Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Abses kelenjar bartholin dan kista ductus bartholin merupakan masalah


yang sering terjadi pada wanita usia reproduktif. Hal ini berhubungan dengan
aktifitas kelenjar bartholin yang berkurang pada masa menopause. Kelenjar
bartholin terletak bilateral pada sepertiga bawah labia minora dan mempunyai
saluran kelenjar bartholin panjangnya 2 cm- 2,5 cm dengan posisi pada jam 4 dan
jam 8, bermuara pada vestibula
Kurang lebih 2% dari seluruh wanita mengalami kista ductus bartholin
atau abses kelenjar bartholin dalam kehidupannya, dimana abses kelenjar
bartholin tiga kali lebih sering dibanding bartholin cyst (3:1). Selama tahun 1991,
telah dirawat sebanyak 63 penderita bartholinitis atau 37, 05% dari kasus-kasus
penyakit menular seksual yang dirawat di ruang kulit wanita RSUD Dr Soetomo
Surabaya.
Pada

penelitian

dengan

menggunakan

one

case-control

study

menemukan wanita kulit putih dan hitam lebih sering terjadi abses kelenjar
bartholin dibandingkan wanita hispanic. Pada wanita paritas tinggi mempunyai
resiko rendah terjadi bartholin abses.

PEMBAHASAN
Definisi
Abses kelenjar bartholin adalah terbentuknya pus pada kelenjar bartholin
yang ditandai adanya pembesaran (edem) kelenjar bartholin.

Anatomi
Kelenjar bartholin merupakan kelenjar vestibular yang terbesar
homolog dengan kelenjar Cowpers (bulbourethral glands) pada laki-laki. Pada
usia pubertas kelenjar ini mulai berfungsi, memberikan kelembaban di vestibula.
Kelenjar bartholin berkembang dari bud epitelium pada area posterior
dari vestibula. Kelenjar bartholin terletak bilateral pada sepertiga bawah labia
minora dan mempunyai saluran kelenjar bartholin panjangnya 2 cm- 2,5 cm
dengan posisi pada jam 4 dan jam 8, bermuara pada vestibula. Kelenjar bartholin
mempunyai besar seperti kacang polong dan ukuran jarang melebihi 1 cm. pada
keadaan normal kelenjar bartholin tidak teraba kecuali jika terjadi infeksi.

Gambar 1. Anatomi kelenjar bartholini

Patologi
Kuman masuk melalui muara saluran kelenjar kelenjar bartholin,
menyerang saluran kelenjar bartholin sehingga terjadi keradangan dan edem
saluran kelenjar bartholin. Obstruksi pada distal ductus bartholin dapat
menyebebkan retensi dari sekresi kelenjar bartholin, dengan adanya obstruksi
terjadi dilatasi dari ductus bartholin dan berkembang menjadi kista ductus
bartholin. Kista ductus bartholin menyebabkan terjadinya infeksi primer bakteri
patogen (urethra,servik, fecal) terbentuk abses kelenjar bartholin.
Obstruksi duktus kelenjar bartholin juga bisa disebabkan oleh trauma,
persalinan,episiotomi, post infeksi yang menyebabkan penumpukan sekresi
kelenjar bartholin, sehingga terbentuk kista bartholin infeksi primer bakteri
patogen menjadi abses kelenjar bartholin. Kista ductus bartholin tidak harus
terjadi sebagai awal timbulnya abses kelenjar bartholin.
Infeksi pada kelenjar bartolini sering kali timbul karena bakteri N.
gonorrhoeae. Tetapi bisa juga disebabkan oleh infeksi bakteri lain (table 1).
Isolates from Bartholin's Gland Abscesses
Aerobic organisms

Anaerobic organism

Neisseria gonorrhoeae

Bacteroides fragilis

Staphylococcus aureus

Clostridium perfringens

Streptococcus faecalis

Peptostreptococcus species

Escherichia coli

Fusobacterium species

Pseudomonas aeruginos
Chlamydia trachomatis

Tanda dan Gejala


Kista ductus bartholin tidak selalu menimbulkan keluhan, akan tetapi
kadang-kadang dirasakan sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan
saat coitus.
Kista ductus bartholin dan abses kelenjar harus dibedakan dengan
massa di valvular lainnya. Kelenjar bartholin biasanya akan mengacil pada masa
menopause, oleh karena itu jika terjadi pembesaran di daerah valvular pada wanita
postmenopause harus dievaluasi sebagai suatu keganasan, khususnya jika massa
berbentuk irregular, nodular, dan berindurasi.

Gambar 2. Abses kelenjar Bartholin

Symptom

Nyeri vulva terutama waktu berjalan, duduk.

Bengkak (unilateral)

Dyspareunia

Demam

Sign

Nodul kemerahan pada sepertiga bawah labia mayus

Terdapat fluktuasi dan teraba lunak

Nyeri tekan lebih ringan

Keluar pus pada muara saluran kelenjar bartholin

Bila abses pecah tampak pus keluar melalui vestibula atau permukaan
labia mayus.

