Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus
obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus
paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan
operatif.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 6070% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki
mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson,

2006).

Di

Amerika

diperkirakan

sekitar

300.000-400.000

menderitaileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059


kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024
pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan Indonesia).
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan
darurat,dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal
dan diagnosis yang tepat. Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini
menempati urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab
dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada
tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus,
kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda
pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian,
sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan
menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.4 ILEUS
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya
makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik (Hamami, 2003).
2.4.1 Ileus Paralitik
2.4.1.1 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
(Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus
melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi
dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya
obstruksi mekanik. (Badash, 2005)
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai
saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,
gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson (Sjamsuhidajat, 2003)
2.4.1.2 Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam). (Badash, 2005)
2

Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya


obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah
keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus
yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit (Badash, 2005).
Beberapa penyebab terjadinya ileus:

Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hipermagensemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
3

2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)


3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum

Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic

2.3.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung

norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia


merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal (Badash, 2005).
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan

menyebabkan

terhambatnya

pergerakan

makanan

pada

traktus

gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat


saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. (Nobie, 2003)
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti yang tercantum dibawah ini:

Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
-

operasi abdominal.
Refleks inhibisi dari

saraf

efferent:

menghambat

pelepasan

neurotransmitter asetilkolin.
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk
lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin
mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung
empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu
kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi
lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga

menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat


bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung
empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari
lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan
lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat

asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.
Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan
untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang
mempersarafi otot polos usus.

2.4.1.4 Manifestasi Klinik


Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus
yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik
yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan
usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5
hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas

negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang


ditemukan adalah gambaran peritonitis.
2.4.1.5 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa
BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
-

Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada

pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.


Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan

pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.


Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila

dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.
2.4.1.6 Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003)
Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai
oleh kolonoskopi berulang (Levine, 1992). Beberapa obat-obatan jenis penyekat
simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya
tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsipprinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus
paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik karena obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)
1. Konservatif

Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

Analgesik apabila nyeri.

Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi
melalui laparotomi.

Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

Reseksi usus dengan anastomosis

Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

2.3.1.8 Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.
Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu
dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk membuang
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik.
2.4.2 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)
2.4.2.1 Definisi

Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi
lumen usus atau gangguan peristalsis usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua
yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi
disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka kejadian tersering.
2.4.2.2 Klasifikasi
Lokasi Obstruksi

Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

Letak Tengah : Ileum Terminal

Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Stadium

Parsial : menyumbat lumen sebagian

Simple/Komplit: menyumbat lumen total

Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

2.4.2.3 Etiologi
i. Penyempitan lumen usus

10

Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.

Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.

Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.

ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus
v. Malformasi Usus

Gambar 2.3 Bermacam penyebab ileus obstruktif. (Hamami,2003)

11

2.4.2.4 Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian. (Purnawan, 2009)
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan
dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi

12

biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,
menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan
nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
2.4.2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis.
Nyeri (Kolik)
Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh
riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya
dapat menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung

13

cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat
menjurus kepada ileus letak rendah.
2. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti :


Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya
suara usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.

Adanya obstruksi ditandai dengan :

Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila
ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

14

- Feses yang mengeras : skibala


- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid
level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi.
Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus
halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Foto Polos Abdomen

15

Dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mucosa
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Pelebaran udara usus halus atau
usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras
dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan
untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

Gambar 2.4 Radiolagi dari Ileus obstruktif (American Gastroenterological


Association, 2003)
2.4.2.6 Diagnosis banding
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1. Carcinoid gastrointestinal.
2. Penyakit Crohn.
3. Intussuscepsi pada anak.
4. Divertikulum Meckel.
5. Ileus meconium.
6. Volvulus.
7. Infark Myocardial Akut.
8. Malignansi, Tumor Ovarium.

