Anda di halaman 1dari 7
Isu Strategis Dalam Analisis Dampak Kependudukan Terhadap Aspek Sosial Ekonomi KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA Oleh: Euis Sunarti Tulisan disusun pada Juli 2011 sebagai sumbangan bagi penyusunan Buku “Isu Strategis Dalam Analisis Dampak Kependudukan Terhadap Aspek Sosial Ekonomi”. Yang diselenggarakan oleh Direktorat Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Kependudukan memiliki dua dimensi utama yaitu kuantitas dan kualitas penduduk. Setiap penduduk berharap memiliki kehidupan berkualitas, oleh karenanya perlu pengaturan, pengendalian dan upaya pembangunan Kependudukan lainnya. Kualitas merupakan konsep yang relatif abstrak hendaknya dituirunkan ke dalam indikator-indikatir yang terukur (Tangibel). Penentu masalah kuantitas, kualitas, dan juga mobilitas penduduk sebagai dinamika interaksi kuantitas dan kualitas, terdapat pada aksi yang dilakukan sistem social terkecil yang disebut keluarga. Oleh karenanya masalah kependudukan terkait erat dengan kehidupan keluarga, dan kesejahteraan keluarga sebagai turunan kualitas keluarga. Selama ini dua kebijakan dan program besar terkait kependudukan dan keluarga sejahtera telah menjadi kebijakan dan program BKKBN, walau pembangunan keluarga diposisikan sebatas sebagai “beyond family planning”. Dengan posisi tersebut, maka dimensi-dimensi kualitas keluarga belum secara optimal dielaborasi sehingga kebijakan dan program yang ada hendaknya membangkitkan sinergisme yang optimal (Sunarti, 2011). Setiap anggota keluarga merupakan penduduk, namun keluarga bukan hanya sekedar kumpulan penduduk, melainkan sebuah system dimana di dalamnya terdapat ikatan, nilai-nilai yang dianut, dan tujuan yang ingin dicapai sehinga terdapat pengaturan-pengaturan yang akan menentukan seluruh pengambilan keputusan terkait aksi anggota keluarga sebagai penduduk. Keluarga merupakan sistem sosial terkecil yang dibangun oleh dua orang individu/penduduk, untuk kemudian menjalankan berbagai fungsi, diantaranya fungsi reproduksi yang bertujuan untuk menjaga_keseimbangan dan keberlanjutan sistem sosial. Dengan demikian keluarga merupakan unit social terkecil dimana akumulasi aksinya akan menentukan kuantitas, kualitas, dan mobilitas penduduk (Sunarti, 2011). Pembangunan kependudukan terkait dengan pembangunan keluarga, oleh Karenanya termaktub dalam landasan yang sama yaitu Undang Undang mengenai Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (UU No 10 Tahun 1992 diamandemen menjadi UU NO 52 Tahun 2009). Menurut UU No 52 Tahun 2009 keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan Dr. Bais Sunarti: Kependudukan dan Ketuargi’Séjaitia Gd nal Isu Strategis Dalam Analisis Dampak feoenane A AREO STOf e Jovnload th free tl online x nitopa.com/prafersional hidup spiritual, dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Pengembangan indikator Keluarga Sejahtera diperlukan untuk mengevaluasi tingkat kesejahteraan keluarga Indonesia dan sebagai landasan pengembangan programnya. BKKBN membagi kesejahteraan keluarga ke dalam 3 kebutuhan yakni: — Kebutuhan dasar (basic needs) yg terdiri dari variabel pangan, sandang, papan & kesehatan = Kebutuhan sosial psikologis (social psychological needs) yg terdiri dr variabel pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi sosial internal& eksternal. — kebutuhan pengembangan (development needs) yg terdiri dr variabel tabungan, pendidikan khusus, akses tethadap informasi, Berdasarkan acuan tersebut, dikembangkan Tndikator keluarga sejahtera yang meliputi Keluarga Pra-Sejahtera, Keluarga Sejahtera-1, Keluarga Sejahtera-II, Keluarga Sejahtera-III, dan Keluarga Sejahtera-III plus. Pengertian masing- ‘masing tingkatan keluarga sejahtera meliputi : 1. Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, keschatan, dan pendidikan 2. Keluarga KS-I adalah keluarga-keluarga’ yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan social psikologisnya seperti kebutuhan ibadah, makan protein hewani, pakaian, ruang untuk interaksi keluarga, dalam keadaan sehat, mempunyai penghasilan, biea baca dan tulis latin, dan keluarga berencana, 3. Keluarga KS-II adalah keluarga-keluarga disamping telah memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi_keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk peningkatan agama, menabung, berinteraksi dalam keluarga, ikut melaksanakan kegiatan dalam masyarakat dan mampu memperoleh informasi 4. Keluarga KS-IIT adalah keluarga yang telah memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat_memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya Dr. Euis Sunarti: Kependudukan dan Keluarga Séjanitéha Isu Strategis Dalam Analisis Dampak feoenane A AREO STOf e nload the fee tal online x ntropacom/profeesonal £Sdhal 5. Keluarga KS-II PLUS adalah keluarga-keluarga yang telah mampu memenuhi semua kebutubannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan, serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat Tabel |. Sebaran Jumlah dan Prosentase Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan dan Provinsi di Indonesia No ‘Total PraSKSaKS-2KS-3KS-3+ 1 NAD 1.077988 26.3 «209263 2 SUMUT 2977473 9 233349 2549 3 SUMBAR 1.156.503. 7.8 231326 3263.9 4 RIAU 140.944 102 22,389 Bat 5 JAMBI 754686 9.3214 87.9 263 5D 6 SUMSEL 1.824143 16.9 263349 19.326 7 BENGKULU 431.884 15.3 «265 33.2 2143.6 8 LAMPUNG 1953877 374 25.7 2290 12.7 1g 9 DKIJAKARTA 1.686.718 0.8155 378 35.1 10.8, 10 JABAR 1.434.134 206 26.6 28.9 19.8 4a 1 JATENG 9.480.024 316 19.1 22.2 23.2 3.9 12 DIY 951.002 18.4225 23.4 29.6 Ga 13 JATIM 10.923.838 24.6 241 245044 14 BALI 903.563 7.5 152 592 6.6 15 NIB 1.342.489 31.6 216 1905 16 NIT. 1.013.235 58.3 nS 4107 17 KALBAR 1.056.325 6.4 37 1866.9 18 KALTENG 521124 12.3, 386 174 47 19 KALSEL go1641 7.8 404 241 2.3 20 KALTIM 77364393, Bll 2589.6 21 SULUT 600.801 18.7 281-258 5.6 22 SULTENG 638.502 27.5 283° 148 29 23 SULSEL 1.914.890 17.4 339 202 4.5 24 SULTRA 536.426 37.4 23.5 Ua 2 25 MALUKU 354-491 31 285 0 dg 26 PAPUA 424.450 48.6 162 5115 28 BANTEN 2.370.408 20.2 293 198 = 6.6 29 BABEL. 266.144 3.2 468 361 08 30 GORONTALO 272.099 28 22 15638 31 MALUT 244.035 28.3 205° 1240 32 PAPUABARAT 195.899 39.9 10 74 43, 33. KEPRI 405.186 7.9 285 3079.9 34_SULBAR 254.812 34.2 251 10.9 2.9 Pendataan Keluarga Sejahtera dilakukan setiap tahun dengan melibatkan Petugas Lapangan KB dan kader sehingga diperoleh gambaran_ tingkat kesejahteraan keluarga di seluruh Indonesia, Hasil pendataan keluarga sejahtera pada Tagun 2009 disajikan pada Tabel 1. Rekapitulasi prosentase dan jumlah Keluarga menurut tingkatan Keluarga Sejahtera di tingkat nasional disajikan pada Tabel 2. Data tersebut menunjukkan hampir setengh keluarga Indonesia (46%) terkategori belum sejahtera (Pra S dan Dr. Bais Sunarti: Kependudukan dan Ketuargi’Séjaitia Gd nal Isu Strategis Dalam Analisis Dampak feoenane A AREO STOf e nload the fee tal online x ntropacom/profeesonal KS 1). Hal tersebut menunjukkan besarnya tantangan pembangunan keluarga sejahtera, sehingga perlu meningkatkan efektivitas program pembangunan di berbagai sektor ~baik secara eksplisit/langsung maupun secara implisit/tidak langsung- berkaitan dengan pembangunan keluarga sejahtera. Peningkatan kesejahteraan keluarga hendaknya terintegrasi dengan pembangunan Kependudukan, terutama dikarenakan sebagian besar kebijakan dan program. pembangunan menjadikan individu/penduduk sebagai target dan ukuran peneapaian indikator keberhasilannya Tabel 2, Rekap Prosentase Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraannya 22a 13.871.611 23.6 14.491.993 276 16.801.532 221 18.455.101 3 44 2.662.140 Total 100.0 60,882,467 Tabel 3. Sebaran Koefisien Korelasi Antara Peubah Penduduk Dan Keluarga Sejahtera Peubah Penduduk & Keluarga Sanitasi Layak Kota + Desa % Kemiskinan Desa+Kota P1 Kota+Desa P2 Kota+Desa Laju pertumbuhan penduduk Kepadatan penduduk PUS ber KB ‘Tingkat pengangguran Luas rumah tdk layak per kapita kota+desa Rataan jumlah anggota keluarga 0,288 0,250 og *) PDRB Migas (Rp) 0,228 -0,314." -0,280 PDRB Non Migas (Rp) 0,205 -0,309 * -0,260 Indeks Pembangunan Manusi 741 ‘Sumber: Sunarti, 2071 *) signifikan pada 8% P1= indeks kedalaman Pa=indeks keparahan Dr. Euis Sunarti: Kependudukan dan Keluarga Séjanitéha Isu Strategis Dalam Analisis Dampak feoenane A AREO STOf e feidh a | woload the free til online niropa.comyprafessional Berikut ini hasil korelasi dengan beberap peubah kependudukan yaitu : 1, Kemiskinan, Hasil analisis korelasi menunjukkan semakin tinggi prosentase warga terkategori miskin di suatu wilayah maka semakin tinggi prosentase Keluarga terkategori Pra-KS di wiayah tersebut. Hal yang sama juga ditunjukkan untuk keluarga terkategori KS-1 dan total gabungan prosentase Pra-KS dan KS-1. Hasil yang sama juga ditunjukkan untuk wilayah perkotaan ‘maupun perdesaan dan untuk indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Hal ini bermakna bahwa indikator keluarga sejahtera mencerminkan 80 persen indikator kemiskinan penduduk, sedangkan 20 persen lainnya merupakan ke-uniq-an indikator keluarga sejahtera yang tidak tercerminkan dalam indikator_ kemiskinan penduduk, yang diimplementasikan dalam indikator kesejabteraan yang lebih advance, yaitu kesejahteraan sosial. 2. Kepadatan penduduk. Terdapat korelasi dengan koefisien. yang besar (r=0.814, p<0.01) antara keluarga sejahtera dan kepadatan. penduduk. Hal tersebut berlaku untuk hubungan timbal balik dimana di wilayah dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi maka akses terhadap sumberdaya ekonomi dan kesempatan berusaha juga kesempatan memperoleh layanan semakin terbatas sehingga berakibat terhadap pemenuhan kebutuhan pokok penduduk yang terbatas. Sedangkan hal sebaliknya 3. PDRB Migas dan Non Migas. Terdapat hubungan nyata negatif antara prosentase keluarga sejahtera (KS-1) dengan sumbangan besarnya PDRB baik Migas maupun Non Migas. Hasil korelasi tersebut bisa bermakna timbal balik: yaitu semakin tinggi prosentase KS-1 di suatu wilayah maka semakin kecil sumbangan PDRB Migas maupun Non-Migas, demikian pula bisa terjadi hal sebaliknya dimana rendahnya PDRB berkaitan dengan besarnya keluarga yang terkategori KS-1 4. Pasangan Usia Subur ber-KB. Terdapat hubungan negatif antara keluarga sejahtera dengan perilaku ber-KB dari pasangan usia subur. Semakin tinggi prosentase Pra-S, dan KS1, dan Pra-$ dan KS-1 di suatu wilayah semakin rendah pasangan usia subur ber KB (r = -0.591; r = -0, 493; T = -0,633: p<0.01) di wilayah tersebut. Hasil korelasi ini memberikan arahan wilayah-wilayah yang, hendaknya menjadi prioritas sasaran program KB untuk mencapai target TFR 2.3. Demikian juga perlu dilakukan kajian faktor-faktor rendahnya minat dan praktek ber-KB dari PUS di wilayah yang prosentase pra-KS dan KS-1 nya tinggi Walaupun terdapat hubungan negatif antara prosentase Pra-S dan KS-1 di suatu wilayah dengan PUS ber-KB, namun belum menyebabkan hubungan yang signifikan antara Pra-S dan KS-1 dengan laju pertumbuhan penduduk. 5. Rataan jumlah anggota keluarga. Hasil korelasi antara prosentase Pra-S dan KS-1 di suatu wilayah dengn rataan jumlah anggota keluarga menunjukkan Korelasi signifikan positif pada tarap 8 persen. Hal tersbeut menunjukkan Dr. Euis Sunarti: Kependudukan dan Keluarga Séjanitéha Isu Strategis Dalam Analisis Dampak feoenane A AREO STOf e adh a | Jovnload th free tl online x nitopa.com/prafersional semakin besar prosentase Pra-S dan KS-1 di suatu wilayah maka seakin besar rataan jumlah anggota keluarga. Data tersebut bisa juga dimaknai, karena lebih besarnya jumlah anggoa keluarga maka beban tanggungan keluarga semakin besar sehingga menurunkan kesejahteraannya (terkategori Pra-S dan KS-1). Sanitasi Rumah. Terdapat hubungan positif antara prosentase Pra-KS, KS-1, dan Pra-KS dan KS-1 dengan penduduk yang tidak memiliki sanitasi yang layak baik di perkotaan (r=-0.394, p<0.05), di perdesaan (r=-0.331, p

Anda mungkin juga menyukai