Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional

diarahkan

kemampuan

untuk

guna
hidup

tercapainya
sehat

bagi

kesadaran,
setiap

kemauan,

penduduk

dan

agar

dapat

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Keberhasilan pembangunan


kependudukan

adalah

menjadi

prasyarat

tercapainya

tujuan

MDGs.

Program KB menjadi faktor penentu keberhasilan sasaran pembangunan


yang saling terkait dengan kuantitas dan kualitas penduduk.
Keluarga

Berencana

adalah

upaya

peningkatan

kepedulian

dan

peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan


kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga, untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
Program Keluarga Berencana bertujuan untuk memenuhi permintaan
pelayanan

KB

dan

Kesehatan

Reproduksi

yang

berkualitas

serta

mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya meningkatkan kualitas


penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil berkualitas.
Kebijakan

formal

tentang

peningkatan

peranserta

pria

tentang

keluarga berencana dan kesehatan reproduksi secara jelas baru terlihat


semenjak dicanangkannya era baru program KB nasional tahun 2000.
Kebijakan

program

peningkatan

peranserta

pria

masih

relatif

baru,

sehingga penerapan di lapangan masih belum merata. Ada wilayah yang


sudah menerapkan kebijakan tersebut, ada yang baru disosialisasikan, ada
yang sama sekali belum disentuh. Salah satu sasaran dari sekian banyak
sasaran yang akan dicapai oleh program KB dalam jangka panjang demi

tercapainya

Keluarga

Berkualitas

2015,

adalah

upaya

mencapai

peningkatan kesertaan pria dalam ber-KB.


Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun
2007 tingkat pemakaian alat kontrasepsi di Indonesia mencapai 61,4
persen. Tingkat kelahiran nasional pada tahun 2007 mencapai 2,6 juta
anak, masih jauh dari target pemerintah untuk menurunkan menjadi 2,1
juta anak pada tahun 2009. Menurut Direktur Peningkatan Partisipasi Pria
BKKBN Muhammad Tri Tjahjadi, dari total jumlah akseptor KB di Indonesia,
sekitar 97 persen adalah perempuan. Sedangkan partisipasi pria baru 2,1
persen dan kebanyakan memakai kondom. Persentase tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan negara lain, seperti Iran (12 persen), Tunisia
(16 persen), Malaysia (9- 11 persen), bahkan di Amerika Serikat mencapai
32 persen (http://www.kompas.com).
Sedangkan untuk wilayah Surakarta itu sendiri partisipasi pria dalam
program keluarga berencana sepanjang tahun 2008 tercatat 476 akseptor,
atau hanya 3,9% dari total akseptor KB di Kota Surakarta yang jumlahnya
berkisar 12.190 akseptor. Harian Republika edisi 13 Desember 2008 juga
menyebutkan

bahwa Jumlah akseptor pria

untuk program keluarga

berencana (KB) di Kota Surakarta sampai akhir tahun 2008 ini baru
mencapai 374 peserta atau 84,61 persen dari target 434 peserta. Untuk
mengantisipasi meledaknya angka kelahiran yang tidak terkendali di kota
ini maka kepesertaan dalam program Keluarga Berencana (KB) dari
penduduk tidak hanya dimintakan kepada kaum wanita, tapi keterlibatan
kaum pria juga dinilai sangat penting, kata Kasubdin Keluarga Berencana
pada Dinas Kesejahteraan Rakyat Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga

Berencana (DKRPP & KB) Kota Solo, Siti Anggrahini kepada wartawan di
Kota Solo, "Sejauh ini kepesertaan baru pria di kota Solo untuk ber KB
belum bisa maksimal," kata beliau (http://www.wikipedia.com).
Wilayah

dengan

tingkat

dihadapkan pada

kepadatan

berbagai

penduduk

masalah

tinggi

lingkungan,

umumnya
perumahan,

kesehatan dan masalah sosial lainnya. Pada tahun 2006, kepadatan


penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi.
Angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2005 yang tercatat sebesar
1.011 jiwa setiap kilometer persegi. Daerah dengan tingkat kepadatan
penduduk tertinggi adalah Kota Surakarta dengan kepadatan 11.649 jiwa
setiap kilometernya.
B.

Perumusan Maslah
Berdasarkan pemaparan latar belakang permasalahan tersebut,

maka dalam penelit

ian ini dirumuskan judul, Gambaran Partisipasi Pria

dalam program Kb di Kota Surakarta

C.

Tujuan
1. Tujuan Umum
- Mendeskripsikan implementasi program Keluarga Berencana

terhadap

pria
dengan metode Kontrasepsi Mantap (KONTAP) di Kota Surakarta.
2. Tujuan Khusus
- Mengetahui pengetahuan tentang KB pada pria/ suami
- Mengetahui sikap pria/suami tentang KB

- Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat


peranserta pria
dalam program KB di Kota Surakarta.

D.

Manfaat
1. Memberikan masukan dalam meningkatkan kinerja Petugas

Lapangan Keluarga

Berencana (PLKB) di Kota Surakarta.

2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca untuk


mengetahui tingkat

perkembangan peranserta pria dalam program

Keluarga Berencana dengan KONTAP

Pria di Kota Surakarta.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Partisipasi Pria

1. Pengertian
Partisipasi pria adalah tanggung jawab pria dalam keterlibatan dan
kesertaan berKB dan Kesehatan Reproduksi, serta prilaku seksual yang sehat
dan aman bagi dirinya, pasan

gannya dan keluarganya (BKKBN, 2009).

Bentuk nyata dari partisipasi pria tersebut adalah: sebagai peserta


KB, mendukung

dan

memutuskan

kontrasepsi, sebagai motivator KB


keluarganya (BKKBN, 2009).
2. Kebijakan Operasional

bersama

istri

dalam

penggunaan

merencanakan jumlah anak dalam

Berdasarkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai serta strategi


untuk mencapainya maka

ditetapkan kebijakan operasional sebagai berikut

(BKKBN, 2004):
a. Peningkatan dukungan baik secara politis, sosial, budaya kepada
keluarga yang lebih

mengutamakan

pendekatan

advokasi, promosi dan Komunikasi Informasi

atau

Edukasi

kegiatan

(KIE)

secara

intensif kepada para pengambil keputusan, tokoh masyarakat (TOMA) /

tokoh

agama (TOGA) dan sasaran antara yang strategis lainnya, termasuk seluruh
anggota
b.

keluarga.
Promosi

dan

konseling

untuk

meningkatkan

pengetahuan

dan

kesadaran para pria melalui peningkatan intensitas dan kualitas kegiatan


promosi dan konseling KB dan kesehatan re

produksi

dengan

penekanan / tema sentral Pria bertanggung jawab.


c.

Promosi

dan

konseling

kesadaran masalah kese

untuk

meningkatkan

pengetahuan

dan

taraan dan keadilan gender.

d. Peningkatan kualitas pelayanan dan aksesbilitas pelayanan kesehatan


bagi pria untuk

meningkatkan kesertaan dan peran serta pria dalam KB

dan kesehatan reproduksi, terutama

dalam pemeliharaan kesehatan dan

kelangsungan hidup ibu dan anak.


3. Program dan Kegiatan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran kinerja program peningkatan
partisipasi pria maka

penyelenggara

provider dengan mempertimbangkan perlin

program

peningkatan

kualitas

dungan bagi klien dan

provider, merumuskan sistem untuk meningkatkan kualitas


pelayanan.
a. Fasilitas pelayanan meliputi:
- Tempat pelayanan di tempat kerja
- Peningkatan sarana dan pra sarana Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)

- Peningkatan jaringan pelayanan rujukan


- Peningkatan peran serta karyawan dan buruh sebagai motivator KB dan
Kesehatan re

produksi

- Peningkatan kualitas kegiatan promosi dan konseling KB dan Kesehatan


Reproduksi

b. Petugas pelayanan meliputi:


- Peningkatan kemampuan dan keterampilan provider dalam melakukan
promosi dan kon

seling pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang

berwawasan gender
- Peningkatan komitmen politis dan operasional kepada pengambil
keputusan
- Pengembangan jaringan komunikasi, promosi dan konseling KB dan
Kesehatan Reprodusi

B.

dengan mempertajam segmentasi sasaran.