16

9. TBC Usus.
2.4.2.7 Penatalaksanaan
Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera
setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu
pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit
dan dekompresi pipa lambung. Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat
strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada perbaikan pada
pengobatan konservatif. (Purnawan,2009)
1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa
obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang
baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita
meliputi :
Balance Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
2. Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus
yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya
adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian
tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia

17

incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus


ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh
karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali
belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta
menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan
pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi
strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7
hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan
sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting. (Purnawan, 2009)
2.4.2.8 Komplikasi
18

Nekrosis usus

Perforasi usus

Sepsis

Syok-dehidrasi

Abses

Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

Pneumonia aspirasi dari proses muntah

Gangguan elektrolit

2.4.2.9 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas
sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat

DAFTAR PUSTAKA

19

American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus :


Etiologies and Interventions. University of California San Fransisco :
California.
Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel
Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.
Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber,
A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com.
Accessed july 9, 2012.
Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J.,
Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus
Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 615-681.
Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar
Bedah Sabistons essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa:
Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC,
1992.
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 2003. Available
at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIle
us.html. Accessed juli 20, 2012
Nobie
BA.
Obstruction,
small
bowel.
2007.
Available
at:
http//www.emedicine.com. Accessed juni 20, 2012.
Purnawan, Iwan. 2009. Ileus. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price,
S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta:
EGC, 1994.
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.
Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.
Translight
Medical
Media,
2008
http://gasdetections.com/anatomygastrointestinal-system.html#more-425 Accessed july 20, 2012.

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 7
    Bab 7
    Dokumen1 halaman
    Bab 7
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • ACOS
    ACOS
    Dokumen15 halaman
    ACOS
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Tips Menghadapi Cewek Cuek
    Tips Menghadapi Cewek Cuek
    Dokumen2 halaman
    Tips Menghadapi Cewek Cuek
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Konsep Bimbingan Belajar
    Konsep Bimbingan Belajar
    Dokumen1 halaman
    Konsep Bimbingan Belajar
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Bab 7
    Bab 7
    Dokumen1 halaman
    Bab 7
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • KOLOM
    KOLOM
    Dokumen2 halaman
    KOLOM
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen17 halaman
    Refer at
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Belibis A17-Soal UKDI THT
    Belibis A17-Soal UKDI THT
    Dokumen10 halaman
    Belibis A17-Soal UKDI THT
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • PCOS
    PCOS
    Dokumen19 halaman
    PCOS
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurnal
    Cover Jurnal
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurnal
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Keseimbangan Asam Basa
    Gangguan Keseimbangan Asam Basa
    Dokumen8 halaman
    Gangguan Keseimbangan Asam Basa
    Eni Ta
    100% (1)
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • FISIOLOGI
    FISIOLOGI
    Dokumen4 halaman
    FISIOLOGI
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Deskriptf Penelitian Herbal
    Deskriptf Penelitian Herbal
    Dokumen6 halaman
    Deskriptf Penelitian Herbal
    Cah Lilin
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • 81 PP 027
    81 PP 027
    Dokumen9 halaman
    81 PP 027
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Rinitis Vasomotor
    Rinitis Vasomotor
    Dokumen9 halaman
    Rinitis Vasomotor
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Referat Sirosis Hepatis
    Referat Sirosis Hepatis
    Dokumen24 halaman
    Referat Sirosis Hepatis
    aria adhitya
    100% (4)
  • 81 PP 027
    81 PP 027
    Dokumen9 halaman
    81 PP 027
    Suhendra Mandala Ernas
    Belum ada peringkat
  • Struma Nodosa Non Toksik
    Struma Nodosa Non Toksik
    Dokumen28 halaman
    Struma Nodosa Non Toksik
    Leo Fernando
    100% (2)
  • Deviasi Septum Nasi
    Deviasi Septum Nasi
    Dokumen15 halaman
    Deviasi Septum Nasi
    Sylvia Youvella
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Vena Kava Superior
    Sindrom Vena Kava Superior
    Dokumen2 halaman
    Sindrom Vena Kava Superior
    sikebolucu
    Belum ada peringkat