Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Partikel debu selalu terdapat dalam udara yang dihisap pada pernafasan,
akan tetapi tidak sering dapat menimbulkan penyakit paru, oleh karena tubuh
mempunyai daya protektif, yaitu rambut hidung dapat menahan kira-kira 50%
debu, rambut getar dan selaput lendir bronchus, transudasi melalui dinding
alveolus, fagositosis sel makrofag ke kelenjar limfe.
Bila udara mengandung partikel debu terlalu banyak, maka debu itu
mencapai paru-paru dalam jumlah yang banyak sehingga menimbulkan kerusakan
yang bermakna yang sering disebut Pneumoconiosis. Hal ini biasanya dijumpai
pada orang-orang yang bekerja pada tempat tertentu, sehingga penyakit termasuk
dalam penyakit pekerjaan (occupational disease). Ada berbagai pneumoconiosis
bergantung pada jenis debu yang dihisap salah satunya asbesitosis, karena debu
yang mengandung asbes.
Hingga kini belum diketahui dengan tepat bagaimana partikel debu itu
menimbulkan perubahan/ kerusakan pada paru-paru, yang diketahui efek debu itu
pada paru-paru ialah mengadakan penetrasi pada histosit, menimbulkan dislokasi
sitoplasma histiosit, menyebabkan degenasi dan kematian histiosit tersebut.
Kematian histiosist itu dapat diikuti dengan keluarnya zat yang bersifat sitotoksik,
atau dapat pula menimbulkan reaksi imun. Mungkin inilah dasar terjadinya
perubahan jaringan paru-paru. Perubahan paru-paru dapat bersifat proliferatif dan
fibrosis.
Asbes banyak sekali dipergunakan dalam sehari-hari, mulai dari bahan
pembuat kabel listrik, cat, ban kendaraan bermotor serta bantalan remnya sampai
pada atap rumah. Dilaporkan bahwa abses telah dipergunakan untuk pembuatan
lebih dari 1000 macam bahan yang dipakai manusia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami tentang asbestosis serta untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Paru, Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat
menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang
luas. Asbestosis terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang
berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru,
menyebabkan
parut.
Menghirup
asbes
jugs
dapat
menyebabkan
penebalan pleura atau selaput yang melapisi paru-paru.
2.2 Etiologi
Penyebab asbesitosis adalah serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk
dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk
mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat
dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan. Pada proses ini, makrofag
menghasilkan unsur yang diharapkan dapat menghjancurkan benda asing, tetapi
hal itu dapat juga merugikan alveoli dan secepatnya dapat meninggalkan parut.
Asbestosis sering terjadi pada pekerja di bidang pertambangan,
penggilingan, industri. Pemaparan terhadap keluarga juga dapat terjadi, apabila
serat asbes tersebut terbawa ke rumah melalui baju kerja yang tidak diganti.
Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan
mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya
pemaparan dan jumlah serat yang terhirup. Pemaparan asbes bisa ditemukan di
industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya.
Pemaparan pada keluarga pekerja asbes jugs bisa terjadi dari partikel yang
terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja. Penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh asbes diantaranya:
1. Plak pleura (kalsifikasi)
2. Mesotelioma maligns
3. Efusi pleura

2.3 Patofisiologi
Akumulasi serat secara inhalasi dalam jangka waktu tertentu, jenis, dan
ketahanan, serta dimensi serat mempengaruhi karsinogenitas dan fibrogenisitas.
Timbulnya asbestosis bervariasi dengan kadar kumulatif dari serat yang dihirup,
semakin besar kadar akumulasi, semakin tinggi timbulnya asbestosis. Mekanisme
kerusakan paru dan fibrosis progresif mungkin meliputi:
1. Terlepasnya enzim atau radikal bebas toksik oleh makrofag neutrofil yang
ditarik ketempat deposisi asbestos.
2. Terlepasnya sitokin fibrogenik dan faktor pertumbuhan oleh makrofag
alveolar sesudah fagositosis serabut.
3. Stimulasi pembentukan kolagen fibroblas oleh asbestos.
Semua jenis serat asbes adalah fibrogenic pada paru-paru. Amphiboles,
terutama sekali serat crocidolite, dengan jelas dan nyata lebih karsinogenik pada
pleura. Serabut dengan garis tengah lebih kecil 3 mikrometer merupakan
fibrogenik sebab dapat menembus selaput set.
Adanya inflamasi akan merangsang makrofag di alveolus. Asbes akan
mengaktivasi makrofag untuk menghasilkan berbagai faktor pertumbuhan,
mencakup fibronectin, dan platelet, yang sating berhubungan untuk
mempengaruhi pertumbuhan fibroblas. Oksigen bebas seperti superoxide anion,
peroksida hidrogen, hydroxy dilepaskan oleh makrofag merusakkan protein dan
lipid yang mendukung proses inflamasi. Suatu penggerak plasminogen, yang jugs
dilepaskan oleh makrofag, menimbulkan kerusakan interstitium paru-paru lebih
lanjut dengan penurunan matriks glikoprotein.
Asbestosis adalah penyakit non malignant yang secara perlahan-lahan
menjadi progresif, dimana dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan fungsi
pada paru yang bila tidak ditangani dengan baik dapat berpotensi fatal.
Mesotelioma merupakan komplikasi dari asbestosis yang berakibat fatal dan sulit
disembuhkan. Penyebab kematian seringkali adalah infeksi paru yang hebat,
korpulmonale atau kanker.
Lamanya paparan dan banyaknya asbes yang dihirup mempengaruhi
keparahan penyakit. Orang-orang dengan asbestosis yang merokok, terutama
sekali mereka yang merokok lebih dari satu bungkus per hari, resiko meningkat

pengembangan kanker paru-paru dan harus betul-betul dinasehatkan untuk


berhenti atau meninggalkan merokok.
2.4 Gejala Klinis
Gejala yang pertama asbestosis pada umumnya nafas pendek ketika
mengikuti latihan atau melakukan aktifitas fisik lainnya. Tahap awal penyakit
ditandai oleh batuk kering. Kemajuan penyakit dan peningkatan kerusakan paru,
nafas pendek terjadi bahkan ketika pasien pada posisi istirahat. Berulangnya
infeksi pernafasan ditandai dengan batuk darah. Gejala lain dari asbestosis
meliputi sakit dada, suara parau, dan susah tidur. Kesulitan lain yang berpotensial
meliputi jantung, kolaps paru dan pleuritis. Pada perokok berat dengan bronkitis
kronik dan asbestosis akan menderita batu-batuk dan sesak. Kepekaan individu
mungkin berbeda terhadap asbestosis berdasarkan pada pemeriksaan yang
berhubungan dengan pernafasan dan faktor lain yang tak dikenal. Orang-orang
yang merokok mempunyai resiko yang meningkat terhadap perkembangan
asbestosis yang mungkin berkaitan dengan pemeriksaan serat asbes di mukosiliar.
2.5 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Terdengar suara ronki kering


Takipneu
Sianosis
Clubbing finger
Pergerakan dada melemah
Pada stadium lanjut dapat ditemukan corpulmonal dan gagal jantung.

Penyaringan terhadap para pekerja yang beresiko dapat mengungkapkan


inflamasi pada paru-paru dan karakteristyik lesi dari asbestosis. Rekam medik
pasien dapat mengidentifikasi pekerjaan, kegemaran, atau hal lain yang mungkin
dapat merupakan faktor yang melibatkan terpaparnya serat asbes.
Clubbing finger terjadi pada 32-42% dari semua kasus. Hal ini tidak
berhubungan dengan berat tidaknya penyakit. Berkurangnya pergerakan rongga
dada pada penyakit yang telah lanjut berhubungan dengan kerusakan ventilasi
yang akan bersifat membatasi dan mengurangi kapasitas vital. Pada penyakit
lanjut, pasien dapat menunjukkan tanda yang berhubungan dengan corpulmonal:
sianosis, distensi venajugular, hepatojugular refluks dan edema pada daerah kaki.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Hasil diagnosis didasarkan pada 3 tahap:
a. Riwayat ekspose asbes dalam periode laten yang sesuai antara ekspose dan
pendeteksian penyakit
b. Perubahan karakteristik dari fibrosis paru-paru pada pemeriksaan radiografi
c. Ketidakhadiran dari penyakit fibrotik lain yang menyerupai asbestosis
1. Tes fungsi paru-paru

Pengurangan kapasitas secara diffus dapat mendahului perubahan volume


paru-paru, tetapi penemuan dari suatu pengukuran kapasitas tidaklah
spesifik. Di samping pengurangan kapasistas secara diffus, kelainan

fisiologi yang paling awal adalah exertional hypoxemia.


Total kapasitas paru-paru dikurangi asbestosis dan bersifat membatasi.

Penggunaan spirometri, dittemukan berkurangnya kapasitas tanpa mengurangi


perbandingan dari volume ekspirasi dalam 1 detik dengan kapasitas vital.
2. Radiografi
Gambar rontgen thoraks (PA dan Lateral) adalah dasar dalam menentukan
diagnostik. Pada rontgen thoraks didapatkan, retikulo nodular infiltrat yang
diffuse yang diamati sebagian besar dibasis paru-paru, infiltrat paru-paru yang
diffuse membuat gambaran yang kabur antara batas jantung. Dapat juga
ditemukan inflamasi pada pleura, pembesaran kelenjar hylus, gambaran nodulnodul sudut costoprenicus yang tumpul. Kalsifikasi pleural diafragmatik
merupakan suatu indikator expose asbes yang dapat dipercaya tetapi bukanlah
suatu unsur yang diperlukan untuk hasil diagnosa asbetosis, lokasi lain pada
parietal pleura melalui intercostae 9.
Pada awal penyakit gambaran radiologis pada awal berupa bayangan garisgaris halus khususnya di paru bagian bawah, dapat terlihat peningkatan di bagian
interstisial (banyak garis-garis) dan adanya gambaran seperti sarang lebah yang
menandai penyakit yang telah lanjut.
CT-Scan, bermanfaat penggambaran pleura atau kelainan pleura ( efusi,
plaque, mesotelioma maligna, atelektasis) dan pada penggambaran parenkimal
yang padat adalah sugestif karsinoma bronkogenik

HRCT (High Resolution Computed Tomography) scan mendefinisikan


infiltrat interstitial dan mungkin sangat menolong dalam mendiagnosis asbestosis
tahap awal. Penemuan yang khas asbestosis pada HRCT meliputi:
1. Sub pleura tak tembus cahaya linier sampai pleura
2. Fibrosis basis paru-paru dan peribronkiolar,intralobular, dan septal
intralobular
3. Adanya gambaran yang menyerupai sarang lebah (honey comb)
3. Oximetry
Evaluasi oxygenasi adalah penting sebab hypoxemia yang belum dikoreksi

akan menyebabkan hipertensi yang berkenaan dengan paru-paru dan dapat


mendorong ke arah kor pulmonal.
Dokter dapat menggunakan tes yang noninvasif test pada denyut nadi

oximetry sebagai skrening tes, terutama oximetry dilakukan pada saat


istirahat dan selama latihan (misalnya 6-menit tes berjalan)
Memperoleh informasi akurat dari pengukuran seperti gas darah arteri

yang dapat menunjukkan desaturation selama latihan.


4. Spirometri
Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kapasitas vital dan
kapasitas paru total, volume residu biasanya normal atau sedikit menurun serta
penurunan kapasitas difusi. Dalam mendeteksi kelainan ini secara dini maka kita
harus mengamati adanya penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi.

2.7 Terapi
Tujuan perawatan adalah unbtuk membantu pasien dapat bernapas dengan
mudah, mencegah infeksi dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
1. Latihan reguler, tujuannya untuk menjaga dan meningkatkan kapasitas
paru-paru. Walaupun istrirahat mungkin direkomendasikan, pasien
didukung untuk memulai aktivitas reguler.
2. Ultrasonic cool-mist, digunakan sebagai pelembab udara yg bertujuan
untuk menghilangkan sekresi lendir bronkiral.
3. Antibiotik untuk pertahanandari serangan infeksi.

4. Aspirin
atau
acetaminophen
(Tylenol)
untuk
membebaskan
ketidaknyamanan dan brochodilator oral atau inhalasi dan melebarkan
saluran napas.
2.8 Prognosis
Asbetosis adalah penyakit non malignant yang secara perlahan-lahan
menjadi progresif, dimana dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan fungsi
paru yang bila tidak ditangani denagn baik berpotensi fatal. Lamanya paparan dan
banyaknya asbes yang terhirup mempengaruhi keparahan penyakit.
Mesotelioma merupakan komplikasi dari asbetosis yang berakibat fatal
dan sulit disembuhkan. Penyebab kematian paling sering adalah infeksi paru yang
hebat, kor pulmonal atau kanker.

