178
A. Pendahuluan
Pelajaran Fisika hingga saat ini masih dianggap sebagai
pelajaran yang paling sulit untuk dipahami diantara pelajaran IPA
lainnya, pernyataan ini sering dilontarkan oleh siswa SMP pada
umumnya, dan siswa SMP Futuhiyyah Mranggen Demak pada
khususnya. Hal ini dikarenakan mereka merasa selain dituntut untuk
memahami konsep-konsep yang ada, juga dituntut untuk mampu
menggunakan rumus-rumus fisika. Selain alasan tersebut, siswa juga
sering merasa jenuh dan bosan dengan cara-cara mengajar guru yang
cenderung lebih memilih cara praktis dengan metode ceramah,
sehingga mereka hanya bisa menulis dan mencatat apa yang didengar
dan dijelaskan oleh gurunya, tanpa pernah dilibatkan langsung dalam
proses menemukan pengetahuan ataupun mengembangkan
pengetahuan sesuai dengan kemampuannya sendiri. Padahal setiap
siswa adalah subjek (pelaku) dalam proses belajar mengajar yang
memiliki keunikan satu sama lain. Ada anak yang cepat tanggap,
mudah mengerti, ada pula yang lambat menerima.
Untuk itu guru perlu mengubah filosofi pembelajaran yang
berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa yang
berlandaskan filosofi konstruktifisme dimana siswa dapat menyusun
sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya (Susilo, 2004). Untuk dapat
mempelajari fisika dengan baik diperlukan struktur kognitif yang baik.
Struktur kognitif adalah organisasi informasi yang meliputi faktafakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat oleh siswa (Dahar, 1989). Struktur kognitif yang
baik akan mendukung peristiwa belajar dan memudahkan mengingat
apa yang telah dipelajari, karena struktur kognitif yang baik akan
memudahkan seseorang belajar dengan jalan membantu pebelajar
untuk memasukkan sejumlah informasi dan konsep.
Untuk membangun kerangka kerja konseptual yang diorganisir
dengan baik, memerlukan komitmen dari siswa untuk memilih belajar
bermakna daripada dengan hafalan. Menurut Ausubel (1963) agar
pemahaman materi pelajaran dapat lebih mudah dipelajari hendaknya
setiap orang belajar secara bermakna yaitu dengan mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah diketahui
sebelumnya. Kemampuan seperti ini berhubungan erat dengan
kemampuan penalaran formal. Novak (1980) mengemukakan belajar
bermakna sebagaimana dikemukakan Ausubel diatas dapat dilakukan
179
dengan pertolongan peta konsep. Peta konsep adalah suatu alat yang
dapat membantu para siswa melihat dan memahami keterkaitan antar
konsep yang telah dikuasainya. Begitu juga sama halnya dengan
menggunakan peta pikiran.
Agar peta konsep dan peta pikiran lebih lengkap maka perlu
disusun secara bersama antar siswa dalam suatu kelompok. Di dalam
kelas atau di luar kelas siswa dapat diberi kesempatan kerja secara
kooperatif untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah secara
bersama. Para siswa juga diberi kesempatan untuk mendiskusikan
masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan
masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah diselesaikan
sebelumnya.
Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada
perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT menggunakan peta konsep dan peta pikiran terhadap penalaran
formal siswa pada pokok bahasan tekanan kelas VIII semester 2 SMP
Futuhiyyah Mranggen Demak tahun ajaran 2010/2011?
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
ada perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT menggunakan peta konsep dan peta pikiran terhadap
penalaran formal siswa pada pokok bahasan tekanan kelas VIII SMP
Futuhiyyah Mranggen Demak tahun ajaran 2010/2011.
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan diri individu. Hudoyo (1988:1) mengemukakan bahwa
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap
seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang akibat aktivitas
belajar. Karena itu, seseorang dikatakan belajar bila dapat
diasumsikan bahwa dalam diri orang itu terjadi suatu proses yang
mengakibatkan perubahan perilaku.
Sudjana (1996:2) mengemukakan bahwa belajar suatu
perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah
laku sebagai hasil dari praktik atau latihan. Sedang menurut Slameto
(1991:2) bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sabagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
180
f. Korelasi (Correlation)
Pada tahap operasional formal anak dapat menjelaskan dua
pengukuran dan mampu mengkorelasikan antar variabelvariabelnya. Dalam tingakat operasional konkret anak mampu
menggunakan intuisinya untuk memahami hubunganhubungan tersebut tetapi mereka belum mampu menjelaskan
konsep kovarian dari dua variabel. Pada Tahap operasional
formal meskipun belum memahami konsep dan rumus tentang
statistik korelasi, tetapi mereka sudah memegang konsep
variasi variabel. Variasi ini menimbulkan hubungan antara
variabel-variabel.
g. Kompensasi (Compensation)
Ide dasar menyertakan konsep kompensasi adalah adanya
penurunan dimensisatu akan ditutupi oleh kenaikan pada
dimensi yang lain. Meskipun pada tahap permulaan, anak
mengerti bahwa cairan yang dituangkan dari tempat yang lebar
ke tempat yang sempit tidak berubah volumenya. Tetapi
mereka tidak sepenunya mengetahui adanya kompensasi
bentuk (dimensi) dari lebar ke dalam bentuk yang tinggi. Hal
ini sama halnya dengan berat seseorang berhubungan dengan
tinggi dan gemuk-kurusnya seseorang. Bila orangnya pendek
dan dibarengi dengan kenaikan berat badan maka secara
otomatis berat seseorang akan tetap. Inhelder dan Piaget sangat
menekankan konsep ini, seperti halnya konsep korelasi yang
tanpa penalaran matematika dan mereka tidak sadar telah
mengaitkannya dengan konsep proporsi.
h. Konsep Kekekalan (Concepts of Conservation)
Pemahaman tehadap konsep kekekalan dapat dicermati dari
konsep kekekalan momentum. Benda yang bergerak secara
seragam maka tidak ada gaya yang bekerja padanya.
Sedangkan benda yang tidak bergerak seragam maka akan
mengalami kecendrungan untuk bergerak lebih lambat yang
pada akhirnya akan berhenti. Gaya yang menghentikannya
tidaklah merupakan sesuatu yang dapat diamati. Konsep
kekekalan momentum ini diturunkan secara tidak langsung
dari data yang ada. Oleh sebab itu konsep ini bersifat abstrak
sulit dimengerti. Konsep ilmiah tentang kekekalan momentum
ini dapat dibentuk setelah peristiwanya berlalu. (Wilantara,
2003).
185
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP
Futuhiyyah Mranggen Demak kelas VIII semester 2 tahun ajaran
2010/2011 yang berjumlah empat kelas yaitu kelas VIII A dengan
jumlah siswa 42 orang, kelas VIII B dengan jumlah 42 orang, kelas
VIII C dengan jumlah 38 orang, dan kelas VIII D dengan jumlah 42
orang. Sedangkan sampel penelitiannya adalah kelas VIIIB sebagai
kelas kontrol dengan jumlah siswa 42 orang dan kelas VIIIA sebagai
kelas eksperimen dengan jumlah siswa 42 orang yang dipilih dengan
teknik cluster random. Sedangkan untuk kelas uji coba yang
digunakan adalah kelas VIIIC dengan jumlah siswa 38 orang.
Variabel dalam penelitian ini adalah Variabel bebas yaitu
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan peta konsep
dan peta pikiran sedangkan variabel terikatnya adalah penalaran
formal. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (1)
dokumentasi yang digunakan untuk mengetahui daftar nama siswa
yang menjadi sampel dalam penelitian serta nilai fisika pada semester
I. Nilai ini digunakan untuk mengetahui normalitas dan matching/
keadaan sepadan sampel. (2) tes penalaran formal. Tes ini digunakan
untuk memperoleh data nilai siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Tes ini merupakan tes akhir yang diadakan secara terpisah
terhadap masing-masing kelas dalam bentuk soal yang sama yang
telah diuji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda.
Data ini digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian.
188