Isi DM
Isi DM
LAPORAN KASUS
DIABETES MELITUS
I.
II.
IDENTITAS
Identitas
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
: Ny. M
: 60 Tahun
: Perempuan
: Langkap Lancar 2/2
: 15 Agustus 2014
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
B. Riwayat Penyakit sekarang
merasa sering nyeri kepala dibagian belakang, dan sering merasa cepat capek jika
melakukan aktifitas. Pasien mengaku sering BAK 4-5x pada malam hari hal ini
disadari 2 bulan terakhir ini.pasien mengaku sering terasa haus. Nafsu makan makin
bertambah sehari 3-4 kali, tetapi pasien merasa berat badan tidak meningkat. Pasien
sering merasa penglihatannya agak berkurang dan sebelumnya pernah menjalankan
operasi katarak tetapi tetap saja penglihatannya agak terganggu. Pasien diminta untuk
cek glukosa dan didapatkan GDS 225 mg/dL
C. Riwayat Pengobatan
: Pasien belum pernah berobat, sering mengkonsumsi
obat hipertensi yaitu captopril 12,5mg.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
: dahulu tidak memiliki riwayat seperti sekarang ini.
E. Riwayat penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan seperti
pasien. Riwayat hipertensi (+), diabetes mellitus disangkal, alergi (-), sakit jantung (-).
F. Riwayat Psikososial
: pasien seorang petani, pasien tinggal bersama suami.
III.
Kulit
Warna
Turgor
Lesi
: Sawo matang agak keriput, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), ruam (-)
: Baik
: Tidak ada
Kepala-Leher
Kepala
Mata OD
agak rontok.
: Bentuk normal, Konjungtiva hiperemis (-), sclera ikterik (-),
palpebral superior et inferior edema (-), pupil bulat dengan,
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung
OS
(-).
: Bentuk normal, Konjungtiva hiperemis (-), sclera ikterik (-),
palpebral superior et inferior edema (-), pupil bulat dengan,
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung
Telinga
(-).
: Bentuk normal, serumen -/-, secret -/-, membranre timpani
Hidung
intak +/+.
: Bentuk normal, deviasi septum nasi -/-, sekret -/-, mukosa
Mulut
hiperemis -/-, perdarahan cavum nasi -/: Bentuk normal, bibir sianosis (-), bibir agak kering, lidah
tidak kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring
Pertumbuhan gigi
Leher
Thorax
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran
Palpasi
Perkusi
Batas paru-hepar
: Inspirasi ICS V, Ekspirasi ICS V
Batas paru-jantung
:
Kanan
: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri
: ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Cor
: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo
:
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk
Umbilicus
Permukaan Kulit
: Datar, simetris
: Masuk merata
: Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-),
ikterik (-).
Distensi (-), Ascites (-)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-) disemua region abdomen
Murphy sign (-), defence muscular (-), ballotemen (-), undulasi (-)
Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba
Ekstremitas
Ekstremitas atas
3
1. Kanan
IV.
V.
VI.
Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan GDS = 225 mg/dL
Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus Tipe 2
Penatalaksanaan
Captopril 12,5 mg 2x1/2 selama 5 hari
Metformin 3 x 1 selama 5 hari
Vit c 2x 1 selama 5 hari
Non medikamentosa:
1. Pengurangan asupan garam
2. Kurangi makan makanan yang mengandung gula yang tinggi
3. Rutin olahraga miniman 3x seminggu
BAB II
Tinjauan Pustaka
Diabetes melitus tipe 2
DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
2. Epidemiologi
Terdapat 347 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes . Yang tersebar di
seluruh negara di belahan dunia. Pada tahun 2004, sebanyak 3,4 juta orang
diperkirakan meninggal karena kadar gula darah yang tinggi. Lebih dari 80%
kematian diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
WHO memperkirakanbahwa diabetes akan menjadi penyebab ketujuh utama kematian
pada 2030. Bayangkan bila anda menjadi slah satu korban kematian akibat diabetes
dimasa
yang
akan
datang.
badan normal
3. Faktor risiko
1. Genetik ( riwayat keluarga), diabetes memiliki kaitan yang sangat erat
dengan faktor keturunan. Jika orangtua anda terkena dibetes maka anda akan
enam kali lebih beresiko dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
keturunan diabetes.
2. Umur, diabetes tipe 1 kebanyakan penderitanya anak anak sedangkan diabetes
tipe 2 diderita oleh orang dewasa.
3. Gaya Hidup, kebiasaan sehari hari atau aktifita sehari hari berpengaruh
terhadap kejadian dibetes kurangnya kesadaran berolahraga dan sering tidur
malam dapat meningkatkan resiko terkena diabetes.
4. Pola Makan, konsumsi karbohidrat yang berlebihan
hormone semakin
berat.
Konsumsi
karbohidrat
yang
membuat
kerja
berlebihan
akan
akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita DM
tipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia,
hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan
ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila
tidak mendapatkan terapi insulin.
b) Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada orang
dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal, keadaan ini disebut resietensi insulin.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.
Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans secara autoimun
sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin
pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.
Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin,
merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian
besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan
kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar
dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu
defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel terhadap
glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan kedua
kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang
mengurangi hiperglikemia tersebut (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
c) Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional adalah keadaaan diabetes yang timbul selama
masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara. Keadaan ini terjadi
karena pembentukan hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin
(Tandra, 2008)
5. Patofisiologi DM tipe 2
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu:
8
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel beta pancreas
Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin
dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja
optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan
resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin dalam
kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah
,sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan
euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa
darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia; disamping
itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah.
Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif
(walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel
pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa
Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.
Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pancreas yang
menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada
keadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus
berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak
pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat,
sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.
.
6. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus Tipe II
Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan
frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah,
kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada
penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30
tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.
Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat
kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak disiram,
maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula (Smeltzer & Bare,
2002).
7. Diagnosis diabetes mellitus
9
mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah
dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel
terhadap stimulus glukosa.
2. Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah
dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2005).
b. Terapi farmakologi
1. Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam merespon
glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun
dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam
amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian
metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke
dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:
1. Insulin kerja singkat
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah
setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.
2. Insulin kerja panjang (long-acting)
Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan
jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda
yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau
mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.
3. Insulin kerja sedang (medium-acting)
Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan
mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh:
Mixtard 30 HM (Tjay dan Rahardja, 2002). Secara keseluruhan sebanyak 20-25%
pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar
glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar
11
daripada
asetoheksamid
sendiri.
Selain
itu
itu
1-
hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kirakira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di
dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah
terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat
beberapa hari setelah pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995).
Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya
dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam
setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).
12
ini
yang
tersedia
adalah
metformin,
metformin
13
14
resistensi
Penatalakasanaan
yang
sekeliling
giat
dari
vaskular
hipertensi
melalui
(<130/80
hipertropi
mmHg)
vaskular.
mengurangi
nefropati,
retinopati,
gangguan
serebrovaskular,
obesitas,
farmakologi
dilakukan
secara
individual
dengan
15
dalam efferent arteriol dari ginjal selain itu ARB juga meningkatkan sensifitas
insulin (Gray, dkk., 2006).
ARB digunakan untuk mengurangi progresi pada diabetik nefropati,
diabetes mellitus tipe 2 dengan protenuria dan kejadian penyakit ginjal.
ARBmerupakan
antihipertensi
yang
menunjukkan
bukti
pengurangan
kerusakan ginjal pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan nefropati (Saseen
dan Carter, 2005).
Contoh obat-obat golongan ini yaitu Valsartan, Losartan, Irbesartan, Telmisartan,
Olmesartan (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2006).
3. Diuretics
Diuretik hemat kalium bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus
kolingentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan
sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif. Contoh diuretik hemat
kalium adalah spironolakton. Diuretik ini menyebabkan diuresis tanpa
menyebabkan kehilangan kalium dalam urin (Anonim, 2009).
4. Beta Bocker (-blocker)
Beta Blocker ditujukan untuk resiko kardiovaskular pada pasien diabetes,
dan bahan ini digunakan ketika dibutuhkan. Beta Blocker telah ditunjukan
paling tidak pada satu studi menjadi sama efektif dengan ACE Inhibitor dalam
hal perlindungan terhadap morbiditas dan mortalitas pasien diabetes (Saseen
dan Carter, 2005).
Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol adalah penyekat beta yang
kardioselektif, jadi lebih aman daripada penyekat beta yang nonselektif pada
penyakit arteri perifer dan diabetes yang karena alasan khusus harus diberi
penyekat beta. Tetapi kardioselektif adalah fenomena yang tergantung dosis.
