Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut
dengan TB paru. Kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain dalam
tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru. 1 Tuberkulosis anak mempunyai
permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak,
permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan serta
TB dengan keadaan khusus.1
Diagnosis tuberkulosis pada anak-anak sangatlah berbeda karena sulitnya
dalam menetapkan diagnosis definitif, frekuensi penyakit paru pada anak-anak, dan
prioritas kesehatan masyarakat yang relatif rendah yang diberikan TB pada anak
dibandingkan dengan orang dewasa.2
Data dari organisasi Kesehatan Dunia (WHO) TB global yang meliputi untuk
kasus-kasus TB BTA-positif kalangan anak-anak, kasus tersebut hanya mewakili
sebagian kecil dari beban penyakit akibat TB sekitar 8 %.2 WHO memperkirakan
bahwa, dari 8,7 juta kasus insiden TB pada tahun 2011, sekitar 500.000 terjadi di
antara anak-anak di bawah usia 15 tahun.3 Sekitar 75 persen dari kasus tersebut terjadi
di 22 negara TB tertinggi di banyak negara berkembang, kasus yang dilaporkan
karema TB pada masa kanak-kanak yang mungkin diremehkan.3
Anak-anak di bawah usia lima tahun merupakan kelompok demografis yang
penting untuk memahami epidemiologi TB, karena TB sering berlangsung cepat dari
infeksi laten penyakit, dan manifestasi penyakit berat, seperti TB milier dan
meningitis, lebih sering terjadi pada kelompok usia ini. Oleh karena itu, anak-anak ini
menjadi kasus yang sering diperbincangkan , menunjukkan transmisi baru dan atau
yang sedang berlangsung di masyarakat.2,4

Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas. Diagnosis
pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan
spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada
anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak,
ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena
sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan
asam positif sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan pengobatan
TB dewasa. Akibatnya penanganan TB anak kurang diperhatikan.1-4

BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi
pada anak usia 0-14 tahun. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut
dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain
dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru.

5,6

2.2 Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) TB global yang meliputi untuk kasuskasus TB BTA-positif kalangan anak-anak, kasus tersebut hanya mewakili sebagian
kecil dari beban penyakit akibat TB sekitar 8 % .2 WHO memperkirakan bahwa beban
global tahunan TB pada anak pada tahun 2012 adalah sekitar 530 000 kasus dan
bahwa hingga 74 000 anak meninggal akibat TB tahun itu. Penting untuk dicatat
bahwa kematian terkait TB pada anak terinfeksi HIV tidak termasuk dalam perkiraan
ini karena mereka diklasifikasikan sebagai kematian yang disebabkan oleh HIV (yaitu
tidak TB). 7
Tuberkulosis pada anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di
antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada
tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi,
menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas
diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak
dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah
kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4
tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB
anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%. 5

2.3 Etiologi
Myobacterium tuberkulosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, nonmotil, pleomorfik, dan termasuk bakteri gram positif lemah, serta
memiliki ukuran panjang 1-10 mikrometer dan lebarnya 0,2-0,6 mikrometer (gambar
II.1). M. Tuberkulosis tumbuh optimal pada suhu 37-410C dan merupakan bakteri
aerob obligat yang berkembang biak secara optimal pada jaringan yang mengandung
banyak udara seperti jaringan paru.2,6

Gambar II.1 Myobacterium Tuberculosis


2.4 Faktor Resiko
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti sepuluh orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh
yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
(gambar II.2) 5

Gambar II.2 faktor resiko TB pada anak 6

BAB III
PATOGENESIS
Kompleks primer TB yang awalnya infeksi lokal dan masuk serta menyebar
ke kelenjar getah bening regional yang mengalirkan daerah (gambar III.1). Paru-paru
adalah portal masuk di> 98% kasus. Ukurannya yang sangat kecil (<5 m), kuman
TB dalam droplet nuklei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus,
kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik.
Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu
yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB
yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi
ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.2
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar
limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,
dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.3
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB
bervariasi berlangsung selama 2-12 minggu, tetapi biasanya selama 4-8 minggu. 6
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang
dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB

akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera dimusnakan oleh imunitas seluler
spesifik (cellular mediated immunity, CMI ).3
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.2
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).3
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.3
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang,
ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi
tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut
dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi
TB apeks paru saat dewasa.2,6

Gambar III.1 Patogenesis Tuberkulosis

Komplikasi yang sering terjadi adalah kompleks primer, penyebaran hematogen, dan
penyebaran limfogen. Kompleks primer terdiri dari focus primer, limfangitis, dan
limfadenitis regional. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadic,
kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi
yang baik dan berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari. 5

BAB IV
DIAGNOSIS

Diagnosa TB pada anak yaitu bisa dengan diagnosa klinis dan konfirmasi
bakteriologis. Pasien TB anak berdasarkan hasil konfirmasi bakteriologis: adalah
pasien TB anak yang hasil pemeriksaan sediaan biologinya positif dengan
pemeriksaan mikroskopis langsung atau biakan atau diagnostik cepat yang
direkomendasi oleh Kemenkes RI. Pasien TB paru BTA positif masuk dalam
kelompok ini.
Pasien TB anak berdasarkan diagnosis klinis: pasien TB anak yang TB yang tidak
memenuhi kriteria bakteriologis dan mendapat pengobatan TB berdasarkan kelainan
radiologi dan histopatologi sesuai gambaran TB. Termasuk dalam kelompok pasien
ini adalah Pasien TB Paru BTA negatif, Pasien TB dengan BTA tidak diperiksa dan
Pasien TB Ekstra Paru. 4,5,6
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik.
Beberapa manifestasi sistemik yang dapat dialami anak yaitu:
1. Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang dapat
disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi.
2. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi yang adekuat.
3. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
naik dengan adekuat (failure to thrive).
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel.
5. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan, tetapi pada
anak bukan merupakan gejala utama. Biasanya batuk bersifat non remitting
yaitu tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
7. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
8. Malaise (letih, lesu, lemah, lelah).5

Gejala klinis khusus terkait dengan organ :

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, misalnya kelenjar limfe,

susunan syaraf pusat, tulang dan kulit.


TB kelenjar ( terbanyak di daerah leher atau regio colli ), pembesaran KGB
multiple dimana lebih dari 1 KGB dan diameter lebih atau sama dengan 1 cm
dengan konsistensi kenyal, tidak nyeri dan kadang saling melekat atau
konfluens(gambar IV.1).

Gambar IV.1 TB Kelenjar

Tuberkulosis otak dan selaput otak : Meningitis TB dengan gejala- gejala yang
melibatkan

saraf-saraf

otak

yang

terkena,

tuberkuloma

otak

yang

menimbulkan gejala-gejala lesi desak ruang.


Tuberkulosis sistem skeletal : spondilitis dengan penonjolan tulang belakang
atau gibbus, tulang panggul atau koksitis dengan gejala seperti pincang,
gangguan berjalan, atau tanda peradangan di daerah panggul. Gonitis atau
tulang lutut yang terkena dengan menimbulkan gejala seperti pincang dan
ataut bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas. Spina ventosa atau daktilitis

yaitu infeksi yang terkena di daerag tulang kaki dan tangan.


Skrofuloderma ditandai dengan ulkus dan jembatan kulit antar tepi ulkus
atau cutaneous tuberculosis(gambar IV.2)

10

Gambar IV.2 Skrofuloderma 8

Tuberkulosis mata : Konjunctivitis fliktenularis adalah nodul inflamasi pada

konjunctiva dan sklera dan tuberkel koroid hanya terlihat dengan funduskopi.
Tuberkulosis organ-organ lainnya misalnya jantung, ginjal atau pleura, bila
ditemukan gelaja pada organ abdomen tanpa sebab yang jelas dan disertai

kecurigaan adanya infeksi TB.


Tuberculosis Milier : Tuberkulosis Milier terjadi bila fokus di paru pecah dan
masuk ke dalam arteri atau vena sehingga terjadi bakterimia atau secara
hematogenous. 6

Pemeriksaan penunjang :
Diagnosis pasti TB adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu
kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan. Diagnosis pasti TB ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri dari beberapa cara, yaitu
pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau biopsi jaringan untuk menemukan
BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB.
Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak direkomendasikan
oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK
Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan
penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB. Pemeriksaan
mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen.
Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau pemeriksaan bilas lambung
selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lain
yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang

11

dapat memberikan gambaran yang khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan


gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula
ditemukan gambaran sel lengerhans dan atau kuman TB.
Gejala klinis dan radiologis TB anak sangat tidak spesifik, karena
gambarannya dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain. Oleh karena itulah
diperlukan ketelitian dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto
toraks. Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji
tuberkulin/mantoux test. Bahan (antigen) yang digunakan untuk Uji Tuberkulin di
Indonesia yaitu Purified Protein Derivative atau biasanya disingkat dengan PPD. PPD
yang

digunakan

adalah

PPD

RT

23

dengan

Tween

80.

Berikut

intrepretasinya(gambar IV.3). 5 Tes ini dilakukan pada volar lengan bawah (510 cm di bawah lipatan siku) dan pada daerah yang bersih. Setelah dilakukan teknik
asepsis, semprit disiapkan dan diisi dengan PPD 0.1 mL. Penyuntikan dilakukan
secara intrakutan dengan cara memasukkan jarum perlahan (tepat di permukaan kulit
sebatas lubang mulut jarum) dan lubang ujung jarum menghadap ke atas membentuk
sudut 5-15o dengan permukaan lengan. Jika tempat penyuntikan benar, maka akan
tampak intradermal wheal (penonjolan berwarna pucat dan pori-pori seperti kulit
jeruk).

12

Gambar IV.3 intrepetasi uji tuberkulin5


Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks.
Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada
penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan
untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. 4,5,6
IGRA test, Tes Interferon-release (tes IGRA/ interferon Gamma Release
Assays) merupakan kemajuan dalam TB imunologi dan biologi evolusi. Tes IGRA
dirancang untuk menggantikan tes kulit tuberkulin (TST) untuk diagnosis infeksi TB
laten karena keuntungan logistik dan ditingkatkan spesifisitas lebih daripada mantoux
test(gambar IV.4). Dua tes darah (T-SPOT.TB dan Quantiferon-TB) mendeteksi
generasi IFN- oleh sel T pasien dalam menanggapi tertentu M. antigen tuberkulosis
(ESAT-6, CFP-10, dan TB7.7). 2,5,7
Mantoux test atau IGRA diindikasikan:
Kontak orang dengan dikonfirmasi atau diduga tuberkulosis menular
(penyelidikan kontak)
Anak-anak dengan temuan radiografi atau klinis menunjukkan penyakit TBC
Anak-anak berimigrasi dari negara-negara dengan infeksi endemik (misalnya,
Asia, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin, negara-negara bekas Uni Soviet)
termasuk diadopsi internasional
Anak-anak dengan riwayat perjalanan ke negara-negara dengan infeksi endemik
dan kontak substansial dengan masyarakat adat.
Anak-anak yang seharusnya TST tahunan atau IGRA:
Anak-anak yang terinfeksi HIV
remaja Dipenjara atau sekolah berasrama 12

13

Gambar IV.4 Specificity and Sensitivity IGRA and Tuberculin skin test13

Sputum Test, Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis


mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal,

bilasan

bronkus,

bilasan

lambung,

kurasan

bronkoalveolar

(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi


jarum halus/BJH). Pembuatan preparat sputum membutuhkan pewarnan ziehl nelson,
fuchsin, alkohol dan methyln blue.
Secara umum dahak diambil pada waktu-waktu tertentu yaitu :
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala (rekomendasi WHO). :
- Tidak

ditemukan

BTA

dalam

100

lapang

pandang,

disebut

negatif

- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

14

ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)12
Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
(gambar iv.5)
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya
selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrat
h. Tuberkuloma 6

Gambar IV.5 radiologi TB pada anak 9


Metode diagnostik lain yang dapat di lakukan dengan TB ekstra paru sesuai dengan
gejalanya. (Tabel 2)

15

Sistem skoring :
Mendiagnosis TB anak sulit dilakukan karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu
kesepakatan penanggulangan TB anak. Unit kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI
telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (PNTA) yang telah tersebar luas
dan telah diadopsi oleh departemen kesehatan menjadi program pemberantasan TB
Nasional. (gambar IV.6).

16

gambar iv.6 skoring TB 5,6

17

BAB V
PENATALAKSANAAN

Medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis


(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis
TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang sudah
terinfeksi TB (profilaksis sekunder). Penatalaksanaan TB di Indonesia saat ini
mempunyai algoritme tersendiri (gambar v.6).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah: (Gambar v.1)( Gambar v.2)
o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR

18

Gambar v.1 dosis OAT pada anak

Gambar v.2 tabel obat TB pada anak 7

Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang
selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kekambuhan
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan
berat ringannya penyakit.
o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk
mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak
diminum setiap hari.
Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum
obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombinasi dosis tetap( KDT)/
FDC(Fixed Dose Combination). Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R)

19

75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R
75 mg dan H 50 mg. Obat ini di berikan sesuai berat badan saat ini dan akan
menyesuaikan apabila berat badannya naik.

Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison)
dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone
adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian
steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.
TB-HIV: bat yang di berikan adalah trimetoprim sulfametoksasol (TMP-SMX)
sebanyak 20 mg TMP + 100 mg SMX untuk usia di bawah 6 bulan, 40 mg TMP + 200
mg SMX untuk usia 6 bulan sampai 5 tahun, dan 80 mg TMP + 400 mg SMX untuk
usia di atas 5 tahun.
pertimbangkan kapan memulai pengobatan HIV dengan ARV, ada 3 pilihan: memulai
ARV secepatnya (2-8 minggu setelah OAT dimulai), menunggu OAT tahap intensif
selesai, memulai ARV setelah pemberian OAT selesai.
Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan. Apabila ada kenaikan
BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan, menyesuaikan berat badan saat itu.
Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur).
OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus). Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan,
apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat
kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase lanjutan

20

pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan
pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis
berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan
batuk berkurang.
Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai
dengan 6 bulan. Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan
dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti
foto toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan
hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat
dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.
Efek Samping pengobatan TB Anak :
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan
piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat
diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari
direkomendasikan diberikan pada
bayi yang mendapat ASI eksklusif,
pasien gizi buruk,
anak dengan HIV positif.
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur :
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan
terapi. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di
fase lanjutan dan menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari
awal.
Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai.
Pencegahan Tuberkulosis pada anak :

21

Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari Mycobacterium
bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program Pengembangan Imunisasi
diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi > 2 bulan harus
didahului dengan uji tuberkulin.
Prophilaxis :
Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB (7-15
mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap
adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5
atau ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti
sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai
dari awal
Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6
bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG
setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.4,5,6
Penatalaksanaan MDR-TB pada anak : Pada pasien dengan pengobatan yang tidak
teratur akan meningkatkan risiko terjadinya TB kebal obat.(gambar v.3)
Resistensi obat pada pasien TB ada 3 yaitu monoresisten, MDR, dan XDR.
Dikatakan monoresisten bila hasil uji kepekaan mendapatkan resisten terhadap
isoniazid atau rifampisin.3 Seorang pasien TB anak dikatakan mengalami MDR bila
hasil uji kepekaan mendapatkan hasil basil M. tuberkulosis yang resisten terhadap
isoniazid dan rifampisin, sedangkan extensively drug-resistant (XDR)-TB bila hasil uji
kepekaan mendapatkan hasil MDR ditambah resisten terhadap fluoroquinolon dan
salah satu obat injeksi lini kedua (second-line injectable agents).

22

Gambar v.3 Algoritma MDR-TB 5,7

Anak-anak dengan MDR TB harus ditata laksana sesuai dengan prinsip pengobatan
pada dewasa. Yang meliputi:
Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang kemungkinan strain itu masih sensitif;
satu darinya harus injectable, satu fluorokuinolon (lebih baik kalau generasi kuinolon
yang lebih akhir bila ada), dan Pirazinamide harus dilanjutkan

Semua dosis harus diberikan dengan menggunakan DOT/directly observed


therapy

Durasi pengobatan harus 18-24 bulan

23

Semua obat diminum setiap hari dan dengan pengawasan langsung.

Pemantauan pengobatan TB

Gambar v.4 tabel obat MDR-TB

24

Gambar v.5 tabel obat MDR-TB

25

Gambar v.6 Algorithma TB5

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Berti E, Luisa G, Elisabetta V, Maurizio DM, Elena C. Tuberculosis in


childhood: a systematic review of national and international guidelines.BMC
Infectious Diseases 2014, 14:S3, diunduh dari
http://www.biomedcentral.com/1471-2334, diakses 4 juni 2015.
2. Gladys G, Lopez A. Journal of Tropical Medicine Classic and New Diagnostic
Approaches to Childhood Tuberculosis Volume 2012 (2012), Article ID 818219,
diunduh dari http://dx.doi.org/10.1155/2012/81821, diakses 4 juni 2015.
3. Anne D, Marianne G, Ines GB, Steve G, Malgorzata G, Coco J, et all. Roadmap for
childhood tuberculosis. Towards zero deaths. 2013. Diunduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/89506/1/9789241506137_eng.pdf. Diakses 4
juni 2014.
4. Nelson L J, Wells C D. Introduction and childhood tuberculosis.World Health
Organization. Global Tuberculosis Control: Surveillance, Planning, Financing. WHO
Report 2006. WHO/HTM/ TB/2006.362. Geneva, Switzerland: WHO, 2006: diakses
dari
http://www.stoptb.org/wg/dots_expansion/assets/documents/IJTLD_OS_ChildhoodT
B_Chapter1.pdf. Diakses 5 juni 2015.

5. Aditama Y, Slamet M, Noenoeng NR, Setyanto D, Kaswandani N, Triasih R,et


all. Petunjuk klinis TB anak. Jakarta: kementrian kesehatan RI;2013. h.1-32.
6. Donald P, Lincoln M. Edith, an American Pioneer of Childhood Tuberculosis
managemet. 2013. Diunduh dari
http://www.who.int/tb/challenges/ChildhhoodTB_section8.pdf. Diakses pada tanggal
7.

5 juni 2015.
Bhuiyan M, Sultana A, Haque A, Bashar A, Islam MT, Ramnan MM. et all, Pattern
of cutaneous tuberculosis among children. Bangladesh Med Res Counc Bull:2012;

8.

38: 94-97
Alexander A, Dixon A, Alison G, Griffin N . Grant L, Malcom S. Hillary S,et

all. Diagnostik radiologi, churcill livingstone, London;2013. P. 47-50.


9. Manaf A, Pranoto A, Sutiyoso A, Hudoyo A, Sjahrurrahman A, Hudoyo A,dkk.
Pedoman Nasional TB. Edisi ke 2 cetakan pertama. Departemen kesehatan RI.
Jakarta:2007. h13-43.
10. Kliegman R, Stanton B, Geme J, Schor N, Behrman R, flethcher J, dkk. Nelson
Textbook of Pediatric. Nineteenth edition. Elsevier, Philadelphia: 2011.h206-209

11. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional
tuberkulosis anak. 2ed. Jakarta: UKK Respirologi PP IDAI; 2007.

27

12. Madhukar P, Alice Z, Dick M. T-Cellbased Assays for the Diagnosis of Latent
Tuberculosis Infection. Canada:2008:7-34.

13. Mustikawati DE,Rizki N,Setyanto DB,Kamso S,Besral ,Kaswandani N.


Panduan diagnosis TB anak dengan sistem skoring. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.

28

Anda mungkin juga menyukai