Anda di halaman 1dari 14

Anemia Dalam Kehamilan

Muhamad Azhan Ramli


NIM: 102012504 Kelompok: F8
Mahasiswa FK Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email: azhanramli@yahoo.com
Pendahuluan
Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini
disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan
disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi
yang disertai infeksi, gizi buruk atau kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar anemia
nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi
yang hilang dan kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya
anemia adalah zat besi, asam folat dan kumpulan vitamin B.
Anemia yaitu suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal. Kadar Hb
normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Komplikasi anemia dalam
kehamilan dapat berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia
pada ibu hamil diketahui berdampak buruk, baik bagi kesehatan ibu maupun bayinya. anemia
merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu
kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi
kehamilan. Selain itu ibu hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan pada
saat melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia pada saat
hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian
perinatal.
Pembahasan
2.1 Scenario

2.2 Anamnesis
2.3 Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi; seperti anoreksia, depresi
mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, thermogenesis yang
terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali tergantung derajat anemia yang
diderita.
Pemeriksaan penunjang dan pengawasan dapat dilakukan pemeriksaan Hb. Hasil pemeriksaan
Hb dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 10 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr% (1)
Pada permeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah lengkap, penting diketahui pada
kehamilan normal hemoglobin atau hematokrit cenderung rendah. Indeks sel darah merah
membantu menentukan ada tidaknya kelainan abnormal seperti defisiensi zat besi (MCV yang
rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat
trimester ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras
tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien kulit hitam
harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk melihat sickle cell trait
disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase.

2.4 Diagnosis Kerja


Anemia Dalam Kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin kurang dari normal, yang berbeda di
tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis, definisi anemia berupa hemoglobin (Hb)
atau hematokrit di bawah persentil 10.
Berdasarkan WHO untuk ibu hamil batas normal hemoglobin adalah 11 gr%. Anemia adalah
konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada wanita yang tidak hamil dan kurang dari 10

g/dL pada wanita hamil dan nifas.(10) Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention,
tahun 1989 definisi anemia dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua, atau
3. Hematokrit kurang dari 32%
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi dan anemia
megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan untuk
memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan
pendarahan post partum. Karena itu, cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih
dari 500 mg. Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan
suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil.
Anemia megaloblastik terjadi karena kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi
asam folat atau vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya
anemia megaloblastik. Karena itu sebagian besar wanita menkonsumsi suplemen folat sebagai
langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan suplemen merupakan
kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua anemia ini mengakibatkan berkurangya produksi
heme. Jadi, pengobatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah.
Anemia makrositik terjadi karena defisiensi nutrisi yaitu asam folat atau vitamin B12 yang
menyebabkan sintesis DNA terganggu.

Pembahagian Anemia dalam Kehamilan


Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan oleh para penulis.
Berdasarkan penelitian di Jakarta (1967), anemia dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi

62,3%

b) Anemia megaloblastik

29,0%

c) Anemia aplastik

8,0%

d) Anemia hemolitik

0,7%

Anemia yang akan dibahas adalah anemia yang sering ditemukan di Indonesia yaitu anemia
defisiensi besi dan anemia megaloblastik.
A. Anemia Defisiensi Besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat kekurangan zat
besi. Kekurangan ini dapat disebabkan :
a) Kurang intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi, peningkatan pH
asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi
bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan -kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi),
dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan.
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di
awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi yang rata-rata dibutuhkan untuk
wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan
untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan post
partum. Jadi penyimpanan zat besi yang minimal di dalam tubuh pada wanita hamil adalah lebih
dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka mudah
terjadi anemia defisiensi zat besi, terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang
sering dalam jangka waktu yang singkat dan vegetarian. Di daerah tropika, zat besi lebih banyak
keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan tidak sama untuk
berbagai negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang
menyusui dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masingmasing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.
Prevalensi defisiensi besi, bagaimanapun, secara logis jauh lebih besar dari anemia,
menunjukkan bahwa sebagian besar wanita yang memasuki kehamilan dengan asupan zat besi
tidak memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan zat besi yang diperlukan untuk ekspansi

