1030
20.196
15220
298.431
94
1.843
Dari data diatas diperoleh rata-rata penggunaan lahan per petani jagung lahan
sempit adalah 0,427 Ha dengan penggunaan bibit sebesar 9,235 kg. Rata-rata
penggunaan tenaga kerja sebesar 20,196 HKO, penggunaan pupuk rata-rata
sebesar 298.431 kg dan penggunaan herbisida rata-rata sebesar 1,843 liter.
Setelah diperoleh data mengenai faktor yang mempengaruhi produksi jagung di
daerah penelitian, maka data tersebut dianalisis dengan metode analisis regresi
linier berganda dengan model fungsi Cobb-Douglas. Hasil regresi Cobb-Douglas
disajikan pada tabel:
51
52
53
dapat diatasi dengan mengeluarkan salah satu variabel atau lebih. Dalam hal ini
yang dikeluarkan adalah variabel luas lahan. Variabel luas lahan ini direduksi
dengan cara merubah semua nilai faktor produksi ke dalam satuan per hektar. Jadi
kebutuhan semua faktor produksi dihitung dalam hektar bukan lagi per luas lahan
yang dimiliki petani. Hasil yang diperoleh setelah dikeluarkannya variabel luas
lahan dan direduksi ke dalam satuan hektar disajikan pada tabel berikut:
Tabel 5.3 . Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Usahatani Jagung Lahan Sempit (<1 Ha) dalam Satuan per
Hektar
Variabel
Koefisie Simpanga
tSig.
Toleransi
VIF
n
n Baku
hitung
Regresi
Konstanta
5.779
0.616
9.383
0.000
Bibit
0.247
0.075
3.267
0.002
0.887
1.127
Tenaga_Kerja
0.226
0.170
1.330
0.190
0.780
1.282
Pupuk
0.158
0.062
2.540
0.015
0.554
1.805
Herbisida
0.011
0.060
0.183
0.856
0.603
1.659
R-sq = 46.1%
F-hit = 9.840
Sumber : Lampiran 10
Pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pada variabel bebas bibit, tenaga kerja, pupuk
dan herbisida memiliki nilai toleransi lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF lebih kecil
dari 10. Hal ini menunjukkan tidak terjadinya multikolinieritas. Koefisien regresi
pada semua variabel bernilai positif dan lebih kecil dari satu, sehingga data yang
diperoleh sesuai dengan teori fungsi Cobb-douglas.
Berdasarkan pendugaan faktor produksi yang diperoleh, didapat nilai Fhitung
sebesar 9,84. Dengan nilai signifikansi sebesar 5% atau 0.05, diperoleh nilai Ftabel (4,46) sebesar 2,57. Sehingga F-hitung > F-tabel (4,46).Hal ini menunjukkan
bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu faktor-faktor produksi yang digunakan
secara bersama-sama dalam proses produksi berpengaruh nyata terhadap produksi
jagung lahan sempit.
54
Dari variabel bibit diperoleh nilai t-hitung (3,267) lebih besar dari ttabel(2,013) dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,02 lebih kecil dari
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu bibit
secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi jagung di daerah penelitian.
Dari variabel tenaga kerja diperoleh nilai t-hitung (1,330) lebih kecil dari ttabel(2,013) dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,190 lebih besar dari
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu tenaga
kerja secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung di
daerah penelitian.
Dari variabel pupuk diperoleh nilai t-hitung (2,540) lebih besar dari ttabel(2,013) dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,015 lebih kecil dari
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu pupuk
secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi jagung di daerah penelitian.
Dari variabel herbisida diperoleh nilai t-hitung (0,183) lebih kecil dari ttabel(2,013) dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,856 lebih besar dari
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu
herbisida secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung di
daerah penelitian.
