Anda di halaman 1dari 7

TB DENGAN HIV

1. DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang T helper atau CD 4, terutama dari limfosit T, yang dapat
mengakibkan penurunan imunitas seluler dan peningkatan terjadinya infeksi opurtunistik.
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah tahap akhir dari infeksi HIV yang
memiliki satu atau lebih infeksi opurtunistik dan keganasan dengan jumlah CD4 sel T
kurang dari 200 sel per mm3.
Berdasarkan pengertian TB paru dan HIV diatas, dapat dikatakan bahwa TB paru
dengan HIV adalah infeksi bakteri M. Tuberkulosis pada penderita HIV.
2. ETIOLOGI
Tb disebabkan oleh infeksi dari kuman M. Tuberkulosis. Berbentuk batang lurus atau
sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
HIV adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivurus. Retro virus
merubah RNA menjai DNA setelah masuk kedalam sel penjamu. AIDS disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Secara morfologik HIV berbentuk bulat dan
terdiri atas inti dan selubung.
Karena daya tahan tubuh terhadap penyakit TB terutama ditentukan oleh imunitas,
maka setiap keadaan yang mempengaruhinya secara negatif akan meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit TB. Pada penderita HIV positif kemungkinan terinfeksi M.
Tuberkulosis akan meningkat. Penderita HIV akan meningkatkan progresifitas dari
perjalan penyakit TB. Resiko menderita TB pada pasien HIV meningkat dengan imunitas
yang semakain menurun. Sehingga terjadilah TB dengan HIV.
3. GEJALA KLINIS
Gejala klinisnya terdiri dari:
a. Penurunan berat badan (>10 kg atau >20 % dari berat badan semula)
b. Diare lebih dari satu bulan
c. Nyeri retrosternal pada saat menelan (kemungkinan kandidiasis oesophageal)
d. Sensasi rasa panas dikaki (neoropati sensoris perifer)
e. Batuk > 3 minggu
f. Batuk berdahak
g. Sesak nafas
h. Nyeri dada
i. Malaise, lemah
j. Nafsu makan menurun
k. Keringat malam
l. Demam

Stadium Klinis 1

Tanpa gejala (asimtomatis)


Limfadenopati generalisata persisten

Stadium Klinis 2

Kehilangan berat badan yang sedang tanpa alasan (<10% berat badan diperkirakan
atau diukur)
Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang (sinusitis, tonsilitis, ototis media dan
faringitis)
Herpes zoster
Kheilitis angularis
Ulkus di mulut yang berulang
Erupsi papular pruritis
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur di kuku

Stadium Klinis 3

Kehilangan berat badan yang parah tanpa alasan (>10% berat badan diperkirakan atau
diukur)
Diare kronis tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan tanpa alasan (di atas 37,5C, sementara atau terus-menerus,
lebih dari 1 bulan)
Kandidiasis mulut berkepanjangan
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakteri yang berat (mis. pnemonia, empiema, piomiositis, infeksi tulang atau
sendi, meningitis atau bakteremia)
Stomatitis, gingivitis atau periodontitis nekrotising berulkus yang akut
Anemia (<8g/dl), neutropenia (<0,5 109/l) dan/atau trombositopenia kronis (<50
109/l) tanpa alasan

Stadium Klinis 4

Sindrom wasting HIV (penurunan BB >10%, diare >1 bulan atau lemah lesu >1
bulan)
Pneumonia Pneumocystis
Pneumonia bakteri parah yang berulang
Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, kelamin, atau rektum/anus lebih dari 1 bulan
atau viskeral pada tempat apa pun)
Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)
Tuberkulosis di luar paru
Sarkoma Kaposi (KS)

Infeksi sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain)


Toksoplasmosis sistem saraf pusat
Ensefalopati HIV
Kriptokokosis di luar paru termasuk meningitis
Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel-B)

4. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda konsolidasi seperti
fremitus yang mengers atau melemah, perkusi yang recup, suara nafas
bronkhial/melemah, ronkhi basah/kering.
Selain itu juga dapat ditemukan adanya tanda sebagai berikut:
Herpes zoster scar
Pruritic papular skin rash
Lesi kulit atau membran mukosa yang gelap atau kemerahan (kaposis
sarcoma)
Limfadenopati generalisata
Oral candidiasis
Oral hairy leukoplakia
Necrotizing gingivitis
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk melakukan diagnosis tb dengan
HIV adalah pemeriksaan BTA, foto thoraks, dan pemeriksaan CD 4.
a. Pemeriksaan sputum BTA
BTA positif (sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum). Pemeriksaan sputum
BTA tetap merupakan pemeriksaan paling penting dalam penegakan
diagnosis Tb. Pada ODHA dengan gejala klinis TB paru yang hasil
pemeriksaan mikroskopik BTA nya negatif, pemeriksaan biakan dahak
sangat dianjurkan untuk menegakkan diagnosis.
b. Pemeriksan Radiologi (foto thoraks)
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksan yang penting, terutama bila
pemeriksaan sputum BTA 3x negatif, dan pemberian antibiotik spektrum
luas tidak memberikan respon. Gambaran radiologis juga tergantung dari
berat ringannya HIV. Pada tahap awal atau early HIV ketika CD 4 masih
nomal, gambaran radiologis masih tipikal, seperti infiltrate, fibrosis kaviti,
dan kalsifikasi dengan lokasi di apeks. Bila imunitas sudah menurun atau
late HIV gambaran radiologis bisa berubah menjadi atipikal dengan
bayangan infiltrate di inferior, atau berupa pembesaran kelenjer di hilus.
Manifestasi yang sering dijumpai berupa Tb ekstra paru seperti efusi
pleura, efusi perikard, atau gambaran millier.
c. Pemeriksaan CD 4
Pada sistem imun yang sehat, jumlah limfosit CD 4 berkisar dari 6001200/ ul darah. Gejala-gejala immunodeficiency tampak pada kadar CD 4
dibawah 300 sel/ul. Pasien dengan kadar CD 4 dibawah 200/ul mengalami

immunisupresi yang berat dan beresiko tinngi untuk terjangkit keganasan


dan infeksi opurtunistik.
d. Tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
Tes ELISA bereaksi terhadap antibodi serum. Apabila hasil ELISA positif,
dikonfirmasikan dengan tes kedua yang lebih spesifik, yaitu Western blot.
Bila hasilnya juga positif, dilakukan tes ulang karena uji ini dapat
memberikan hasil positif palsu. Bila hasilnya tetap positif maka dapat
dikatakan HIV positif.
6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan OAT pada TB-HIV:
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa
HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat
dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat
Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena
akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit
Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali
pakai yang steril.
Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati
Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap
pengobatan, selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus
dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada pasien HIV/AIDS terdapat
korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan,
karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga
konsentrasi obat rendah dalam serum
Saat pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah
limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada.

Pengobatan TB-HIV
Jumlah
sel CD4

Keterangan
Rejimen yang dianjurkan

CD4 <
200/mm3

Mulai terapi TB

Dianjurkan ART:

Mulai ART segera setelah terapi


TB dapat ditoleransi (antara 2
minggu hingga 2 bulan)

EFV merupakan kontra indikasi untuk ibu hamil


atau perempuan usia subur tanpa kontrasepsi
efektif.

Paduan yang mengandung


EFVb,c.d

EFV dapat diganti dengan:


- SQV/RTV 400/400 mg 2
kali sehari
- SQV/ r 1600/200 4 kali
sehari (dalam formula soft
gel-sgc) atau
- LPV/RTV 400/400 mg 2
kali sehari
ABC

CD4
200350/mm3

Mulai terapi TB
Pertimbangan ART
-

Mulai salah satu paduan di bawah ini setelah


selesai fase intensif (mulai lebih dini dan bila
penyakit berat):
Paduan yang mengandung EFV:b
(AZT atau d4T) + 3TC + EFV (600 atau 800
mg/hari) atau

Mulai terapi TB
CD4>35
0 mm3

- Paduan yang mengandung NVP bila paduan


TB fase lanjutan tidak menggunakan rifampisin
(AZT atau d4T) + 3TC+NVP
Tunda ART

Mulai terapi TB

Perimbangan ART

CD4
tidak
mungkin
diperiksa

Keterangan:
a.
b.
c.
d.
e.

Saat mengawali ART harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan dengan
adanya tanda lain dari imunodefisiensi. Untuk TB ekstraparu, ART harus diberikan
secepatnya setelah terapi TB dapat ditoleransi, tanpa memandang CD4
Sebagai alternatif untuk EFV adalah: SQV/r (400/400 mg 2 kali sehari atau cgc
1600/200 1 kali sehari), LPV/r (400/400 mg 2 kali sehari) dan ABC (300 mg 2 kali
sehari)
NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti dengan 200 mg 2 kali sehari) sebagai
pengganti EFV bila tidak ada pilihan lain. Rejimen yang mengandung NVP adalah
d4T/3TC/NVP atau ZDV/3TC/NVP
Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV dan ZDV / 3TC / EFV
Kecuali pada HIV stadium IV, mulai ART setelah terapi TB selesai
f. Bila tidak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan perbaikan
setelah pemberian terapi TB, ART diberikan setelah terapi TB diselesaikan

Interaksi obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)


Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya efek toksik OAT
Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali
Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat
sebagai buffer antasida
Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ART golongan nonnukleotida dan
inhibitor protease. Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir karena
rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin dapat
menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada
peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan
Obat ART

Golongan Obat

Dosis

Nukleosida RTI (NsRTI)

Abakavir (ABC)

300 mg 2x/hari atau 400 mg 1x/hari

Didanosin (ddl)

250 mg 1x/hari (BB<60 Kg)

Lamivudin (3TC)

150 mg 2x/hari atau 300 mg 1x/hari

Stavudin (d4T)

40 mg 2x/hari (30 mg 2x/hari bila BB<60 Kg)

Zidovudin (ZDV)

300 mg 2x/hari

Nukleotida RTI

TDF

300 mg 1x/hari

Non nukleosid RTI (NNRTI)

Efavirenz (EFV)

600 mg 1x/hari

Nevirapine (NVP)

200 mg 1x/hari untuk 14 hari kemudian 200 mg 2x/hari

Protease inhibitor (PI)

Indinavir/ritonavir (IDV/r)

800 mg/100 mg 2x/hari

Lopinavir/ritonavir (LPV/r)

400 mg/100 mg 2x/hari

Nelfinavir (NFV)

1250 mg 2x/hari

Saquinavir/ritonavir (SQV/r)

1000mg/ 100 mg 2x/hari atau 1600 mg/200 mg 1x/hari

Ritonavir (RTV/r)

Kapsul 100 mg, larutan oral 400 mg/5 ml.

Anda mungkin juga menyukai