massa sel darah merah pada ibu serta untuk perkembangan janin dan plasenta. Sekitar 1000 mg
zat besi yang diperlukan selama kehamilan, 500 mg digunakan untuk mendukung perluasan
massa hemoglobin ibu dan 300 mg untuk perkembangan janin dan plasenta.
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan, ketika pembentukan
organ janin terjadi. Rata-rata, kebutuhan besi harian adalah antara 6 dan 7 mg dibandingkan
dengan 1 mg / hari dalam kondisi fisiologis normal. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir
kehamilan, kebutuhan meningkat hingga 10 mg / hari. Meskipun penyerapan zat besi yang
meningkat secara substansial selama kehamilan dan cukup pada pemenuhan zat besi wanita yang
sehat, itu gagal untuk memenuhi kebutuhan pemakaian zat besi wanita hamil. Pada wanita yang
memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi rendah, suplemen zat besi sering gagal untuk
mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang
abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi
selama kehamilan.
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma selama kehamilan yang
secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa sel darah merah darah menghasilkan
hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu dilindungi dari hilangnya sel darah merah selama
perdarahan yang berhubungan dengan persalinan. Namun, 5% dari persalinan disertai dengan
kehilangan darah >1 L, dan gejala anemia, termasuk gejala jantung, bisa terjadi pada parturients,
sehingga mengekspos mereka untuk transfusi darah.
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat
akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun,
keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted
state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis
belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan
pertama

yang

dijumpai

adalah

peningkatan

kadar

free

protophorphyrin

atau

zinc

protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total
iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai
anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).
Gejala klinis anemia defisiensi besi adalah pucat, lemah, lesu, anoreksia, sesak, depresi mental,
nyeri kepala, berdebar-debar, rambut halus dan rapuh, koilonikia, atropi papila lidah dan
stomatitis. Pucat ditemukan di mukosa membran, konjugtiva, kuku, dan telapak tangan. Pada
kasus yang berat, ditemukan takikardia dan takipnea.
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri yang
khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan
mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas itu,
bahkan banyak yang bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi
besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi
adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum tinggi,
protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan
hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin
yang diperiksa dan Hb kurang dari 10gr/dL, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita
anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena tersering anemia dalam
kehamilan adalah anemia defisiensi besi. Nilai Hb yang kurang dari 10g/dl dianggap sebagai
anemia defisiensi besi yang ringan, manakala Hb yang kurang dari 8g/dl adalah anemia
defisiensi besi yang berat.

Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi. Dikutip dari kepustakaan (10)

Terapi zat besi oral terbukti efektif dalam memperbaiki anemia defisiensi besi pada banyak
kasus. Kemanjurannya mungkin, namun terbatas pada banyak pasien karena dosis bergantung
pada efek samping, kurangnya kepatuhan dan penyerapan zat besi yang tidak cukup di
duodenum. Juga harus dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter
status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data pada peningkatan berat lahir dan
berkurangnya kelahiran prematur masih kurang. Pemberian suplementasi besi setiap hari pada
ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan
nonanemik (Hb <11g/dl dan ferritin > 20 g/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat
lahir rendah.

B. Anemia Megaloblastik
Anemia

megaloblastik

dalam

kehamilan

disebabkan

karena

defisiensi

asam

folat

(pterolyglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin). Asam
folat merupakan vitamin larut air yang sumbernya dari daging, hati, kacang-kacangan dan
sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh adalah di hepar. Berbeda dari Eropa dan di
Amerika Serikat frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia. Hal itu
erat hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang. Anemia megaloblastik
sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun, atau individu dengan diet
tidak adekuat (intake asam folat yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
megaloblastik adalah pasien yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia,
sickle cell anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin).
Asam folat diperlukan untuk sintesa DNA di dalam tubuh, karena itu diperlukan kebutuhan asam
folat maksimum saat jaringan janin dibentuk. Defisiensi asam folat terjadi disebabkan:
a
b

Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan pertumbuhan
janin, plasenta dan jaringan uterus.

Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat, yaitu sekitar 90 hari.
Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare
biasa terjadi.
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau promegaloblas
dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari apusan darah tepi adalah
makrositer dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai, kecuali bila anemianya sudah berat.
Perubahan-perubahan

dalam

leukopoesis,

seperti

hipersegmentasi

granulosit

dan

polimorfonuklear yang merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat
sering berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan. Standar buku emas untuk
penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar serum folat
absorption test dan clearance test asam folat.
Pada pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi oral asam
folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 5-10 mg/hari.
Anemia megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia
megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, diberikan dosis terapi oral minimum 6-9
mg/hari. Karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat, maka transfusi
darah kadang-kadang diperlukan apabila kehamilan masih preterm atau apabila pengobatan
dengan berbagai obat penambah darah bisa tidak berhasil.
C. Anemia yang lain-lain