Keluarga Berencana

1. Pengertian
Keluarga Berencana menurut UU No. 10 Tahun 1992 adalah upaya
peningkatan

kepedulian

dan

peran

pendewasaan usia perkawinan (PUP), pen

serta

masyarakat

melalui

gaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil,

bahagia, dan

sejahtera (Arum & Sujiyatni. 2009, hal. 28).


Program

Keluarga

dimaksudkan untuk mem

Berencana,

adalah

suatu

program

yang

bantu para pasangan dan perorangan dalam

mencapai tujuan reproduksi mereka; mencegah

kehamilan

diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, ke

yang

tidak

sakitan dan kematian; membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau,


diterima dan mudah

diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan;

meningkatkan mutu nasehat, komunikasi,

informasi,

edukasi,

dan pelayanann; meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab

konseling

pria

dalam

praktek KB, dan meningkatkan pemberian ASI untuk menjarangkan kehamilan


(BKKBN. 2008, hal. 3).

2. Tujuan Program KB
Secara umum tujuan lima tahun ke depan yang ingin dicapai
adalah membangun

kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh

bagi pelaksana program KB Nasional yang

kuat

di

masa

mendatang,

sehingga visi untuk mewujudkan keluarga berkualitas 2010 dapat

tercapai

(Arum & Sujiyatni. 2009, hal. 28).


Sedangkan tujuan program KB secara filosofis menurut Handayani
(2010), adalah:
a. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga
kecil yang bahagia

dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan

pengendalian pertumbuhan penduduk In donesia.


b. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang
bermutu dan

meningkatkan kesejahteraan keluarga.

3. Sasaran Program KB
Sasaran program KB dibagi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak
langsung, tergantung

dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya

adalah Pasangan Usia Subur (PUS)

yang bertujuan untuk menurunkan

tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi

secara

berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan


pengelola

KB,

dengan

tujuan

pendekatan kebijaksanaan kepen

menurunkan

tingkat

kelahiran

melalui

dudukan terpadu dalam rangka mencapai

keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera

(Handayani,

2010,

hlm.

29).

C.

Kontrasepsi
1. Pengertian

Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara sebagai upaya untuk


mencegah
terjadinya kehamilan (BKKBN, 2008).
2. Tujuan Pemakaian Kontrasepsi
Tujuan pemakaian kontrasepsi adalah:
a. Menunda kehamilan
Kelompok kontrasepsi yang rasional adalah kontrasepsi sementara
jangka pendek yaitu
kondom, pil, suntik.
b. Mengatur jarak kehamilan
Jenis kelompoknya adalah kelompok sementara jangka panjang yaitu :
suntik, implant, spi
ral.
c. Mengakhiri kesuburan
Jenis kontrasepsinya adalah kontrasepsi mantap yaitu tubektomi (wanita)
dan vasektomi
(pria).
3. Syarat Metode Kontrasepsi
Secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah:
a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila
digunakan.
b. Berdaya guna dalam arti bila digunakan sesuai aturan akan dapat
mencegah terjadinya
kehamilan.
c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh
lingkungan budaya di
masyarakat.
d. Terjangkau harganya oleh masyarakat.
e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera
kembali kesuburannya kecuali kontrasepsi mantap.

Di Indonesia alat kontrasepsi yang digunakan adalah spiral,


implant, suntik, pil,
tubektomi, sedangkan yang biasa digunakan oleh
para pria adalah kondom dan vasektomi.

D.

Vasektomi

1. Pengertian
Vasektomi adalah cara KB permanen bagi pria yang sudah
memutuskan tidak ingin
mempunyai anak lagi (Meilani, et al.2010, hal.
161).
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria
dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia
sehingga jalur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan
dengan ovum tidak terjadi (Arum & Sujiyatni. 2009, hal.
170).
Vasektomi adalah pemotongan vas deferens, yang merupakan
saluran yang men
gangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke
vesikula seminalis. Dengan memotong
vas deferens, sperma tidak
mampu diejakulasikan dan pria akan menjadi tidak subur setelah
vas
deferens bersih dari sperma (Everett, 2007, hal. 70).
Pada pelaksanaan vasektomi ini saluran sel mani yang berfungsi
menyalurkan sper
ma (sel mani) keluar, diikat atau di potong sehingga
sperma tidak dikeluarkan dan tidak bisa bertemu dengan sel telur. Dengan
demikian bila suami istri melakukan hubungan seksual
tidak
akan
terjadi kehamilan, yang disebabkan karena tidak terjadinya pertemuan antara
sperma suami dan sel telur istri (BKKBN, 2008).
2. Efektivitas
Belfield (1997, dalam Everett, 2007, hal. 70) mengatakan bahwa
vasektomi adalah
bentuk kontrasepsi yang sangat efektif. Angka
kegagalan langsungnya adalah 1 dalam 1000; angka
kegagalan
lanjutnya
adalah antara 1 dalam 3000 .
3. Kelebihan Vasektomi (Meilani, et al.2010):
a. Tidak mengganggu ereksi, potensi seksual, dan produksi
hormon.
b. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat
digunakan seu
mur hidup.
c. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri.
d. Lebih aman (keluhan lebih sedikit).
e. Lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan).
f. Lebih efektif (tingkat kegagalannya sangat kecil).

g. Lebih ekonomis (hanya memerlukan biaya untuk satu kali


tindakan).
4. Keterbatasan Vasektomi (BKKBN, 2008):
a. Harus dengan tindakan pembedahan
b. Walaupun merupakan operasi kecil, masih dimungkinkan terjadi
komplikasi
seperti pendarahan dan infeksi.
c. Tidak melindungi klien dari penyakit menular seksual.
d. Masih harus menggunakan kondom selama 20 kali ejakulasi.
e. Jika istri masih menggunakan alat kontrasepsi disarankan tetap
mempertahankan
selama 2 bulan sampai 3 bulan sesudah suami
menjalankan vasektomi.
f. Klien perlu istirahat total selama 1 hari dan tidak bekerja keras
selama 1 minggu.
5. Persyaratan Klien untuk Vasektomi (BKKBN, 2008):
a. Sudah merasa cukup jumlah anak dan dalam keadaan sehat.
b. Atas kehendak sendiri, mendapat persetujuan dari istri.
c. Dalamkondisikeluargayangharmonis.
d. Pasutridalamkeadaansehat
e. Usiaistriminimal25tahun
6. Kontra Indikasi Vasektomi (Meilani, et al.2010):
a. Penderita hernia
b. Penderita kencing manis
c. Penderita kelainan pembukuan darah
d. Penderita penyakit kulit atau jamur di daerah kemaluan.
e. Tidak tetap pendiriannya
f. Memiliki peradangan pada buah zakar
g. Infeksi di daerah testis (buah zakar) dan penis
h. Hernia (turun bero)
i. Verikokel ( varises pada pembuluh darah balik buah zakar)
j. Buah zakar membesar karena tumor

k. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar)


l. Buah zakar tidak turun (kriptokismus)
m. Penyakit kelainan pembuluh darah
7. Efek Samping Tindakan Vasektomi (Hartanto, 2004)
a. Infeksi
b. Hematoma
c. Granuloma Sperma d. Rekanalisasi spontan e. Pendarahan
8. Macam-macam Vasektomi (BKKBN, 2008):
a. Vasektomi dengan pisau operasi
b. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)
9. Hal hal yang dilakukan dalam pelaksanaan vasektomi
a. Fase Persiapan
1) Istirahat yang cukup
2) Mandi yang bersih dan memakai celana dalam yang bersih
3) Makan dahulu sebelun berangkat ke klinik
4) Membawa
ditandatangani atau

surat

persetujuan

dari

istri

yang

telah

cap jempol
5) Datang ke tempat pelayanan dengan ditemani oleh orang
dewasa, istri
atau keluarga
b. Fase pelayanan
1) Dilakukan konseling akhir oleh petugas
2) Dilakukan tindakan medis vasektomi
c. Fase paskapelayanan
1) Istirahat di tempat pelayanan minimal 15 menit setelah
vasektomi,
untuk mendeteksi kemungkinan adanya perdarahan.
2) Istirahat total selama 24 jam

3) Menghindari kerja keras selama 5-7 hari


4) Menjaga luka bekas operasi agar selalu bersih dan kering
5)
Bila
pembengkakan segera

terjadi

demam,
nyeri,
pendarahan,
menghubungi dokter/klinik.

atau

6) Minum obat sesuai anjuran dokter.


7) Senggama boleh dilakukan setelah 1 minggu. Jika istri
tidak ,memakai
alat kontrasepsi, maka pada saat senggama diharuskan
memakai kondom se
lama 20-25 kali hubungan seksual atau 3
bulan.
10. Kegagalan Vasektomi
Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk
kesuburan pria namun masih mungkin dijumpai suatu kegagalan.

mengontrol

Vasektomi dianggap gagal bila (Saifuddin, 2006):


a. Pada analisis sperma setelah 3 bulan paska vasektomi atau
setelah 20 kali
ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
b. Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma
c. Istri (pasangan) hamil.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pria dalam Vasektomi 1.


Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan hal yang sangat penting
untuk
terbentuknya
satu
tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007).
Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yakni (Uno, 2009) :
a. Tahu (know), yaitu kemampuan seseorang dalam menghafal ,
mengingat kembali, atau
mengulang kembali pengetahuan yang
pernah
diterimanya.
b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai kemampuan dalam
mengartikan, menaf
sirkan,
menerjemahkan
atau
menyatakan
sesuatu dengan caranya sendiri tentang penge
tahuan
yang
pernah
diterimanya.
c. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan dalam

menggunakan pengetahuan untuk memecahkan


timbul dalam kehidupan sehari- hari.

berbagai

masalah

yang

d. Analisis (analysis) diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang


dalam merinci dan
mebandingkan
data
yang
rumit
serta
mengklasifikasi menjadi beberapa kategori dengan tu
juan agar dapat
menghubungkan dengan data-data yang lain. Sintesis (synthesis) diartikan
sebagai suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu
suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi
yang sudah ada.
e. Sintesis (synthesis), yakni sebagai kemampuan dalam mengaitkan dan
menyatukan berbagai elemen dan unsure pengetahuan yang ada sehingga
terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
f. Evaluasi (evaluation) diartikan sebagai kemampuan dalam membuat
perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan
yang dimiliki.
Menurut Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang
menghadapai perilaku baru di dalam diri orang tersebut menyadari terjadi
proses yang berurutan yaitu:
a.

Awarenes (kesadaran) yaiyu orang tersebut menyadari dalam arti


mengetahui terlebih dahulu terhadap objek.

b.

Interest (merasa tertarik) yaitu orang tersebut mulai tertarik terhadap


stimulus (objek),

c.

Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus


tersebut terhadap dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi,

d.

Trial, dimana subjek mulai mencoba perilaku baru.

e.

Adoption, yaitu dimana subjek berprilaku baru sesuai dengan


pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan pria/ Pasangan Usia Subur (PUS) tentang vasektomi sangat perlu
untuk menambah pemahaman pria yang lebih baik mengenai manfaat dan
kegunaan kontrasepsi tersebut. Pengetahuan (kognitif) merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Semakin baik tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin mudah untuk
menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menambah


pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan tentang vasektomi, sehingga
mempengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi vasektomi.
Pengetahuan yang menyangkut rumor di masyarakat tentang vasektomi,
ternyata turut mempengaruhi rendahnya kesertaan pria dalam melakukan
vasektomi (BKKBN, 2008).
2. Aksesbilitas Informasi
Informasi adalah data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk yang
mempunyai arti bagi sipenerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi
keputusan saat ini atau keputusan mendatang (Alwi, 2005). Informasi manusia
sering disebut pesan yang berarti informasi yang datang dari pengirim pesan
yang ditujukan kepada penerima pesan. Aksesbilitas informasi adalah hal yang
dapat dijadikan tempat untuk mendapatkan informasi.
Informasi yang diperoleh PUS tentang vasektomi bisa berasal dari media
informasi.
Menurut Notoadmodjo (2003) media adalah alat bantu pendidikan yang
digunakan untuk menyampaikan informasi yang bertujuan untuk
mempermudah penerimaan pesan atau informasi bagi masyarakat.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan kesehatan, media ini
dibagi 3 yaitu:
a. Media Cetak
Media cetak terdiri atas :
1) 2)
3) 4)
5)
Booklet, yaitu suatu media untuk menyampaikan pesan- pesan kesehatan
dalam bentuk-bentuk buku, baik berupa tulisan ataupun gambar.
Leaflet, yaitu bentuk penyampaian informasi melalui lembaran yang dilipat. Isi
informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar serta kombinasi.
Fiyer (selebaran) yaitu bentuknya seperti leaflet, tetapi tidak berlipat.
Flipchart (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasi kesehatan
dalam bentuk lembar balik.
Rubrik, yaitu tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas
masalah keehatan.
6)
b. Media Elektronik
Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau


informasi kesehatan, antara lain:
1) Televisi, penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui media
televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron.
2) Video, Slide, Film.
3) Radio, bentuknya antara lain obrolan, ceramah dan lain-lain. c. Media Papan
Papan (billboard) yang dipasang di tempat umum dapat diisi dengan pesan
yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum
(Notoadmojo, 2003).
d. Nonmedia
.

1) Keluarga, merupakan unit sosial terkecil dimana dalam keluargalah


terbentuk prilaku seseorang

2) Teman, pengaruh teman ditemukan dalam bentuk tukar pikiran, tukar


pengalaman, mengklarifikasi perilaku yang diinginkan serta
mendiskusikan
dan memperbaiki sikap serta perilaku.

Tersedianya informasi-informasi yang jelas , lengkap, dan benar terkait dengan


program Keluarga Berencana yaitu tentang tujuan ber-KB, bagaimana cara ber
KB, dan akibat atau efek samping dan sebagainya, resiko terjadinya efek
samping komplikasi dan kegagalan pemakaian kontrasepsi akan semakin kecil.
Untuk itu sebaiknya informasi Keluarga Berencana tidak boleh disembunyikan,
sehingga calon peserta bisa memilih jenis kontrasepsi yang sesuai (Informed
Choice) (Junaedi, 2006).
Perhatian terhadap kualitas penyampaian layanan, misalnya edukasi, konseling
dan keterampilan penyedia layanan kontrasepsi vasektomi, akan meningkatkan
penerimaan dan pemakaian kontrasepsi vasektomi (Wulansari & Hartanto,
2007).
Seorang provider KB harus dapat menepis rumor yang ada di masyarakat
tentang vasektomi karena rumor atau informasi yang tidak benar tentang
vasektomi ternyata turut mempengaruhi partisipasi pria dalam vasektomi,
dengan cara memberikan penjelasan yang rasional dan tepat tentang tentang
vasektomi (BKKBN, 2008).
Maka dari itu sumber informasi yang berasal dari tenaga kesehatan merupakan
faktor yang sangat penting untuk meningkatkan partisipasi pria dalam
vasektomi, yang penyampaiannya didukung oleh promosi melalui media cetak
dan elektronik (BKKBN, 2008).
3. Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah penghasilan seluruh anggota keluarga. Pendapatan

berhubung langsung dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga, penghasilan yang


tinggi dan teratur membawa dampak positif bagi keluarga karena keseluruhan
kebutuhan sandang, pangan dan transportasi serta kesehatan dapat terpenuhi.
Namun tidak demikian dengan keluarga yang pendapatannya rendah akan
mengakibatkan keluarga mengalami kerawanan dalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya yang salah satunya adalah pemeliharaan kesehatan (Keraf, 2001).
Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk di Indonesia
akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia,
yang salah satunya adalah program peningkatan partisipasi pria dalam ber KB,
hal ini seperti diungkapkan oleh Handayani, 2010. Keluarga dengan
penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program KB daripada keluarga
yang tidak mampu, karena bagi keluarga yang kurang mampu KB bukanlah
kebutuhan pokok.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pikir

Pola pemberian MP-ASI


Pengetahuan Pria/Suami mengenai makanan KB

Konsumsi makanan
Sikap Pria/Suami mengenai pemberian makanan pendamp

Status gizi balita


Perilaku Pria/Suami mengenai pemberian makanan pendamping ASI

B. Definisi Operasional
1. Pola pemberian makanan pendamping ASI adalah jenis dan jumlah
makanan yang benar-benar dikonsumsi oleh balita.
2. Status

gizi

balita

keseimbangan

adalah

antara

keadaan

konsumsi

dan

seorang

balita

penyerapan

akibat

zat

gizi

dari
dan

penggunaan zat gizi tersebut


3. Makanan pendamping ASI adalah makanan lain selain ASI yang
disisipkan secara khusus pada bayi.
4. Tingkat pengetahuan ibu mengenai makanan pendamping ASI adalah
adalah kemampuan ibu menjawab pertanyaan yang berhubungan
dengan makanan pendamping ASI.
5. Sikap ibu mengenai pemberian makanan pendamping ASI adalah
keinginan dan kesediaan ibu untuk memberikan MP-ASI pada balita
usia 4-24 bulan, tetapi belum merealisasikannya.
6. Perilaku ibu mengenai pemberian makanan pendamping ASI adalah
tindakan ibu memberikan makanan pendamping ASI pada balita usia
4-24 bulan.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah ibu balita
yang memiliki balita berumur 4-24 bulan yang ada di desa
Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora sebanyak 86
responden.

2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki
balita usia 4-24 bulan yang terdapat dalam populasi sebanyak 57
responden, yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu
total
sampling, dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Ibu yang memiliki balita yang berusia 4-24 bulan dan
bersedia jadi responden

b. Menetap di desa Sendangharjo, masih dalam wilayah kerja


puskesmas Medang
c. Balita tidak mengalami sakit (infeksi/ISPA) pada satu bulan
terakhir
d. Pendidikan ibu minimal SMP/ sederajat
e. Pendapatan keluarga diatas UMR (Rp 450.000,00)

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah


a. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian.
b. Tidak menetap di desa Sendangharjo

D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner
Digunakan untuk mengetahui mengetahui tingkat pengetahuan ibu
tentang

makanan

pendamping

ASI.

Adapun

penilaian

kuesioner

pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI adalah sebagai


berikut :
Jika jawaban benar : skor 1
Jika jawaban salah : skor 0
2. Formulir recall 2 x 24 jam
Digunakan

untuk

mengetahui

pola

pemberian

makanan

pendamping ASI.
3. Kamera
Digunakan untuk mendokumentasikan sikap dan perilaku ibu dalam
memberikan MP-ASI.
4. Alat Perekam
Digunakan

untuk

mendapatkan

informasi

secara

langsung

pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI.

E. Teknik Pengambilan Data


Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai sumber tulisan dan gambar yang berkenaan
dengan obyek penelitian. Metode ini dilakukan untuk mengetahui jumlah
populasi, sampel dan data-data serta gambar-gambar yang mendukung
penelitian ini seperti monografi desa, data jumlah balita umur 4-24 bulan
dan sikap serta perilaku ibu dalam memberikan MP-ASI di desa
Sendangharjo.
2. Metode observasi
Metode observasi adalah studi yang disengaja sistemik tentang
fenomena sosial dan gejala-gejala fisik dengan jalan mengamati dan
mencatat. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang
pengetahuan gizi dan melihat langsung pola pemberian makanan
pendamping ASI serta status gizi balita.
3. Metode wawancara
Metode

wawancara

adalah

dimana

peneliti

mendapatkan

keterangan dari seseorang sasaran penelitian (responden) melalui


pertemuan

atau

menggunakan

percakapan.

panduan

Dalam

kuesioner

penelitian

sehingga

ini

wawancara

responden

tinggal

memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda tertentu. Metode


wawancara

ini

dilakukan

secara

langsung

dengan

ibu-ibu

yang

mempunyai balita umur 4-24 bulan yang memenuhi kriteria sampel,


untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu serta sikap dan perilaku
dalam pemberian makanan pendamping ASI.

Anda mungkin juga menyukai