Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hiperplasia prostat jinak adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas
dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. ( Price, 2005 )

Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar,
memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine dapat
mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. ( Brunner & Suddarth, 2000 )

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan
gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari bulu-buli. ( Nursalam,
2006 )

Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretra mengalami
hiperplasia sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah.

Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa hiperplasia prostat benigna
adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine sehingga menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH

BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)


A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah
Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat
tidaklah

membesar

atau

hipertropi

prostat,

tetapi

kelenjar-kelenjar

periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak.


Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland
atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat
pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap
etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun
menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH
adalah:
Adanya

hiperplasia

periuretral

yang

disebabkan

karena

perubahan

keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin.


Faktor umur / usia lanjut.
Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar
Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang
dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar
4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius
1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2
buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus
posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus
medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini
tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti

susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada
posterior kelenjar prostat terdiri dari:

Kapsul anatomis

Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskulerJaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya


Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatus zone
Di sekitar uretra disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari
vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang
bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada
colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua
biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses
hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar
menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas
jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan
dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila
jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat
dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat
menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah.
Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis
jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi
dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya
gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal.
Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang
tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan
prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah.
Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh

ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya


diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih.
Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan
trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi
keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur
yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena
terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung
kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi
progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat.
Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi
dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah
dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban
solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang
progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan
serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang
berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun
2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus
urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran
prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi
uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih
tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat
sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika
dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat
detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah
fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan
akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
kontraksi,

sehingga

terjadi

retensi

urin

total

yang

berlanjut

pada

hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas


E. PATHWAY
Obstruksi

uretra

Penumpukan

Pembedahan/prostatektomiKompensasi

otot

urin

dlm

destrusorSpasme

VU
otot

spincterMerangsang

nociseptorHipotalamusDekompensasi

otot

destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal


meningkatGagal

ginjalRetensi

urinPort

mikroorganismekateterisasiLuka

insisiResiko

infeksiResiko

cairanResiko

kekurangan

vol

de

disfungsi

entre

seksualNyeriResti

perdarahan:

resiko

syok

hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang informasi ttg


penyakitnyaKurang

pengetahuanHyperplasia

periuretralUsia

lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH
F. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak
selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1.
Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin
dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi
kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada
pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau
lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing
bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus
mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa
pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang
mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali
dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadangkadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu
terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan
selaputnya merusak ginjal.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan
biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan
apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans
abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain
untuk

mengetahui

pembesaran

prostat

ultra

sonografi

dapat

pula

menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain
seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi
kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat
diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang
melalui perineum.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik
dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal
ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga
menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis
I. FOKUS PENGKAJIAN
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
a) Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b) Data Obyektif:
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi


sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4.

Potensial

terjadinya

infeksi

berhubungan

dengan

port

de

entre

mikroorganisme melalui kateterisasi


5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakit, perawatannya.
K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot
spincter
Tujuan :
Setelah

dilakukan

perawatan

selama

3-5

hari

pasien

mampu

mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.


Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
c. Intervensi:
d. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
e. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
f.

Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah

g. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen


tegang)
h. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan
obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi
urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik
steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan
tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit
lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan
sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan
darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari
kedua post operasi)
f.

Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000


ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel
training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk
melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan


saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah

dilakukan

perawatn

selama

1-3

hari

pasien

mampu

mempertahankan fungsi seksualnya


Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan
aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan
dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang
efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
f.

Impoten terjadi pada prosedur radikal

g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal

h. Adanya

kemunduran

ejakulasif.

Anjurkan

pasien

untuk

menghindari

hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.


4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre
ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
d. Intervensi:
e. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
f.

Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,


kebocoran)

g. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan
drainage
h. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin
dressing
i.
5.

Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)


Kurang

pengetahuan

berhubungan

dengan

kurang

informasi

tentang penyakit, perawatannya


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara

verbal

pasien

mengerti

dan

mampu

mengungkapkan

dan

mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang
penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar periurethral
yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi simpai bedah (pseudokapsul). BPH
merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai pada lebih dari 50% pria berusia diatas 60
tahun.
Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat
tidaklah

membesar

atau

hipertropi

prostat,

tetapi

kelenjar-kelenjar

periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak.


Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical.
B. SARAN
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini akan bermanfaat
bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan pertimbangan dalam kenaikan jenjang
karir/

kenaikan

pangkat.

Selain

itu

dokumentasi

menggambarkan tentang kinerja seorang Perawat

keperawatan

juga

dapat

Purnomo,

Basuki

B.

2000.

DAFTAR PUSTAKA
Dasar dasar urologi.

Malang:

CV

Infomedika.

Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan.
Bandung:
Yayasan
Ikatan
Alumni
Pendidikan
Keperawatan
Padjajaran.
Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
Hardjowijoto, Sunaryo. 1999. Benign Prostat Hiperplasia. Surabaya: FK UNAIR / RSUD Dr.
Soetomo.
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/30/askep-bph/

Anda mungkin juga menyukai