2.4.1 Epidemiologi
Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu berkisar antara 10-20%.
Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam
kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi zat besi. Angka anemia di Indonesia
menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan
yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia

dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang, dibandingkan dengan negara maju. Kurang
lebih 95% dari anemia dalam kehamilan merupakan anemia defiesiensi besi. Insidens wanita
hamil yang menderita anemia defisiensi besi semakin meningkat. Ini menunjukkan keperluan zat
besi maternal yang bertambah pada kehamilan. Kematian maternal meningkat karena terjadinya
pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang memang sudah menderita anemia
sebelumnya.
2.4.2 Patofisiologi
Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume
cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi
darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini
terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan
pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan
volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi . Pada trimester
pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin
sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan
pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu
menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.
Akibatnya kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi
eritrosit dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama anemia defisiensi besi.
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Hal
ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu
terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan
peningkatan eritrosit. hematologi sehubungan dengan kehamilan, antara lain adalah oleh karena
peningkatan oksigen, perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dan janin,
serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, sehingga terjadi peningkatan volume
darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume
plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi
agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif

penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan
darah saat proses melahirkan.
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat
bagi wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil,
karena sebagai akibat hipervolemia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila
viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak meningkat.
Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu maternal mempertahankan sirkulasi normal dengan
mengurangi beban jantung.
Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada
minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma
meningkat 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9
yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal tiga
bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta,
yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron.
Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan
hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi.
Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada
minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22
ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terusmenerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar
Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah anemia. Umumnya
ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari
33 % .
2.4.3 Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)

Anemia defisiensi besi


Anemia karena kehilangan darah secara akut
Anemia karena inflamasi atau keganasan

Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik

2) Herediter

Thalasemia
Hemoglobinopati lain
Hemoglobinopati sickle cell
Anemia hemolitik herediter

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan pemecahan
sel darah (hemolitik), dan kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang
sering ditemukan adalah anemia hemopoetik karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi),
asam folat (anemia megaloblastik), dan protein.
2.4.4 Gejala Klinis
Gejala klinis dari anemia bervariasi, bergantung pada tingkat anemia yang diderita. Berdasarkan
gejala klinis anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat. Tanda dan gejala
klinisnya adalah :
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak.
b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan tanda malnutrisi
seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare.
c) Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan tanda seperti
demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, thermogenesis yang terganggu,
penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk
mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.
2.5 Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian menjadi
tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat
menimbulkan gejala-gejala seperti mual, nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit

buang air besar, pusing bau logam. Selain itu setelah mengkonsumsi tablet tersebut, tinja akan
berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini
tergantung pada dosis zat besi dalam pil, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis
yang diberikan maka kemungkinan efek samping semakin besar. Tablet zat besi yang diminum
dalam keadaan perut terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan tetapi hal ini dapat
menurunkan tingkat penyerapannya.
Terapi parenteral hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi oral. Zat besi
parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular dapat disuntikkan dekstran besi
Imferon atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat
suntikan. Akhir-akhir ini Imferon banyak pula diberikan dengan infus dalam dosis total antara
1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan.
Walaupun zat besi intravena dan dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping,
namun apabila ada indikasi yang tepat, maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih
kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam
kehamilan sangat jarang diberikan walaupun hemoglobinnya kurang dari 6gr/dL apabila tidak
terjadi perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus
diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.
Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil seperti daging sapi (besi dalam
hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan
kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat).
Pada pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi oral asam
folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 5-10 mg/hari.
Anemia megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia
megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, diberikan dosis terapi oral minimum 6-9
mg/hari. Karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat, maka transfusi
darah kadang-kadang diperlukan apabila kehamilan masih preterm atau apabila pengobatan
dengan berbagai obat penambah darah bisa tidak berhasil.

2.6 Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat
anemia seperti :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematurus
c) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mola hidati dosa
f) Mudah terjadi infeksi
g) Hyperemesis gravidarum
h) Perdarahan sebelum persalinan
i) Ketuban pecah dini
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio placenta dan kelemahan his.

3) Pengaruh Anemia pada Saat Nifas


a) Terjadi sub involusi uteri menimbulkan pendarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan

b) Berat bayi lahir rendah


c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi sampai kematian perinatal
f) Inteligensi rendah.
2.7 Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan
dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau komplikasi lain. Anemia berat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu
yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai anemia
infantum.
Kesimpulan
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap wanita hamil perlu
diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak
mineral dan vitamin. Pada umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah
dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan zat besi
tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan asam folat.

Anda mungkin juga menyukai