Anda di halaman 1dari 32

Indahnya Punya Istri Shalihah

Judul : Nikahush Shalihaat , Tsamaruhu wa Atsaruhu


Penulis : Abdul Malik Al-Qasim

Wahai pemuda!
Nikah di dalam Islam membuahkan manfaat yang bermacam-macam. Apalagi
menikah dengan wanita shalihah, membuahkan manfaat yang lebih istimewa dan
lebih agung. Jika disertai niat yang baik dan mengharap pahala Allah, maka akan
mendatangkan beberapa faedah di antaranya:
1. Bernilai taat kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena Nabi
menganjurkan untuk menikah dengan sabdanya:

“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu, maka


hendaknya segera menikah. Karena ia lebih bisa menjaga pandangan dan
menjaga kemaluan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dengan mengikuti petunjuk dan arahannya, kebaikan dan barakah di duna
dan akhirat akan didapat.
2. Mentaati Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang memberikan arahan agar
menikah dengan wanita shalihah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Wanita dinikahi karena empat alasan.” Kemudian beliau bersabda sebagai
anjuran untuk memilih yang paling tinggi derajatnya, paling proritas dan
paling besar pengaruhnya, yakni :

“Hendaknya engkau memilih wanita yang baik agamanya, niscaya engkau


akan beruntung.” (Muttafaq ‘Alaih)
3. Menjauhkan prasangka orang bahwa dia seorang yang lemah (syahwat), fajir
atau prasangka buruk lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Umar rdl: “Tidak
ada yang terhalang untuk menikah kecuali orang yang lemah atau fajir.”
Ibnu Mas’ud rdl pernah berkata: “Seandainya umurku tidak tersisa lagi
kecuali sepuluh hari, maka aku sangat ingin menikah agar aku tidak
menghadap Allah dalam keadaan membujang.”
Menghasilkan keturunan yang baik dan menyambung nasab, dengannya dia
bisa mendapatkan pahala. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam: “Jika anak Adam mati, maka putuslah seluruh amalnya kecuali tiga
perkara.” Nabi menyebutkan di antaranya:

“atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR Muslim)


Sedangkan anak yang shalih adalah hasil didikan ayah dan ibu yang shalih.
Bahkan seorang ibu lebih dominan dalam mendidik terutama pada tahun-
tahun awal seorang anak.
Penulis ingat tentang kisah seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, lalu
dialah yang mendidik anak-anaknya, menganjurkan mereka untuk
menunaikan shalat (termasuk) subuh, padahal mereka masih kecil-kecil.
hingga ketika mereka sudah tumbuh dewasa, mereka mampu menghafal
kitabullah.
Adapun istri yang tidak shalihah, dia tidak bisa memberikan manfaat untuk
dirinya sendiri, bahkan menyia-nyiakan dirinya dan apa-apa yang
diamanahkan Allah kepadanya. Termasuk anak-anak yang masih kecil,
mereka tumbuh dalam suasana yang buruk dan jauh dari sentuhan agama.
Pahala yang akan diperoleh oleh pasangan suami istri setiap kali berinfak,
menolong, mengucapkan kata-kata yang baik dan menyingkirkan gangguan.
Seperti yang disabdakan Nabi saw:

“Tiada pekerjaan yang lebih baik dari seorang laki-laki yang bekerja dengan
tangannya sendiri. Dan tidak ada infak yang lebih baik dari seseorang yang
memberikan nafkah untuk diri dan keluarganya, anaknya, pembantunya dan
dia dihitung sedekah.” (HR Ibnu Majah)
Nabi juga memberikan arahan:

“Hendaknya tidak makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR


Tirmidzi) Ini tertuju pada wanita shalihah.
4. Istri shalihah akan mendoakan suaminya ketika shalat, berdiri maupun
duduk. Dia juga akan mengucapkan terima kasih atas usahamu, atas nafkah
yang telah engkau berikan kepadanya dan kebaikanmu. Karena tanda wanita
shalihah adalah berterima kasih kepada suami yang telah berlaku baik
kepadanya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa mengulurkan
kebaikan untukmu maka cukupilah.”
5. Pahala yang besar sebagai konsekuensi dari mendidik anak-anak dengan baik,
bersabar dalam mendidik mereka dengan didikan yang baik serta menjadikan
mereka sebagai penyeru dakwah Islam dan penguatnya. Menikahi wanita
shalihah besar kemungkinan akan membuahkan anak-anak semacam itu di
tangan seorang ibu dengan ijin Allah. Karena istri shalihah memahami hadits
Nabi:

“Menikahlahlah kalian dengan wanita yang (potensi) banyak anak dan


memiliki kasih sayang, karena aku akan bangga dengan (jumlah) kalian di atas
umat yang lain.”
Keinginan membatasi anak atau memutus keturunan tidak pernah tersirat di
akal pikirannya. Bahkan dia siap menerima dan mendidik mereka. Karena
umat ini membutuhkan lahirnya putera-putera yang baik dan puteri-puteri
yang shalihah. Perhatikanlah perjalanan ulama terdahulu, bagaimana metode
mereka mendidik anak-anak, baik ketika ayahnya masih ada atau setelah
wafatnya.
6. Menikahi wanita shalihah menjadi sebab datangnya rezeki dan turunnya
barakah. tentang hal ini, Allah SWT berfirman:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui.” (An-Nuur: 32 )
Abu Bakar rdl berkata: “Taatlah kepada Allah yang telah memerintahkan
kalian untuk menikah, niscaya Dia akan menunaikan apa yang Dia janjikan
untuk kalian, yaitu kekayaan.”
Ali rdl berkata: “Songsolah kekayaan dengan jalan menikah.”
7. Allah akan membantu orang yang ingin menikah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda:
“Tiga orang yang telah menjadi kewajiban Allah untuk menolong mereka.”
Nabi menyebutkan salah satunya:

“Orang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.”(HR At-Tirmidzi) (agar


tidak terjatuh dalam zina-pent)
Nabi pernah menikahkan seorang laki-laki yang tidak memiliki apa-apa selain
sarungnya. Dia tidak mampu untuk membeli cincin meski dari besi. Namun
begitu, beliau tetap menikahkannya dengan wanita yang dimaksud. Sebagai
maharnya laki-laki itu harus mengajarkan Al-Qur’an kepada wanita tersebut.
Ibnu Katsier rahimahullah berkata: “Akhirnya dengan kemurahan Allah dan
kelembutan-Nya, Dia memberikan rezeki yang cukup atas keduanya.”
8. Menurut ahli ilmu dan fikih, menikah lebih diutamakan daripada ibadah
nafilah (sunnah). Bahkan beberapa kolompok ulama berpendapat bahwa
menikah lebih didahulukan dari pada haji, meskipun haji termasuk satu rukun
dari rukun-rukun Islam. Yang demikian itu bisa lebih menjaga kehormatan
bagi suami istri, terlebih di zaman yang penuh dengan fitnah.
9. Sang istri juga mendapatkan pahala seperti pahala seorang laki-laki yang
berjihad, dengan cara berlaku baik kepada suami dan membina keluarganya.
Suami bisa menjadi sebab datangnya pahala tersebut jika dia meniatkannya.
10. Sesungguhnya menikahi wanita shalihat adalah merupakan perhiasan dunia,
keelokannya dan keindahannya. Sungguh Nabi telah bersabda:
”Dunia itu seluruhnya adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan dunia adalah
istri yang shalihah.” (HR Muslim)
Layangkanlah pandanganmu, bagaimana saling pengertian dan keharmonisan
kehidupan rumah tangga orang-orang pilihan. Abu Darda’ pernah berkata
kepada Ummu Darda’: “Jika aku marah, maka usahakanlah agar aku segera
ridha, dan jika engkau sedang marah, akan aku usahakan agar engkau segera
ridha. Jika tidak demikian, alangkah cepatnya perpisahan di antara kita.”
11. Istri shalihah akan senantiasa mendukung kebaikan suami selamanya, hari
demi hari dan juga dalam urusan dunia. Contoh-contoh terlalu banyak untuk
disebutkan di zaman dahulu, juga tentang lembaran hidup istri-itri shalihah di
zaman kita ini.
Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallamkembali dari goa Hira’, setelah beliau
didatangi seorang malaikat, hatinya merasa gundah, takut dan gelisah. Maka
beliau masuk menemui istrinya yang shalihah, Ummul mukminin Khadiijah
binti Khuwailid rdl dan berkata: “Selimuti aku!..selimuti aku!..” Selanjutnya
Khadijah menyelimuti beliau hingga rasa takut sirna. Kemudian Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menceritakan kejadian yang dialaminya kepada
Khadijah dan berkata: “Demi aku sungguh takut seuatu terjadi atas diriku.”
Maka berkatalah Khadijah dengan lisan yang mencerminkan istri shalihah,
yang menghibur suaminya di saat menghadapi ujian: “Sama sekali tidak, demi
Allah sekali-kali Allah tidak akan menghinakan Anda, Karena Anda gemar
menyambung silatu rahim, menjamu tamu, menyantuni anak yatim,
membantu orang yang kekurangan dan berjuang untuk membela
kebenaran.”
Kemudian Khadijah keluar rumah dan kembali bersama Waraqah bin Naufal
bin Asad bin Abdil Uzza, sepupu Khadijah. Dia adalah orang yang beragama
nashrani sebelum masuk Islam. Dia ahli menulis huruf Ibrani, dia menulis
kitab Injil dengan bahasa Ibrani sesuai dengan kehendak ALlah, tetapi dia
sudah sangat tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya: “Wahai putra
pamanku, simaklah apa yang dialami putra saudaramu! Waraqah berkata:
“Wahai putera saudaraku, apa yang kamu lihat?” Lalu Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menceritakan apa yang dilihatnya. Serta merta Waraqah
berkata: “Inilah Namus yang pernah turun atas Musa!, duhai seandainya aku
masih kuat! duahai sendainya aku masih hidup di saat kaummu
mengusirmu!” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda: “Apakah
mereka nanti akan mengusirku?” Waraqah berkata: “Benar, tidak ada
seorangpun yang datang membawa seperti yang turun kepadamu kecuali
akan diperangi, seandainya aku menjumpai hari-harimu itu, tentu aku akan
membantumu sekuat tenaga!” Tidak beberapa lama kemudian wafatlah
Waraqah dan wahyupun terputus selama beberapa waktu.
12. Menikah dengan wanita shalihah akan mendukungnya untuk melakukan
ketaatan dan memudahkan baginya untuk menekuni ibadah. Karena dia akan
selalu menjadi pendampingmu yang setia.
Di antara pemuda ada yang memiliki komitmen baik untuk menikahi wanita
shalihah, maka lihatlah buah apa yang akan dipetik! Dia menuai buah yang
paling agung, yakni sang istri mendukungnya untuk berbuat baik,
memperingatkan dirinya dari keburukan.
Alangkah indahnya gambaran yang disebutkan oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam tentang sepasang suami istri yang saling membantu dalam
ketaatan. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah rdl bahwa Rasululah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang berdiri di waktu malam