Pada dosis yang lebih tinggi, penyekat beta yang kardioselektif kehilagan
selektifitas relatifnya untuk reseptor beta-1 dan akan memblok reseptor beta-2
seefektif memblok reseptor beta-1 (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2006).
5. CCB (Calcium Chanel Blocker)
CCB direkomendasikan sebagai pilihan untuk merawat hipertensi pada
pasien diabetes. CCB tidak mempengaruhi sensivitas insulin atau metabolisme
glukosa dan nampak menjadi obat antihipertensif yang ideal untuk pasien
diabetes dan hipertensi. Bagaimanapun bukti menunjukkan penurunan
kardiovaskular dengan CCB pada pasien diabetes tidak meyakinkan
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Hawkins M, Rossetti L. Insulin Resistance and Its Role in the Pathogenesis of Type 2
Diabetes. In : Kahn CR, King GL, Moses AC, Weir GC, Jacobson AM, Smith RJ
(Eds) Joslins Diabetes Mellitus. Lippincott Williams & Wilkin. Philadelphia. Pg 425448, 2005
2. Leahy JL. -cell Dysfunction in Type 2 Diabetes In : Kahn CR, King GL, Moses AC,
Weir GC, Jacobson AM, Smith RJ (Eds) Joslins Diabetes Mellitus. Lippincott
Williams & Wilkin. Philadelphia. Pg 449-462, 2005
3. Anonim. (2008). Hipertensi. http://www.rsbk-batam.com.co.id. Diakses 1 Juli 2012.
4. Anonim. (2009). Diuretik. http://pharmafeme.blogspot.com. Diakses 8 Juli 2012.
5. Anonim. (2011). Defenisi dan Pengobatan Antibiotik. http://polobye.blogspot.com.
Diakses 7 Juli 2012.
6. Anonim.
(2012).
Pelayanan
Farmasi
Umum
Rumah
Sakit.
18
8. Cipolle, J.R., Strand, L., dan Morley, C.P. (2004). Pharmaceutical Care Practice the
Clinicians Guide. Edisi ke 2. New York-Toronto: McGraw-Hill. Hal. 178-179.
9. Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 37- 49.
10. Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 25-43.
11. Elmiati, L. (2007). Drug Related Problem Pada Pasien Rawat Inap Diabetes Dengan
Komplikasi Hipertensi Rumah Sakit Umum Kabupaten Karanganyar. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
12. Handoko, T., dan Suharto, B. (1995). Insulin, Glukagon dan Antidiabetik Oral,
Dalam: Farmakologi dan Terapi. Editor: Sulistia G. Ganiswara, Setabudy Rianto,
Frans D. Suyatna, Purwantyastuti, dan Nafrialdi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. Hal.
476-479.
13. Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 2. Edisi 8. Jakarta:
Salemba Medika. Hal. 674.
14. Novitasari, D., Sunarti, dan Arta, F. (2011). Emping Garut (Maranta arundinacea
Linn) Sebagai Makanan Ringan dan Kadar Glukosa Darah Angiostensin II Plasma
Serta Tekanan Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2). Media
Medika Indonesia. 45(1): 53-57.
15. Olivier, P., Bertrand, L., Tubery, M., Laugue, D., Mostratuc, J., dan Mestre, M.
(2009). Hospitalizations Because of Adverse Drug Reaction in Ederly Patients
Admitted Trough The Emergency Department: A Prospective Survey. Drugs and
Aging. 26(6): 475-482.
16. Rahayu, M. (2011). Pengaruh Pemberian Folat Dosis Bertingkat Terhadap Kadar Hcy
dan Profil Lipid Pada Tikus Sprague Dawley. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponogoro.
17. Sassen, J.J., dan Carter, B.L. (2005). Hypertension. Pharmacotherapy: A
Phatophysiologic Approach. Editor: Joseph Dipiro, Robert Talbert, Gary Yee, Gary
Matzke, Barbara Wells, dan Michael Posey. Edisi 8. New York: Appleton and Lange.
Hal: 186-217.
18. Soegondo, S. (2010). Farmakoterapi dan Pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus
Tipe 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi,
19
Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, dan Siti Setiati. Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing. Hal. 1884-1886.
20