Diagnosa
Anamnesa (symptoms)

bengkak bibir kelamin setelah coitus

nyeri terutama waktu berjalan, duduk,

Demam

Nyeri berkurang disertai keluar cairan nanah


Pemeriksaan fisik (sign)
Pemeriksaan penunjang

Pengecatan gram (sekret muara duktus kelenjar bartholin, hapusan dinding


urethra,vagina,cervix, pus hasil pungsi/aspirasi/insisi)

Kultur dan tes sensivitas antibiotik

Histopatologi/biopsi (menopause).

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari kista duktus bartholin tergantung dari gejala pada
pasien. Kista yang asimptomatik mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi
symptomatic kista duktus bartholin dan abses bartholin memerlukan drainage.
Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya.
Insisi dan drainage abses

Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin's gland


abscesses .

Sering terjadi rekurensi


Cara:

Disinfeksi abses dengan betadine

Dilakukan anastesi lokal( khlor etil)

Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi

Dilakukan penjahitan

Gambar 3. Insisi abses


Definitive drainage menggunakan Word catheter.
Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus
bartholin dan abses bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai
diameter seperti foley catheter no 10. Balon Catheter hanya bias menampung 3 ml
normal saline.
Cara:

Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %

Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan


tindakan insisi.

Insisi diatas abses dengan menggunakan mass no 11

Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar


ring himen. Jika insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar.

Selipkan word kateter ke dalam lubang insisi

Pompa balon word kateter dengan


injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc

Ujung Word kateter diletakkan pada


vagina.
Proses epithelisasi pada tindakan

bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word

catheter akan dilepas setelah 4-6mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 34 minggu. Bedrest selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat
menimbulkan terjadinya selulitis, antibiotic tidak diperlukan. Antibiotik diberikan
bila terjadi selulitis (jarang).

Marsupialisasi
Banyak

literatur

menyebutkan

tindakan

marsupialisasi

hanya

digunakan pada kista bartholin.Namun sekarang digunakan juga untuk abses


kelenjar bartholin karena memberi hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi
adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai
alternatif lain dari pemasangan word kateter. Komplikasi berupa dispareuni,
hematoma, infeksi

Cara:

Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %.

Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai
diantara jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar
dengan dasar selaput himen.

Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4
sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi
dengan cairan salin.

Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika
memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2 jari tangan),
dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan
dalam waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan
muara saluran kelenjar bartholin sesungguhnya.

Penggunaan antibiotik

Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari
hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin

Infeksi Neisseria gonorrhoe:


Ciprofloxacin 500 mg single dose
Ofloxacin 400 mg single dose
Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil)
Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)

Infeksi Chlamidia trachomatis:


Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po
Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po

Infeksi Escherichia coli:


Ciprofoxacin 500 mg oral single dose
Ofloxacin 400 mg oral single dose
Cefixime 400 mg single dose

Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :


Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari
Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.
Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.

Differensial Diagnosa

TABLE 2
Title

Lesion

Location

Characteristics

Cystic lesions
Bartholin's duct

Vestibule

Usually unilateral; asymptomatic if remains small

cyst
Epidermal

Labia majora

Benign, mobile, nontender; caused by trauma or

inclusion cyst

(usually)

obstruction of pilosebaceous ducts

Mucous cyst of the Labia minora,


vestibule

Soft, less than 2 cm in diameter, smooth surface,

vestibule, periclitoral superficial location; solitary or multiple; usually


area

asymptomatic

Hidradenoma

Between labia

Benign, slow-growing, small nodule (2 mm to 3 cm);

papilliferum

majora and labia

arises from apocrine sweat glands

minora
Cyst of the canal of Labia majora, mons Soft, compressible; peritoneum entrapped within round
Nuck

pubis

ligament; may mimic inguinal hernia

Skene's duct cyst

Adjacent to urethral Benign, asymptomatic; if large, may cause urethral


meatus in vestibule obstruction and urinary retention

Solid lesions
Fibroma

Labia majora,

Firm, asymptomatic; may develop pedicle; may undergo

perineal body,

myxomatous degeneration; potential for malignancy

introitus
Lipoma

Labia majora,

Benign, slow-growing; sessile or pedunculated

Leiomyoma
Acrochordon

clitoris
Labia majora
Labia majora

Rare; solitary, firm; arises from smooth muscle


Benign, fleshy, variable size; usually pedunculated but
may be sessile; polypoid in appearance

Neurofibroma

Multicentric

Small, fleshy; polypoid in appearance; multiple;


associated with von Recklinghausen's disease

Angiokeratoma

Multicentric

Rare, benign; vascular; variable size and shape; single

10

or multiple; associated with and aggravated by


pregnancy; associated with Fabry's disease
Squamous cell
carcinoma

Related to benign epithelial disease in older women and


Multicentric

to human papillomavirus infection in young women

DAFTAR PUSTAKA
Blumstein,

Howard.

2005.

Bartholin

Gland

Diseases.http://www.emedicine.com/emerg/topic54.

Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and


Gland Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.

Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and
Abscess. http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm

Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

11

Anda mungkin juga menyukai