untuk shalat, lalu dia bangunkan istrinya untuk shalat, jika dia enggan, maka
dia percikkan air di wajahnya. Semoga Allah juga merahmati seorang istri
yang bangun malam untuk shalat, lalu dia membangunkan suaminya untuk
shalat, jika dia enggan, maka sang istri memercikkan air di wajah suaminya.”
(HR Abu Dawud)
13. Menikah dengan istri shalihah lebih dekat (mudah) untuk mendatangkan
kebahagiaan. Perjalanan hidup rumah tangga akan jauh dari pertengkaran
dan percekcokan. Karena istri yang shalihah memiliki akal dan agama. Dia
mengetahui hak kepemimpinan suami:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,” (An-Nisaa’ 34)
Ibnu Abbas rdl berkata: “Yakni suami sebagai pemimpin atas istri, sang istri
mentaati suami, dan bentuk ketaatannya adalah dengan berbuat baik kepada
keluarga dan menjaga hartanya.”
Tak akan terjadi seorang istri lancang kepada suami, banyak percekcokan dan
pertengkaran melainkan ketika kepemimpinan laki-laki diremehkan. Padahal
keluarga adalah perahu yang mengarungi samudera kehidupan, sangat
bergantung kepada nakhoda. Bisa saja dia terombang-ambing dalam
perjalanan dan bahkan mungkin tenggelam, sehingga lenyaplah bahtera
rumah tangga.
14. Berakhlak yang luhur dan bergaul dengan baik adalah merupakan ciri khas
istri shalihah. Karena seorang istri yang shalihah berorinetasi ibadah kepada
Allah dengan bagusnya pergaulan dan baiknya perlakuan kepada suami. Ia
melakukanya demi mengharap wajah Allah dan hari akhir. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Wanita manapun yang mati sedangkan suaminya ridha dengan


(perlakuannya di dunia), maka dia masuk jannah.” (HR Ibnu Majah)
Seorang suami juga bertujuan taqarrub kepada Allah dalam bergaul dengan
istrinya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Orang mukmin yang paling sempurna akhlaknya adalah yang paling lmbut
perlakuannya kepada istrinya.” (HR At-Tirmidzi)
15. Istri yang shalihah adalah sebaik-baik wanita sebagaimana yang telah
dijustifikasi oleh Rasul saw. Beliau pernah ditanya: “Siapakah wanita yang
paling baik?” Beliau bersabda:

“Istri yang menyenangkan bila dipandang, taat ketika diperintah dan tidak
menyelisihi suami dengan apa yang tidak ia sukai baik menyangkut
kepribadian dirinya maupun berkaitan dengan harta suaminya.” (HR Ahmad)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Tiada faedah yang diambil seorang mukmin setelah takwa kepada Allah yang
lebih baik dari istri shalihah, jika dia menyuruhnya iapun taat, jika idlihat
menyenangkan dan jika diberi mau berterima kasih, dan jika suami pergi
maka dia menjaga dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)
16. Istri shalihah melihat dengan sisi pandang Al-Qur’an dan arahannya:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan
orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Ath-Thalaaq 7)
Maka dia tidak mendesak suaminya dan tidak membebankan kepadanya
dengan sesuatu yang di luar kemampuannya.
Fenomena pemborosan dan menghambur-hamburkan harta hanya dilakukan
oleh wanita yang tidak shalihah. Hingga menyebabkan suami jatuh miskin
karena harus menuruti model dan mengganti perabot rumahnya setiap
waktu. Sehingga sang istri menyebabkan suami terbelit hutang dan
membuatnya susah.
17. Istri shalihah senantiasa berorientasi pahala setiap kali bekerja. Dia tidak
akan mendurhakai suami atau membangkang kepadanya. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur, lalu sang istri
menolaknya untuk datang, maka malaikat melaknatnya hingga pagi.” (HR Al-
Bukhari)
18. Istri shalihah senantiasa menjaga rahasia suaminya, tidak mengumbarnya
dan tidak akan mengungkap rahasia suaminya atau rahasia lembaran
hidupnya. Sudahkah Anda mendengar tentang kecaman buruk tentang adab
dan perilaku yang berkaitan dengan istri yang menceritakan tentang
bagaimana suami mengumpulinya? Adapun seorang istri shalihah dia
mendengar dan memperhatikan sabda Nabi saw:

“Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada


hari kiamat adalah seseorang yang mendatangi istrinya dan mencampurinya,
lalu dia menyebarkan rahasia istrinya.” (HR Muslim)
19. Allah Azza wa Jalla menyebutkan sebagian sifat wanita shalihah dalam
firman-Nya:
“Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka).” (An-Nisaa’ 34)
Yakni, istri shalihah adalah istri yang mentaati suaminya, menjaga hak
suaminya di saat dia pergi, dia menjaga kehormatan dirinya dan harta
suaminya. Dia mengetahui hadits Rasul bahwa seorang istri:
“bertanggung jawab atas isi rumah tangga suaminya dan akan dimintai
pertanggungjawabannya.”
Bahkan dalam urusan ibadah-ibadah sunnah, dia akan meinta ijin kepada
suaminya dan mentaati perintahnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:

“Janganlah seorang istri shaum sedangkan suaminya ada, kecuali meminta


ijin kepadanya.” (HR Al-Bukhari)
20. Istri shalihah adalah istri yang menggunakan akalnya, dia berbuat dengan
sesuatu yang diridhai suaminya. Dia tidak suak mengacaukan pikiran
suaminya, tidak pula membuat gundah hatinya. Inilah kisah yang bisa Anda
petik pelajarannya:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang istr-istri kalian yang (akan)
masuk jannah?” Kami (para sahabat) katakan: Mau wahai Rasulullah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Yang banyak anak, memiliki belas kasih, jika dia sedang marah atau
tersinggung, atau suami marah kepadanya, maka dia berkata kepada
suaminya: ”Ini tanganku berada di tanganmu (hukumlah aku jika perlu –
pent), aku tak bisa memejamkan mata sebelum engkau ridha.” (HR Ath-
Thabrani)
Barangkali, kisah tentang Abu Thalhah ketika pulang dari safar dan
bagaiamana perlakuan Ummu Sulaim rdlma menjadi gambaran yang paling
tepat bagi istri shalihah:
“Telah meninggal seorang anak dari Abu Thalhah dan Ummu Sulaim, lalu
Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya: “Janganlah kalian menceritakan
kepada Abu Thalhah tentang anaknya, biar aku sendiri yang akan
menceritakannya. lalu datanglah Abu Thalhah, Ummu Sulaim mnyiapkan
makan malam untuknya, lalu dia makan dan minum. Ummu Sulaim
berdandan dengan dandanan yang lebih cantik dari biasanya, lalu Abu
Thalhah mengumpulinya. Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya sudah
kenyang dan mencampurinya, barulah dia berkata: “Wahai Abu Thalhah,
bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum memberikan pinjaman kepada
seseorang lalu kaum itu hendak mengambil pinjamannya? APakah yang
meminjam itu berjak untuk menolak?” Abu Thalhah menjawab: “Tentu
tidak!”Ummu Sulaim berkata: “Kalau behitu, relakanlah anakmu.” Maka
marahlah Abu Thalhah sembari berkata: “Engkau biarkan aku, hingga ketika
aku sudah kotor begini baru kau kabarkan tentang kematian anakku?”
Kemudian Abu Thalhah beranjak menemui rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallamdan menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Maka rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Semoga Allah memberkahi kalian
berdua akan kejadian semalam.” (HR Ahmad)
21. Istri shalihah akan selalu setia dan berjuang untuk itu. Telah diriwayatkan
tentang Na’ilah binti Al-Arafishah, istri Utsman bin Affan rdl, bahwa jari-jari
tangannya terpotong karena membela Utsman bin Affan di hari terbunuhnya
beliau. (Setelah wafatnya Utsman) Mua’awiyah bin Abi Sufyan rdl
melamarnya, lalu dia menjawab: “Apa yang membuat seorang laki-laki
tertarik denganku, padahal jari-jariku telah putus?” Lalu dikatakan
kepadanya: “gigi serimu.” Maka diapun memecah gigi serinya dan berkata:
“Saya tidak ingin mencari pengganti lagi setelah Utsman bin Affan.”
Maimun bin Mahran rdl berkata: “Mu’awiyah melamar Ummu Darda’ rdl,
namun beliau menolaknya dan berkata: “Aku mendengar Abu darda’ rdl
berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Wanita (di jannah)
menjadi istri dari suami terakhirnya (di dunia).” Maka aku tidak ingin mencari
pengganti Abu Darda’.
Bahkan, telah disebutkan oleh penulis As-Siyaar wa At-Taraajim bahwa
Fathimah binti Abdul malik rahimahullah adalah seorang puteri khalifah dan
istri seorang khalifah dan menjadi saudari dari empat khalifah. Ketika
(hendak) dinikahkan dengan suaminya di hari pernikahan, sedangkan ketika
itu dia berhias dengan gemerlapnya emas, intan dan berlian. Ketika Umar bin
Abdul Aziz berkeinginan untuk bersih dari segala kezhaliman dia mananting
istrinya, manakah yang ia pilih, suami ataukah perhiasannya? Lalu Fathimah
lebih memilih suaminya dan selanjutnya Umar meletakkan semua perhiasan
tersebut ke Baitul Maal milik kaum muslimin. Ketika Umar telah wafat, ada
yang menawarkan kepada Fathimah untuk mengambil harta dan perhiasanya
di baitul Maal. Tapi dia menjawab: “Aku tidak ingin, mentaati (suami) di saat
dia hidup, namun mendurhakainya setelah dia wafat.”
Istri yang shalihah akan senantiasa menjaga rahasiamu ketika di dalam dan di
luar. Dia tidak akan menyebarkan rahasiamu, tidak akan membuatmu sesak
dada dan tidak akan beraktivitias kecuali untuk mencari ridhamu setelah
ridha Allah.
22. Sesungguhnya, dengan istri shalihah lebih mungkin untuk merealisasikan
hadits Rasulullah saw:

“Pilihlah yang sesuai untuk nuthfah (benih/mani) kalian, karena tabiat (orang
tua) itu menurun kepada anak.”
Sedangkan wanita shalihah pada umumnya –dengan ijin Allah- tumbuh di
tempat yang baik dan dari benih yang baik. Tidak seperti khadhra’ad Diman
yang diperingatkan oleh Nabi agar kita tidak memilihnya sebagai istri. dari
Abu Sa’id Al-Khudri secara mauquf: “Hindarilah oleh kalian khadhra’ud
diman’ Mereka bertanya: “Apa yang dimaksud dengan khadhra’ud diman itu
wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Wanita yang cantik, tapi tumbuh di
lingkungn yang buruk.” (musnad Asy-Syihaab)
23. Memilih istri yang shalihah adalah merupakan hal anak terhadap ayahnya.
Umar bin Khathab pernah ditanya: “Apakah hak anak atas ayahnya?” Beliau
menjawab: “Memilihkan ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang
baik dan mengajarkan Al-Qur’an kepadanya.”
24. Istri yang shalihah adalah anugerah agung yang menyejukkan pandangan
mata dan menenangkan jiwa. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Empat perkara, barangsiapa dianugerahi keseluruhannya, maka sungguh dia
telah diberi kebaikan dunia dan akhirat, yakni hati yang syukur, lisan yang
senantiasa berdzikir, badan yang mampu bersabar menahan cobaan, dan istri
yang tidak mengecewakan suami dalam menjaga kehormatan dirinya dan
harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Di antara kebahagiaan anak Adam adalah tiga perkara, dan kesengsaraannya
juga karena tiga perkara. Yang termasuk kebahagiaan anak Adam adalah istri
shalihah, tempat tinggal yang baik dan kendaraan yang bagus. Sedangkan
kesengsaraan anak Adam karena istri yang jahat, tempat tinggal yang buruk
dan kendaraan yang jelek.” (HR Ahmad)
25. Istri shalihah selalu menjaga kehormatan suami dan juga hartanya. Karena
dia mengetahui Rasul saw: “Tidak halal baginya memberi makan dari rumah
suaminya kecuali atas ijinnya.”
Dari Asy-Sya’bi bercerita, ketika Fathimah binti Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam sakit, Abu Bakar Ash-Shidiq rdl datang untuk menjenguknya dan
minta ijin untuk masuk. Kemudian suami Fathimah, yakni Ali bin Abi Thalib
berkata: “Wahai Fathimah, Abu Bakar minta ijin untuk menjengukmu.”
Fathimah berkata: “Apakah Anda suka jika aku mengijinkannya?” Ali
menjawab: “Ya.”
Saya (yakni Adz-Dzahabi) katakan: “Karena Fathimah rdla mengetahui
sunnah, maka beliau tidak mengijinkan seseorang memasuki rumah suaminya
kecuali atas ijin suaminya.” Kemudian Asy-Sya’bi melanjutkan: “Fathimah
mengjinkannya masuk, lalu Abu Bakar masuk dan menghiburnya..hingga
Fatimah merasa senang.”1
26. Wanita shalihah menjadi teman yang betah tinggal di rumah, bukan orang
yang hobi keluar masuk rumah sebagai realisasi dari firman Allah:
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” (Al-Ahzaab 33)
Dengan betahnya ia tinggal di rumah dan bagusnya perlakuannya terhadap
suami dan jauh dari fitnah maka faedahnya tidak asing lagi gabi orang yang
berakal.

1
Kitab Siyaar A lam An-Nubala I/121
27. Istri shalihah tidak suka melirik apa-apa yang dimiliki orang lain, tidak suka
membanding-bandingkan keadaan suami dengan suami orang lain. Bahkan ia
puas dengan keadaan dirinya dan ridha atas pembagian Allah Azza wa Jalla
dan bersabara atas musibah yang menimpanya, jernih pikirannya, qanaah
dengan keadannya, pikirannya tenang, jiwanya mulia. Ketenangan yang akan
diperoleh bersama istri yang shalihah sangat terang dan jelas. Karena dia
bukanlah wanita yang mencari kata-kata pujian atau cinta dari laki-laki lain.
Bahkan dia selalu membuat pandangan suami sejuk melihatnya, berkhdimat
kepadanya dan melihat celah-celah untuk sellau mendekati suaminya.
28. Istri shalihah ibarat tempat benih yang baik, suami yang dia dambakan adalah
laki-laki yang shalih. Orientasinya bukanlah banyaknya harta, tingginya mahar
dan meriahnya pesta. Dia ridha dengan apa yang disabdakan oleh Nabi saw:
“Wanita yang paling banyak barakahnya adalah yang paling ringan
maharnya.”
Termasuk ciri istri yang shalihah juga, dia diperistri dengan mahar yang ringan
dan tidak memojokkan suaminya untuk berhutang setelah pesta pernikahan.
Dia tidak pula mendesak suaminya dengan tuntutan yang memberatkan
punggungnya, sehingga suami kepayahan di siang hari dan gelisah di malam
hari.
29. Jika suatu ketika musibah kematian menimpa seoarang suami, ketika ALlah
mewafatkannya maka istri shalihah akan setia mendoakanmu, memohonkan
rahmat dan maghfirah serta berusaha untuk meninggikan derajatmu di
akhirat.
Penulis menjadi ingat akan seorang wanita yang memiliki suami, suaminya
meninggal bebrpa tahun setelah pernikahannya. Sebagai istri yang setia, dia
menabung gaji bulanannya (dia seorang guru) hingga setelah tiga tahun
mampu mendirikan masjid sebagai wakaf atas nama suaminya.
30. Istri shalihah adalah istri yang taat, rindu akan kegembiraan yang dirasakan
suaminya baik jiwa maupun raganya, meskipun dia sedang ada kesibukan.
Karena dia mendengar hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu taat dan
menurut:
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur lalu sang istri
menolak untuk datang, maka malaikat melaknatnya hingga pagi.” (HR Al-
Bukhari)
33. Istri yang shalihah akan berkhidmat di rumahnya dan mendidik anaknya
sekuat tenaga. Cukuplah bagi Anda teladan puteri Nabiyul ummah Fathimah
rdl. Ketika beliau mendatangi ayahanda beliau dan mengeluhkan tangannya
yang kasar lantaran bekerja. Padahal dia seorang puteri Nabi umat ini,
sementara bekas kasar ada di telapak tangannya karena berkhidmat pada
suaminya dan mengurus anak-anaknya.”
Contoh lain dari istri shalihah adalah Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu
‘anhuma. Beliau bercerita: “Zubeir menikahiku sedangkan dia tidak memiliki
apa-apa di dunia ini, baik harta, pembantu atau kekayaan selain wadah air
dan kudanya. Akulah yang menyediakan makanan untuk kudanya, yang
menimba air untuk mengisi girbahnya dan juga mengadon makanannya. Aku
tidak bisa membuat roti, tetapi tetanggaku dari kalangan Anshor membuatkn
raoti. Mereka adalah kaum wanita yang tulus. Aku memindahkan biji kurma
dari ladang Zubeir yang dipanen oleh rasulullah saw dan saya angkat di atas
kepala saya, padahal jaraknya dua pertiga farsakh.2 (HR Muslim)
Berarti beliau mengangkaty air di kepalanya lebih dari 3,5 KM.
24. Sesungguhnya istri shalihah akan menundukkan pandangannya terhadap selain
suaminya. Sebagai realisasi dari perintah Allah Azza wa Jalla:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya,” (An-Nuur 24)
Sehingga berada di sampingnya akan merasa tenang, sayang dan menentramkan, dia
tidak berpaling darinya dan melirik kepada selainnya. Dia adalah wanita yang
pemalu, sedangkan sifat malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.
Dari Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu anhuma berkata: “Suatu hari,
ketika saya menyunggi biji kurma di kepala, tiba-tiba saya bertemu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallambersama beberapa sahabat Anshar. Beliau Shallallahu

2
Satu farsakh sekitar lima kilo meter
‘Alaihi Wasallam memanggilku kemudian berkata: “ikh!! ikh!! (mengehinetikan
ontanya), yakni beliau ingin membawaku di belakang beliau.” (HR Muslim)
yakni Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merasa kasihan karena beratnya menyunggi
beban berat yang dia angkat di kepalanya. Beliau ingin agar Asma’ naik di tas onta
yang berada di belakang beliau sampai ke tempat yang dituju.”
Asma’ melanjutkan: “Aku merasa malu berjalan bersama para laki-laki, dan aku ingat
Zubeir dan sifat cemburunya, karena dia tipe suami yang sangat pencemburu.”
Beliau melanjutkan: “Rasulullah memahami bahwa saya merasa malu, lalu beliau
melanjutkan perjalanan. Lalu aku menemui Zubeir dan berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertemu denganku ketika aku sedang menyunggi biji
kurma di kepalaku. Ketika itu beliau bersama para sahabatnya, beliau menghentikan
kendaraannya agr aku naik, tetapi aku malu dan aku ingat kecemburuanmu.” (HR Al-
Bukhari)
25. Adalah menyenangakan jika Anda menyimak kalamullah dibaca:
“dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (An-Nuur 26)
maka jadikanlah Anda bersama istri termasuk golongan yang disebutkan oleh Allah
Azza wa Jalla, yang mana Dia mengumpulkan mreka di atas takwa dan hidayah.
36. Istri shalihah adalah istri yang menjaga jiwa dan kehormatannya dari setan jin
dan manusia. Dia mengetahui bahwa yang paling baik bagi wanita adlah hendaknya
dia tidak melihat laki-laki lain dan laki-laki lain tidak melihatnya, sehingga dia
memang hanya menjadi milik Anda. Anda tidak memiliki pesaing untuk melihat,
bercengkerama dan atau melakukan sesuatu terhadapnya.
Dikisahkan, Utbah adalah seorang gadis yang sangat cantik, ada seorang pemuda
yang tergila-gila dengannya dan hatinya gandrung terhadapnya. Laki-laki itu
meminta agar diijinkn melihatnya walau sekali saja, akan tetapi Utbah menolaknya.
Hati pemuda itu semakin penasaran hingga jatuh sakit dan bertambah keras sakitnya
dan pada akhirnya meninggal. Lalu dikatakan kepada Utbah ketika pemuda itu mati:
“Apa yang memadharatkanmu jika engkau melegakan ia dengan melihat wajahmu?”
gadis itu menjawab: “Yang menghalangi aku berbuat seperti itu adalah karena rasa
takut kepada Al-Qawi Al-Jabbar. Di samping itu juga tak ingin terkena aib, celaan
tetangga. Meskipun sebenarnya hatiku –yakni kecintaan dan kerinduanya- berlipat
dibanding dengan apa yang ada di hatinya. Hanya saja, dengan menutup dan
menyembunyikannya, itu lebih bisa melanggengkan kecintaan, lebih terpuji
akibatnya, lebih tinggi nilai taatnya kepada Allah dan lebih ringan dosanya.”3
Ibrahim bin Al-Junaid berkata: “Ada seorang laki-laki menghendaki agar seorang
wanita mau berduaan dengannya. Wanita itu berkata: “Engkau telah emndengar Al-
Qur’an dan Al-Hadits dan bahkan engkau lebih tahu. Laki-laki itu berkata: “Tutuplah
pintu-pintu!” Sang gadis menutup seluruh pintu. Ketika pemuda itu h endak
mendekatinya, sang gadis berkata: “Tinggal satu pintu yang belum aku tutup!”
Pemud aitu bertanya keheranan: “Pintu yang mana?” Sang gaais berkata sementara
air tangis meleleh dari kedua matanya: “Pintu antara dirimu dengan Allah Ta’ala!”
Serta merta pemuda itu tersadar dari kelalaiannya, lalu pemuda itu meninggalkan
sang gadis karena Allah Ta’ala, dan tak lagi memiliki niat buruk terhadapnya.”
Sebagian orang, ketika menikahi seorang wanita yang tidak memiliki karakter
sebagai wanita shalihah senantiasa ragu akan keadaan istrinya, sangsi akan
kesetiaannya. Sehingga hidupnya menjadi hampa, kenikmatan berubah menjadi
penderitaan. Adapun istri yang shalihah, dia menjaga batasan-batasan Allah Azza w a
Jalla. Maka istri shalihah bisa membuat sejuk pandangan dan bisa dipercaya,
alhamdulillah.

Gadis itu dari Kalangan Mereka


Sejak masih usia belia dia berlomba bersama teman-temannya di sekolah. Dia
berlomba dengan gigihnya, berupaya bersama saudari-saudarinya untuk
menghafalkan Al-Qur’an Al-Karim di di sekolah. Hal itu dia lakukan dengan
kesungguhan selama tiga tahun, sedangkan mushaf Al-Qur’an tidak pernah terlepas
dari tangannya.
Tiadalah ia mengetahui suatu amal yang bisa mendekatkan diri kepada ALlah
melainkan dia menempuhnya secara konsekuen. Shaum hari Senin dan Kamis, tiga
hari tiap bulan (bidh), bahkan qiyamul lail selama berjam-jam.
Ketika Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya untuk menyelesaikan sekolahnya di
pondok atau kampus dan dia mendapatkan gaji bulanan, diapun merasa senang.
Bukan semata-mata karena materi, etapi karena suka untuk berinfak. Dia berusaha

3
Kitab Raudhatul Muhibbin, Ibnul Qayyim
untuk membantu orang tuanya memenuhi kebutuhan hidup dia beramal tanpa
sepengetahuan kerabatnya, apa yang dia inginkan? Adapun pntu-pintu kebaikan
yang lain telah terpampang di hadapannya. Yang menakjubkan, Allah telah
mengumpulkan pada dirinya, adaba yang luhur, akhlak yang terpuji dan ramah
dalam berbicara menjadi sebagian dari karakternya. Sesungguhnya mutiara yang
terjaga dan Yaqut yang berkilau ini telah emndekati usia tiga puluh tahun, namun
belum menikah. Ada pula temannya yang umurnya telah mendekati empat puluh
tahun, dan ada pula yang umurnya di antara keduanya.
Manakah para pemuda yang berlomba untuk memperebutkan wanita sehebat itu
dan tercetus hatinya untuk mendapatkan wanita shalihah? Para pemuda iu menjauhi
mereka karena kulitnya agak hitam, atau tinggi tubuhnya krang beberapa centi
meter saja dari tinggi ideal, atau karena sedikit lemah pandangan matanya.
Adapun wanita yang shalihah tersebut dilupakan orang dan tinggal di rumah orang
tuanya sementara dia terus membawa Kitabullah di dadanya. Sebabnya karena dia
dicerai.4
Imam Ahmad bin Hambal memilih seorang wanita yang buta daripada saudarinya,
padahal saudarinya cantik. Beliau menanyakan siapakah yang lebih pintar di antara
keduanya? Lalu dijawab: “Yang buta.” Maka beliau berkata: “Nikahkanlah aku
dengannya.”5
Syamith bin Ijlan berkata: “Semoga Allah merahmati sesorang laki-laki yang memilih
seorang wanita meskipun tubuhnya tinggal separuh, wajahnya terdapat kudis, jika
memang diyakini bahwa dia adalah calon penghuni jannah.”6
Malik bin Dinar rahimahullah juga berkata: “Salah seorang di antara kalian tidak mau
menikah dengan gadis yang yatim, padahal dia akan mendapatkan pahala setiap kali
memberinya makan dan pakaian, ringan maharnya, ridha dengan yang sedikit. Dia
mlah menikah dengan binti fulan dan fulan yang meruapakan gadis (pemburu) dunia
yang sellau ingin memperturutkan syahwat dan berkata: “Berikan aku pakaian ini
dan itu.”7

4
Hal ini tidak berarti bahwa wanita yang shlihah itu identik dengan bentuk rupa yang buruk,
bahkan banyak di antara mereka yang dianugerahi oleh Allah kecantikan rupa dan kecantikan akhak.
5
Al-Ihya III/131
6
ibid
7
Al-Ihya II/44
Pengalaman Nyata
Yahya bin Yahya berkata: “Saya sedang bersama Sufyan bin Uyainah. Tiba-
tiba datanglah seseorang dan berkata: “Wahai Abu Muhammad, aku mengeluhkan
kepadamu perihal fulanah -yakni istrinya sendiri-, saya adalah orang yang paling hina
dan remeh di sisinya.” Sejenak Sufyan diam, lalu berkata:
“Barangkali engkau menikahinya dengan maksud mengejar kehormatan (dunia)?
laki-laki itu menjawab: “Benar wahai Abu Muhammad.” Beliau berkata: “Barangsiapa
yang (menikah karena) mengejar kehormatan maka dia akan mendapatkan
kehinaan, barangsiapa yang (menikah karena) ingin mendapatkan harta maka dia
akan menjadi fakir, namun barangsiapa menikah karena agama, maka Allah akan
mengumpulkan baginya kehormatan, harta dan juga kebagusan agama.”
Kemudian beliau melanjutkan pembicaraannya: “Kami adalah empat
bersaudara yakni Muhammad, Imran, Ibrahim dan saya sendiri. Muhammad adalah
anak sulung, sedangkan Imran adalah bungsu, sedangkan saya di tengah. Ketika
Muhamad bermaksud menikah, dia menginginkan kedudukan terhormat. Maka dia
menikah dengan seorang gadis yang lebih status sosialnya lebih tinggi darinya, akan
tetapi justru mendapatkan kehinaan. Sedangkan Imran, dia menikah untuk
mendapatkan kekayaan, maka dia menikah dengan gadis yang lebih kaya darinya,
tapi ALlah membalasnya dengan kefakiran. mereka mengambil seluruh kekayaannya
dan tidak memberikan apapun kepadanya. Kebetulan Imran bin Rasyid menemui
kami, lalu aku musyawarahkan dan aku kisahkan kejadian yang menimpa saudara-
saudaraku itu kepada beliau. Maka beliau menyebutkan kepadaku suatu hadits dari
Yahya bin Yahya bin Ju’dah dan hadits Aisyah. Adapun hadits Yahya bin Ju’dah, Nabi
bersabda:

“Wanita dinikahi karena empat hal, karena agamanya, kedudukannya, hartanya dan
kecantikannya, maka hendaknya engkau memilih karena agamanya, niscaya kamu
akan beruntung.”
Sedangkan hadits Aisyah, Nabi bersabda:
“Wanita yang paling agung barakahnya adalah yang paling ringan maharnya.”
Maka akupun memilih wanita karena agamanya dan meringankan mahar untuk
mengikuti sunnah Rasul saw. Dan akhirnya Allah mengumpulkan bagiku kehormatan,
harta dan juga agama.”8

Buah Mempersitri Wanita Shalihah


Dikisahkan bahwa Umar bin Khathab rdl ketika menjai khalifah melarang penjual
susu mencampurnya dengan air. Suatu malam beliau keluar di pinggiran Madinah,
tiba-tiba beliau mendengar seorang ibu sedang berdialog dengan puterinya:
Ibu : Tidakkah engkau mencampur susumu pagi ini?
Jariyah : Bagaimana saya akan mencampurnya padahal Amirul mukminin
melarangnya?
Ibu : Orang-orang juga mencampurnya maka campurkanlah, Amirul Mukminin
tidak akan tahu.
Jariyah : Kalaupun Umar tidak mengetahui, tetapi sesembahan Umar mengetahui,
saya tidak akan melakukan itu karena beliau melarangnya.
Sungguh dialog tersebut mengesankan di hati Umar. Maka pagi harinya beliau
memanggil Ashim puteranya dan berkata: “Wahai anakku pergilah ke desa anu dan
anu, carilah informasi tentang gadis itu –Umar menyebutkan ciri-cirinya-. Lalu
pergilah Ashim untuk mencari tahu. Ternyata dia adalah gadis dari Bani Hilal. Umar
berkata: “Pergilah wahai anakku dan nikahilah gadis itu, alangkah layaknya dia
melahirkan seorang pehalwan yang memimpin bangsa Arab.” Kemudian Ashim bin
Umar menikahinya. Pernikahan tersebut melahirkan Ummu Ashim binti Ashim bin
Umar bin Khathab. Ummu Ashim dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan bin Hikam,
lalu pernikahan tersebut melahirkan sang khalifah Umar bin Abdul Aziz.9
• Abu Thalhah sebelum masuk Islam melamar Ummu Sulaim. Maka Ummu
Sulaim berkata: “Laki-laki seperti Anda memang tidak pantas untuk ditolak,
akan tetapi Anda adalah laki-laki kafir, sedangkan saya seorang muslimah.
Jika Anda mau masuk Islam, maka itulah mahar untukku, aku tidak meminta
yang lainnya.” Lalu Abu Thalhah masuk Islam dan menikahinya.