2.9 Tahap Pencegahan Penyakit


1. Health Promotion
a. Pendidikan kesehatan kepada pekerja
b. Peningkatan dan perbaikan gizi pekerja
c. Perkembangan kejiwaan pekerja yang sehat
d. Penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang sehat
e. Pemeriksaan sebelum bekerja
2. Specific Protection
a. Penggunaan masker bagi pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi
pemaparan.
b. Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu
asbes di lingkungan kerja.
c. Pengendalian penggunaan asbes di tempat kerja ini adalah metoda yang
paling efektif untuk mencegah asbestosis.
d. Ventilasi udara yang cukup di ruang kerja
e. Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para
pekerja yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti
merokok.

f. Guna menghindari sumber penyakit yang akan tersebar pada pihak


keluarga, disarankan setiap pekerja untuk mencuci pakaian kerjanya di
pabrik, dan menggantinya dengan pakaian bersih untuk kembali ke
rumah. Sehingga semua pakaian kerja tidak ada yang dibawa pulang,
dan pekerja membersihkan diri atau mandi sebelum kembali ke rumah
masing-masing.
3. Early Diagnostic
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
a. terdengar suara ronki kering
b. diikuti dengan keluhan takipnue, dan sianosis
c. dapat terlihat adanya jari tabuh.
d. Pergerakan dada menjadi berkurang
e. pada stadium lanjut dapat ditemukan kor pulmonal dan mungkin gagal
jantung.
Penyaringan terhadap para pekerja yang beresiko dapat mengungkapkan
inflamasi pada paru-paru dan karakteristik lesi dari asbestosis. Rekam medis
pasien dapat mengidentifi-kasi pekerjaan, kegemaran, atau hal lain yang mungkin
dapat merupakan faktor yang melibatkan ekspose serabut asbes.
Sinar X dapat menunjukkan gambaran bayang-bayang atau bintik-bintik
pada bagian atas paru-paru atau suatu garis besar yang menyerupai bulu-bulu
kasar atau bayangan jantung yang tak jelas, yang memungkinkan terjadinya
asbestosis.
Hasil diagnose didasarkan pada yang berikut:
a. Riwayat ekspose asbes dalam periode laten yang sesuai antara ekspose
dan pendeteksian penyakit
b. Perubahan karakteristik dari fibrosis paru-paru pada pemeriksaan
radiografi
c. Ketidakhadiran dari penyakit fibrotik lain yang menyerupai asbestosis
d. Dyspnea
e. Basilar inspiratory bilateral terdapat suara yang kasar

10

f. Restriktif dari fungsi paru-paru yang berhubungan dengan pertukaran


gas lemah.
4. Limitation
Pengobatan suprotif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang
lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase
Tujuan perawatan adalah untuk membantu pasien dapat bernapas dengan
mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau Acetominophen
(Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators oral atau
inhalasi dan melabarkan saluran napas. Pada sebagian orang yang mungkin
memerlukan oksigen sebagai tambahan.
Dapat diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Pengobatan
suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir/dahak dari
paru-paru melalui prosedur postural drainase. Kadang-kadang dilakukan
pencangkokan paru-paru. Mesotelioma berakibat fatal, kemoterapi tidak banyak
bermanfaat dan pengangkutan tumor tidak menyembuhkan kanker.

11

BAB III
KESIMPULAN

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi


akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan
parut yang luas yang disebabkan serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk
dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Asbestosis adalah penyakit non
malignant yang secara perlahan-lahan menjadi progresif, dimana dapat
menyebabkan kerusakan dan penurunan fungsi pada paru yang bila tidak
ditangani dengan baik dapat berpotensi fatal. Orang-orang dengan asbestosis
yang merokok, terutama sekali mereka yang merokok lebih dari satu bungkus
per hari, resiko meningkat pengembangan kanker paru-paru. Asbestosis dapat
dicegah dengan 5 tahap pencegahan yaitu health promotion, spesicific
protection, early diagnostic, limitation, dan rehabilitation. Peran keluarga
dalam pencegahan penyakit asbestosis sangat penting terutama pada hygiene
personal dan kesadaran kebiasaan merokok.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. PT.EIex Media Komputindo, Jakarta


2. Price, SA. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
EGC. Jakarta
3. Robbins SL. 2010. Dasar Patologi Penyakit. EGC. Jakarta
4. Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai