Anda di halaman 1dari 14

PRESENTASI KASUS BEDAH

I.

IDENTITAS
Nama

: Tn. T

Umur

: 56 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Desa Kaliwedi

Tanggal masuk

: 17 Desember 2010

Tanggal pemeriksaan : 17 Desember 2010


II.

ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)


Keluhan Utama

: Tidak bisa BAK sejak 5 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan tidak bisa BAK
sejak 5 hari SMRS. Pasien mulai merasakan gangguan BAK sejak 2 minggu
SMRS. Saat ingin BAK pasien harus mengedan dan menunggu lama baru air
kencingnya keluar. Air kencing berwarna kuning jernih dengan pancaran lemah
namun tidak bercabang dan kadang berhenti kemudian keluar lagi. Setelah BAK
kadang ada air kencing yang menetes dan pasien sering merasa BAK nya tidak
tuntas. Pada malam hari pasien sering terbangun 4 kali untuk BAK. Keluhan
nyeri pinggang, nyeri tungkai, rasa melilit, kencing berdarah, kencing batu,
nyeri diujung kemaluan saat BAK, demam, timbul benjolan di lipat paha dan
dubur yang disertai perdarahan disangkal. Pasien juga menyangkal penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan secara drastis selama timbul gangguan
BAK. Karena keluhan gangguan BAK tersebut, pasien datang ke poliklinik
Bedah RSUD Arjawinangun dan dilakukan pemasangan kateter kemudian
pasien dianjurkan untuk dirawat.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi diakui


1

Riwayat Penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

: N

: 98 x/menit

RR

: 24 x/menit

: 36,5 C

TD

: 160/100 mmHg

Kepala

: Normocephal.

Mata

: Konjungtiva

: Tidak Anemis

Sklera

: Tidak ikterik

Thorak
Cor

: Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Redup, batas jantung normal

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)


Pulmo

: Inspeksi

: Simetris,

dalam

keadaan

statis

dan

dinamis.
Palpasi

: Vocal fremitus pada hemitoraks kanan- kiri


teraba simetris.

Perkusi

: Sonor pada kedua hemitoraks.

Auskultasi : Vesikuler +/+ N, ronki -/-, wheezing -/Abdomen

: Inspeksi
Palpasi

: Datar
: Supel, NT/NK/NL -/-/-, hepar dan lien
tidak teraba membesar

Perkusi

: Timpani di seluruh lapang abdomen

Auskultasi : BU normal
Ekstremitas

: Atas
Bawah

: Edema -/-, Sianosis -/: Edema -/-, Sianosis -/-

Regio Supra Simfisis


VU

: teraba

Nyeri tekan

Regio Genitalia Eksterna : T.a.k, terpasang kateter


jumlah urin 200 ml warna kuning jernih.
Rectal Toucher
- Tonus sfingter ani

: Baik

- Ampula recti

: Tidak kolaps

- Mukosa rektum

: Teraba licin

- Prostat

:Menonjol,

konsistensi

kenyal,

permukaan

rata,

simetris kanan dan kiri, nodul (-), nyeri tekan (-), batas
atas teraba

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab Darah Lengkap

Leukosit

: 11.300 /uL

Hb

: 10,2 gr%/dl

Ht

: 22,5gr%/dl

Plt

: 457 mm

Faal ginjal
Gluk

: 112 mg%

Ureum

: 54,7 mg%

Kreatinin

: 1,98 mg%

SGOT

: 19 u/l

SGPT

: 7 u/l

: 4,64 mcg/l

Na

: 123 mcg/l

V.

RESUME
Pasien seorang laki-laki berumur 56 tahun datang dengan keluhan tidak
bisa BAK sejak 5 hari SMRS. Keluhan tidak disertai nyeri pinggang, nyeri
tungkai, nyeri kolik, hematuri, kencing batu. Keluhan demam, timbul benjolan
dilipat paha dan dubur yang disertai perdarahan, penurunan nafsu makan dan
berat badan juga disangkal. Pada pemeriksaan fisik urologi status urologis :
CVA : Pada regio supra simfisis VU teraba, nyeri tekan (-). Regio genitalia
eksterna : TAK, terpasang kateter, jumlah urin 200 ml warna kuning jernih .
Rectal toucher teraba prostat menonjol, konsistensi kenyal, permukaan rata,
simetris kanan dan kiri, nodul (-), nyeri tekan (-), batas atas teraba.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Benign Prostat Hyperplasia
VII. DIAGNOSA BANDING
Karsinoma prostat
Urolitiasis
VIII. PENATALAKSANAAN
Konservatif : Analgetik
Antibiotik
Intervensi : Prostatektomi terbuka
VIII.

PROGNOSIS
- Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

- Quo ad functionam : Dubia ad bonam

HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA


Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran
organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orang dewasa 20 gram. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa
zona, antara lain : zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona
transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihirotestosteron (DHT) dan proses aging.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah (1) teori dihirotestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) berkurangnya
kematian sel (apoptosis), (5) teori sel stem.
Teori dihidrotestosteron
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH aktivitas enzim
5-reduktase dan jumlah resetor androgen lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel-sel
prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi.
Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingg perbandingan estrogen : testosteron meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan
hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis).

Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat


Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan epitel-epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin,
serta mmpengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Berkurangnya

jumlah

sel

prostat

yang

yang

mengalami

apoptosis

menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga


menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan
secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis.
Teori sel stem
Unuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis selalu dibentuk sel-se
baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi secara ekstensif. Terjadinya proliferasi se-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan kenaikan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli-buli beupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur buli-buli itu oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter (refluks vesiko-ureter).
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Gambaran Klinis
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untk miksi pada malam
hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat
miksi (disuria). Sedangkan gejala obtruktif adalah pancaran lemah, rasa tidak lampias
sehbis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan
(straining), kencing terputus-putus (intermitency), dan waktu miksi memanjang yang
akhirnya menjadi retensio urin dan inkoninen karena overflow.
Keluhan ini biasanya disusun dalam skor simtom. Terdapat beberapa jenis
klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat
beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-gejala prostat
(International Prostate Symptoms Score, IPSS) dan skor Madsen Iversen.
Tabel 1 Skor Madsen-Iversen
Pertanyaan
Pancaran

0
Normal

Mengedan

Tidak

1
Berubah-

3
Lemah

4
Menetes

ubah
Ya

pada saat
berkemih
Harus

Tidak

Ya

Tidak

Ya

menunggu
saat akan
kencing
BAK
terputusputus
Kencing

Tidak tahu

tidak lampias
Inkontinensia
Kencing sulit Tidak ada
ditunda
Kencing

0-1

Berubah-

Tidak

1 kali

>1 kali

ubah

retensi

retensi

Ringan

lampias
Ya
Sedang

3-4

>4

malam hari
7

Berat

Kencing

>3 jam

Setiap 2-3

Setiap 1-2

<1 jam

siang hari

sekali

jam sekali

jam sekali

sekali

Tabel 2 Skor Internasional gejala-gejala prostat WHO (IPSS)


Pertanyaan

Jawaban dan Skor

Keluhan pada bulan

Tidak sama

<1

>5 sampai

terakhir

sekali

sampai

<15 kali

Apakah anda merasa

15 kali

>15 kali

Hampir
selalu

5 kali
buli-buli tidak
kosong setelah BAK
Berapa kali anda

1x

2x

3x

4x

5x

diwaktu malam
Andaikata hal yang

Sangat

Cukup

Biasa saja

Agak tidak

Tidak

Sangat

anda alami sekarang

senang

senang

senang

menyenan

tidak

gkan

menyenan

hendak BAK lagi


dalam waktu 2 jam
setelah BAK
Berapa kali terjadi
air kencing berhenti
sewaktu BAK
Berapa kali anda
tidak dapat menahan
keinginan BAK
Berapa kali arus air
seni lemah sekali
sewaktu BAK
Berapa kali terjadi
anda mengalami
kesulitan memulai
BAK (harus
mengejan)
Berapa kali anda
bangun untuk BAK

berlangsung seumur
hidup, bagaimana

gkan

perasaan anda

Gejala dan tanda pada pasien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya gagal
ginjal, dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi,
foetor uremik, perikarditis, ujung kuku yang pucat, tanda-tanda penurunan mental

serta nuropati perifer. Bila sudah terjadi hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba
dan ada nyeri di CVA. Buli-buli yang distensi dapat dideteksi dengan papasi dan
perkusi. Pemeriksaan penis dan uretra pentin untuk etiologi dan menyingkirkan
diagnosis banding seperti striktur, karsinoma, stenosis meatus, dan fimosis.
Pada perabaan colok dubur harus diperhatikan konsistensi prostat, pada BPH
konsistensi kenyal, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas
teraba. Kalau batas atas masih dapat teraba secara empiris besar jaringan prostat
kurang 60 g.
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin diukur dengan cara mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Sisa urin juga dapat diukur dengan melakukan USG bulibuli setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 ml biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada hiperplasia prostat.
Derajat berat obtruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada
waktu miksi melalui alat uroflowmetri. Kecepatan aliran urin dipengaruh oleh
kekuatan kontraksi detrusor, tekanan intra buli-buli dan tahanan uretra. Karena itu
uroflowmetri tidak dapat membedakan kelainan karena obstruksi dengan kelainan
karena kontraksi detrusor yang melemah..

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
lekosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi
lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun
BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin
darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau ebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml tidak
perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate Specific
Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila
PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikin pula bila nilai
PSA >10 ng/ml.
2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi


intravena, USG, dan sistoskopi. Tujuan dilakukan pemeriksaan pencitraan ini
adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli
dan volume residu urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun tidak dengan BPH. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu
pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastatik keganasan prostat serta osteoporosis akibat
kegagalan ginjal. Dari pielografii intravena dapat dilhat adanya supresi komplit
dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran
ureter berbelok-belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu
urin, atau filling defect di vesika.
Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,
mendeteksi residu urin, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.
Diagnosis Banding
Kelemahan otot detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandug kemih
nerogenik) misalnya pada lesi medula spinalis, neuropati diabetes, bedah radikal yang
mengorbankan persarafan di daerah pelvis, dan penggunaan obat-obatan (penenang,
penghambat reseptor ganglion dan parasimpatolitik). Kekakuan leher buli-buli dapat
disebabkan oleh pembesaran prostat (jinak atau ganas), tumor di leher buli-buli, batu
uretra dan striktur uretra
Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendaatkan terapi apapun atau hanya nasehat dankonsultasi saja. Namun diantara
mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik
yang lain karena keluhannya makin parah.
Tujuan terapi adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi ifravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal
jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin setelah miksi, (6)
mencegah progresifitas penyakit.
1. Watchfull waiting
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1)
jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi
10

makanan atau minuman yang dapat mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi
penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedas dan asin, (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, selain itu juga dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertamba jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obatobatan penghambat adrenergik alfa, dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/ dihirotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5 reduktase.
a. Penghambat adrenergik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin,
atau yang lebih selektif 1 tamsulosin. Dosis dimulai 1 mg/ hari sedangkan dosis
tamsulosin 0,2-0,4 mg/ hari. Penggunaan antagonis 1 adrenergik karena secara
selektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di
trigonum, leher vesika, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di
daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran urin dan gejala-gejala berkurang. Efek samping yang
mungkin timbul adalah pusing-pusing, capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah.
b. Penghambat 5 reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/ hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pementukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan
penghambat dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Efek
samping obat adalah libido menurun, ginekomastia, dan dapat menurunkan nilai
PSA (masking effect).
c. Fitoterapi
Yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum
africanum, Saw palmetto, Serenoa repeus. Efek diharapkan terjadi setelah
pemberian 1-2 bulan.
11

3. Terapi bedah
Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang dapat
dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate (TURP), Transurethral
Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan prostatektomi dengan
laser.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala
sedang sampai berat, volume prostat <90 g dan pasien cukup sehat untuk menjalani
operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia,
atau retensi karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah
striktur uretra, ejakulasi retrogarad, atau impotensi.
Bila volume prostat tidak teralu besar atau ditemukan kontraktur leher vesika
atau prostat fibrotik dapat dilakukan TUIP. Indikasi TUIP adalah keluhan sedang atau
berat, dengan volume prostat normal/ kecil. Komplikasinya ejakulasi retrograd.
4. Terapi invasif minimal

Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Dilatasi Balon Transuretral (TUBD)

High-intensity Focused Ultrasound

Ablasi Jarum Transuretra (TUNA)

Stent Prostat

Komplikasi

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin. Karena


produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
12

menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul


hidroureter, hidrnefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat
jika terjadi infeksi.

Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.

Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B, Dasar-dasar Urologi, Edisi kedua, Jakarta : 2000 hal 69-85

13

2. De Jong W, Sjamsuhidajat R, Buka Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta EGC,
1997 hal 1059-64
3. Mansjoer A, Kapita Selekta Kedokeran, Edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius,
2000 hal 329-34
4. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz Principles of surgery. 8 th
Edition. Sngapore : The McGraw-hill Companies.Inc.2005
5. Ramon p,Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran ; 2002 ;203-207
6. Sabiston, David Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih Bahasa : Petrus. Timan. EGC.
1994.
7. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai