Anda di halaman 1dari 4

KAITAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT DAN AGAMA

Pendahuluan
Manusia dibedakan oleh seluruh makhluk lainnya di alam dengan adanya akal dan
perasaan. Kemampuan akal dan perasaan menuntun manusia untuk meneruskan
kehidupan manusia. Dengan mempergunakan keduanya manusia dapat mengambil
manfaat dari alam, dengan perlahan mengubah alam yang pada awalnya ganas dan
tak bersahabatan menjadi tempat perlindungan dan sumber pemenuhan kebutuhan
manusia. Berbeda halnya dengan hewan dan tumbuhan yang tidak dikarunia akal,
kehidupan yang mereka jalani hanya berdasarkan insting sebagai reaksi yang
muncul dari alam. Sehingga kehidupan hewan dan tumbuhan bersifat jumud,
alamiah, statis dan tak berubah. Sedangkan manusia senantiasa melakukan inovasi
dan spekulasi yang merupakan karakter utama dari akal dan hati. Maka, dengan
keduanya manusia membangun peradabannya.
Aktualisasi dari penggunaan akal dan hati secara sederana melahirkan tiga media
utama pengetahuan, yaitu ; filsafat ilmu pengetahuan dan agama. Ketiganya diakui
bertujuan untuk mencari makna kebenaran. Beberapa golongan pemikir manusia
kerap menyandingkan ketiganya dalam upaya memperoleh sebuah kebenaran yang
diyakini. Ketiganya dengan kelebihan dan kekurangan pada metodologi masingmasing disatukan dalam satu kerangka pemikiran sehingga diharapkan saling
menutupi kelemahan masing-masing. Ketika kelemahan pada ketiganya dapat
diminimalisir maka akan memudahkan untuk dapat lebih dekat kepada kebenaran.
Akan tetapi dilain pihak beberapa pemikir manusia lainnya menganggap bahwa
ketiganya bukanlah media yang sama. Diantara mereka ada yang mengagungkan
salah satu saja dan menyalahkan yang lainnya, atau mengagungkan dua dari
ketiganya dan mencemoohkan yang satu. Sehingga ketiganya kerapsaling
berhadapan dan menyalahkan. Meskipun ketiganya muncul dengan latar belakang
yang sama, akan tetapi berakhir dengan perbedaan yang saling menyalahkan.
Secara garis besar terdapat dua pendapat besar dalam kaitan antara ilmu
pengetahuan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama. Pendapat pertama
mengatakan bahwa hanya filsafat dan ilmu saja yang merupakan sarana untuk
mencari kebenaran pada manusia. Pendapat kedua menyatakan bahwa agamalah
satu-satunya yang mengandung kebenaran sedangkan ilmu dan filsafat hanya
bersifat nisbi belaka. Beranjak dari persolaan ini, penulis akan mengulas dalam
bentuk penulisan yang objektif, tidak memihak
Ilmu dan Filsafat di Satu Akar dan Agama di Akar Lain
Pendapat yang menyatakan bahwa hanya ilmu dan filsafat yang merupakan sarana
pencari kebenaran sedangkan agama bukanlah sumber kebenaran. Bahkan agama
termasuk dalam kategori kesalahan yang harus dihilangakan dalam kehidupan
manusia. Pendapat ini dikemukan oleh beberapa pemikir Barat yang banyak
memberikan corak dan warna dalam pembentukan pemikiran barat. Semenjak David
Hume, seorang yang beraliran empiris menyatakan bahwa pengetahuan manusia
hanya pada pengetahuan indrawi . Maka segala hal yang tidak dapat dindrai oleh
indra manusia (panca indra) bukanlah pengetahuan, melainkan hanya khayalan

sesat belaka. Pengetahuan yang benar adalah proses penerimaan objek melalui
indra, kemudian diterima akal dengan apa adanya, lalu dilakukan proses pemilahan
dan pengingatan data. Maka data yang kerap sesuai dengan fakta yang terlihat
disebut dengan pengetahuan.
Kemudian terbangunlah pendapat besar bahwa kebenaran hanyalah sesuatu yang
bersifat ilmiah. Ilmiah diartikan sebagai upaya pencari kebenaran yang sistemik dan
dapat dipercaya. Maka segala pengetahuan yang tidak berdasarkan metode ini
dianggap hanya khayalan, agama termasuk kategori pengetahuan yang bersifat
khayalan. Pernyataan ini secara jelas diungkap oleh Auguste Comte (abad ke-19)
bahwa rasionalitas ilmiah merupakan rasionalitas yang terdapat pada fisika dan ilmu
pasti, sedangkan agama hanya dapat dilihat sebagai mitos dan ajaran etika saja.
Agama Merupakan Akar Utama Pengetahuan
Semua filosof muslim berpedidikan seperti Ibn Miskawaih (932-1030), al Ghazali
(1059-1111), Allamah Muhammad Iqbal sependapat bahwa sumber semua
pengetahuan adalah Yang Kudus atau Yang Ilahi (Tuhan) . Pendapat mereka secara
gamblang tertulis dalam al Quran bahwa Allah mengajarkan Adam nama dari
benda-benda. Nama benda-benda berarti unsure pengetahuan, baik yang duniawi
mau pun bukan yang duniawi. Kisah yang dipaparkan dalam al Quran tersebut
menjadi landasan bahwa agama merupakan akar semua pengetahuan, baik yang
berada dalam khazanah filsafat mau pun ilmu pengetahuan.
Prinsip utama yang menjadi landasan pendapat ini adalah bahwa manusia
merupakan makhluk yang diciptakan oleh Sang Pencipta. Maka setiap tindakannya
harus berdasarkan dari amanah yang dititipkan oleh-Nya. Sedangkan untuk
memahami maksud dan amanah penciptaan berdasarkan ajaran agama, sehingga
dengan demikian agama menjadi landasan bahkan sumber utama kehidupan
manusia. Agama bersifat mutlak absolute, karena berdasarkan dari Tuhan.
Sedangkan filsafat dan ilmu pengetahuan hanya bersifat nisbi, karena lahir dari
manusia yang terbatas.
Mendudukan Kedua Pendapat
Sejarah pengetahuan diakui lahir dari kegiatan berfilsafat. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A
dalam bukunya Filsafat Ilmu menyatakan bahwa secara histories ilmu berasal dari
kajian filsafat karena awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan yang ada
secara sistematis, rasional dan logis, termasuk juga hal yang empiris . Kemudian
kajian-kajian tersebut mengalami spesialsasi. Kajian terhadap alam terbagi kepada
spesialsasi yang beragam sehingg melahirkan ilmu-ilmu alam ; astronomi,
kedokteran, biologi, astrologi dan sebagainya.kajian-kajian ilmu kemanusian
(humaniora) terspesialisasi ke beragam displin ilmu-ilmu social ; antroplogi,
sosiologi, psikologi, politik dan sebagainya.
Kajian ilmu yang lebih khusus artinya hanya diperuntukkan terhadap sesuatu yang
empiric (dapat dipahami dengan indra) menjadikan ilmu bekembang dengan pesat.
Bahkan terkadang mengabaikan filsafat yang menjadi peletak dasarnya. Secara
pesat dan tersistem ilmu berkembang merambah lautan dan mendaki pegunungan
bahkan menjelajah antariksa. Sedangkan filsafat kelihatan semakin terbelakang dan

surut, hal ini disebabkan oleh ruang lingkup bahasan yang semakin sempit, juga
kajiannya yang amat umum-jelas berbeda dengan ilmu-, ditambah lagi kegiatan
berpikira yang dilakukan filsafat bersifat spekulasi, atau mereka dengan fakta-fakta
yang rasional-relatif, factor-faktor inilah yang kemudian menjadikan filsafat tumbuh
secara lambat. Untuk lebih jelas akan kita sadur pendapat Endang Saifuddin
Anshari, MA dalam membagi cabang kajian filsafat, sebagai berikut :
1) Metafisika, filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, tentang hakikat yang
bersifat transenden, di luar atau di atas jangkauan pengalaman indra manusia.
2) Logika, filsafat tentang berpikir yang benar dan salah.
3) Etika, filsafat tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk.
4) Estetika, filsafat tentang kreasi yang indah dan jelek (seni).
5) Epistemology, filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6) Filsafat-filsafat khusus lainnya, seperti ; filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat
alam, filsafat agama, filsafat pendidikan .
Penggolongan kajian filsafat tersebut berdasarkan tiga objek pembahasan filsafat,
yaitu :
a. Tentang Tuhan
b. Tentang Manusia
c. Tentang Alam
Filsafat dengan media akal sebagai penyingkap kebenaran membutuhkan ilmu
pengetahuan dalam menyokong analisa terhadap gejala-gejala pada alam dan
manusia. Dan ketika membahas mengenai ketuhanan mereka mebutuhkan satu
media lagi yaitu agama. Maka dalam hal ini terjadi perbedaan antara para filosof, di
antaranya para psiko analis mengungkapkan bahwa adalah fiksi murni (karangan
manusia) yang dilahirkan dari kelemahan manusia. Agama adalah jalan keluar dari
ketakutan, kekerasan, dan kedahsyatan realitas yang dihadapi manusia dari semua
sisi . Sehingga dengan pengertian ini agama dianggap hanya hasil imajinasi
manusia yang lemah ketika tidak lagi dapat menyingkap dan menghadapi kenyataan
kehidupan.
Sudah menjadi kesepakatan yang tak terbantahkan bahwa manusia merupakan
makhluk yang terbatas, baik kemampuan fisik mau pun intelektual. Maka tidaklah
mengejutkan kalau manusia akan merasa lemah, akan menganggap bahwa ada
suatu zat di luar dirinya yang telah menciptakan dan memberikan kemampuan
kepadanya. Hal ini hanya dapat diterima dengan keyakinan. Immanuel Kant sendiri
meski pun tidak mengakui agama menyadari hal ini, meski pun ia menyebutnya
hanya sekedar phenomena, Henry Bergson secara tegas menyetujui hal ini dengan
menyebutnya sebagai intuisi. Sebutan tersebut sama hal dengan makna agama,
yaitu pengetahuan yang bersifat transenden (dari luar diri manusia), yaitu
pengetahuan yang berasal dari Tuhan. Mathew Arnold mengungkapkan bahwa
agama merupakan hubungan akrab manusia dengan sumber mutlak dari seluruh
kehidupan dan keberadaan . Sumber mutlak tersebut adalah Tuhan, yang hanya
dipahami melalui agama.
Maka dalam hal ini dapat disusun sebuah hirarki bahwa ilmu membahas
pengetahuan yang khusus pada hal-hal yang dapat dindera, dan terhenti hanya

sampai disitu, kemudian filsafat menjawab hal-hal yang lebih luas dan mendasar
pada manusia dengan menggunakan bantuan ilmu, namun ia hanya akan sampai
pada objek yang dapat dijangkau akal saja, ketika berbicara mengenai asal muasal
diri, alam, penciptaan dan etika ia terhenti, maka muncullah agama sebagai
penyempurna kedahagaan intelektual manusia. Manusia kemudian mengaktifkan
faskultas-fakultas pada dirinya dalam mengungkap kebenaran dan pengetahuan
dengan indera, akal, hati dan wahyu. Seorang atheis pernah berkata bahwa aku tak
percaya kepada Tuhan tapi aku melihat-Nya dimana-mana

Anda mungkin juga menyukai