Anda di halaman 1dari 71

BUKU AJAR

ANALISA STRUKTUR I

DISUSUN OLEH :
I PUTU LAINTARAWAN, ST, MT.
I NYOMAN SUTA WIDNYANA, ST, MT.
I WAYAN ARTANA, ST.

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HINDU INDONESIA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmatNya,
penyusunan Buku Ajar Analisa Struktur I dapat diselesaikan. Buku Ajara ini disusun
untuk menunjang proses belajar mengajar mata kuliah Analisa Struktur I sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya tujuan
instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.
Diktat ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah ini,
terdapat banyak buku yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan
mahasiswa bisa mendapatkan materi dari sumber lain. Secara garis besarnya Diktat ini
mencakup materi mangenai gaya, analisis struktur statis tertentu, garis pengaruh
struktur statis tertentu, serta balok gerber.
Penulis

menyadari

bahwa

diktat

ini

masih

banyak

kelemahan

dan

kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat
terutama yang mengasuh mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan
tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, Februari 2009


Penulis

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
BAB I PENGANTAR ANALISIS STRUKTUR ...........................................................1
1.1 Pendahuluan .............................................................................................................1
1.2 Tujuan Analisis Struktur ..........................................................................................2
BAB II STATIKA...........................................................................................................3
2.1 Pendahuluan .............................................................................................................3
2.2 Pengertian Gaya .......................................................................................................3
2.3 Vektor Resultan ........................................................................................................4
2.4 Momen ....................................................................................................................5
2.5 Keseimbangan Benda Tegar .....................................................................................9
BAB III STRUKTUR STATIS TERTENTU .................................................................11
3.1 Modelisasi Struktur ..................................................................................................11
3.2 Jenis-Jenis Beban .....................................................................................................12
3.3 Perletakan / Tumpuan ..............................................................................................13
3.4 Definisi Struktur Statis Tertentu ..............................................................................14
BAB IV GAYA DALAM ...............................................................................................17
4.1 Pendahuluan .............................................................................................................17
4.2 Pengertian Gaya Dalam ...........................................................................................17
4.2.1 Gaya Dalam Momen .............................................................................................18
4.2.2 Gaya Lintang .........................................................................................................19
4.2.3 Gaya Normal .........................................................................................................21
4.2.4 Contoh-Contoh Balok Struktur Statis tertentu .....................................................21
4.3 Beban Segitiga .........................................................................................................28
BAB V GARIS PENGARUH ........................................................................................31
5.1 Pendahuluan .............................................................................................................31
5.2 Definisi Garis Pengaruh ...........................................................................................31
5.3 Kegunaan dari suatu Garis Pengaruh .......................................................................33
BAB VI BALOK GERBER ...........................................................................................39
6.1 Pendahuluan .............................................................................................................39
6.2 Bentuk Sendi Gerber ...............................................................................................40
6.3 Menentukan Letak Sendi Gerber ............................................................................41
6.4 Mekanisme Penyelesaian Balok Gerber .................................................................43
BAB VII GARIS PENGARUH BALOK GERBER .....................................................50
7.1 Garis Pengaruh Balok Gerber ..................................................................................50
7.2 Momen Maximum di Suatu Titik Pada Gelagar .....................................................56
7.3 Mencari Momen Maximum Maximorum di Suatu Gelagar ....................................61
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................67

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

ii

BAB I
PENGANTAR ANALISIS STRUKTUR
1.1 Pendahuluan
Di sepanjang sejarahnya, umat manusia telah berhasil membangun berbagai
struktur bangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang terkait dengan
kenyamanan, mobilitas dan kepuasan kehidupannya. Awalnya, pembangunan dilakukan
melalui proses coba-coba yang memerlukan banyak waktu dan tenaga. Setiap
pembangun selalu berhadapan dengan tantangan lebih baru ketimbang pendahulunya.
Sampai suatu saat, harus mengalami kegagalan disertai timbulnya kesadaran bahwa
batas kekuatan sistem strukturalnya telah dilampaui. Suatu struktur yang didirikan
kemudian ternyata runtuh dan dibangun ulang dengan lebih kokoh lagi dengan merubah
konfigurasi strukturnya.
Setelah berabad-abad dilalui, proses mendirikan bangunan yang hanya didasarkan
pada pengalaman dan cara coba-coba, sekarang telah berkembang menggunakan
teknologi rekayasa berdasarkan hukum-hukum fisika. Teori analisis struktur bangunan
telah ada sejak zaman Yunani Kuno, yang pertama kali menuangkan konsep-konsep
yang berhubungan dengan gaya-gaya dan keseimbangannya. Analisis struktur sebagai
disiplin yang terlepas dari analisis tegangan dalam perancangan material, baru mulai
dikembangkan sejak pertengahan pertama abad XIX. Kemudian selama satu abad
berikutnya, berbagai ragam teknik dikembangkan, sehingga analisis struktur tersusun
menjadi suatu pengetahuan dan berkembang sangat pesat di Tahun 1950an. Di saat
mana, muncul dua faktor penting yang sangat mendorong upaya pengembangan analisis
melalui penggunaan metode matriks. Pertama, munculnya komputer dengan kecepatan
tinggi yang membebaskan rekayasawan dari tugas berhitung secara manual, sehingga
memungkinkan mengganti metode-metode perkiraan dengan metode analisis yang lebih
eksak dan rasional. Kedua, berlangsungnya peningkatan dalam ukuran dan kompleksitas
bangunan di bidang rekayasa sipil, mekanikal, struktur lepas pantai, ruang angkasa dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya, yang lebih sesuai apabila diselesaikan melalui penerapan
metode analisis yang lebih singkat.
Sampai saat ini, teori-teori struktur secara matematis merupakan bagian dari
ilmu fisika yang telah memungkinkan penyelesaian berbagai permasalahan struktur.
Dengan menggunakan alat bantu teknologi komputer, gagasan-gagasan rancangan

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

struktur kompleks lebih dimungkinkan untuk membuat keputusan logis secara simultan.
Namun seorang rekayasawan struktur hendaknya tidak menerima begitu saja hasil
keluaran

komputer, kecuali

telah

diyakini

sesuai

dengan pengetahuan

dan

pengalamannya. Sehingga output komputer merupakan hanya alat bantu untuk


mempermudah di dalam pengambilan keputusan rekayasa (engineering judgement),
dalam rangka mencapai pendekatan hasil yang seharusnya.
1.2 Tujuan Analisis Struktur
Tujuan utama analisis struktur adalah untuk menentukan respons struktur
terhadap berbagai kemungkinan beban yang akan bekerja selama masa layannya.
Respons

ini

dapat

berupa

deformasi,

perpindahan,

aksi-aksi

gaya

ataupun

tegangan-tegangan internal.
Dalam praktek, ada dua keadaan yang membutuhkan analisis struktur:
1. Keadaan pertama, ketika struktur yang sudah berdiri harus dianalisis agar bisa
menaksir kapasitasnya. Sebagai contoh, analisis struktur jembatan yang
dikehendaki untuk ditingkatkan batas bebannya, atau bangunan gedung yang
semula dirancang untuk ruang kuliah kemudian setelah berdiri dikehendaki
berubah menjadi ruang perpustakaan. Analisis struktur di sini menetapkan reaksi
(respons) struktur terhadap sistem pembebanan yang bekerja.
2. Keadaan kedua, merupakan kondisi yang lebih umum, muncul sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari tahap-tahap proses perancangan bangunan secara
keseluruhan. Merancang struktur adalah upaya mencipta dan memodifikasi
konfigurasi fisik secara teratur sehingga struktur diperkirakan dapat memberikan
respons yang sesuai dan akhirnya bisa berfungsi seperti yang dikehendaki.
Analisis dan perancangan struktur, keduanya menuntut pemahaman mendalam
mengenai sifat-sitat dan hukum-hukum pokok (penentu) perilaku material. Penerapan
hukum-hukum statika dan kuat material yang seharusnya diperkenalkan sebagai
pengetahuan dasar bagi mahasiswa di bidang rekayasa merupakan bagian kecil dari
pengetahuan analisis struktur. Oleh karenanya, pembaca dianggap sudah cukup dibekali
dan menguasai pengetahuan tentang mekanika statika dan kekuatan material
tersebut.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

BAB II
STATIKA
2.1 Pendahuluan
Ilmu statika pada dasarnya merupakan pengembangan dari ilmu fisika, yang
menjelaskan kejadian alam sehari-hari, yang berkaitan dengan gaya-gaya yang bekerja.
Insinyur sipil dalam hal ini bekerja pada bidang perencanaan, pelaksanaan dan
perawatan atau perbaikan konstruksi bangunan sipil. Fungsi utama bangunan sipil
adalah mendukung gaya-gaya yang berasal dari beban-beban yang dipikul oleh
bangunan tersebut. Sebagai contoh adalah beban lalu lintas kendaraan pada
jembatan/jalan, beban akibat timbunan tanah pada dinding penahan tanah (retaining
wall), beban air waduk pada bendung, beban hidup pada lantai bangunan gedung, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, penguasaan ilmu statika sangat penting dan membantu
insinyur sipil dalam kaitannya dengan perencanaan suatu struktur.
2.2 Pengertian Gaya
Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan deformasi pada suatu struktur. Gaya
mempunyai besaran dan arah, digambarkan dalam bentuk vektor yang arahnya
ditunjukkan dengan anak-panah, sedangkan panjang vektor digunakan untuk
menunjukkan besarannya.

Gambar 2.1 Vektor Gaya


Garis disepanjang gaya tersebut bekerja dinamakan garis kerja gaya. Titik
tangkap gaya yang bekerja pada suatu benda yang sempurna padatnya, dapat
dipindahkan di sepanjang garis kerja gaya tersebut tanpa mempengaruhi kinerja dari
gaya tersebut. Apabila terdapat bermacam-macam gaya bekerja pada suatu benda, maka
gaya-gaya tersebut dapat digantikan oleh satu gaya yang memberi pengaruh sama
seperti yang dihasilkan dari bermacam-macam gaya tersebut, yang disebut sebagai
resultan gaya.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

2.3 Vektor Resultan


Sejumlah gaya yang bekerja pada suatu struktur dapat direduksi menjadi satu
resultan gaya, maka konsep ini dapat membantu didalam menyederhanakan
permasalahan. Menghitung resultan gaya tergantung dari jumlah dan arah dari gayagaya tersebut. Beberapa cara/metode untuk menghitung/mencari resultan gaya, yaitu
antara lain:
1. Metode penjumlahan dan pengurangan vektor gaya.
2. Metode segitiga dan segi-banyak vektor gaya.
3. Metode proyeksi vektor gaya.
1. Metode penjumlahan dan pengurangan vektor gaya
Metode ini menggunakan konsep bahwa dua gaya atau lebih yang terdapat pada
garis kerja gaya yang sama (segaris) dapat langsung dijumlahkan (jika arah
sama/searah) atau dikurangkan (jika arahnya berlawanan).

Gambar 2.2 Penjumlahan vektor searah dan segaris menjadi resultan gaya R
2. Metode segitiga dan segi-banyak vektor gaya
Metode ini menggunakan konsep, jika gaya-gaya yang bekerja tidak segaris,
maka dapat digunakan cara Paralellogram dan Segitiga Gaya. Metode tersebut cocok
jika gaya-gayanya tidak banyak.

Gambar 2.3 Resultan dua vektor gaya yang tidak segaris

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

Namun jika terdapat lebih dari dua gaya, maka harus disusun suatu segibanyak
(poligon) gaya. Gaya-gaya kemudian disusun secara berturutan, mengikuti arah jarum
jam.

Gambar 2.4 Resultan dari beberapa vektor gaya yang tidak searah
Jika telah terbentuk segi-banyak tertutup, maka penyelesaiannya adalah tidak ada
resultan gaya atau resultan gaya sama dengan nol. Namun jika terbentuk segi-banyak
tidak tertutup, maka garis penutupnya adalah resultan gaya.
3. Metode proyeksi vektor gaya
Metode proyeksi menggunakan konsep bahwa proyeksi resultan dari dua buah
vektor gaya pada setiap sumbu adalah sama dengan jumlah aljabar proyeksi masingmasing komponennya pada sumbu yang sama. Sebagai contoh dapat dilihat pada
Gambar 2.7.

Gambar 2.5 Proyeksi Sumbu


Xi dan X adalah masing-masing proyeksi gaya Fi dan R terhadap sumbu x. sedangkan
Yi dan Y adalah masing-masing proyeksi gaya Fi dan R terhadap sumbu y.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

Dengan demikian, metode tersebut sebenarnya tidak terbatas untuk dua buah
vektor gaya, tetapi bisa lebih. Jika hanya diketahui vektor-vektor gaya dan akan dicari
resultan gaya, maka dengan mengetahui jumlah kumulatif dari komponen proyeksi
sumbu, yaitu X dan Y, maka dengan rumus pitagoras dapat dicari nilai resultan gaya
(R).

Untuk lebih jelasnya, perhatikan beberapa contoh di bawah ini.


1). Diketahui suatu benda dengan gaya-gaya seperti terlihat pada Gambar 2.6 sebagai
berikut. Ditanyakan : Tentukan besar dan arah resultan gaya dari empat gaya tarik pada
besi ring.

Gambar 2.6 Contoh soal pertama


2). Diketahui dua orang seperti terlihat pada Gambar 2.7, sedang berusaha
memindahkan bongkahan batu besar dengan cara tarik dan ungkit. Ditanyakan: tentukan
besar dan arah gaya resultan yang bekerja pada titik bongkah batu akibat kerja dua
orang tersebut.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

Gambar 2.7 Contoh soal kedua


Gaya yang bereaksi pada suatu massa kaku, secara umum selain menyebabkan
deformasi, ternyata juga menyebabkan rotasi (massa tersebut berputar terhadap suatu
titik sumbu tertentu). Posisi vektor gaya yang menyebabkan perputaran terhadap suatu
titik sumbu tertentu tersebut disebut sebagai momen.

Gambar 2.8 Model struktur kantilever


Pada Gambar 2.8 dapat kita lihat bahwa akibat beban terpusat (lampu gantung
dan penutup) yang bekerja pada titik B, maka akan timbul momen pada titik A. Pada
kasus tertentu, akibat adanya momen untuk suatu beban yang memiliki eksentrisitas,
akan menimbulkan suatu putaran yang disebut dengan torsi atau puntir. Ilustrasi
mengenai torsi atau puntir sebagai contoh adalah pada sebuah pipa, seperti terlihat pada
Gambar 2.9, Gambar 2.10, dan Gambar 2.11. Jika momen tersebut berputar pada sumbu
aksial dari suatu batang (misal pipa) maka namanya adalah torsi atau puntir.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

Gambar 2.9 Torsi terhadap sumbu Z


Dari ilustrasi seperti terlihat pada Gambar 2.11 dapat dilihat bahwa torsi terhadap
sumbu-z akan menyebabkan puntir pada pipa. Besarnya momen ditentukan oleh
besarnya gaya F dan lengan momen (jarak tegak lurus gaya terhadap titik putar yang
ditinjau).

Gambar 2.10 Torsi terhadap sumbu X


Dari ilustrasi seperti terlihat pada Gambar 2.12 dapat dilihat bahwa momen
terhadap sumbu-z akan menyebabkan bending pada pipa.

Gambar 2.11 Gaya menuju sumbu (konkuren)


Gaya yang menuju suatu sumbu disebut sebagai konkuren, tidak akan
menimbulkan momen pada sumbu-z. Perilaku momen pada batang kantilever dapat
terjadi dalam beberapa konfigurasi.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

Berikut ini terdapat tiga contoh soal latihan beserta pembahasan untuk
menghitung momen.

Gambar 2.12 Contoh soal momen


2.5 Keseimbangan Benda Tegar
Suatu benda berada dalam keseimbangan apabila sistem gaya-gaya yang bekerja
pada benda tersebut tidak menyebabkan translasi maupun rotasi pada benda tersebut.
Keseimbangan akan terjadi pada sistem gaya konkuren yang bekerja pada titik atau
partikel, apabila resultan sistem gaya konkuren tersebut sama dengan nol. Apabila
sistem gaya tak konkuren bekerja pada suatu benda tegar, maka akan terjadi
kemungkinan untuk mengalami translasi dan rotasi. Oleh karena itu, agar benda tegar
mengalami keseimbangan, translasi dan rotasi tersebut harus dihilangkan. Untuk
mencegah translasi, maka resultan sistem gaya-gaya yang bekerja haruslah sama dengan
nol, dan untuk mencegah rotasi, maka jumlah momen yang dihasilkan oleh resultan oleh
semua gaya yang bekerja haruslah sama dengan nol. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat
Gambar 2.12 mengenai gaya dan momen pada sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

10

Gambar 2.12 gaya dan momen pada tiga sumbu

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

11

BAB III
STRUKTUR STATIS TERTENTU
3.1 Modelisasi Struktur
Dalam ilmu teknik sipil perlu diketahui tentang bangunan gedung, jembatan dan
lain sebagainya. Untuk itu, perlu mengetahui bagaimana cara pemodelan dalam
mekanika teknik, apa itu beban, balok, kolom, reaksi, gaya dalam dan bagaimana cara
penggambarannya dalam mekanika teknik. Contoh:

pemodelan gedung bertingkat,

jembatan dalam mekanika teknik.


a. bentuk gedung bertingkat dalam pemodelan di mekanika teknik
kolom

balok

perletakan

Gambar 2.1 Gambar portal gedung bertingkat dalam mekanika teknik

b. Bentuk jembatan sederhana dalam pemodelan di mekanika teknik.


balok

perletakan
Gambar 2.2 Gambar jembatan dalam mekanika teknik

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

12

3.2 Jenis-Jenis Beban


Pada umumnya beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan adalah beban
mati, beban hidup, beban gempa, beban angin, beban suhu dan sebagainya. Beban yang
bergerak umumnya disebut beban hidup, misalnya: manusia, kendaraan, dan lain
sebagainya. Beban yang tidak dapat bergerak disebut beban mati, misal: meja, peralatan
dan lain sebagainya. Ada beberapa macam bentuk beban yaitu beban terpusat dan beban
terbagi rata.
a.

Beban terpusat adalah adalah beban yang terkonsentrasi di suatu tempat.


Contoh : manusia yang berdiri di atas jembatan, kendaraan yang berhenti di atas
jembatan.

Kendaraan di atas jembatan


.
P1

P2
Penggambaran dalam mekanika teknik

Gambar 2.3 Idealisasi beban terpusat dalam mekanika teknik


b.

Beban terbagi rata adalah beban yang tersebar secara merata baik kearah
memanjang maupun ke arah luas.

anak-anak berbaris diatas jembatan

q t/m
Penggambaran dalam mekanika teknik
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

13

Gambar 2.4 Penggambaran beban terbagi rata dalam mekanika teknik


3.3 Perletakan / Tumpuan
Semua beban yang bekerja pada struktur akhirnya dilimpahkan ke perletakan yang
segera akan memberikan respons gaya-gaya reaksi untuk mempertahankan keseimbangan. Fungsi utama perletakan/tumpuan dalam bidang teknik sipil adalah untuk
menjaga struktur supaya kondisinya tetap stabil. Ada 3 (tiga) jenis perletakan antara
lain:
1.

Perletakan Sendi

Sifat-sifat perletakan sendi :

2.

Dapat menahan gaya vertikal dan horisontal

Tidak dapat menahan momen (rotasi)


Perletakan Rol

Sifat-sifat perletakan rol :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

14

Dapat menahan gaya vertikal

Tidak dapat menahan momen (rotasi)

3.

Perletakan Jepit

Sifat-sifat perletakan jepit :


-

Dapat menahan gaya vertikal dan horisontal

Dapat menahan momen (rotasi)

3.4 Definisi Struktur Statis Tertentu


Dalam bangunan teknik sipil (gedung, jembatan, dan lain sebagainya) ada
beberapa macam sistem struktur, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang
kompleks. Sistem struktur yang paling sederhana disebut struktur statis tertentu.
Contoh: Balok jembatan diatas 2 tumpuan sederhana sendi-rol.
Balok jembatan
A

Gambar 2.5 Gambar struktur jembatan dalam Mekanika Teknik


Struktur disebut statis tertentu jika struktur tersebut bisa diselesaikan dengan
syarat-syarat keseimbangan. Ada beberapa syarat-syarat keseimbangan, yaitu:
V 0 ( jumlah gaya gaya vertikal sama dengan nol)
H 0 ( jumlah gaya gaya horisontal sama dengan nol)
M 0 ( jumlah momen sama dengan nol)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

15

Dalam syarat keseimbangan ada 3 persamaan, maka pada struktur statis tertentu
jumlah bilangan yang tidak diketahui dalam persamaan tersebut maksimum adalah 3
buah. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
Contoh 1

RAH

RBV

RAV

Gambar 2.6 Contoh struktur statis tertentu balok sederhana


Diketahui balok sederhana diatas dua perletakan sendi-rol dengan beban P seperti pada
gambar. Titik A adalah sendi dengan 2 reaksi tidak diketahui (RAV dan RAH) dan titik B
adalah rol dengan 1 reaksi tidak diketahui (R BV). Jumlah reaksi yang tidak diketahui
adalah 3 buah, maka struktur tersebut adalah struktur statis tertentu.
Contoh 2
P

MA
RAH

A
RAV

Gambar 2.7 Contoh struktur statis tertentu struktur kolom

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

16

Suatu struktur kolom yang berkonsol. Titik A adalah jepit dengan 3 reaksi yang tidak
diketahui (RAV , RAH , MA). Jumlah reaksi yang tidak diketahui ada 3 buah, maka struktur
tersebut adalah statis tertentu.
Contoh 3
P

A
B
Gambar 2.8 Contoh struktur statis tak tentu
Suatu balok diatas 2 perletakan sendi-sendi. Titik A adalah sendi dengan 2 reaksi yang
tidak diketahui (RAV dan RAH) dan titik B adalah sendi dengan 2 reaksi yang tidak
diketahui (RBV dan RBH). Jumlah reaksi yang tidak diketahui adalah 4 buah, sedang
persamaan syarat keseimbangan hanya ada 3 buah, maka struktur tersebut adalah
struktur statis tak tertentu.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

17

BAB IV
GAYA DALAM
4.1 Pendahuluan
Bangunan teknik sipil pada umumnya terbuat dari struktur beton, kayu, baja dan
lain-lain. Dalam pembuatan struktur-struktur tersebut perlu diketahui ukuran / dimensi
dari tiap-tiap elemen strukturnya (balok, kolom, pelat, dan sebagainya). Untuk
menentukan dimensi-dimensi dari elemen struktur tersebut, memerlukan gaya dalam.
Contoh : dua buah struktur balok dengan beban dan bentang berbeda, sehingga gaya
dalam yang diterima oleh kedua balok tersebut berbeda. Dengan demikian, kedua
struktur tersebut mempunyai dimensi yang berbeda.
3.2 Pengertian Gaya Dalam
Suatu balok terletak pada 2 perletakan dengan beban seperti pada gambar, maka
balok tersebut akan menderita beberapa gaya dalam yaitu :

Balok menderita beban lentur yang menyebabkan balok tersebut melentur. Gaya
dalam yang menyebabkan pelenturan balok tersebut disebut Momen (M).

Balok tersebut menderita gaya lintang, akibat adanya reaksi perletakan atau gayagaya yang tegak lurus ( ) sumbu batang, balok tersebut menerima gaya dalam
yang disebut Gaya Lintang (D).

Balok tersebut menderita gaya tekan karena adanya beban P dari kiri dan kanan.
Balok yang menerima gaya yang searah dengan sumbu batang, maka akan
menerima beban gaya dalam yang disebut Normal (N).
P1
P

P
B beban

reaksi A
RA

RB

Gambar 3.1 Balok diatas 2 perletakan dan menerima beban P


Dengan demikian, gaya-gaya dalam pada struktur antara lain Momen, Gaya
Lintang, dan Gaya Normal.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

18

3.2.1 Gaya Dalam Momen


Momen dapat didefinisikan sebagai perkalian antara gaya dengan jarak. Untuk
lebih memahami gaya dalam momen ini, perhatikan ilustrasi di bawah ini.
c

P (kg)

q kg/m
B

c
l (m)

RA

RB

Gambar 3.2 Balok yang menerima beban terpusat dan terbagi rata
Diketahui suatu balok yang terletak diatas 2 tumpuan dengan beban seperti pada
gambar. Balok tersebut menerima beban lentur, sehingga balok akan melendut, yang
berarti balok tersebut menerima beban lentur atau gaya dalam momen. Balok yang
terletak antara tumpuan A dan B menderita momen.
Momen yang terjadi pada daerah balok antara perletakan A ke perletakan B
dengan sejarak x dari A (ditinjau kiri potongan c-c) adalah:
Mx = RA . x q.x. x

(3.1)

RA : reaksi di A merupakan gaya


x

: jarak

q.x : gaya dari beban terbagi rata sejauh x yang diberi notasi (Q1 = qx)
q (kg/m) titik berat qx
c

Q1= qx
x
Gambar 3.3. Gambar potongan struktur bagian kiri
Momen yang terjadi pada daerah balok antara perletakan A ke perletakan B
dengan sejarak (l-x) dari B (ditinjau kanan potongan c-c) adalah:

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

19

Mx = RB (l-x) q (l x) . (l -x)
q (kg/m)

(l-x)

(3.2)

titik berat dari q (l-x)

Q2 = q (l-x)

l -x

Gambar 3.4 Gambar potongan struktur bagian kanan


Menghitung besarnya momen di c-c dari kiri potongan (persamaan 3.1) atau dari
kanan (persamaan 3.2) akan menghasilkan nilai momen yang sama.
Untuk memberi perbedaan antara momen-momen yang mempunyai arah berbeda,
maka perlu memberi tanda terhadap momen tersebut. Jika momen tersebut mampu
melentur suatu balok sehingga serat atas tertekan dan serat bawah tertarik maka momen
tersebut diberi tanda (+) = positif. Demikian juga sebaliknya.
Tertekan (-)

Tertarik (+)

Gambar 3.5 Tanda momen


3.2.2 Gaya Lintang
Gaya lintang adalah gaya-gaya yang tegak lurus dengan sumbu batang. Sebuah
balok terletak diatas 2 perletakan A dan B, menerima gaya-gaya yang arahnya tegak
lurus terhadap sumbu balok. Gaya-gaya tersebut adalah RA, RB dan q. yang memberikan
gaya lintang terhadap balok A-B tersebut

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

20

P (kg)

q (kg/m)

RA

RB

Gambar 3.6 Balok sederhana di atas 2 tumpuan sendi-rol.

Tinjau potongan di kiri c


Dc = RA q x = RA Q1

(3.3)
c

q (kg/m)

c
Q1=q x
RA
Gambar 3.7 Potongan balok bagian kiri c

Tinjau potongan di kanan c


Dc = RB q (l-x) P = RB Q2 P
P
c

q (kg/m)

Q2 = q (l-x)
(l x)

(3.4)

RB
Gambar 3.8 Potongan balok bagian kanan c
Gaya lintang diberi tanda positif (+), jika dilihat di kiri potongan titik yang
ditinjau,

jumlah gaya arahnya ke atas, atau kalau dilihat di kanan potongan, jumlah

gaya arahnya ke bawah. Gaya lintang diberi tanda negatif (-), jika dilihat di kiri titik

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

21

potongan yang ditinjau arahnya kebawah ( ) dan bila ditinjau di kanan titik potongan
yang ditinjau arahnya ke atas.
3.2.3 Gaya Normal
Gaya normal adalah gaya-gaya yang arahnya sejajar (//) terhadap sumbu beban
balok. Apabila sebuah balok tidak ada beban yang sejajar terhadap sumbu beban balok,
maka dikatakan balok tersebut tidak memiliki gaya normal.
P

RA

Gambar 4

RB
Gambar 3.9 Balok menerima beban gaya normal
Gaya normal bertanda positif (+) bila arah gayanya menekan batang, sedangkan
gaya normal bertanda negatif bila arah gayanya menarik balok.
3.2.4 Contoh-Contoh Balok Struktur Statis tertentu
Contoh 1 (tanpa penyelesaian)
Diketahui sebuah balok struktur statis tertentu dengan geometri dan pembebanan seperti
pada gambar. Gambar M, D, N balok tersebut.
1t

4m

1 t/m
B

A
8m

Gambar 3.10 Balok sederhana dengan dua tumpuan

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

22

Contoh 2 (tanpa penyelesaian)


Diketahui balok konsol (kantilever) dengan perletakan titik A jepit dengan geometri dan
pembebanan seperti pada gambar. Gambar bidang M, D, N
1 ton

1 t/m

B
2m

Gambar 3.11 Balok kantilever


Contoh 3 (dengan penyelesaian)
Sebuah balok statis tertentu diatas dua perletakan dengan beban seperti pada gambar.
Gambar bidang momen (M), gaya lintang (D), dan gaya normal (N).
P1 = 2

2t

(), P2 = 6t (), P3 = 2t ()

P4 = 3t ; q1 = 2 t/m; q2 = 1 t/m
P1 =

P1v = 2 t

45

C
P1H = 2 t A

q2 = 1 t/m

P2 = 6 ton

q1 = 2t/m

D P = 2t
3

RBH

P4 = 3 ton

RBV

6m
RAV
2m

10 m

2m

Gambar 3.12 Balok diatas 2 perletakan dan pembebanannya


Penyelesaian

Mencari reaksi vertikal


Misalkan arah reaksi RA dan RB ke atas.
MB = 0
RAV.10 P1.12 q1.6.7 P2.4 + 2.q2.1 = 0

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

23

RAV =

2.12 2.6.7 6.4 2.1.1


= 13 ton ()
10

RBV.10 q2.q1 P2.6 q1.6.3 + P1.2 = 0


RBV =

1.2 .1 6.6 2.6.3 2.2


= 9 ton ()
10

Karena tanda RAV dan RBV adalah positif berarti arah reaksi RBV sama dengan
permisalan. Untuk mengetahui apakah reaksi RA dan RB adalah benar, maka perlu
dilakukan kontrol dengan:

V=0
(P1 + q1.6 + P2 + q2.2) (RA + RB) = 0
(2 + 2.6 + 6 + 1.2) (13 + 9) = 0

Mencari Raksi Horizontal


Perletakan A rol sehingga tidak ada RAH dan B sendi sehingga ada RBH. Untuk
mencari RBH menggunakan syarat keseimbangan.
H = 0 RBH = P1H + P3 + P4
= 2 + 2 + 3 = 7 ton ()

Menghitung dan Menggambar Gaya Lintang (D)


Dihitung secara bertahap
Daerah C A lihat dari kiri
Gaya lintang dari C ke A bagian kiri adalah konstan
DAkr = P1 = - 2 ton (gaya lintang (D) di kiri titik A, di kiri potongan arah gaya lintang
kebawah ()
DA kn (gaya lintang (D) di kanan titik A)
DA kn = - P1 + RA = -2 + 13 = 11 ton (di kiri potongan arah gaya lintang ke atas).
Beban P1 = 2 2 (45) diuraikan menjadi P1V = 2t () dan P1H = 2t ()
2t

q1 = 2 t/m P2 = 6 ton
P3 = 2 ton

D
6m
RA = 13 t
X

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

24

Variabel x berjalan dari A ke D (sebelah kiri titik P 2), sedang beban yang dihitung
dimulai dari titik C.
Dx = -2 + 13 q1 x = (-P1V + RA q1x)
Untuk x = 0 DAkn = -2 + 13 = + 11 ton
Untuk x = 6 m DD kr= -2 + 13 12 = - 1 ton (di kiri potongan gaya lintang arahnya
ke bawah)

DD kn : sedikit di kanan titik D, melampaui beban P2.


DD kn : -2 + 13 12 6 = - 7 ton (dikiri potongan arah gaya lintang ke bawah)
Dari titik D s/d B tidak ada beban, jadi Bidang D sama senilai D D kn (konstan dari D
sampai B).
q2 = 1 t/m
B

E
x.2

P4 = 3 ton

RBV = 9 ton
Lebih mudah kalau dihitung dari kanan dari E menuju B.
Variabel x2 berjalan dari E ke B.
DE = 0
Dx2 = q2 . x2 = + x2 (persamaan liniear)
DB kn kanan perletakan B (x2 = 2 m) DB kn = + 2 ton (kanan potongan arah ke kebawah)
DB kr (kiri titik B) DB kr = + 2 9 = - 7 ton (kanan potongan arah ke atas)

Menghitung dan Menggambar Bidang Normal (N)

Daerah C-D
Dihitung dari kiri sampai D, P2 tidak termasuk dari C ke D nilai gaya normal konstan.
ND kr = - P1H = - 2 ton (gaya normal menekan batang)
Daerah D-B
Dihitung dari kiri (beban yang dihitung mulai dari titik C, batang dari D ke B nilai gaya
normal konstan).
ND kn = (-2 2) ton = - 4 ton (gaya normal menekan batang)
NB kr = NDkn = - 4 ton

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

25

Daerah B-E
Dihitung dari kanan, dari E ke B nilai gaya normal konstan.
NB kn = + 3 ton (gaya normal menarik batang)
Kalau dihitung dari kiri, dimana gaya normal dihitung dari titik C.
Dari kiri DBkn = (-4 + 7) t = + 3 ton (gaya normal menarik batang)

Menghitung dan menggambar bidang momen (m)

Daerah C A
C

P1V = 2t

P1H = 2t

A
2m
x

Variabel x berjalan dari C ke A


Mx = - P1v . x = - 2 x (linier)
Untuk x = 0 Mc = 0
x = 2 MA = - 2.2 = - 4 tm.
(momen P1v . x mengakibatkan serat atas tertarik, sehingga tanda negatif (-).
Daerah A D
Gaya-gaya yang dihitung mulai dari titik C
q1 = 2 t/m
C

P1V = 2t

A
D

P1H = 2t

x.1
RAV = 13t
2m

6m

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

26

Variabel x1 berjalan dari A ke D


Mx1 = -P1V (2 + x1) + RA.x1 q1 x1
Mx1

= -2 (2 + x1) + 13 x1 q1 x12 (persamaan parabola)


= - q1 x12 + 11 x1 4

Mencari momen maksimum


D Mx1
0
d x1
d Mx1
q1 x1 11 0
d x1

x1 5.5.m

Letak dimana harga Mmax = Letak dimana harga (D = 0)


x1 = 5.5 m

Mmax = - .2 (5.5) + 11.5.5 4


= 26.25 tm.

Mencari titik dimana M = 0


Mx1

= - .q1.x12 + 11 x1 4 = 0
= x12 11 x1 + 4 = 0

x1 = 0.3756 m (yang dipakai)


x1 = 10.62 m (tidak mungkin)
Untuk x1 = 6 MD = -36 + 66 4 = + 26 tm
Daerah A D
Daerah E-B (dihitung dari kanan, titik E ke titik B) variabel x2 berjalan dari E ke B
q2 = 1 t/m
B

P4 = 3 t

2m
x2
Mx2 = - q2 x22
Untuk x2 = 0 ME = 0
Untuk x2 = 2 MB = - . 1.4 = -2 tm

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

27

Gambar Bidang M, D, N
P2 = 6 ton

q1 = 2t/m

P1V = 2 t
C
P1H = 2 t

q2 = 1t/m
E P4 = 3 ton
RBH = 7t
RBV = 9 ton
B

P3 = 2 ton

RAV = 13 t

11
2

2t
1t

6t

7t

BIDANG D

2t
2t

4t

3t

BIDANG N
5.5 m
linier
-

4 tm

--

2 tm parabola

+
0.286
linier

0.3756 parabola
BIDANG M

Gambar 3.13 Gambar bidang momen, gaya lintang, dan gaya normal

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

28

4.3 Beban Segitiga


Pada umumnya beban tak hanya terpusat atau terbagi rata, namun ada yang
berbentuk segitiga seperti beban tekanan air dan tanah. Prinsip dasar penyelesaiannya
adalah sama dengan yang lain, namun kita harus lebih hati-hati karena bebannya
membentuk persamaan. Untuk mempermudah pengertian beban segitiga ini, maka akan
diberikan contoh struktur balok sederhana yang dibebani beban merata segitiga.
ax =
x
2/3 x

h = 3 ton/m

1/3 x

B
Px

RA

RB
P

2 l/3

l/3

l=6m

3t

D=0
-

BIDANG D

6t

3,464 m

BIDANG M

Mmax

Gambar 3.14 Gambar bidang momen, gaya lintang, dan gaya normal

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

29

Penyelesaian
Total beban
P=lxh
P=

3.6
= 9 ton
2

MB RA.l P l/3 = 0 RA . 6-9.2 = 0


RA =

2
.9 = 3 ton
6

MA RB . l P.2/3 l = 0 RB .6-9.4 = 0
RB =

4
.9 = 6 ton
6

Menghitung Bidang D
x = variable bergerak dari A ke B
ax

x
x
.3
6
2

Px = x . ax
Px

x x x
.
4 2
4

Persamaan gaya lintang Dx = RA Px


Dx = 3 -

x
4

Tempat dimana gaya lintang = 0


D=0

x
3
4
x

12 3,464 m

x = 0 DA = + 3 ton
x = 6 DB = - 6 ton
Menghitung Bidang M
Mx

= RA . x Px .
= 3x -

D=0

x
3

x x
x
. 3x
4 3
12

M max (x = 3,464 m)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

30

3
M max 3.3,464 - 3,464 10,392 3,464 6,928 tm

12

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

31

BAB V
GARIS PENGARUH
5.1 Pendahuluan
Kalau kita meninjau atau melihat suatu jembatan, maka struktur tersebut selalu
dilewati oleh beban yang berjalan. Di sisi lain kalau kita menganalisis struktur maka
yang dicari dari struktur tersebut adalah reaksi kemudian gaya-gaya dalamnya (momen,
gaya lintang dan gaya normal). Jika dua hal tersebut dipadukan, maka kaitannya adalah
Berapa besarnya nilai maksimum dari gaya-gaya dalam di suatu tempat di struktur
tersebut, jika ada beban yang berjalan di atasnya? Untuk

menjawab hal tersebut

diperlukan suatu garis pengaruh.


Garis pengaruh ini berfungsi sebagai alat bantu untuk mencari nilai reaksi,
momen, gaya lintang, dan gaya normal, jika di atas struktur jembatan tersebut berjalan
suatu muatan. Untuk mempermudah suatu penyelesaian, maka suatu garis pengaruh,
beban yang dipakai sebagai standar adalah beban P sebesar satu satuan (ton atau kg atau
Newton) yang berjalan diatas struktur suatu jembatan tersebut. Sedangkan bentuk garis
pengaruh tersebut adalah suatu garis yang menunjukkan nilai reaksi (R) atau momen
(M), gaya lintang (D) atau gaya normal (N) di suatu tempat pada balok tersebut.
5.2 Definisi Garis Pengaruh
Garis pengaruh adalah garis yang menunjukkan besarnya reaksi (R) atau momen
(M), gaya lintang (D), gaya normal (N) disuatu titik akibat pengaruh dari beban sebesar
1 ton berjalan.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

32

Contoh 1 : Mencari garis pengaruh Reaksi (RA dan RB)


x

x = variabel sesuai letak (posisi) P yang bergerak dari titik A


P = 1 ton

ke titik B
Muatan P = 1 ton berjalan dari A ke B

B G.P.R (Garis Pengaruh Reaksi di A)


A
RA

RB MB = 0 RA . l P (l-x) = 0

RA =
G.P. RA
1 ton

P(l - x) l x

ton (linier )
l
l

Untuk P di A x = 0 RA = 1 ton
Untuk P di B x = l RA = 0 ton

G.P.RB (Garis Pengaruh Reaksi di B)


MA = 0 RB.l P.x = 0
RB =

P.x
x

ton (linier)
l
l

G.P. RB
+

1 tonUntuk P di A x = 0 R = 0
B
Untuk P di B x = l RB = 1 ton

Gambar 4.1 Garis pengaruh RA dan RB

5.3 Kegunaan dari suatu Garis Pengaruh

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

33

X
A

P=1t
B

RA

RB

Ini adalah GP.RA (Garis Pengaruh Reaksi di A)

1t

Garis ini menunjukkan besarnya nilai RA sesuai dengan


posisi P yang berjalan diatas gelagar

GP.RA
+

1t

P=1t GP.R
B
A

a
+

1t

y1

GP.RA

y2

GP.RB

Gambar 2.39

D
c

1t A

1t

y3

Kegunaan dari garis pengaruh untuk beban di titik c

P=6t
d

P= 4 ton
y4

GP.R
C B

A
a

1t A

++

b P = 6 ton
P= 4 ton
2
y1C

+
a
GP.RB

GP.RA

y2

+4.2
Gambar
1t

GP.RB

D
b

c
y1
1 ton
y2

B * Jika beban P = 1 ton berada di atas titik D sejauh c


P = 6 tonAterletak
ti titikdDdari perletakan B,
dariJika
perletakan
dan sejauh
maka besarnya reaksi di A RA = y3 dan besarnya
Maka RA = 6 . y3 dan RB = 6 y4 atau
RB = y4, dimana
B reaksi di B
d
c
RA =
ton
dan y4 =
ton, jadi
l
l
d
c
garisRpengaruh
RAKegunaan
=
ton dan
ton untuk beban P = 6t
B =
l
l

+ y3y4 +
GP.RA

+
GP.R
B

b
a
ton
dan y2 =
ton, jadi
l
l
b
a
RA =
ton dan RB =
ton
l
l

y1 =
1t

GP.RA
c

Garis ini menunjukkan besarnya nilai RB sesuai dengan


posisi P yang berjalan diatas gelagar

B* Jika beban P = 1 ton berada di titik C sejauh a dari


perletakan A dan sejauh b dari perletakan B, maka
besarnya reaksi di A RA = y1 dan besarnya
reaksi di B RB = y2, dimana

P=1t

Ini adalah GP.RB (Garis Pengaruh Reaksi di B)

+d

y3 =
1t

Kegunaan
garis pengaruh
untuk beban
Bagaimana
kalau ada beberapa
bebandi: titik D
1t
Jika di kalau
atas gelagar
ada
beban
B Bagaimana
P tidak
sama
dengan 1 ton
Jika P = 4 ton terletak di titik c
Maka RA = 4 . y1 dan RB = 4 . y2 atau
P1 = 4t di4b
c, sejarak dari titik
4a A, sejarak b dari titik
dan RB
RA =
l
B B, dan P l= 6t sejarak c dari
titik A, sejarak d dari
2
titik B, maka

1t

y3
= 4ybeban
+ 6ytidak
= 4 .sama dengan
GP.Rgaris
1
3
Kegunaan
pengaruhRA
untuk
A
+

y4

1t

RB = 4 y2 + 6 y4 = 4

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

34

Gambar 4.3 Kegunaan garis pengaruh untuk beban P1 = 4 ton dan P2 = 6 ton

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

35

Mencari Garis Pengaruh Gaya Lintang (G.P.D)


P = 1 ton berjalan dari A ke B
X = variabel yang bergerak sesuai dengan posisi P dari A ke B
C = suatu titik terletak antara A B
P = 1t

G.P. Dc (Garis Pengaruh Gaya Lintang di C)

P berjalan dari A ke C
A

C
RA

RB

l
a

MA = 0 RB . l P.x = 0
RB =

Px x
ton
l
l

Dc dihitung dari kanan

Dc = -RB =

x
ton (linier )
l

Untuk P di A x = 0 Dc = 0
P = 1t

Untuk P di Ckr x = a Dc = -

a
ton
l

P berjalan dari C ke B

RA =

a
l

P (l x ) l x

ton
l
l

Dc dihitung dari kiri

G.P. RB

Dc = RA =
+

l x
ton (linier)
l

Untuk P di Ckn x = a
G.P. RA
Dc =

b/l
G.P. Dc

l a b
ton
l
l

Untuk P di B x = l Dc =

ll
0 ton
l

Gambar 4.4. Gambar garis pengaruh gaya lintang

Mencari Garis Pengaruh Momen (G.P.M)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

36

P = 1 ton berjalan dari A ke B


x = variabel yang bergerak dari A ke B sesuai posisi P.

P = 1t

G.P. Mc (Garis Pengaruh Gaya Lintang di C)

C
RA

RB =

RB

P berjalan dari A ke C
Px x
ton
l
l

Mc dihitung dari kanan


a

Mc = + RB . b =

x
. b tm (linier )
l

Untuk P di A x = 0 Mc = 0
Untuk P di C x = a Mc = +

P = 1t
x

a.b
tm
l

P berjalan dari C ke B

RA =

P (l x )
l x
ton
ton
l
l

Mc dihitung dari kiri


lx
. a tm
l

Mc = + RA . a tm =
+
GP RB.b

a.b
tm
l

GP RA.a
G.P. Mc

Untuk P di C x = a Mc =
b
l a

. a . tm
l
l

l l

Untuk P di B x = l Mc =

a . tm

= 0 tm
Gambar 4.5. Gambar garis pengaruh momen di c (GP Mc)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

37

3. Contoh lain

Diketahui : Balok ABC diatas 2 perletakan A


dan B

x
D

2m
l=6m

l 1= 2 m

Ditanya :

Gambar Garis Pengaruh RA, RB,


MD, DD, DBkn

Jawab :
GP.RA : MB = 0 RA =

GP.RA

1t

1/3 t
Untuk P di A x = 0 RA = 1 ton
Untuk P di B x = l RA = 0
Untuk P di C x = 8
RA =

l 8 68
2
1

ton ton
l
6
6
3

GP.RB : . MA = 0 RB =

GP.RB
+

1t
t

2/3 ton
GP.MD

x
ton
lt

Untuk P di A x = 0 RB = 0
Untuk P di B x = l RB = 1 ton
Untuk P di C x = 8
RB =

+
GP.RB.4

lx
ton
l

8 8 4
ton
l
6 3

GP. MD
P antara A-D lihat kanan bagian
x
. 4 tm
l

MD = RB . 4 =

Untuk P di A x = 0 MD = 0
Untuk P di D x = 2 m

GP.RA.2

MD =

2 .4 4

tm
6
3

P antara D-C lihat bagian

tm

MD = RA . 2 =

l x
.2
l

Untuk P di D x = 2m
t
GP.RB

2
3

l 2
62
4
.2
.2 tm
l
6
3

Untuk P di B x = 8 m

GP.DD
-

MD =
MD =

68
2
. t tm
63
3

+
GP.RA

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

38

GP.DD
P antara A-D lihat kanan bagian
DD = - RB = -

x
ton
l

P di A x = 0 DD = 0
P di D x = 2 DD = -2/6 ton = -1/3 ton
P antara D-C lihat kiri bagian
DD = RA =

lx
ton
l

P di D x = 2 DD =

62 2
ton
6
3

P di B x = 6 m DD = 0
P di C x = 8 m DD =

68
1
ton
6
3

GP.DBkr

Bkn

Bkr

P antara A-Bkr lihat kanan bagian


DBkr = - RB
P antara B-C lihat kiri bagian

GP.DBkr
-

1t

GP.RB

GP.RA

DBkr = + RA
1/3t
GP.DBkn
P antara A B lihat kanan bagian
DBkn = 0
P antara B C lihat kanan bagian

GP.DBkn
1t

DBkn = P = 1 ton

GP.MB
2 tm

P antara A B lihat kanan bagian


MB = 0

GP.MB
x

P antara B C lihat kanan bagian


MB = -x tm
P di B x = 0 MB = 0
P di C x = 2m MB = -2 tm

Gambar 4.6 Garis pengaruh M, D, N


Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

39

BAB VI
BALOK GERBER
5.1 Pendahuluan
Balok gerber adalah struktur balok yang mempunyai jumlah reaksi perletakan >
tiga buah, namun masih bisa diselesaikan dengan syarat-syarat keseimbangan.
Contohnya pada struktur jembatan balok pada sungai yang mempunyai lebar cukup
besar, sehingga dibuatlah jembatan yang berbentang lebih dari satu.
Dalam persamaan keseimbangan hanya mempunyai tiga buah persamaan
keseimbangan yaitu V = 0, H = 0, M = 0, berarti untuk bisa menyelesaikan struktur
jembatan dengan dua bentang (sendi-rol-rol) masih memerlukan 1 buah persamaan baru
lagi, supaya bilangan yang tidak diketahui (RAV, RAH, RBV, RCV) bisa didapat. Untuk
struktur statis tertentu persamaan yang tersedia hanya tiga buah V = 0, H = 0, M =
0, sehingga struktur tersebut disebut struktur statis tak tentu.
Kalau satu persamaan baru tadi bisa disediakan maka syarat-syarat
keseimbangan masih bisa dipakai untuk menyelesaikan struktur jembatan tersebut (4
buah bilangan yang dicari yaitu RAV; RAH; RBV, RCV dengan 4 buah persamaan yaitu V
= 0; H = 0; M = 0 dan satu persamaan baru). Dalam kondisi tersebut struktur masih
statis tertentu, karena masih bisa diselesaikan dengan syarat-syarat keseimbangan dan
strukturnya dinamakan dengan struktur balok gerber.
Contoh :

Sendi gerber

RAH
A
RAV

RBV

C
RCV

Gambar 5.1 Contoh struktur balok gerber


Suatu struktur balok gerber ABC dengan perletakan seperti gambar. A sendi (2
reaksi), B rol (1 reaksi), C rol (1 reaksi), jumlah reaksinya adalah 4 buah. Persamaan
yang tersedia adalah V = 0; H = 0, M = 0 dan 1 buah persamaan baru yaitu MD =
0. Jadi jumlah persamaan ada 4 buah yaitu V = 0; H = 0; M = 0 dan MD = 0.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

40

Jumlah bilangan yang tidak diketahui = jumlah persamaan yang ada (V = 0; H = 0;


M = 0 dan MD = 0) = jumlah persamaan RAV; RAH; RBV dan RCV) = jumlah bilangan
yang dicari. Jadi struktur tersebut disebut balok gerber yang masih statis tertentu.
6.2 Bentuk Sendi Gerber
Kalau balok gerber tersebut adalah dibuat dari balok beton, maka bentuk struktur
gerber tersebut seperti pada gambar.
Sendi gerber
D
A

RAH

RAV

RB

RC

Detail perletakan D
(sendi gerber)
Gambar 5.2 Detail sendi gerber

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

41

6.3 Menentukan Letak Sendi Gerber


q kg/m
A

L1

L2

Gambar 5.3 letak sendi gerber


Jika balok ABC, sendi gerber belum ada, maka struktur masih statis tak tentu.
Untuk dapat menyelesaikan struktur tersebut, maka perlu persamaan baru MD = 0,
maka sebaiknya posisi sendi gerber (titik D) ditempatkan dimana posisi momennya
bernilai sama dengan 0. Alternatif tempat dimana momennya sama dengan nol adalah
titik 1 dan 2 yang posisinya di kiri dan kanan perletakan B. Karena kita hanya
membutuhkan 1 buah persamaan baru, maka kita cukup memilih salah satu dari 2
alternatif tersebut diatas, sehingga struktur bisa diselesaikan.
Alternatif (1)
sendi gerber
D
Gambar a1
A

1
A

Gambar a2

D
A
B

Gambar a3
C

Gambar 5.4 Alternatif 1 untuk letak sendi gerber

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

42

Jika kita memilih titik (1) sebagai sendi gerber, maka gambarnya adalah seperti
pada Gambar a1 dimana balok AD terletak di atas balok DBC. Balok tersebut jika
disederhanakan akan seperti pada Gambar a2, dan diuraikan strukturnya seperti pada
gambar a3.
Balok AD dengan perletakan A sendi dengan 2 reaksi (RAV, RAH) perletakan D sendi
dengan 2 reaksi (RDV, RDH), jumlah reaksi ada 4 buah, sehingga strukturnya adalah statis
tak tentu.
Balok DBC dengan perletakan B rol dengan 1 buah reaksi (RBV), perletakan C rol
dengan 1 buah reaksi (RCV), jumlah reaksi ada 2 buah, karena perletakan B dan C adalah
rol, maka struktur balok DBC tidak stabil, sehingga tidak mungkin memasang sendi
gerber di titik tersebut.
Alternatif (2)

sendi gerber
D

C
Gambar b1
2

B
C

Gambar b2
A
RDH

Gambar b3

RDV
D

RDH

Gambar 5.5 Alternatif 2 untuk letak sendi gerber


Jika yang dipilih adalah titik (2) sebagai sendi gerber, maka gambarnya adalah
seperti gambar (b1) dimana balok DC terletak diatas balok ABD. Balok tersebut jika

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

43

gambarnya disederhanakan menjadi gambar (b2) dan diuraikan strukturnya akan


menjadi seperti pada gambar (b3). Balok DC yang terletak diatas balok ABD. Perletakan
D sendi ada 2 reaksi (RDV dan RDH), dan perletakan C rol dengan 1 reaksi (R CV). Jumlah
reaksi adalah 3 buah, maka balok DC adalah statis tertentu. Perhatikan balok ABD,
perletakan A sendi ada 2 reaksi (R AH dan RAV), perletakan B rol ada 1 reaksi (R BV).
Jumlah total reaksi adalah 3 buah, jadi balok ABD masih statis tertentu. Jadi pemilihan
titik (2) sebagai sendi gerber adalah mungkin.
6.4 Mekanisme Penyelesaian Balok Gerber
A

Gambar a

D
Gambar b1
A

C
tidak mungkin
D

Gambar b2

RD

B
RD

D
C
A

Gambar c1

B
D

mungkin

C
RD

Gambar c2

RD
A

Gambar 5.6 Mekanisme penyelesaian balok gerber

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

44

Diketahui balok gerber seperti pada gambar 5.6 (a). Langkah pertama yang dikerjakan
adalah memisahkan balok tersebut menjadi beberapa balok statis tertentu menjadi
gambar 5.6 (b1 dan b2) dan gambar 5.6 (c1 dan c2).
Untuk Gambar b1 dan b2
Titik D dari balok ABD Gambar 5.6 b 1 menumpu pada titik D pada balok DC, dan jika
diuraikan strukturnya menjadi seperti pada gambar 5.6 b2, dimana titik D pada balok
ABD menumpu pada titik D balok DC, sehingga reaksi R D dari balok ABD akan
menjadi beban (aksi) pada titik D pada balok DC.

Balok ABD (gambar 5.6 b2), perletakan A sendi (ada 2 reaksi), perletakan B rol
(ada 1 reaksi), perletakan D sendi (ada 2 reaksi). Jadi total perletakan balok ABD
ada 5 buah, jadi balok ABD merupakan balok statis tak tentu.

Balok DC (gambar 5.6 b2), titik D bebas (tidak mempunyai tumpuan), jadi tidak
ada reaksi, perletakan c rol (ada 1 reaksi), jadi jumlah total reaksi adalah 1 buah
yaitu RCV di C. Dalam kondisi seperti tersebut diatas, balok DC merupakan balok
yang tidak stabil, sehingga alternatif (b) adalah tidak mungkin.

Untuk Gambar C1 dan C2


Titik D dari balok DC (gambar 5.6 C1) menumpu pada titik D balok ABD, dan jika
diuraikan strukturnya akan menjadi seperti pada gambar 5.6 C2, dimana titik D dari
balok DC menumpu pada titik D balok ABD, sehingga reaksi RD dari balok DC akan
menjadi beban (aksi) pada titik D balok ABD.

Balok DC (gambar 5.6 C2), perletakan D sendi (ada 2 reaksi), perletakan C rol
(ada 1 reaksi), total jumlah perletakan ada 3 buah. Jadi balok DC adalah balok statis
tertentu.

Balok ABD (gambar 5.6 C2), perletakan A sendi (ada 2 reaksi), perletakan B rol
(ada 1 reaksi), jumlah perletakan ada 3 buah. Jadi balok ABD adalah balok statis
tertentu juga. Jadi alternatif (C) adalah mungkin.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

45

Tahapan Penyelesaian
q

Sendi gerber
P

a
A

C
P
D

RD

RD

RC

D
A

Gambar 5.7 Mekanisme penyelesaian balok gerber


Diketahui balok gerber ABC seperti pada gambar 5.7(a), yang diuraikan menjadi pada
gambar 5.7(b), maka tahapan pengerjaannya adalah sebagai berikut :

Balok DC dikerjakan dulu sehingga menemukan RD dan RC.

Reaksi RD dari balok DC akan menjadi beban di titik D dan balok ABD.

Dengan beban yang ada (q) dan beban RD, maka balok AB bisa diselesaikan.

Bidang-bidang gaya dalam (M, D, N) bisa diselesaikan sendiri-sendiri pada


balok DC dan AB.

Penggambaran bidang M, D, N balok gerber merupakan penggabungan dari


bidang M, N, D dari masing-masing balok.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

46

Contoh Soal
4t

q = 2t /m

1m
S
B

2m

4m

6m

Gambar 5.8 Contoh soal balok gerber


Diketahui balok gerber ABC dengan beban seperti pada gambar. A rol, B sendi, C rol,
dan S sendi gerber. Gambar bidang M, D, N balo tersebut.
Penyelesaian
Struktur balok gerber seperti pada gambar (a) kalau diuraikan akan menjadi struktur
seperti pada gambar (b). Balok AS harus diselesaikan lebih dahulu, baru selanjutnya
reaksi RS dari balok AS menjadi beban / aksi ke balok SBC.
(a)

1m

4t

q = 2t /m
B

2m

4m
x
(b)

6m

4t
S

RS
2 t/m

RA

x2

x1

RS
S

B
RB

Gambar 5.9 Contoh penyelesaian balok gerber

RC

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

47

Balok A-S
Mencari RA dan RS
MS = 0

RA. 4 P.3 = 0
RA.=

MA = 0

P.3 4.3

3t
4
4

RS. 4 P.1 = 0
RS =

P.1 4.1

1t
4
4

Reaksi RS = 1 t akan menjadi beban di titik S pada balok S B C (gambar b)


Balok S B C
Mencari RB dan RC
MC = 0
RB.6 RS.8 q.6.3 = 0
RB.6 1.8 2.6.3 = 0
RB =

44
1
t7 t
6
3

MB = 0
RC.6 + RS.2 q.6.3 = 0
RC.6 + 1.2 2.6.3 = 0
RC =

34
5 2/3t
6

Bidang Momen (M)


Balok A-S
Daerah A P
Mx = RA.x = 3.x (linear)
x = 0 MA = 0
x = 1 MP = 3 tm (momen dibawah P)
Daerah P S
Mx = RA.x - P (x-1) = 3.x 4 (x-1)
x = 1 MP = 3 tm

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

48

x = 4 MS = 0
Balok SBC
Daerah S B (dari kiri)
Mx1 = - Rs.x1 = - 1.x1 (linear)
= - x1
x1 = 0 Ms = 0
x2 = 2 MB = -2 tm
Daerah C B (dari kanan)
Mx2 = Rc.x2 -

1
.q x2 (parabola)
2

Mx2 = 5.667.x2 -

1
.2.x2
2

= 5.667 x2 - x2
Mencari Mmax

dMx 2
= 0 5.667 2 x2 = 0
dx 2

x2 = 2.833 m (lokasi dimana terletak Mmax)


Mx2 max =5.667. 2.833 (2.833)
= 16.0546 8.02589 = 8.0287 tm.
Mencari titik dimana momen = 0
Mx =5,667 x2 x22 = 0
x2 (5,667-x2 ) = 0
x2 = 5,667 m (Letak dimana momen = 0)
Bidang D (Gaya Lintang)
Balok A-S
Daerah A P (dari Kiri)
D2 = + Ra = +3 ( Konstan)
Daerah P S (Dari kiri)
Dx = + Ra - P = 3 4 = -1 t (Konstan)
Balok S B C
Daerah S B ( Dari Kiri )
Dx = - Rs = -1 t (Konstan)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

49

Daerah C B (Dari Kanan)


Dx2 = - Rc + q . x2
= - 5,667 + 2 . x2 (Linier)
X2 = 0 Dc = - 5,667 t
X2 = 6 Dbkn = -5,667 + 2.6 = + 6,333 t
Mencari titik dimana D = 0
-5,667 + 2X2 = 0 X2 = 2,833 m
(Letak D = 0 sama dengan letak Mmax )
Bidang N tidak ada
Bidang M, D, N
1m

4t

q = 2t /m
S

2m

4m
3 tm

6m
2 tm

8.0287 tm

Bidang Momen

+
+
2.833 m
5.667 m
6.33t
3t

+
1t

Bidang Gaya Lintang

Bidang Gaya Normal


Gambar 5.10 Bidang M, D, N

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

50

BAB VII
GARIS PENGARUH BALOK GERBER
7.1 Garis Pengaruh Balok Gerber
Setelah kita mempelajari garis pengaruh pada balok sederhana, pada Bab ini
akan diuraikan mengenai garis pengaruh pada balok sendi gerber. Untuk mempermudah
pemahaman mengenai garis pengaruh pada sendi gerber ini, akan diberikan contoh
dengan penyelesaian sebagai berikut:
Diketahui balok gerber seperti pada gambar di bawah ini, Hitung dan gambar garis
pengaruh reaksi-reaksinya.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

51

GP.RA (Garis Pengaruh Reaksi di A)


