Anda di halaman 1dari 12

26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian analitik ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap Departemen
Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan melihat data
rekam medik pasien efusi pleura periode 01 Januari 2009-31 Desember 2010.
Hasil penelitian, tercatat angka kejadian efusi pleura yang dirawat di Instalasi
Rawat Inap Departemen Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang pada periode 01 Januari 2009-31 Desember 2009 berjumlah 56 kasus
dan pada periode 01 Januari 2010-31 Desember 2010 berjumlah 130 kasus. Total
kasus yang terdata adalah 186 kasus. Didapatkan 63 kasus yang memiliki data
lengkap dan bisa diteliti. Jumlah data yang lengkap dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Data Lengkap
Periode
01 Januari 31 Desember 2009
01 Januari 31 Desember 2010
Total

Jumlah Data
56
130
186

Jumlah Data
Yang Lengkap
18
45
63

Dari 63 data yang lengkap tersebut maka didapatkan distribusi efusi pleura
berdasarkan analisis cairan pleura dan etiologi penyebab efusi pleura yang dapat
dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Efusi Pleura

27

Etiologi Penyebab Efusi Pleura

Analisis
Cairan

TB

Keganasan

Dan Lain-Lain

Frekuensi

Frekuensi

Frekuensi

Total

Pleura
transudativa

(33,33%)

(33,33%)

(33,33%)

eksudativa

32

(56,14%)

25

(43,86%)

(0%)

57

Total

34

27

63

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 61 kasus efusi pleura
terdapat 6 kasus efusi pleura transudativa dan 57 kasus efusi pleura eksudativa.
Dan Lain-Lain dalam penelitian ini adalah efusi pleura transudativa karena CHF.
Dari 57 kasus efusi pleura eksudativa didapatkan dua etiologi efusi pleura
terbanyak, yaitu TB sebanyak 32 kasus dan keganasan sebanyak 25 kasus. Pada
penelitian ini, TB dan keganasan akan dijadikan perbandingan di setiap variabel
penelitian.
4.1. Karakteristik Sosiodemografi
Karakteristik sosiodemografi adalah identitas pasien efusi pleura pada
rekam medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 01 Januari 2009
31 Desember 2010 yang terdiri dari usia dan jenis kelamin.
4.1.1.

Usia

Usia pada penelitian ini berdasarkan metode pembagian usia dalam


epidemiologi penelitian menurut WHO yaitu dibagi dalam interval umur lima
tahun. Pada penelitian ini mempunyai nilai p = 0,000 yang memiliki makna
terdapat perbedaan rerata usia yang bermakna terhadap angka kejadian efusi
pleura eksudativa TB dan EPG. Pasien TB lebih banyak berusia lebih muda
dibandingkan pasien EPG. Efusi pleura eksudativa berdasarkan kelompok usia
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Efusi Pleura Eksudativa Berdasarkan Kategori Usia

28

Efusi Pleura Eksudativa


Kategori Usia

TB

Keganasan
Total

Frekuensi
18-22
23-27

Frekuensi

9,34%

3,57%

10

31,25%

0%

10

6,25%

3,57%

18,75%

10,71%

6,25%

3,57%

0%

7,14%

48-52

3,13%

14,28%

53-57

15,63%

17,86%

10

58-62

6,25%

14,28%

63-67

3,13%

14,28%

Mean

36,635,06

50,405,02

Total

32

25

28-32
33-37
38-42
43-47

0,000*
57

*Unpaired T-Test
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada efusi pleura eksudativa
TB paling banyak terdapat pada usia 18-42 tahun (23 kasus) sedangkan EPG
banyak terdapat pada usia 43-47(19 kasus). Mean usia dari efusi pleura eksudativa
TB adalah 36,635,06 tahun dan EPG 50,405,02 tahun. Hal ini menunjukkan
pada EPG, rata-rata usia pasien lebih tinggi dibandingkan efusi peura eksudativa
TB dan dapat dibuktikan secara statistik terdapat perbedaan rerata usia antara
angka kejadian efusi pleura eksudativa TB dan EPG.

29

Hal ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan dapat
diasumsikan karena lebih dari 75% EPG disebabkan oleh keganasan di paru 7.
Keganasan paru banyak terdapat pada usia dewasa (35-55 tahun) dengan riwayat
merokok lebih dari 1 bungkus per hari. Laporan Rumah Sakit Persahabatan
Jakarta (2004) menyatakan bahwa kanker paru banyak diderita seseorang yang
berumur lebih dari 40 tahun, dikarenakan setelah terpapar dengan zat karsinogenik
dari rokok butuh waktu 20-30 tahun untuk berubah menjadi kanker paru6.
Sedangkan pada efusi pleura eksudativa TB, kelompok usia produktif
mempunyai mobilitas yang sangat tinggi sehingga kemungkinan terpapar
Mycobacterium tuberculosis lebih besar. Dalam beberapa minggu sejak terpapar
Mycobacterium tuberculosis sudah bisa bermanifestasi menjadi TB. Selain itu,
reaktifasi endogen (aktif kembali basil yang telah ada dalam tubuh) lebih
cenderung pada usia produktif. WHO(2001) menyatakan bahwa di negara
berkembang, 75% TB paru terjadi di kalangan usia produktif (15-50tahun)21.
4.1.2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin pada penelitian ini terdiri dari 34 laki-laki dan 26
perempuan. Hasil penelitian efusi pleura eksudativa berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Efusi Pleura Eksudativa Berdasarkan Kategori Jenis Kelamin


Jenis

Efusi Pleura Eksudativa

30

TB

Keganasan

Frekuensi

Frekuensi

Kelamin

Total

Laki-laki

22

(64,71%)

12

(35,29%)

34

Perempuan

10

(43,48%)

13

(56,52%)

26

Total

32

25

57

0,824*

* Unpaired T-Test
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa efusi pleura eksudativa TB
paling banyak terdapat pada laki-laki sebanyak 22 orang (64,71%) sedangkan
perempuan sebanyak 10 orang (43,48%). Perempuan lebih banyak pada EPG
yaitu 13 orang (56,52%) sedangkan laki-laki pada EPG sebanyak 12 orang
(35,29%). Pada penelitian ini, laki-laki lebih banyak ditemukan dibandingkan
perempuan meskipun secara statistik tidak bermakna.
Meskipun belum ada teori mengenai hubungan antara jenis kelamin dan
efusi pleura, hal ini mungkin disebabkan karena laki-laki memiliki mobilitas yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemungkinan untuk terpapar
kuman penyebab TB paru lebih besar. Selain itu kebiasaan laki-laki
mengkonsumsi minuman beralkohol dan merokok dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh23. Pada EPG, persentase perempuan dan laki-laki hampir sama.
Hal ini akan sesuai dengan penelitian terdahulu, jika dihubungkan dengan faktor
resiko EPG karena keganasan paru yaitu sebagian besar pasien EPG mempunyai
riwayat perokok (1 bungkus/hari selama >10 tahun) dan riwayat kanker paru.
Keganasan ovarium merupakan faktor resiko terbanyak setelah keganasan paru
pada EPG sehingga EPG juga banyak terdapat pada perempuan.

4.2.

Karakteristik Antropometri
Karakteristik antropometri adalah rasio berat badan dan tinggi badan

pasien efusi pleura dengan menggunakan klasifikasi body mass index (BMI) yang
terdiri dari underweight (<18 kg/m2), normal(18-24 kg/m2), overweight(25-30

31

kg/m2), dan obesity (>30 kg/m2). Pada penelitian ini, sebagian besar pasien efusi
pleura dalam kondisi underweight (33 kasus). Pasien EPG lebih kurus daripada
efusi pleura eksudativa TB dengan mean 41,241,97. Efusi pleura eksudativa
berdasarkan kategori antropometri dapat dilihat di tabel 9.
Tabel 8. Distribusi Efusi Pleura Berdasarkan Kategori Antropometri

Efusi Pleura Eksudativa


BMI

TB

Keganasan

Frekuensi

Frekuensi

Total

Underweight

16

43,75%

17

75,00%

33

Normal
Overweight

12
4

43,75%
12,50%

7
1

21,43%
3,57%

19
5

Mean

44,5311,59

41,241,97

Total

32

25

0,534*
57

* T-Test
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa pasien efusi pleura paling
banyak ditemukan dalam keadaan underweight, yaitu pada EPG sebanyak 17
orang (75,00%) dengan mean 41,241,97kg dan efusi pleura eksudativa TB
sebanyak 16 orang (52,94%) dengan mean 44,5311,59kg. Pada penelitian ini
didapatkan data bahwa pasien EPG lebih kurus daripada pasien efusi pleura
eksudativa TB meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan rerata mean
berat badan yang bermakna antara angka kejadian efusi pleura eksudativa TB dan
EPG.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kecukupan asupan nutrisi yang
menyatakan bahwa hal ini mungkin dikarenakan asupan makan sebelum
pengobatan yang disebabkan oleh anoreksia, menyebabkan peningkatan
metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak
adekuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk

32

memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat


badan (underweight)25. Pada EPG, kondisi underweight diperparah dengan asupan
nutrisi sel yang berkurang karena adanya sel kanker dan pada pasien yang telah
menjalani terapi kemoterapi beresiko mengalami malnutrisi disebabkan oleh
kakeksia kanker dan efek samping kemoradiasi. Efek samping kemoradiasi berupa
mual, muntah, dan diare menyebabkan penurunan asupan energi, protein.
Malnutrisi dan asupan energi protein yang tidak adekuat berhubungan erat dengan
hasil kemoradiasi dan kualitas hidup pasien26.
4.3.

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Penunjang


Karakteristik hasil pemeriksaan penunjang adalah hasil pemeriksaan

tambahan yang dilakukan pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis pasti
efusi pleura, meliputi pemeriksaan rontgen dada PA, analisis cairan pleura, dan
sitologi cairan pleura.
4.3.1. Rontgen Dada PA
Hasil pemeriksaan rontgen dada PA meliputi derajat efusi ( 21 kasus
ringan dan 36 kasus berat) dan lokasi efusi (31 kasus di paru kanan dan 18 kasus
di paru kiri). Distribusi efusi pleura eksudativa berdasaarkan derajat efusi dan
lokasi efusi dapat dilihat di tabel 10.

Tabel 9. Distribusi Efusi Pleura Eksudativa Berdasarkan Rontgen Dada PA


Efusi Pleura Eksudativa
Rontgen

TB

Keganasan

Frekuensi

Frekuensi

Dada PA
Derajat
Efusi

p
Ringan
Berat

12
20

37,50%
62,50%

9
16

36,00%
64,00%

1,000*

33

0,305*
Lokasi Efusi

Kanan
Kiri

16
12

57,15%
42,85%

15
6

71,43%
28,57%

* Chi-Square Tests
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada efusi pleura paling
banyak ditemukan dalam kondisi berat (36 kasus) yaitu pada efusi pleura
eksudativa TB terdapat 20 kasus (62,50%) dan EPG sebanyak 16 kasus (64,00%).
Berdasarkan lokasi efusi pleura, banyak ditemukan pada pleura sebelah kanan
(31kasus) yaitu 16 kasus (57,15%) pada efusi pleura eksudativa TB dan pada EPG
sebanyak 15 kasus (71,43%). Belum ada teori dan penelitian yang menjelaskan
hubungan antara derajat efusi dan lokasi efusi terhadap angka kejadian efusi
pleura eksudativa, khususnya karena TB dan keganasan.
Secara statistik, tidak terdapat hubungan antara derajat efusi dan lokasi
efusi terhadap angka kejadian efusi pleura eksudativa. Meskipun tidak bermakna,
akan tetapi hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Zay Soe,
Wunna Hla Shwe, dan Soe Moe yang juga menunjukkan bahwa dari 108 kasus
efusi pleura eksudativa TB terdapat 63 kasus dengan paling banyak terdapat pada
sisi kanan paru (58,3%)22. Efusi pleura banyak terjadi pada sisi sebelah kanan
mungkin dikarenakan secara anatomi paru kanan lebih besar dan lebih rendah dari
pada paru kiri sehingga sesuai dengan sifat air atau cairan mengalir ke tempat
yang lebih rendah, paru-paru kanan lebih rentan terkena efusi dibandingkan paruparu sebelah kiri.
4.3.2. Analisis Cairan Pleura
Hasil pemeriksaan analisis cairan pleura meliputi perhitungan berat jenis
sel, jumlah sel, sel PMN, glukosa, protein, dan LDH dapat dilihat di tabel 11.
Tabel 10. Distribusi Efusi Pleura Berdasarkan Analisis Cairan Pleura

34

Etiologi Efusi Pleura Eksudativa

Analisis
Cairan

TB

Keganasan
P

Pleura

Frekuensi

Frekuensi

Berat Jenis

1013,751,5

1012,861,44

0,089*

Jumlah Sel
PMN
MN
Glukosa
Protein
LDH

1787,66498,85
54,4756,78
70,3112,11
73,1536,8
11,875,09
657240,05

2499,463074,15
24,9610,84
75,0410,85
86,9715,85
6,123,0
1389,751655,63

0,141*
0,160*
0,343*
0,385*
0,110*
0,072*

* Unpaired T-Test
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa :
1. Berat jenis sel cairan pleura lebih tinggi didapatkan pada efusi pleura
eksudativa TB (1013,751,5) dibandingkan pada EPG (1012,861,44)
meskipun secara statistik tidak ada perbedaan antara keduanya.
2. Jumlah sel pada analisis cairan pleura lebih tinggi pada EPG dengan mean
2499,463074,15 daripada efusi pleura eksudativa TB (1787,66498,85)
meskipun secara statistik tidak ada perbedaan antara keduanya.
3. PMN cairan pleura lebih tinggi pada efusi pleura karena TB dengan mean
54,4756,7 sedangkan mean PMN pada EPG adalah 24,9610,84
meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan. Tingginya kadar PMN
cairan pleura efusi pleura eksudativa TB ini dikarenakan proses infeksi
karena terpapar mycobacterium TB yang dapat berlangsung secara akut
maupun kronis. Sehingga secara normal kadar sel PMN cairan pleura pada
eksudativa TB lebih tinggi daripada EPG.
4. MN cairan pleura pada EPG lebih tinggi yaitu dengan mean75,0410,85
daripada efusi pleura eksudativa TB dengan mean 70,3111,12 meskipun

35

secara statistik tidak berbeda. Hasil penelitian sesuai dengan teori.


Meskipun peningkatan kadar MN mengindikasikan adanya infeksi, tetapi
pada kasus EPG dengan kadar MN tinggi juga dapat terjadi. Hal ini karena
tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi
pleura viseralis dan pleura parietalis juga dapat menyebabkan reaksi
inflamasi kronis.
5. Glukosa cairan pleura pada efusi pleura eksudativa TB dengan mean
73,1536,8 lebih rendah dari pada EPG dengan mean 86,9715,85
meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya. Cairan Pleura pada efusi pleura
eksudativa TB sering diikuti dengan kadar glukosa yang rendah 3. Biasanya
kadar glukosa merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artritis reumatoid
dan neoplasma karena kerusakan pleura mengganggu difusi. Meskipun
penelitian yang dilakukan di Universitas Sumatera Utera mendapatkan
kadar glukosa cairan pleura pada EPG <60 mg/dL pada sekitar 15-20%
EPG. Rendahnya kadar glukosa tersebut mengindikasikan adanya beban
tumor yang tinggi di rongga pleura. Rendahnya kadar glukosa pada EPG
dihubungkan dengan terganggunya pengangkutan glukosa dari darah ke
cairan pleura. Tetapi belum ada karakteristik yang spesifik untuk efusi
pleura eksudativa TB maupun EPG, termasuk efusi parapnemonia, dan
penyakit rheumatoid yang menyerang pleura.
6. Protein cairan pleura ditemukan lebih tinggi pada efusi pleura eksudativa
TB dengan mean11,875,09 daripada EPG dengan mean 6,123,0
meskipun secara statistik tidak bermakna. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori. Hal ini dapat terjadi karena TB merupakan penyakit infeksi
yang memicu peradangan pada pleura dan protein yang terdapat dalam
cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan
aliran protein getah bening akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura.
7. LDH cairan pleura pada EPG lebih tinggi dengan mean 1389,751655,63
daripada LDH pada efusi pleura eksudativa TB dengan mean 657240,05

36

meskipun secara statistik tidak ada perbedaan antara LDH cairan pleura
EPG dan LDH cairan pleura efusi pleura eksudativa TB. Tingginya kadar
LDH cairan pleura EPG sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa LDH
sering meningkat pada pasien dengan keganasan dan beban tumor yang
besar karena metabolisme dan pertukaran sel tumor. Peningkatan LDH
yang terdeteksi pada pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap kemungkinan keganasan tersamar.
4.3.3. Sitologi Cairan Pleura
Hasil pemeriksaan sitologi cairan pleura meliputi penemuan sel keganasan
(26 kasus), sel radang akut (12 kasus), dan sel radang kronis (19 kasus) dapat
dilihat di tabel 12.
Tabel 11. Distribusi Efusi Pleura Eksudativa Berdasarkan Sitologi Cairan Pleura
Etiologi Efusi Pleura Eksudativa
Sitologi Cairan Pleura

TB

Keganasan
Total

Frekuensi
Sel Ganas
Sel Radang Akut
Sel Radang Kronis

Total

3
11
18
32

9,38%
34,38%
56,25%

Frekuensi
23
1
1
25

92,00%
4%
4%

26
12
19
57

0,000*

* Unpaired T-Test
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sel ganas paling banyak
ditemukan pada EPG yaitu sebanyak 26 kasus (92,86%), sedangkan pada efusi
pleura eksudativa TB ditemukan paling banyak sel radang kronis yaitu sebanyak
15 kasus (46,87%). Hasil penelitian ini secara statistik menyatakan terdapat

37

perbedaan bermakna sitologi cairan pleura antara efusi pleura eksudativa TB dan
EPG.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa pemeriksaan sitologi cairan pleura yang dapat memberikan konfirmasi
suatu EPG dengan kemungkinan penemuan sel rata-rata sekitar 64% (berkisar
antara 50% sampai 90%) pada kategori umum dari semua pasien EPG6. Penelitian
yang dilakukan Sallact dkk pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kepositifan
sitologi berdasarkan volume cairan yang dibutuhkan untuk menemukan sel ganas
pada EPG berdasarkan volume cairan yang diperiksa dan persentase hasil positif
dipengaruhi asal tumor24. Diagnosis pasti EPG adalah dengan penemuan sel ganas
pada cairan pleura (sitologi) atau jaringan pleura (histologi patologi). Pada kasus
efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsi pleura
tetapi ditemukan kanker primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI) memasukkannya sebagai EPG24.
Pada penelitian ini ditemukan sel ganas pada 3 kasus dengan diagnosis
efusi pleura eksudativa TB bukan didiagnosis EPG. Hal ini dapat terjadi karena
beberapa faktor, antara lain tingkat kesulitan menemukan sel ganas pada cairan
pleura yang menimbulkan ketidakpercayaan terhadap hasil PA yang tidak
mendukung hasil pemeriksaan penunjang lainnya. Hal ini juga dapat terjadi pada
kasus pasien dengan 2 penyakit yaitu TB dan keganasan.

Anda mungkin juga menyukai