55
Dari Tabel 15, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh
sebesar 0,461. Koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa produksi jagung
dapat dijelaskan oleh variabel Bibit, Tenaga Kerja, Pupuk dan Herbisida sebesar
46,1% sedangkan sisanya sebesar 53,9% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Model fungsi produksi jagung lahan sempit per hektar dapat diduga dengan
persamaan sebagai berikut :
Ln Produksi/ hektar = 5,779 + 0,247 ln bibit + 0,226 ln tenaga kerja + 0,158
ln pupuk + 0,011 ln herbisida
b. Lahan Luas
Model fungsi produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi dalam
penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor produksi
yang diduga berpengaruh terhadap usahatani jagung adalah luas lahan (X1), benih
(X2), Tenaga Kerja (X3), pupuk (X4),Herbisisida (X5). Hasil pendugaan model
dan hubungan antara faktor-faktor produksi sebagai variabel bebas dengan
produksi usahatani jagung lahan luas sebagai variabel terikat disajikan pada tabel.
Tabel 5.4 . Data Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi
Usahatani Jagung Lahan Luas ( 1 Ha)
Keterangan
Luas
Bibit
Tenaga
Pupuk
Herbisida
lahan
(Kg)
Kerja
(Kg)
(Liter)
(Ha)
(HKO)
Jumlah
20.9
396
891
14350
117
Rataan
2.09
39.6
88.8
1435
11.7
Sumber : Lampiran 3
Dari data diatas diperoleh rata-rata penggunaan lahan per petani jagung lahan
sempit adalah
penggunaan tenaga kerja sebesar 88.8 HKO, penggunaan pupuk rata-rata sebesar
1435 kg dan penggunaan herbisida rata-rata sebesar 11,7 liter.
56
Produksi
VIF
395.237
97.734
371.484
145.743
72.926
F-hit = 136.117
Sumber : Lampiran 9
Berdasarkan landasan teori dalam model fungsi Cobb-Douglas nilai koefisien
regresi tidak boleh bernilai negatif dan harus lebih kecil dari satu, dan tidak boleh
terjadi multikolinearitas, sehingga harus dilakukan uji asumsi multikolinearitas.
Uji ini pada dasarnya digunakan untuk menguji apakah ada hubungan linier di
antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Salah satu pendeteksian
pengujian ini adalah dengan pendekatan Tollerance Value dan Variance Inflaction
Factor (VIF). Jika nilai Tollerance mendekati 1 dan VIF sekitar angka 10 maka
variabel dikatakan bebas multikolinieritas. Namun, jika nilai Tollerance di bawah
0,1 dan VIF di atas 10 maka terjadi multikolinieritas.
Pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa terdapat koefisien regresi bernilai negatif
pada variabel luas lahan dan bibit, berdasarkan teori fungsi Cobb-Douglas, tidak
57
boleh ada koefisien regresi yang bernilai negatif. Sehingga data tersebut tidak
memenuhi syarat fungsi Cobb-Douglas.
Pada data diatas semua variabel bebas memiliki nilai toleransi lebih kecil dari 0,1
dan nilai VIF lebih besar dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel
bebas mengalami gejala multikolinieritas, jika terjadi gejala multikolinieritas
maka dapat diatasi dengan mengeluarkan salah satu variabel atau lebih. Dalam hal
ini yang dikeluarkan adalah variabel luas lahandan bibit karena bernilai negatif.
Kemudian variabel luas lahan direduksi dengan cara merubah semua nilai faktor
produksi ke dalam satuan per hektar. Jadi kebutuhan semua faktor produksi
dihitung dalam hektar bukan lagi per luas lahan yang dimiliki petani. Hasil yang
diperoleh setelah dikeluarkannya variabel luas lahan dan direduksi ke dalam
satuan hektar disajikan pada tabel berikut:
Tabel 5.6 . Data Analisis Faktor-faktor yang
Usahatani Jagung Lahan Luas (
Hektar
Koefisie
Simpangan
Variabel
n
t- hitung
Baku
Regresi
Konstanta
2.427
3.064
0.792
Tenaga
0.248
0.562
0.440
Kerja
Pupuk
0.727
0.273
2.661
Herbisida
0.372
0.240
1.551
R-sq = 72.3%
R-sq Adj = 58.4 %
Sumber : Lampiran 11
mempengaruhi Produksi
1 Ha) dalam Satuan per
sig
Toleransi
VIF
0.351
2.845
0.458
0.675
0.037
0.172
0.803
1.246
0.396
2.524
F-hit = 5.219
Pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa pada variabel bebas tenaga kerja, pupuk dan
Herbisida memiliki nilai toleransi lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF lebih kecil
dari 10. Hal ini menunjukkan tidak terjadinya multikolinieritas. Koefisien regresi
58
pada semua variabel bernilai positif dan lebih kecil dari satu, sehingga data yang
diperoleh sesuai dengan teori fungsi Cobb-douglas.
Berdasarkan pendugaan faktor produksi yang diperoleh, didapat nilai Fhitung
sebesar 5,219, Dengan nilai signifikansi sebesar 5% atau 0.05, diperoleh nilai Ftabel (3,6) sebesar 4,76. Sehingga F-hitung > F-tabel (3,6).Hal ini menunjukkan
bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu faktor-faktor produksi yang digunakan
secara bersama-sama dalam proses produksi berpengaruh nyata terhadap produksi
jagung lahan sempit.
Setelah dilakukan uji pengaruh variabel secara serempak, pembahasan dilanjutkan
dengan pengujian pengaruh variabel secara parsial. Uji pengaruh variabel secara
parsial dapat diketahui dengan menggunakan uji t, berdasarkan tabel dapat dilihat
bahwa:
Dari variabel tenaga kerja diperoleh nilai t-hitung (0.440) lebih kecil dari ttabel(2,446) dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,675 lebih besar dari
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu tenaga
kerja secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung di
daerah penelitian.
Dari variabel pupuk diperoleh nilai t-hitung (2,661) lebih besar dari ttabel(2,446) dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,037 lebih kecil dari
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu pupuk
secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi jagung di daerah penelitian.
Dari variabel herbisida diperoleh nilai t-hitung (1,551) lebih kecil dari ttabel(2,446) dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,172 lebih besar dari
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu
59
Dari Tabel 15, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh
sebesar 72.3%. Koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa produksi jagung
dapat dijelaskan oleh variabel Tenaga Kerja, Pupuk dan Herbisida sebesar
72.3% sedangkan sisanya sebesar 27.7% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Model fungsi produksi jagung lahan luas per hektar dapat diduga dengan
persamaan sebagai berikut :
Ln Produksi/ hektar = 2,427 + 0,248 ln tenaga kerja + 0,727 ln pupuk +
0,372 ln herbisida
60
61
62
Pada Tabel 5.7 dapat dilihat rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi bibit dan
tenaga kerja masing-masing yaitu 2,73 dan 1,25,. Nilai NPM/BKM yang lebih
besar dari satu menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi bibit dan tenaga
kerja masih kurang dan harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat penggunaan
yang optimal.
Nilai rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi pupuk dan herbisida masingmasing lebih kecil dari satu yaitu 0,67 dan 0,52. Hal ini menunjukkan penggunaan
faktor faktor produksi melebihi batas optimal sehingga jumlah penggunaannya
harus dikurangi. Hal ini sesuai dengan keadaan di daerah penelitian, pupuk dan
pestisida digunakan berlebihan disebabkan sebagian petani yang lahan
pertaniannya terkena hama, berlebihan dalam memberikan dosis dan penggunaan
pupuk yang berlebih karena petani beranggapan jika memberi pupuk yang banyak
maka produksi akan semakin meningkat.
b. Lahan Luas
Rasio NPM dan BKM usahatani jagung lahan sempit ditunjukkan dalam Tabel .
Tabel 5.8 . Rasio Nilai Produk Marginal dengan Biaya Korbanan Marginal
Usahatani Jagung Lahan Luas ( 1 Ha)
Koefisie
Rata-rata
PMxi
NPM
BKM
NPM/
Faktor
n
Input
(2x3/1)
(5x4)
(Rp)
BKM
Produksi
Regresi
(1)
(5)
(6)
(7)
(6/7)
(2)
Tenaga
Kerja
43.921
0.248
36.144 101203.52
50000
2.02
(HKO)
Pupuk
686.25
0.727
6.796
19030.33 3020.432 6.30
(kg)
Herbisida
412.91
5.78
0.372
1156166.95 82078.79 14.09
(L)
6
Produksi
6411.67
(Kg) (3)
63
Harga
jagung
2800
(Rp) (4)
Sumber : Lampiran 5 dan 11
Pada Tabel 5.8 dapat dilihat rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi tenaga
kerja, pupuk dan herbisida masing-masing yaitu 2,02, 6,30 dan 14,09,. Nilai
NPM/BKM yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penggunaan faktor
produksi tenaga kerja, pupuk dan herbisida masih kurang dan harus ditingkatkan
untuk mencapai tingkat penggunaan yang optimal.
Penggunaan faktor produksi tenaga kerja, pupuk dan herbisida yang masih kurang
sesuai dengan keadaan di daerah penelitian. Hal ini disebabkan luas lahan yang
luas ( 1 Ha), sehingga petani tidak bersedia menggunakan tenaga kerja, pupuk
dan herbisida dengan jumlah besar karena akan memerlukan modal yang sangat
besar.
5.3 Analisis Penerimaan, Biaya, Pendapatan, R/C dan B/C Usahatani Jagung
5.3.1 Analisis Penerimaan Usahatani Jagung
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata hasil panen petani jagung di Desa Bangun
Panei adalah 4.808,55 kg per hektar untuk lahan sempit dan 6.411,67 kg per
hektar untuk lahan luas. Produksi jagung yang dijual berupa jagung pipilan
kering. Produksi jagung tertinggi dari seluruh petani responden untuk lahan
sempit sebesar 7,5 ton per ha dan terendah sebesar 3,75 ton per ha, sedangkan
produksi tertinggi dari seluruh petani responden untuk lahan luas sebesar 8 ton per
ha dan terendah sebesar 5,5 ton per ha.
64
Rata-rata produktivitas usahatani jagung pada lahan sempit dan luas di Desa
Bangun Panei lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional,
yaitu sebesar 4,79 ton per ha tahun 2013. Rata-rata produktivitas jagung lahan
sempit lebih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas kecamatan, sedangkan
produktivitas jagung lahan luas lebih tinggi dibandingkan produktivitas jagung
kecamatan. Rata-rata harga jual jagung pipilan kering di Desa Bangun Panei
adalah Rp. 2.800 per kg untuk lahan sempit dan luas. Pada Tabel disajikan
penerimaan dari usahatani jagung lahan sempit.
Tabel 5.9. Penerimaan Usahatani Jagung Lahan Sempit (Per Hektar) dan
Lahan Luas (Per Hektar) di Desa Bangun Panei
harga satuan
Produksi
Penerimaan
Keterangan
(Rp)
(Kg)
(Rp)
Lahan Sempit
2.800
4.808,55
13.463.940
Lahan Luas
2.800
6.411,67
17.952.676
Sumber : Lampiran 20 dan 21
Berdasarkan Tabel 5.9 penerimaan total usahatani jagung lahan luas lebih besar
dari penerimaan total usahatani jagung pada lahan sempit. Penerimaan total
usahatani jagung
sempit, sedangkan pada usahatani jagung lahan luas penerimaan totalnya sebesar
Rp. 17.952.676 . Produksi jagung petani dijual ke pedagang pengumpul dan para
pedagang pengumpul sendiri yang datang ke rumah-rumah petani untuk membeli
hasil produksi jagung dari petani.
65
biaya pada usahatani jagung lahan sempit sebesar Rp. 9.452.864. Berdasarkan
selisih antara penerimaan total dengan total biaya didapatkan nilai pendapatan
sebesar Rp. 4.011.076.
Rasio R/C petani adalah 1,42 yang artinya setiap biaya satu rupiah yang
dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar 1,42 rupiah. R/C lebih besar
daripada 1 maka dapat diartikan bahwa usahatani jagung lahan sempit layak untuk
dikembangkan selanjutnya dengan penambahan modal.
Rasio B/C petani atas biaya total adalah 0,42 yang artinya setiap biaya satu rupiah
yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan sebesar 0,42 rupiah. B/C lebih
kecil dari satu dapat diartikan bahwa usahatani jagung lahan sempit tidak layak.
Tabel 5.10. Biaya, Pendapatan, Rasio R/C dan Rasio B/C Usahatani Jagung
Lahan Sempit (PerHektar) di Desa Bangun Panei
Keterangan
Harga Satuan
Produksi
Nilai
(Rp)
(Kg)
Penerimaan (Rp)
2.800
4.808,55
13.463.940
Total Biaya (Rp)
9.452.864
Pendapatan (Rp)
4.011.076
R/C
1.42
B/C
0.42
sumber : Lampiran 22
Tabel 5.11 menunjukkan pendapatan dan rasio R/C usahatani jagung lahan sempit
per hektar di Desa Bangun Panei. Total biaya pada usahatani jagung lahan sempit
sebesar Rp. 8.572.176. Berdasarkan selisih antara penerimaan total dengan total
biaya didapatkan nilai pendapatan sebesar Rp. 9.380.500.
Rasio R/C petani adalah 2,09 yang artinya setiap biaya satu rupiah yang
dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar 2,09 rupiah. R/C lebih besar
66
daripada 1 maka dapat diartikan bahwa usahatani jagung lahan sempit layak untuk
dikembangkan selanjutnya dengan penambahan modal.
Rasio B/C petani atas biaya total adalah 1,09 yang artinya setiap biaya satu rupiah
yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan sebesar 1,09 rupiah. B/C lebih
besar dari satu dapat diartikan bahwa usahatani jagung lahan sempit layak.
Tabel 5.11. Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Jagung Lahan Luas (Per
Hektar) di Desa Bangun Panei
Keterangan
Penerimaan (Rp)
Total Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
R/C
B/C
Sumber : Lampiran 22
harga satuan
(Rp)
2.800
Produksi
(Kg)
6.411,67
Nilai
17.952.676
8.572.176
9.380.500
2.09
1.09
Berdasarkan analisis biaya, usahatani jagung lahan sempit memiliki biaya yang
lebih besar daripada usahatani jagung lahan luas. Berdasarkan analisis
pendapatan, usahatani jagung lahan luas memiliki nilai pendapatan yang lebih
besar daripada usahatani jagung lahan sempit yang artinya usahatani jagung lahan
luas lebih menguntungkan daripada usahatani jagung sempit.
Biaya usahatani jagung lahan sempit lebih besar dibandingkan usahatani jagung
lahan luas dikarenakan penggunaan beberapa faktor produksi usahatani jagung
lahan sempit lebih besar dibandingkan usahatani jagung lahan luas. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian yang terdapat pada lampiran 4 dan 5.
Apabila melihat nilai rasio R/C antara kedua usahatani tersebut, nilai rasio R/Cnya sama-sama bernilai lebih dari satu, namun rasio R/C usahatani jagung lahan
luas lebih besar dari usahatani jagung lahan sempit. Rasio B/C usahatani jagung
67
lahan luas lebih besar dari usahatani jagung lahan sempit. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa usahatani jagung lahan luas lebih efisien dibandingkan
usahatani jagung lahan sempit.