P berjalan dari A ke S
x = variable bergerak sesuai posisi P dari A ke C
Ms = 0
P(l1 x ) l1 x

ton
RA =
l1
l1
Untuk P di A x = 0 RA = 1 ton
Untuk P di S x = l1 RA = 0
P dari S ke C tidak ada pengaruh terhadap RA
GP.RS (Garis Pengaruh Reaksi di S)
P dari A ke S
Px

Rs = l l
1 1
P di A x = 0 Rs = 0
P di S x = l1 RS = 1t
P dari S ke C tidak ada pengaruh untuk reaksi
di S (Rs)
GP.RB (Garis Pengaruh Reaksi di B)
x1 variabel bergerak dari C ke A sesuai posisi.
P berjalan dari C ke S
Px1 x1

l2
l2
P di C x1 = 0 Rs = 0
P di B x1 = l2 RB = 1t

RB =

P di S x1 = l2 + a RB =

l2 a
l2

P di A Rs = 0 RB = 0

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

52

GP.Rc (Garis Pengaruh Reaksi di C)

P berjalan dari C ke S
l 2 x1
t
l2
P di C x1 = 0 Rc = 1t

Rc =
GP. Rc
P = 1t
x1

P di B x1 = l2 Rc = 0
P di S Rc =

+
1t

a/l2

Rs . a
a

karena (Rs
l2
l2

= 1t)
P di A Rs = 0 Rc = 0

Garis pengaruh reaksi (RA; Rs; RB dan Rc)


Jika potongan I-I antara : A3 cari garis pengaruh DI-I dan MI-I
Jika potongan II-II antara : BC cari garis pengaruh DII-II dan MII-II
b

GARIS PENGARUH D DAN M

II

G.P.DI-I (Garis Pengaruh Gaya Lintang di


potongan I-I)

II

l1

l2

P berjalan di kiri potongan I-I


(perhitungan dari kanan potongan)
DI = - Rs (dari kanan)

Rs

c
l1

DI = -

Px

b/l1

Px

C Rs = l DI l l
1
1
1
Untuk P di I-I x = b
b
t
l1

G.P.. DI-I

P berjalan di kanan potongan I-I


(perhitungan kanan potongan I)

G.P. MI-I

DI = + RA (dari kiri)
RA =

.b . c
l t1
Garis pengaruh DI-I dan MI-I

P(l1 x ) l1 x

l1
l1

Untuk P di I-I x = b
DI =

l1 b c

l1
l1

Untuk P di S x = l1 DI = 0
Jika P berjalan dari S ke C tidak ada DI

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

53

G.P.MI-I (Garis Pengaruh Momen di Potongan I-I)


P berjalan di kiri potongan I-I (perhitungan dari kanan)
Px

MI = Rs . c = lt . c lt . c
1
1
Untuk P di A x = 0 MI = 0
Untuk P di I-I x = b MI =

b.c
l1

P berjalan di kanan potongan (perhitungan dari kiri)


MI = RA . b =

l1 x
.b
l1

l b
c.b
.b
Untuk P di I-I x = b MI = 1
l1
l1

Jika P berjalan dari S ke C tidak ada MI


x

P
S

e
II

II
l1

l2

P berjalan dari A ke Potongan II


(perhitungan kanan potongan II)
DII = - Rc (sama dengan g.p. Rc)

G.P. DII-II (Garis Pengaruh Gaya Lintang di


potongan II-II)

Untuk P di S Rs = 1t

Rs

Rc = -

a
a
t D II
l2
l2

Untuk P di II
d

a/l2
b/l2

+
d/l2

Rc = D II
l2
l 2 Momen di
G.P. MII-II (Garis
Pengaruh
potongan II-II)
P berjalan dari II ke C (perhitungan dari
kiri potongan)
P berjalan
dari A ke II (perhitungan dari
kanan potongan)
DII = RB (sama dengan g.p. RB)
e
MII = Rc . e (sama dengan GP.Rc
x e) c
Untuk P di II RB = D II
l2

GP. DII-II
a/l2.b

a
Untuk P di S Rs = 1t Rc = l2
a
Sama dengan g.p. Rc
Samad/l
dengan
. e g.p. RB
MII = - .e
2
l2
d
Untuk P di II Rc =
l2
+
d
MII = - .e
l2
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

g.p. Rc.e

g.p. RB.d

l2

54

Gambar 3.14. Garis pengaruh DII-II dan


MII-II
P berjalan dari II ke C (perhitungan dari kiri)
MII = RB . d
Untuk P di II RB =
MII =

e
l2
e
e
dtm
d
l2
l2

Untuk muatan terbagi rata = q t/m


Mencari Harga Momen dan Gaya Lintang Dengan Garis Pengaruh
Mc = y.qterbagi
dx rata berjalan diatas gelagar
Jika ada suatu rangkaian muatan ataud muatan

di titik C.
berapa momen maximum di titik C dan berapa gaya lintang maximum
Mc =

y dx luas bagian yang diarsir F

B Mencari harga Mc

C
a

Kondisi
Mc muatan
= q F seperti pada 1)
Mc = P1 y1 + P2 y2 + P3 y3

l
* 1) P
* 2)

y.qdx q y dx

P2

P1

P2

P3

y1

y2

y3 y1 y4y2

q dx = muatan q sejarak dx, dimana dx 0


(mendekati
0) seperti pada 2)
Kondisi
muatan

P3

= P1 dibawah
y1 + P2 ydx
=Mc
ordinat
2 + P3 y3 + P4

y4
Mencari harga Dc
Mc = P.y

P4

Untuk beban titik

y3

Dc = -P1 y1 + P2 y2 + P3 y3 + P4 y4

GP.Mc

P.a.b
l

Beban terbagi rata

F = luas arsir
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

55

dx

q t/m

GP.Mc
+
Luas = F
y
P1

P2

GP.Dc

P3

P4

y3

y4

y1

y2

Dc = q F

q t/m

Dc = q F
Luas = F

GP.Dc
+
P=
1t

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

56

7.2 Momen Maximum di Suatu Titik Pada Gelagar


Pada kenyataannya, muatan yang melewati suatu jembatan adalah tidak
menentu, ada yang lewat sendirian atau merupakan suatu rangkaian muatan, Dalam
kondisi tersebut kita tetap harus mencari berapa nilai momen maximum di suatu tempat
pada gelagar tersebut.
Misal :
Suatu gelagar muatan
P1

P2

P3

P4

P5

P6
B

C
a

Suatu gelagar
Jembatan

l
Muatan berjalan diatas gelagar
Berapa momen maximum yang terjadi di titik C jika ada suatu rangkaian muatan seperti
pada gambar tersebut melewati jembatan seperti pada gambar.
Prinsip dasar yang digunakan dalam mencari momen maksimum di suatu titik adalah
sebagai berikut:

Untuk mencari nilai momen maximum di suatu untuk didalam gelagar maka kita
perlu mencari posisi dimana muatan tersebut berada yang menyebabkan momen
di titik tersebut maximum.

Untuk mencari nilai maximum tersebut perlu memakai garis pengaruh dari gaya
dalam yang dicari sebagai perantaranya.

Nilai maximum tersebut didapat dengan cara mengalikan antara beban yang
terletak diatas gelagar dengan ordinat dari garis pengaruh yang dipakai.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

57

Contoh soal
Suatu balok terletak diatas 2 perletakan seperti pada Gambar, jika ada rangkaian muatan
yang berjalan diatasnya, berapa Mc maximum yang terjadi.
x
P1 P1 P2 P2 P3 P3 P4 P4 P5 P5
Jawab :
B

muatan berjalan (dari kiri ke kanan)

(l- c)

(c)

Mencari Mc max untuk rangkaian


Jarak rangkaian muatan constant (tetap)

l
l

= posisi awal
r
= posisi kedua

x
y1

y2

y1

y3

y4

y4

y2

y5

awal,

ordinat

garis

atau

C1

Mc = Py

GP.Mc
y

posisi

pengaruh dinyatakan dengan y1 s/d yS,

y5

y3

Pada

= P1y1 + P2 y2 + P3 y3 + P4 y4
+ P5 y5

Perpindahan ordinat untuk muatan berjalan


Muatan bergerak ke kanan sejauh x, dimana ordinat garis pengaruh dinyatakan dengan
y1 s/d y5 dan Mc = Py
(dalam hal ini y berubah menjadi y)
Jika ditinjau 2 bagian :

- bagian kiri titik C dan


- bagian kanan titik C

Di kiri titik C ordinat bertambah y dan


Di kanan titik C ordinat berkurang y

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

58

y =

x
. c1
c

y =

x
. c1
(l c)

Perbedaan nilai momen (M) dari perpindahan posisi beban adalah sebagai berikut :
Mc = P1 y + P2 y P3 y P4 y P5 y
= (P1 + P2) y

- (P3 + P4 + P5) y jika (P1 + P2) = Pl dan (P3 + P4 + P5) = Pr

.c1 Pr
.c1
c

l c

= Pl

Pl Pr

l c
c

x.c1

ql

x.c1 ql qr

qr

ql = jumlah beban rata-rata di sebelah kiri titik C


qr = jumlah beban rata-rata di sebelah kanan titik C
Jika ql > qr M positif
Jika muatan bergeser terus ke kanan sehingga P2 melampaui C ql =

P1
C

ql menjadi kecil sehingga ql < qr M negatif (pergerakan P2 dari kiri C ke kanan C


menjadikan tanda M dari positif ke negatif)
Jadi Mmax terjadi jika P2 diatas C.
M max terjadi jika salah satu muatan di atas potongan sehingga
atau

Pl
Pr

C
l c

ql = qr

Mmax di suatu titik untuk muatan terbagi rata

Untuk muatan terbagi rata Mc max


terjadi jika :
ql = qr

59

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

(l c)

ql

qr

qs

Posisi beban terbagi rata untuk Mencari Mmaximum


kiri kanan total
Mmax terjadi jika psosisi beban ql = qr = qs
Mencari perkiraan posisi beban dalam mencari momen max supaya beban di kiri dan di
kanan potongan seimbang, maka bisa diperkirakan secara grafik sebagai berikut :
Gelagar diatas 2 perletakan A-B, digunakan rangkaian muatan berjalan dengan nomor
urut 01, 12, 23,34 dan 45
Cara : buat garis AB dibawah gelagar,- di ujung bagian kanan (B) buat muatan
tumpukan beban dari 45; 34; 23;12; dan 01 (dengan skala)
- Tarik dari titik 0 (ujung dari beban 01) ke ujung garis bagian kiri (A)
sehingga membentuk sudut ()
- Kalau kita mau mencari dimana letak beban yang mengakibatkan momen di
1

potongan I maksimum, yaitu dengan menarik garis dari potongan I kebawah,


23
45
12
34
sampai memotong garis A-B di I.

