PEMBAHASAN
I.
2. Etiologi
a. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel Neural Crest ambrional yang berimigrasi
ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar
segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan
terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)
b. Sering terjadi pada anak dengan Down Syndrome
c. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 : 242).
3. Manifestasi klinis
a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti
pita.
c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
d. Nyeri abdomen dan distensi.
e. Gangguan pertumbuhan. (Suriadi, 2001 : 242)
a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai
mekonium.
b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun dengan edema.
c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut.
d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
e. Gejala hanya konstipasi ringan. (Mansjoer, 2000 : 380)
Masa Neonatal :
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
b. Muntah berisi empedu.
c. Enggan minum.
d. Distensi abdomen
Masa bayi dan anak-anak :
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita, berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Gagal tumbuh (Betz, 2002 : 197)
4. Klasifikasi
Dua kelompok besar, yaitu :
a. Tipe kolon spastik
Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi
periodik) atau diare disertai nyeri.Kadang konstipasi silih berganti dengan
diare.Sering tampak lendir pada tinjanya.Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul
atau kram, biasanya di perut sebelah bawah.Perut terasa kembung, mual, sakit kepala,
lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi.Buang air besar sering
meringankan gejala-gejalanya.
Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif
tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas
adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut
kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
1) Megakolon kongenital segmen pendek
Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%)
2) Megakolon kongenital segmen panjang
Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%)
3) Kolon aganglionik total
Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)
4) Kolon aganglionik universal
Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%) Colonrectum
5. Patofiologi
ukuran
penampangnya,
tidak
mempunyai
ganglion
parasimpatik
intramural.Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit
dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pada Morbus Hirschsprung
segemen pendek, daerah aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut
penyakit Hirschsprung klasik.Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak lakilaki, yaitu 5 kali lebih sering daripada anak perempuan.Bila daerah aganglionik meluas
lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang.Bila aganglionosis
mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan
hamper seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal.
6. Tanda dan gejala
setelah bayi lahir
a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
b. Muntah berwarna hijau
c. Distensi abdomen, konstipasi
d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran
gas yang banyak.
Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.
a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
b. Distensi abdomen bertambah
c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
d. Terganggu tumbang karena sering diare
e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita
f. Perut besar dan membuncit
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung.Pada foto polos
abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit
untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard
dengan
cara
h. Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan
mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Mansjoer,dkk 2000 hal 380 )
i. Pemeriksaan colok anus, Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan
kadang disertai tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari
tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan
terjadi pembusukan.
8. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar
untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga
normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan
medis yaitu :
1) Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.
2) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
(Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,
Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering
dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa
aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)
b. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
c. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis b e r a t d a n k e a d a a n u m u m
m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
d. Terapi farmakologi
1) Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet
dan wujud feses adalah efektif
2) Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik.
Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba
9. Komplikasi
a. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi
sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur
atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran
anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat
atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi,
pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tandatanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.
b. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan
luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis,
serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan
komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat
prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur
Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.Tindakan yang dapat dilakukan
meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan
keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya
sedikit-sedikit dan sering.
e. Inkontensitas (jangka panjang).
II.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi
sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.
3) Riwayat penyakit dahulu
a. Konstipasi b.d Spinter rectum tdk dpt relaksasi, Feses tdk mampu melewati spinkter
ani, Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di kolon, Pelebaran kolon d.d Perut
kembung, Nyeri, Obstipasi, Mekonium yang lambat keluar, Distensi abdomen,
Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic abnormal, Peristaltic tdk
sempurna, Obstruksi parsial, Refluk peristaltic, Perasaan penuh d.d Muntah berwarna
hijau, Diare, Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus yang fungsional
c. Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tdk ada, obstipasi, distensi
abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri, Demam, Distress pernafasan, Akral
hangat
d. Nyeri b.d usus spastic dan daya dorong tidak ada, obstipasi, tidak ada meconium,
distensi abdomen hebat d.d Biasanya ibu klien mengatakan anaknya dengan Perut
kembung, Ortu klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang, Biasanya
tampak Distensi abdomen, Biasanya tampak Obstruksi usus akut
e. Kurang pengetahuan b.d mual, muntah, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
pembedahan, d.d Biasanya ortu klien mengatakan bahwa mereka tidak tau apa-apa
tentang penyakit anaknya, Ortu klien tampak bertanya tentang apa yang petugas
kesehatan lakukan
3. Intervensi keperawatan
Pre operasi
a. Konstipasi b.d Spinter rectum tdk dpt relaksasi, Feses tdk mampu melewati spinkter
ani, Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di kolon, Pelebaran kolon d.d Perut
kembung, Nyeri, Obstipasi, Mekonium yang lambat keluar, Distensi abdomen,
Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam anak dapat
melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal
dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1) Mual dan muntah berkurang
2) Defekasi lancer
3) Tidak memuntahkan ASI dan formula yg diberikan
Intervensi
Berikan bantuan enema dengan cairan
fisiologis NaCl 0,9%
Observasi tanda-tanda vital dan bising
usus setiap 2jam sekali
Observasi pengeluaran feces perrectal-bentuk, konsistensi, jumlah
Observasi intake yang mempengaruhi
pola dan konsistensi feses
Anjurkan untuk menjalani diet yang
telah dianjurkan
Kolaborasi dengan dokter tentang
rencanan pembedahan
Rasional
Untuk mengosongkan usus
Untuk mengetahui adanya
tanda-tanda syok
Untuk mengetahui pengeluaran
feses dari bentuk, konsistensi,
dan jumlah
Untuk mengetahui intake yang
mempengaruhi
pola
dan
konsistensi feses
Respon pengobatan
Untuk melanjutkan pengobatan
selanjutnya
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic abnormal, Peristaltic tdk
sempurna, Obstruksi parsial, Refluk peristaltic, Perasaan penuh d.d Muntah berwarna
hijau, Diare, Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus yang fungsional
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan pasien
menerima asupan nutrisi yang cukup
Kriterian Hasil
1) BB seimbang 3,25
2) Tidak memuntahkan ASI dan formula yang diberikan
Intervensi
Rasional
berikan asupan nutrisi yang Untuk meningkatkan asupan makanan
cukup sesuai dengan diet yang
dianjurkan
ukur BB anak tiap hari
Untuk mengetahui peningkatan dan
penurunan BB
gunakan sute alternatif (NGT Nutrisi parenteral dibutuhkan jika
dan parenteral)
kebutuhan per oral yang sangat kurang
dan untuk mengantisipasi pasien yang
sudah mulai merasa mual dan muntah
c. Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tdk ada, obstipasi, distensi
abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri, Demam, Distress pernafasan, Akral
hangat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan
kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria Hasil
Tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur
Intervensi
sarankan orang tua hadir
selama prosedur
berikan tindakan kenyamanan
sesuai usia
kaji terhadap tanda nyeri
ciptakan lingkungan yang
mendukung dan penuh kasih
berikan analgesik sesuai
Rasional
Untuk kenyamanan anak
Untuk menyediakan manajemen nyeri
nonpharmacological
untuk mrngetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya
Terapi menggabungkan budaya klien
dan usia dan faktor perkembangan
Mengurangi nyeri
Post operasi
a. Nyeri b/d insisi pembedahan
Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,
tidak mengalami gangguan pola tidur
intervensi
Observasi dan monitoring
tanda skala nyeri
Lakukan teknik pengurangan
nyeri seperti teknik pijat
punggung dansentuhan
Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
apabila
dimungkinkan
Rasional
Mengetahui
tingkat
nyeri
dan
menentukan langkah selanjutnya
Upaya
dengan
distraksi
dapat
mengurangi rasa nyeri
Mengurangi persepsi terhadap nyeri
yamg kerjanya pada sistem saraf pusat
Rasional
Untuk mengetahui perkembangan
anaknya
Mengurangi kecemasan
Mengurangi resiko terjadinya infeksi
Untuk meningkatkan pengetahuan ibu
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.
Hidayat, A A. (2008), pengantar konsep dasar keperawatan. Edisi ke-2, salemba medika:
Jakarta
Mansjoer , Arif . 2000 .Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 .Jakarta : Media Aesulapius FKUI
Marliyn E. Doengoes, Dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3
Nanda, 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2012-2014
Ngastiyah.
(2005).
Perawatan
anak
sakit
edisi
ke-2
EGC:
Jakarta