi seorang
spesialis dalam profesi medis tertentu dan menjadi spesialis.60
Pada tahun 2004, 60 dari 190 mahasiswa tahun 2002 mahasiswa telah
menyelesaikan kepaniteraan mereka dalam waktu dua tahun, semua ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini. Mahasiswa laki-laki yang menyelesaikan
kepaniteraan mereka sedikit lebih terwakili, dibandingkan dengan mahasiswa
perempuan, dan dibandingkan dengan total populasi mahasiswa (47% dan 53%
dibandingkan 34% dan 66%, p <0,001).63
2.7

Pemilihan Karir Kedokteran Mahasiswa Indonesia


Sejak 1 Januari 2014, terjadi perubahan sistem pelayanan kesehatan di

Indonesia secara nasional dengan diluncurkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional


(SJSN). Dengan berubahnya sistem kesehatan menjadi SJSN, diharapkan adanya
peningkatan kualitas kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi penduduk
Indonesia. Namun implementasi sistem tersebut dinilai belum dapat berjalan
optimal dikarenakan berbagai kendala. Salah satu masalahnya adalah distribusi

dokter yang tidak merata sehingga terdapat ketimpangan jumlah tenaga dokter
terutama di daerah terpencil.1
Hingga tahun 2013, di Indonesia rasio dokter umum per 100.000
penduduk adalah sebesar 38,1. Rasio ini belum mencapai dari rasio ideal
berdasarkan Indikator Indonesia Sehat yaitu 40 dokter umum per 100.000
penduduk. Ketersedian dokter umum di Indonesia baru mencukupi 95,25% dari
total kebutuhan dokter. Meski belum mencapai target nasional dan hanya 8
provinsi di Indonesia yang telah mencapai target, namun angka ini telah
mendekati angka 100%. Berbeda dengan dokter umum, jumlah dokter spesialis
yang teregistrasi hingga tahun 2013 mencapai 24.541 dokter dengan rasio 9,88
dokter spesialis per 100.000 penduduk. Rasio ini sudah melebihi target rasio ideal
berdasarkan Indikator Indonesia Sehat yaitu 6 dokter spesialis per 100.000
penduduk.1,2,3 Di banyak negara, jumlah dokter umum masih belum cukup.
Kurangnya dokter pelayanan primer ini berdampak pada rendahnya status
kesehatan dan tingginya biaya kesehatan akibat kurang penggunaan pada upaya
preventif.4,5 Kurangnya jumlah mahasiswa kedokteran yang tertarik menjadi
dokter umum dan banyaknya mahasiswa yang memilih melanjutkan pendidikan di
spesialisasi klinis akan semakin mengurangi jumlah dokter layanan primer.5 Di
era SJSN ini, dengan diberlakukannya UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, UU
No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dan Peraturan BPJS No 1 Tahun 2014 maka
sistem pelayanan kesehatan di Indonesia akan mengalami perubahan, dimana
peran dokter di tingkat primer yaitu dokter umum dan dokter layanan primer akan
sangat dibutuhkan. Dengan demikian, kurangnya ketersediaan dokter di tingkat
primer dikarenakan jumlah dokter umum yang kurang dan masalah distribusi
dokter yang tidak merata juga masih merupakan tantangan tersendiri.
Jumlah tersebut analog dengan jumlah pendaftar tiap tahunnya
sebagaimana tercermin dalam tabel di bawah ini:
Tabel 11. Rekapitulasi jumlah pendaftar program PPDS Indonesia64-68
No.

Program
PPDS

Unsri

UGM

Unbraw

Unhas

UNS

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Anestesi
Bedah
Anak
Mata
Penyakit
Dalam
Jiwa
Kardiologi
Kulit
Kelamin
Saraf
Kebidanan
Ortopedi
Patologi
Anatomi
Patologi
Klinik
Radiologi
THT

20
28
22
14
20

17
22
31
15
27

9
4
11
3
15

22
12
22
12
21

11
8
10
3

15

5
34
21

2
17
10

2
25
16

5
6

18
40
4

19
52
14
5

7
10
12
-

9
41
15
5

4
8
1
-

18

12

10
8

5
3

10
7

2
3

Ketidakseimbangan antara kebutuhan (demand) dan ketersediaan (supply)


tenaga dokter di Indonesia disebabkan oleh timpangnya distribusi dan jenis
tenaga kesehatan yang tersedia.1 Penelitian mengenai orientasi karir dokter di
Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan mengungkapkan 40% dokter lakilaki memilih berkarir di bidang manajemen, 77,3% dokter wanita memilih

spesialisasi.68 Dokter umum yang memilih spesialisasi sebanyak 72,7%.


Dokter yang memilih bidang manajemen memiliki nilai persepsi paling baik
tentang situasi kerja. Mahasiswa Kedokteran sebagian besar cenderung
bekerja di kota besar dan memilih program studi ilmu kebidanan, sementara
hanya sebagian kecil yang memilih menekuni bidang preklinik.

2.8

Intervensi Fakultas Kedokteran dalam Manajemen Pemilihan Karir


Mahasiswa Kedokteran
Berikut beberapa peran yang dapat dilakukan Fakultas Kedokteran dalam

mendampingi perencanaan karir mahasiswa kedokteran :


Bimbingan dan Konseling di Fakultas Kedokteran
Mahasiswa kedokteran sangat berpotensi mengalami stres akibat tak
mampu menanggung beban akademik yang berat, lingkungan belajar yang tidak
kondusif, harapan keluarga yang tinggi, maupun staf pengajar yang kurang
bersahabat. Menurut berbagai penelitian, permasalahan yang dihadapi mahasiswa
kedokeran dapat diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu akademik, karir,
profesional, masalah pribadi, dan administratif.69
Salah satu upaya yang dapat dilakukan fakultas kedokteran untuk
memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan mahasiswa adalah dengan
mengoptimalkan peran lembaga bimbingan dan konseling mahasiswa.
Berdasarkan pasal 27 PP no. 29/90, bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada peserta didik dalam rangka upaya menemukan pribadi,
lingkungan, dan merencanakan masa depan. Bimbingan dalam rangka
menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan
kelemahan dirinya sendiri, serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai
modal pengembangan diri lebih lanjut.
Konseling sebagai terjemahan dari counseling, yang merupakan bagian
dari bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. Konseling
merupakan inti dari alat yang paling penting dalam bimbingan. Counseling is the
heart of guidence. Bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang sangat
erat.

Konseling mengenai karir dapat meliputi perencanaan mengambil postgraduate training, menyusun lamaran kerja dan daftar riwayat hidup, memberi
referensi dan memberi saran mengenai bagaimana menghadapi wawancara.
Masalah-masalah karir, pada pokoknya berhubungan dengan masalah pemahaman
individu mahasiswa mengenai kebutuhan-kebutuhan, kecakapan, keterampilan,
sikap, minat, dan ciri-ciri pribadi lain pada dirinya. Pada intinya adalah masalah
dalam mengadakan pemaduan di antara segala aspek tersebut untuk menentukan
pilihan karir.
Biro konsultasi mahasiswa pada umumnya merupakan unit yang secara
administratif berdiri sendiri, di bawah pembantu rektor atau pembantu dekan
bidang kemahasiswaaan. Staf pengajar berperan sebagai konselor maupun
pembimbing akademik. Biro konsultasi mahasiswa sebaiknya terdiri dari staf atau
konselor khusus yang bertugas penuh di bagian tersebut dan sudah mendapatkan
pelatihan khusus untuk bimbingan dan konseling.

Keuntungan dari adanya

konselor khusus adalah bahwa mereka selalu siap sedia untuk menerima
mahasiswa yang akan melakukan konsultasi, dan mudah ditemui. Biro konsultasi
mahasiswa bertanggungjawab untuk mengadakan pelatihan bagi staf atau tutor
yang akan menjadi basis bimbingan dan konseling.69
Pengaruh Role Models dalam Pemilihan Karir
Variabel penelitian utama dalam penelitian Scott dkk adalah bagaimana
penilaian siswa dan kedekatan mereka dengan figur dosen yang dijadikan panutan
(role models). Dari seluruh responden yang telah lulus, sembilan puluh persen
menyatakan bahwa mereka telah mengidentifikasi role models selama masa
pendidikan kedokteran. Kepribadian, keterampilan klinis dan kompetensi, serta
kemampuan mengajar adalah yang paling penting dalam pemilihan role models
tersebut, sedangkan prestasi penelitian dan jabatan akademik dianggap kurang
penting. Odds rasio antara berinteraksi dengan role models dalam bidang klinis
tertentu dan akhirnya memilih bidang klinis yang sama untuk residensi adalah
12,8 untuk pediatri, 5.1 untuk kedokteran keluarga, 4,7 untuk penyakit dalam, dan
3,6 untuk bedah. Kebanyakan siswa (63%) menerima konseling karir dan saran
dari role models mereka.70

Namun, dalam penelitian lain didapatkan bahwa peran role models tidak
banyak berpengaruh dalam pemilihan karir. Dalam penelitian ini, didapatkan
bahwa pengaruh dari mentor mendapat peringkat ketiga setelah minat. Namun,
ketika ditanya tentang mentor khusus, responden merasa bahwa mentor tidak
memberikan pengaruh apapun. Pada analisis selanjutnya, diakui bahwa mungkin
temuan ini adalah keterbatasan penelitian: penelitian ini hanya melihat mahasiswa
kedokteran tahun ketiga dari satu universitas dan hanya 65,7% siswa memiliki
mentor. Oleh karena itu, siswa cenderung menemui mentor setelah mereka telah
memutuskan jalur karir tertentu.71
Sosialisasi Alternatif Pilihan Karir oleh Fakultas
Maldistribusi tenaga kesehatan dokter di Indonesia, dapat disebabkan
karena kurangnya pengetahuan mengenai pilihan karir mahasiswa kedokteran
yang dapat digapai. Bidang spesialis masih menjadi pilihan mayoritas mahasiswa
kedokteran karena dianggap paling prestige dan mudah dijangkau. Padahal, masih
banyak pilihan karir lain yang prestigenya jauh lebih tinggi, seperti pekerja
internasional, atau bidang nonklinis lainnya. Namun, hal tersebut masih belum
membudaya di Indonesia karena motivasi untuk belajar lebih giat masih sangat
minim untuk mengejar karir bertaraf internasional tersebut.
Masalah kurangnya motivasi belajar pada mahasiswa kedokteran untuk
menggapai berbagai bidang karir yang lebih prestige, sangat ditentukan dari
sosialisasi mengenai berbagai prospek kerja di bidang kedokteran. Menurut
penelitian Dessy (2013), pemberian informasi mengenai prospek kerja efektif
terhadap peningkatan motivasi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran.72
Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran di
Jepang mengenai ketertarikan terhadap ilmu kedokteran dasar, dari 268 responden
yang terdiri atas 171 laki-laki (63,6%) dan 97 perempuan ( 36,1%) didapatkan
bahwa hanya 24,5% mahasiswa kedokteran yang tertarik di bidang ilmu
kedokteran dasar. Mahasiswa yang gemar akan penelitian lebih memilih ilmu
kedokteran dasar sebagai pilihan karir masa depan (p<0,05) oleh sebab itu
fakultas kedokteran harus meningkatkan minat siswa untuk melakukan penelitian
dan memberikan kuliah yang berhubungan dengan penelitian. Meskipun 24,5%

mahasiswa tertarik pada ilmu kedokteran dasar, tetapi hanya setengah dari mereka
yang mempertimbangkannya sebagai pilihan karir di masa depan karena mereka
ingin menjadi seorang klinisi dan masalah pendapatan.73

2.9 Teori dan Model Promosi Kesehatan


Banyak sekali definisi tentang Promosi Kesehatan. Salah satu yang paling
sering dikutip adalah berdasarkan Ottawa Charter, yaitu Promosi Kesehatan
adalah proses yang menyebabkan masyarakat mampu meningkatkan kontrol, dan
memperbaiki tingkat kesehatan mereka.Promosi kesehatan berusaha mendorong
kearah kesehjahteraan dan berorientasi pada aktualisasi potensi individu sehingga
dibuat menarik.74
Adapun komponen dari program promosi kesehatan meliputi 2 aspek
penting yaitu pendidikan kesehatan (health education) untuk meningkatkan
pengetahuan

kesehatan

(health

knowledge),prilaku

sehat

(health

attitude),kemampuan yang sehat (health skills),sikap dan lingkungan sehat (health


behaviors), Indikator kesehatan (health indicators),status kesehatan (health
status) dan environment action meliputi advokasi, perubahan lingkungan,
legislasi, pemegang mandate untuk membuat kebijakan, dukungan sosial,
dukungan finansial, perkembangan komunitas dan organisasi.74-76
Penggunaan teori dan model perubahan tingkah laku individu dapat
membantu dalam tahapan perancangan, pelaksanaan dan penilaian program.
Karena individu mencari jawaban atas beberapa

persoalan seperti alasan

mengapa, apa dan bagaimana sesuatu masalah dibidang kesehatan terjadi. Teori
dan model juga digunakan untuk membentuk intervensi yang bersesuaian dengan
kumpulan sasaran. Kebanyakan teori dan model promosi kesehatan berasaskan
kepada ilmu sosial dan tingkah laku yang merangkum berbagai disiplin ilmu
seperti psikologi, sosiologi, ekonomi, dan politik, secara umum terdapat lima
kategori teori dan model perubahan tingkah laku kesehatan dimana setiap satu
teori dan model memilikikekuatan dan kelemahan tersendiri dan harus digunakan

berdasarkan kesesuaian suatu masalah dan dapat berdampak terhadap programprogram sebelum dan sesudahnya.76,77
Nutbeam dan harris merangkum beberapa model teoritis terkait promosi
kesehatan guna menunjang pendekatan dalam melaksanakan promosi kesehatan.
Tahapan penyusunan rencana dan pengevaluasian promosi kesehatan meliputi
tujuh tahapan seperti; definisi permasalahan, penciptaan solusi, mobilisasi sumber
daya, implementasi, penilaian dampak, penilaian hasil- antara (immediate
outcome), penilaian outcome. Semua tahapan tersebut telah dikembangkan
berbagai teori lain tentang bagaimana melaksanakan setiap langkah tersebut
dengan cara yang paling efektif, yaitu mengenali target yang akan menjadi sasaran
intervensi, menjelaskan bagaimana serta kapan perubahan dapat dicapai pada
sasarn dan bagaiman mencapai perubahan organisasional serta meningkatkan
kesadaran individu dan masyarakat, menyediakan tolak ukur yang dapat dilakukan
dengan program idealnya serta mendefinisikan outcome serta pengukuran yang
akan digunakan dalam pengevaluasian.77
Adapaun teori dan model promosi kesehatan berdasarkan Nutbeam dapat
dilihat pada gambar. 13

Gambar 13. Model dan Teori Promosi Kesehatan Berdasarkan Nutbeam77


Secara garis besar perencanaan model promosi kesehatan berdasrkan
Nutbeam meliputi;74-77
a. Definisi masalah (problem definition) pada tahap ini terdapat informasi
mengenai epidemiologi dan demografik, penelitian prilaku dan sosial yang
mempengaruhi kesehatan serta prioritas yang dibutuhkan oleh komunitas
atau masyarakat
b. Solution generation, pada fase ini terdapat model teori dan intervensi,
bukti dari program sebelumnya, dan pengalaman dari pelaksana

c. Kapasitas bangunan (capcity building) yang meliputi pengerakan sumber


daya

(orang, uang dan material), pelatihan dan pengembangan

infrastruktur dan pencapaian kesadaran public dan politik


d. Health promotion action meliputi pendidikan (edukasi pasien, edukasi
dilingkungan sekolah, siaran media dan menggunakan media cetak sebagai
sarana komunikasi), mobilisasi sosial (perkembangan komunitas, fasilitas
grup, dan mentargetkan media komunikasi), advokasi (meloby organisasi
politik dan aktivis) pada tahap ini dilakukan monitoring dan program yang
diimplementasikan dan menjaga kualitas control.
e. Pengukuran hasil (outcome measurement) yang meliputi hasil promosi
kesehatan seperti kesadaran kesehatan (helath literacy) termasuk
pengetahuan, sikap, prilaku, motivasi, kemampuan personal, dan selfefficacy, pengaruh aksi sosial termasuk partisipasi masyarakat, pasrtisipasi
pemberi wewenang, norma sosial dan pendapat public, kebijakan dan
peraturan yang berlaku, legislasi, dan alokasi sumber daya. Hasil
intermedia health yang meliputi gaya hidup (merokok, makanan, aktivitas
fisik, alcohol dan penggunaan obat terlarang), pengaruh aksi sosial
termasuk kemantapan melakukan pencegahan, akses dari pelayanan
kesehatan, lingkungan yang sehat termasuk lingungan yang aman,
mendukung secara ekonomi dan sosial serta membatasi akses atau
penggunaan alcohol dan rokok. Hasil kesehatan dan sosial (health and
social outcomes) meliputi dampak sosial termasuk kualitas hidup,
kebebasan secara fungsional dan keadilan, dampak kesehatan termasuk
mengurangi morbiditas, disabilitas dan menghindari mortalitas.

Anda mungkin juga menyukai