- Tarik dari titik I sejajar (//) dengan garis A0 dan garis tersebut akan
A

B
di beban
III
IV 01.
I memotong
II tumpukan muatan
- Jadi MI akan maximum jika beban 01 terletak di atas potongan I.
* Bagaimana posisi bebanluntuk mendapatkan momen di potongan II maximum.
- Dengan cara yang sama, tarik garis dari potongan
II ke bawah sampai pada
0
garis A-B dan memotong di potongan II.
- Dari titik II ditarik garis // (sejajar) dengan A O dan memotong tumpukan
1
muatan di beban 12.
- Jadi MII akan maximum jika beban 12 terletak diatas potongan II.
2
3
4

Mmax terjadi jika


ql = qr = qs = tg
tg

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

01 12 23 34 45
l

60

II

III

IV

Gambar 3.19. Mencari posisi muatan untuk mendapatkan Mmax dengan cara grafis
MI max terjadi jika muatan

OI

terletak diatas potongan I-I.

MII max terjadi jika muatan 12 terletak diatas potongan II-II.


MIII max terjadi jika muatan

34

terletak diatas potongan III-III.

MIV max terjadi jika muatan

34

terletak diatas potongan atau mutan

45 terletak

diatas

potongan IV-IV dan diambil yang besar.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

61

7.3 Mencari Momen Maximum Maximorum di Suatu Gelagar


Momen maximum maximorum ini berbeda dengan mencari momen maximum di
suatu titik pada gelagar, mencari momen maximum-maximorum di suatu gelagar ini
posisi titiknya tidak tertentu. Jadi dalam hal ini titik letak dimana momen maximum
terjadi, serta posisi beban yang menyebabkan terjadinya momen maximum harus dicari.
Jadi dalam hal ini letak posisi titik dimana momen maximum terjadi dan letak posisi
beban yang menyebabkan momen maximum harus di cari. Adapun dasar-dasar
perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:
-

Untuk mencari momen maximum-maximorum di suatu gelagar ini tidak bisa


memakai garis pengaruh karena titik letak momen maximum terjadi harus dicari.

Dalam mencari momen maximum-maximorum ini harus memakai persamaan.

Contoh 1

(a)

P1

P2

P3

P4 P5

P1

P2

P3

P4

R1

Rt

P5

R2

Suatu gelagar diatas 2 perletakan A B, dan


B suatu rangkaian muatan dari P1 s/d P5. Berapa
dan
dimana
momen
maximummaximorumnnya ?.
Jawab:
R1 = resultante dari P1 dan P2
R2 = resultante dari P3 dan P4
Rt = resultante dari R1; R2 dan P3 atau
resultante P1; P2; P3; P4; P5
r = jarak antara Rt dan P3
a = jarak antara R1 dan P3
b = jarak antara R2 dan P3

Rangkaian muatan terletak diatas gelagar dan dimisalkan momen maximum terletak
dibawah beban P3 dengan jarak x dari perletakan A

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

62

P1

P2

P4

P3

(b)

P5

Rt.r = R1 . a R2 . b
RB M A = 0

RA
R1

R2
a

1
P3 .x R1 ( x a ) R 2 ( x b
lt

Mx = RB (l-x) R2 . b

Rt

RB =

Momen dibawah P3 dengan jarak x dari titik A

Rt

P
R
Mx = 3 l x x 1 (lx a l x ax )
l
l

tengah-tengah AB
(c)
A

M di P3 = 0

P3

dMx
0
dx

Rt
Mmax terdapat di potongan E
(dibawah P3) ; ME max. = M3 max
tengah-tengah AB
P4
T

1 1
r r
2 2

R2
lx bx x blt
l

Mencari Mmax :
B

r E
r

(d)

M max terdapat dibawah P4 = M4max


Dalam hal ini r =Rjarak
antara Rt dengan
t
P4
Mextrem = Mmax maximorum adalah
momen yang terbesar diantara Mmax
tengah-tengah bentang
(1,2,3,4,5).

dMx P3

l 2 x R1 l 2 x a
dx
l
l
R2

(lt 2 x b) 0
l
P3 (l 2x) + R1 (l 2x + a) + R2 (l 2x b) = 0

P 3 l + R1 . l + R2 . l + R1 . a R 2 . b =
2 x (P3 + R1 + R2)
Rt . l + R1.aRt R2 . b = 2x . Rt
R .a R 2 .b
B
Rt.r
x=l+ . 1
Rt

Rt.r
Rt
x = l + r pada jarak x = l + r dari A terdapat
M max.

x=l+

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

63

Suatu gelagar dengan bentang l = 10 m dan


ada suatu rangkaian muatan berjalan dengan
lebar sepertiMmax
pada gambar.
terjadi dibawah beban P1
B
Cari besarnya
momen
maximum-maximum
M1 max
maximorum.
Dalam hal ini r = jarak antara Rt
Jawab : kondisi
beban
dengan
P1. seperti pada gambar

P1
(e) A

r
r r

Rt

M max terdapat dibawah P1 = M1 max


P1
(f)

P2

P3

P4

P5
Mmax terjadi dibawah beban P2
B M2 max

A
r
r

tengah-tengah
bentang
Dalam
hal ini
r = jarakP1antara Rt
r = 0,90 = jarak
antara
Rt dengan
MB = 0 dengan P2.
RA =

Rt

Rt.(l x ) 20.4,55

9,1 ton
l
10

M1 max dibawah P1 adalah :


x=l+r

(g)

RA. ( l r) =
9.1 (5 0,45) = 9,1 x 4,55
M max terdapat dibawah P2 = M2 max M1 max = 41,405 tm
r = 0,1 m = jarak antara P2 dan Rt
MA = 0
P1 P2
P3 P4 P5
Rt (1 / 2l 1 / 2r ) 20(5 0,05)

9,9 t
RB=
l
10
A
Mmax terjadi dibawah beban P5
M2 Max dibawah
P2 adalah :
B
r
M5 max
tengah bentang
RB ( l r) = P3 . 1 = 9,9 (4,95) 6.1 =
r r
Dalam hal ini : r = jarak antara Rt
49,005 6 = 43,005 tm
P
M max terdapat di = dengan
M2 max 5
Rt
bawah P5 = M5 max
Contoh 2x = l + r
r = 1,1 m = jarak antara P3 dengan Rt
Posisi
bebanPuntuk
kondisi Mmax1 s/d M max
5
P1=8t
2=6t P3=6t
MA = 0
Rt (1 / 2l 1 / 2r )
20(5 0,55)
1m
1m

8,9 t
R=
B

10

P1
P2
P3 Rt = P + P + P =
M3 max
dibawah
P3 adalah
1
2
3
RB ( l r) = 8,9 x 4,45 = 39,605
20 ton tm
=M3 max Statis momen
Kondisi 1
Momen
maximorum
terhadapadalah
P1 M 2
8t maximum
4t
6t
max = 43,005 tm
P2.1 + P3.2 = Rt.x
1m
1m
6.1 + 6.2 = 20 . x
x=
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu
Indonesia
64
x
B

Rt

Dimana M max dibawah P1


tengah bentang
P1
A

P2

P3
B

5m
x=l+r
= 5 + 0,45

l-x
4,55

Rt

r
Kondisi 2
Dimana M max dibawah P2
P1
P2 P3
B

0,1 m tengah-tengah
bentang

4,95 m

Rt

Kondisi 3
Dimana M max dibawah P3
P1
tengah-tengah
bentang

P2

P3

r =1.1

4,45

4,45

Rt
Posisi beban untuk mencari momen maximum
maximorum
Latihan : Garis pengaruh pada balok menerus dengan sendi-sendi gerber
Soal 1 :
P=1t berjalan
2m
S
A
RA

I
6m

RB

2m

C
4m

RC

Balok ABC dengan sendi gerber S


seperti tergambar. Akibat beban P
= 1t berjalan diatas balok,
ditanyakan :
GP RA; GP RB; GP RC
GP MI; GP DI; GP MB

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

65

Soal 2 :

P = 1 t berjalan

4m
S1
A

RA

S2

C
RB

8m

2m

D
RC

6m

2m

Balok ABCD dengan sendi


gerber S1 dan S2 seperti
RD tergambar.

6m

a). Akibat beban P = 1t berjalan diatas balok, ditanyakan;


GP RA; GP RB; GP RC; GP RD
GP MI; GP DI; GP MB; GP DB kanan
b). Akibat rangkaian beban

2m

2m

berjalan, ditanyakan : MI max, M max

P1=4t P2=4t P3=2t


maximorum pada balok tersebut.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

66

Soal Latihan
Soal 1 :
2m
S
A

RA

RB

6m

Soal 2 :

2m

RC

4m

Balok ABC dengan sendi gerber S


seperti tergambar. Akibat beban P
= 1t berjalan diatas balok,
ditanyakan :
GP RA; GP RB; GP RC
GP MI; GP DI; GP MB

P = 1 t berjalan

4m
S1
A

RA

S2

C
RB

8m

2m

D
RC

6m

2m

Balok ABCD dengan sendi


gerber S1 dan S2 seperti
RD tergambar.

6m

a). Akibat beban P = 1t berjalan diatas balok, ditanyakan;


GP RA; GP RB; GP RC; GP RD
GP MI; GP DI; GP MB; GP DB kanan
b). Akibat rangkaian beban

2m

2m

berjalan, ditanyakan : MI max, M max

P1=4t P2=4t P3=2t


maximorum pada balok tersebut.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

67

DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, T., Margaret, S. (1999). Teori soal dan penyelesaian Mekanika Teknik I,
Delta Teknik Group Jakarta.
2. Hibeller. (1999). Structural Analysis. Fourth Edition. Printice Hall, Upper Saddle
River, New Jersey 070458.
3. Frick H. (2006). Mekanika Teknik I (statika dan kegunanaannya). Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
4. Chu Kia Wang (1986) Statically Indeterminate Structures, Mc Graw-Hill, Book
Company, Inc.
5. Dipohusodo I. (2001). Analisis Struktur. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia

68

Anda mungkin juga menyukai