8
Hilyatul Auliya VII/289
9
Siirah Umar bin ABdul Aziz oleh Ibnu Abdil Hikam 22-23
• Ibnu Syaibah menceritakan dari Asy-Sya’bi, bahwa ada seorang wanita
membawakan pedang untuk anaknya di hari Uhud, tetapi dia tidak kuat
membawanya. Maka sang ibu mengikatkan pedangnya pada lengan anaknya
dengan tali. Selanjutnya dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallamdan berkata: “Wahai rasulullah, ini anakku ingin berangkat
berperang bersamamu.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda: “Wahai
anak sabetkankan kesana sabetkan kesini, sabetkan kesana!” Lalu anak itu
terluka dan jatuh. Nabi mendekatinya dan bersabda: “Wahai anak, apakah
engkau menyesal?” Anak itu menjawab: “Tidak wahai Rasulullah.”
• Dari Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tatkala turun firman Allah Ta’ala:
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 235) Abu
Ad-Dahdah Al-Anshari berkata: “Wahai Rasulullah apakah Allah Azza wa Jalla
mau menerima pinjaman dari kita?” Beliau bersabda: “Betul wahai Abu Dahdah.”
Abu Dahdah berkata: “Perlihatkanlah tangamu kepadaku wahai rasulullah.”
Diapaun menjabat tangan beliau dan berkata: “Sungguh aku telah meminjamkan
kepada Rabbku Azza wa Jalla (apa yang ada di dalam) pagarku.” Ibnu Mas’ud
berkata: “Padahal yang di dalam pagarnya terdapat enam ratus pohon kurma,
Ummu Dahdah dan keluarganya juga tinggal di dalmnya. Lalu datanglah Abu
Dahdah dan berkata kepada istrinyaaaa; “Wahai Ummu Dahdah!” Labbaik, jawab
Ummu dahdah. Abu Dahdah berkata: “Keluarlah, karena aku telah meminjamkan
(menginfakkan) tempat ini kepada Rabbku Azaw wa Jalla.” Ummu Dahdah segera
mengemasi barng-barang miliknya. Ketika itu ada satu kurma yang berada di
tangan anknya, beliaupun meletakkannya dan keluar bersama anaknya yang
kecil.”
• Imam Ahmad rahimahullah bercerita tentang istrinya yang bernama Abasah
binti Al-Fadhl: “Dia bersamaku selama tiga puluh tahun, tidak pernah dia
berselisih denganku walaupun dalam satu kata, kemudian dia telah
meninggal dahulu, semoga Allah merahmatinya.”
• Di Baghdad ada seorang laki-laki penjual baju yang kaya. Ketika dia sedng
berada di tokonya, tiba-tiba ada seorang gadis yang menemuinya dan
memegang dagangan yang hendak di abeli. Ketika dia sedang berbicara tak
sengaja wajahnya tersingkap lalu diapun salah tingkah. laki-laki itu berkata;
“Demi Allah aku melihat Anda sedang kebingungan.”
Wanita itu menjawab: “Saya datang kemari bukan untuk membeli sesuatu,
selama berhari-hari saya keluar masuk pasar untuk mencari laki-laki yang pas
untuk menikah denganku, sedangkan engkau cocok dengan isi hatiku, saya
memiliki harta, maka apakah Anda mau menikah denganku?” Laki-laki itu
berkata: “Saya sudah memiliki puteri pamanku sebagai istri, saya sudah b
erjanji kepadanya untuk tidak membuatnya cemburu, dan aku sudah
memiliki anak darinya.’ Wanita itu berkata: “Saya rela jika engkau hanya
mendatangiku seminggu dua kali.” Maka laki-laki itupun mau dan berdiri
bersamanya. Akad pun dilakukan, kemudian laki-laki itu memasuki rumah
istri barunya dan mengumpulinya. Setelah itu dia pulang kembali ke
rumahnya dan berkata kepada istrinya: “Ada teman yang memintaku untuk
bermalam di rumahnya.” Dia kembali bermalam bersama istri keduaya,
setiap hari setelah zhuhur dia mengunjungi istri keduanya. Hingga
berlangsung selama delapan bulan, istri pertamanya mulai mencium
gelagatnya, lalu dia menyuruh pembantunya: “Jika dia keluar rumah maka
buntutilah ke mana arah perginya!”
Pembantu itupun mengikutinya. Laki-laki itu pergi ke toko, lalu selepas
zhuhur pergi sementara Jariyah itu masih terus menguntitnya tanpa
sepengetahuannya. Sampai akhirnya sampailah laki-laki itu ke rumah istri
keduanya. jariyah itu bertanya kepada para tentangganya: “Milik siapakah rumah
itu?” Mereka menjawab: “Itu adalah milik seorang wanita yang telah menikah
dengan seorang penjual baju.”
Pembantu itupun segera kembali untuk melapor kepada majikannya. Setealh
dia melapor, majikannya berkata: “Jangan sampai engkau memberitahukan hal
ini kepada seorangpun dan jangan engkau menampakkan perlakuan aneh
kepada suami.”
Genaplah satu tahun, laki-laki itu jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Dia
meninggalkan delapan ribu dinar. Istri pertama segera membagi warisan kepada
anaknya sesuai dengan haknya, yakni tujuh ribu dinar yang dia sisihkan sendiri.
Adapun yang seribu dinar dia bagi menjadi dua dan separuhnya dia letakkan di
gelas. Lalu dia berkata kepada pembantunya: “Bawalah gelas itu dan pergilah ke
rumah istri kedua itu, beritahukan kepadanya bahwa suaminya telah wafat dan
meninggalkan delapan ribu dinar. Bagian anaknya tujuh ribu dan sisanya seribu
dinar aku bagi denganmu masing-masing separuh, ini adalah hakmu, sampaikan
juga salamku untuknya.”
Pembantu itu berangkat dan mengetuk pintu rumah wanita yang dimaksud. Setelah
masuk dia menceritakan tentang keadaan laki-laki yang menjadi suaminya dan ia
mengabarkan kematiannya sekaligus tentang pesan majikannya. Wanita ituun
menangis lalu membuka kotaknya dan mengeluarkan selembar kertas seraya
berkata: “Kembalilah kepada majikanmu, sampaikan salamku kepadanya
beritahukan kepadanya bahwa laki-laki itu telah menceraikan aku dan menulis surat
cerai untukku, kembalikanlah harta ini, karena aku tidak berhak sedikitpun atas harta
yang dia tinggalkan.”10
Ibnu Abid Dunya menyebutkan dalam bukunya ‘Al-Wara :
Al-Abbas bin Sahm berkata: “Ada seorang wanita shalihah, ketika datang berita
tentang kematian suaminya tatkala dia sedang mengadon roti, dia segera
mengangkat kedua tangannya dan berkata: “Makanan ini adalah hasil kami berdua.”
(yakni termasuk yang diwariskan).
Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata: “Suatu hari saya bersama ayah berad di
rumah. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Beliau berkata kepadaku: “Keluarlah dan
lihatlah siapa yang di depan pintu.” Abdullah melanjutkan: “Akupun keluar, dan
ternyata yang mengetuk pintu adalah seorang wanita,d ia berkata kepadaku:
“Mintakanlah ijin kepada Abu Abdillah (yakni bapaknya).” Akupun memintakan ijin
dan yah berkata: “Persilahkan dia masuk.” Wanita itupun masuk dan duduk, lalu
mengucapkan salam kepada beliau dan berkata: “Wahai Abu Abdillah saya adalah
seorang wanita, suatu malam saya memintal benang dengan menggunakan lentera

10
Shifatush Shafwah II/532
dan terkaang lampu itu mati. Maka saya memintal di bawah terangnya bulan.
Apakah saya harus membedakan pintalan dengan sinar dan pintalan dengan lampu?”
Belia menjawab: Jika Anda mampu untuk membedakannya maka hendaknya Anda
memisahkannya.” Lalu wanita itu bertanya lagi: “Wahai Abu Abdillah, apakah
rintihan orang sakit itu dianggap mengeluh?” Beliau menjawab: “Saya berharap
mudah-mudahan itu tidak dianggap sebagai keluhan, akan tetapi hendaknya dia
mengeluh kepada Allah.” Abdullah berkata: “Wanita itupun berpamitan lalu keluar.”
Abdulalh berkata: “Ayah berkata: “Wahai anakku, belum pernah aku mendengar
seorangpun bertanya dengan pertanyaan seperti itu, ikutilah dia dan lihatlah kemana
dia masuk? (yakni di mana rumahnya-pen).” Akupun mengikutinya, ternyata dia
masuk ke rumah Basyar bin Al-harits, karena dia adalah saudar Harits. Lalu aku
pulang dan aku katakan hal itu kepada ayah, beliau berkata: “memang tidak mungkin
ada wanitayang begitu kecuali saudari Basyar.”11
• Di antara buah dan akibat pernikahan dengan wanita shalihah adalah
terjaganya anak-anak, baik ketika ayahnya masih hidup maupun setelah
wafatnya. Kami suguhkan kepada Anda beberapa contoh yang gamblang
perihal kiprah wanita muslimah dalam membina para pemimpin umat, para
ulama dan tokoh-tokohnya.
- Seorang ulama yang terpercaya dan teguh, imam penduduk Syam Abu
Amru Al-Auza’i rahimahullah, tentangnya Imam An-Nawawi berkata:
Para ulama bersepakat untuk menyebut Al-Auza’i sebagai salah satu
imam, kemuliaannya dan ketinggian derajatnya dan kesempurnaan
fadhilahnya. Komentar para salaf sangat banyak dan amat populer.
Yakni komentar tetang sifat wara’nya, zuhudnya, ibadahnya,
konsistennya terhadap kebenaran, banyaknya hadits yang beliau
riwayatkan, kedalaman fikihnya, keteguhannya di atas As-Sunnah,
fasih dalam berbicara, termasuk imam yang sangat menonjol di
masanya dan mereka mengakui kan ketinggian derajatnya.”

11
Thabaqaat Al-Hanabilah 427
Orang yang ilmunya selaut itupun juga merupakan hasil dari seorang
ibu yang agung. Ibunya-lah yang mendidik dan membimbingnya
setelah ayahnya wafat.
- Ada lagi Rabi’ah Ar-Ra’yi rahimahullah, guru dari imam Malik bin Anas
rahimahullah. Ayahnya telah pergi untuk berjihad fii sabilillah sejak ia
masih menjadi janin di perut ibunya, kemudian lenyap tak kunjung
kembali. Sang ayah meninggalkan uang untuk istrinya sebanyak tiga
puluh ribu dinar. Sang ibu yang berhati mulia itu membelanjakan uang
tersebut untuk biaya pendidikan anaknya, meningkatkan
kepahamannya terhadap urusan agamanya. Hingga pada gilirannya
anak yang dijuluki Rabi’ah Ar-Ra’yi tersebut menjadi Syeikh, guru
tokoh, mufti dan ahli fikihnya penduduk Madinah.
- Imam Malik bin Anas rahimahullah, Imam Daarul Hijrah, penyusun
buku fenomenal Al-Muwatha , dialah yang membuat para penuntut
ilmu di kolong langit dunia mengunjungi beliau untukmendapatkan
ilmu darinya, dan mendengarkan fatwanya, dialah orang yang
membuat kagum para sultan dan para raja.
Imam yang agung ini, adalah hasil dari didikan seorang ibu yang mulia.
Sang ibu memapahnya untuk meniti jalan mencari ilmu dan
memberikan motivasi kepadanya, membibingnya untuk
mendapatkan ilmu yang dicari. Maka simaklah Imam Malik yang
mengisahkan sendiri perihal ibunya:
Aku pernah bertanya kepada ibuku: “Bolehkah aku pergi untuk
mencatat ilmu?” Beliau menjawab: “kemarilah, pakailah pakaian
penuntut ilmu!” Maka ibu memakaikan aku pakaian panjang dan
memakaiakan di surban di kepalaku dan juga ‘imamah di atasnya, lalu
beliau berkata: “Pergilah, carilah ilmu sekarang” Beliau juga berkata:
“Pergilah menemui Rabi’ah Ar-Ra’yi, belajarlah adabnya sebelum
ilmunya.”
• Imam Syafi’i Muhammad bin Idris rahimahullah adalah buah yang penuh
barakah dari seorang ibu yang shalihah dan mulia. Ayahanda beliau telah
wafat sejak beliau masih di rahim ibu atau sedang disusui, sehingga ibunya
yang memelihara beliau, mendidiknya dengan bijak. Ibunya adlah seornag
wanita yang pintar dan utama. Dan beliau, sebagaimana yang dispekati
dalam nukilan-nukilan tentang beliau termasuk ahli ibadah yang sangat taat
dan manusia yang suci fithrahnya.12
• Abdul Wahhab bin Atha’ Al-Khaffaf berkata: “Para masyayikh di Madinah
bercerita bahwa Farrukh Abu Abdurrahman ayahanda dari rabi’ah
rahimahullah keluar untuk berperang ke Khurasan di masa pemerintahan
Bani Umayyah. Ketika itu Rabi’ah, putera beliau masih menjadi janin di rahim
ibunya. Farrukh meninggalkan untuk istrinya Ummu Rabi’ah tiga puluh ribu
dinar. Selanjutnya dia menghilang dari Madinah dalam jangka waktu yang
sngat lama. Kemudian baru kembali setelah dua puluh tujuh tahun kemudian.
Dia mengendarai kuda dengan membawa tombak di tangannya. Ketika dia
sampai di Madinah langsung menuju ke rumahnya dan membuka pintu
dengan tombaknya, lalu masuk rumah. Tiba-tiba Rabi’ah keluar menemui dia
sedangkan beliau tidak tahu bahwa dia adalah ayahnya. Rabi’ah berkata:
“Wahai musuh Allah, apakah engkau hendak menyerang rumahku? Farrukh
menyahut: “Wahai musuh Allah, engkau yang hendak mengganggu istriku di
rumahku.”
Lalu keduanya saling terkam, masing-masing mencengkeram leher yang lain
dan bermaksud untuk memukulnya. Suara keduanya makin keras hingga para
tetangga berkumpul. Lalu sampailah kabar tersebut kepada Malik bin Anas
rahimahullah dan beberapa syeikh. Mereka segera ingin membantu gurunya
(Rabi’ah) untuk mengalahkan musuh yang memasuki rumahnya. Rabi’ah
smpai berkata: “Demi Allah aku tidak akan melepaskanmu sampai
melaporkannya kepada sulthan.” Begitupun Farrukh, dia berkata: “Demi Allah
aku tidak akan melepaskanmu kecuali di hadapan sulthan, karena engkau
mengganggu istriku!” Perdebatan semakin ramai. Ketika mereka melihat
imam Malik, merekapun diam. Lalu Malik berkata kepada Farrukh: “Wahai
syeikh, Anda memiliki bukti selain rumah ini?” Farrukh berkata: “Ini adalah
rumahku dan saya adalah Farrukh.” Ketika itu, istrinya mendengar suaranya,

12
Kitab Audatul Hijaab, Muhammad bin Isma il II/204 dengan sedikit perubahan.
lalu dia bergegas keluar dan berkata: “Ini suamiku, dan ini adalah anakku
yang dia tinggalkan ketika saya masih mengandungnya.” Lalu keduanya saling
berpelukan, yakni Farrukh dan puteranya rabi’ah dan keduanya pun
menangis haru.
Setelah itu, Farrukh masuk rumah dan berkata kepada istrinya: “Inikah
anakku yang aku tinggalkan ketika masih masih janin?” Istrinya menjawab:
“Benar.” Farrukh berkata: “Keluarkanlah harta yang pernah aku tinggalkan
kepadamu. Saya juga masih membawa uang sebanyak empat ribu dinar.
Istrinya berkata: “Aku telah menabungnya dan aku akan mengeluarkannya
untukmu beberapa hari lagi. Kemudian Rabi’ah keluar menuju masjid dan
duduk di halaqahnya. lalu Imam Malik mendatanginya, begitupun l-hasan bin
Yazid dan Ibnu Abi Ali yang dikenal sebagai tokoh-tokoh penduduk Madinah.
Mereka hendak menuntut ilmu kepada Rabi’ah, orang yang paling menguasai
ilmu.
Sementara itu, Ummu Rabi’ah berkata kepada Farrukh suaminya: “Keluarlah
dan shalatlah di masjid Rasulullah saw. Farrukh keluar menuju masjid dan
melihat suatu majlis ilmu yang dipenuhi oleh para penuntut ilmu. Dia m
endatanginya dan ikut di dalmnya. Mereka menyisihkan sedikit tempat
untuknya, lalu ikut mendengarkan kajian. Ketika itu Rabi’ah menundukkan
kepala sehingga Farrukh tidak melihatnya. akan tetapi ketika sang ayah
mendengar suara syeikh yang berbicara, juga komentar orang-orang: “Dia
adalah Rabi’ah bin Abi Abdirrahman!” diapun berkata: “Sungguh Allah telah
mengangkat derajat anakku!” Diapun bergegas pulang dan berkata kepada
istrinya: “Demi Allah, aku melihat anakmu berada dalam kedudukan yang
belum pernah aku melihat ahli ilmu dan ahli fikih yang seperti itu!” Istrinya
berkata: “Manakah yang lebih Anda suka, tiga puluh ribu dinar ataukah
kemuliaan yang diraih oleh anakmu?” Farrukh menjawab: “Demi Allah
keadaan anakku lebih aku sukai daripada uang tiga puluh ribu dinar.” Lalu
istrinya berkata: “Sesungguhnya aku telah membelanjakan seluruh harta
yang engkau tinggalkan untuk pendidikan anakmu.” Farrukh berkta:
“Sungguh engkau tidak menyia-nyiakan harta itu.”13
Di Mana Anda Dapatkan Wanita Shalihah?
Tidak diragukan lagi bahwa jiwa Anda pasti merindukan gadis idaman yang
shalihah di antara umat ini. Pertanyaan yang muncul dari benakmu segera
menyeruak penuh kerinduan dan antusias: “Di mana aku bisa mendapatkannya? Di
manakah tempat tinggalnya?
Semua pertanyaan itu tentulah selalu terngiang do benak sorang pemuda
muslim yang berakal dan teguh. Bahkan mungkin pertanyaan tersebut sebagaimana
pertanyaan jika seseorang hendak membeli rumah atau mobil, bukankah dia dan
keluarganya bertanya secara detail dan jeli?
Wahai pemuda
Allah Azza wa Jalla telah menjadikan tanda dan tempat bagi ahli kebaikan dan
kebajikan. begitupun dengan orang-orang fasik dan orang gila.
tempat bagi para wanita shalihah adalah di bilik rumahnya. Dia tidak nampak sering
keluar kecuali ketika darurat. Jika Anda melihatnya di pasar atau di jalan, dia
mentaati perintah Allah dan rasul-Nya dalam menggunakan hijab. Anda bisa
mendapatkanya di tempat shalat di sekolah atau pondok. Anda mendapatkan dia di
pondok tahfizh bagi kaum wanita. Dan Anda bisa juga mendapatkannya di sekolah
tahfizh bagi wanita. Anda juga mendapatkan juga yang semisal dengan mereka di
kalangan wanita baik-baik.
Anda Juga mendapatkan waniat shalihah berada di rumah ahli ilmu, keluarga yang
bagus agamanya, dan orang-orang mulia. Wanita shalihah dapat dijumpai di rumah-
rumah tersebut, alhamdulillah.
Termasuk nikmat Allah adalah banyaknya kaum muslimah yang komitmen (terhadap
Islam), bahkan jumlahnya melebihi para pemuda pada sepuluh tahun terakhir.
Dengan sedikit kesungguhan Anda akan mendapatkannya, dengan sedikit bertanya
Anda dapat mewujudkan cita-cita.

Contoh Istri Shalihah

13
Wafiyat Al-A yaan II/290
Ulama yang bertakwa Asy-Sya’bi rahimahullah suatu ketika duduk bersama
Syuraih Al-Qadhi rahimahullah. Asy-Sya’bi bertanya kepada SYuraih perihal keadaan
dia di dalam rumah. Maka Syuraih bercerita: “Selama dua puluh tahun tidak ada
anggota keluargaku yang membuatku marah.”Asy-Sya’bi menyahut: “Bagaimana
bisa?” Syuraih berkata: “Malam pertamaku bersama istriku, aku melihat perangai
yang baik dan wajah yang sangat cantik, lalu aku berkata dalam hati: “Saya akan
bersuci dan shalat dua rekaat sebagai wujud syukur kepada Allah. Ketika aku salam
dari shalat, ternyata aku mendapatkan istriku shalat di belakangku dan salam
bersamaku.
Ketika rumah telah sepi dari para sahabat dan handai taulan, aku berdiri
mendekatinya untuk melakukan apa yang sewajarnya dilakukan oleh suami
terhadap istrinya. Tapi dia berkata: “Tunggu sebentar wahai Abu Umayyah.” Lalu dia
mulai berbicara: “Segala puji bagi Allah, saya memuji-Nya, memohon pertolongan-
Nya dan saya ucapkan shalawat atas Muhammad dan keluarganya. Sesungguhnya
aku adalah wanita yang masih asing tentang dirimu, belum banyak tahu tentang
akhlakmu. Maka beritahukanlah kepadaku apa saja yang Anda sukai agar aku
melaksanakannya dan apa saja yang Anda benci agar aku bisa menghindarinya.”
Dia melanjutkan: “Sesungguhnya di kalangan kaummu ada wanita yang layak untuk
Anda nikahi, begitupun di kalangan kaumku ada pula kaum laki-laki yang sekufu’
denganku. Akan tetapi jika Allah menghendaki suatu perkara, maka terjadilah.
Engkau telah memiliki diriku, maka berbuatlah sesuai dengan apa yang
diperintahkan Allah kepadamu, rujuk dengan cara yang ma`ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik. Demikian yang bisa saya sampaikan, aku memohon ampunan
kepada Allah untukku dan untukmu.
Syuraih berkata: “Demi Allah wahai Asy-Sya’bi, Alangkah butuhnya aku terhadap
khutbah tersebut.” Akupun berkata: “Alhamdulillah, saya memuji-Nya, memohon
pertolongan-Nya, shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi, wa ba’du:
Sungguh Anda telah mengatakan suatu ucapan yang jika Anda konsekuen niscaya
akan mendapatkan bagianmu. (Yakni akan mendapatkan kebaikan yang banyak
untukmu), akan tetapi jika Anda mengingkarinya, maka ucapan itu menjadi hujjah
atasmu.
kemudian Syuraih berkata: “Aku menyukai ini dan itu, ini dan itu, dan aku membenci
ini dan itu, jika Anda melihat suatu kebaikan maka sebarkanlah dan jika Anda melihat
keburukan dariku maka rahasiakanlah.”
Kemudian istriku berkata: “Bagaimana kadar yang kusukai untuk mengunjungi
keluargaku?” Aku menjawab: “Aku tidak suka jika mertuaku bosan terhadapku.”
(Yakni aku tidak suka mereka terlalu sering mengunjungiku sehingga membuatku
bosan atas kunjungan mereka.)
Istriku berkata: “Siapakah yang Anda suka di antara tetanggamu sehingga dia boleh
memasuki rumahmu dan boleh saya ijinkan masuk? Siapa pula di antara mereka
yang tidak Anda suka?”
Sya menjawab: “Bani Fulan termasuk orang-orang shalih, bani Fulan juga termasuk
kaum yang shalih, maka ijinkan mereka masuk. Akan tetapi bani fulan dan bani fulan
adalah kaum yang buruk perangai, jangan kau ijinkan masuk.”
Syuraih melanjutkan ceritanya: Maka malam itu saya bermalam bersamanya dengan
malam yang sangat indah, selama satu tahun saya hidup berdampingan dengannya
belum pernah aku melihatnya kecuali dalam keadaan yang aku sukai dan aku
harapkan.
Ketika memasuki tahun kedua, aku kembali dari majlis qadhi ke rumah, ternyata ada
seorang waniat di tumahku. Lalu aku bertanya: “Siapakah tamu ini?” Mereka
menjawab: “Dia adalah ibu mertuamu.” Ibu menoleh kepadaku dan bertanya:
“Bagaimana menurutmu perlakuan istrimu wahai Abu Umayyah?” Aku menjawab:
“Dia adalah sebaik-baik istri.”
Ibu mertua berkata: “Wahai Abu Umayyah, sesungguhnya seorang istri itu
keadaannya tidak akan buruk ketika dalam dua keadaan. Yakni jika dia melahirkan
seorang anak atau berharga di sisi suaminya. (Yakni merasa dicintai suami dan
merasa diperhatikan olehnya). Demi Allah, seorang laki-laki tidak akan pernah
ditimpa keburukan dari seorang istri yang mau dibimbing. Maka didiklah istrimu dan
bimbinglah sekehendakmu.”
Syuraih berkata: “Lalu saya tinggal bersama istriku selama dua puluh tahun, aku
tidak pernah menghukumnya sedikitpun kecuali sekali saja, itupun ternyata saya
yang salah, kemudian dia telah wafat, semoga Allah merahmatinya.
Keteguhan
Ditanyakan kepada Utsman An-Naisaburi: “Amalan apakah yang paling Anda
jadikan andalan?” Beliau berkata: “Di usia muda keluargaku mendesakku untuk
segera menikah, namun aku masih menolak. Tiba-tiba datanglah seorang wanita dan
berkata: “Wahai Abu Utsman, aku memintamu atas nama Allah agar engkau sudi
menikahiku.” Akupun mendatangi ayahnya, dia seorang yang fakir dan dia
menikahkan aku dengan senang hati. Ketika dia menemuiku, aku melihat ternyata
dia itu cacat dan buruk rupa.” Beliau melanjutkan: “Karena keicntaan dia kepadaku
maka aku tidak mau keluar, aku duduk dengan setia untuk menjaga hatinya. AKu
tidak menampakkan rasa benci sedikitpun terhadapnya. Dan saya mengalah ketika
dia marah. Hal itu berlangsung hingga lima belas tahun dan akhirnya istriku wafat.
Maka tak ada amalku yang lebih aku harapkan menjadi andalanku dari amal ketika
aku menjaga hatinya tersebut.”14
Seruan
Wahai pemuda!
Sudah seharusnya Anda menyempurnakan syarat istiqamah dlam pribadimu.
Sehingga engkau sukses bersama seorang istri yang shalihah. Yakni hendaknya Ana
berupaya menjadi laki-laki shalih yang berkhlak dengan akhlak Al-Qur’an, mentaati
perintah Allah Azza wa Jalla dan perintah Rasul-Nya yang mulia saw. Adalah sia-sia
jika seorang yang lalai ingin melamar wanita baik-baik. barangsiapa hendak melamar
wanita baik-baik maka tidak perlu memberikan mahar yang terlalu mahal. Yang perlu
Anda pikirkan pertama ketika hendak menikah dengan wanita shalihah adalah
memikirkan upaya untuk memperbaiki dirimu sendiri. Ini adalah nikmat yang agung
dan permulaan yang baik dan lurus.
Semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan, dan memberikan rejeki
kepada kalian berupa keturunan yang shalihah dalam bentangan kesenangan dan
kebahagiaan.
Saudaraku tercinta
Tidak akan menyesal jika Anda mau mentaati perintah rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam di dalam sabdanya:

14
Shaidul Khathir 349
”Nikahilah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” sejukkanlah
pandangan mata dan perbanyaklah doa untuk mendapatkan keturunan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai