Anda di halaman 1dari 18

Pernapasan Kussmaul adalah pola pernapasan yang sangat dalam dengan

frekuensi yang normal atau semakin kecil. [1], dan sering ditemukan pada
penderita asidosis. Pernapasan ini merupakan salah satu bentuk hiperventilasi.[2]
Pernapasan Kussmaul dinamai ari Adolph Kussmaul, seorang dokter
berkebangsaan Jerman pada abad ke-19 yang pertama kali menemukannya pada
pasien diabetes lanjut (biasanya dari diabetes mellitus tipe I). Ia memublikasikan
makalahnya ini pada tahun 1874.[3]
Penyebab pernapasan Kussmaul adalah kompensasi pernapasan pada asidosis
metabolik, yang sering terjadi pada pasien diabetes pada ketoasidosis diabetikum.
Gas-gas darah pada pasien dengan pernapasan Kussmaul memperlihatkan tekanan
parsial karbon dioksida yang menurun karena adanya tekanan yang meningkat
pada pernapasan. Pernapasan ini membuang banyak karbon dioksida. Pasien akan
merasa ingin cepat untuk menarik napas secara mendalam, dan tampaknya terjadi
secara tak sadar.
Kelak, asidosis metabolik akan menyebabkan hiperventilasi, namun sebelumnya
pernapasan akan cenderung cepat dan dangkal. Pernapasan Kussmaul akan
muncul ketika asidosis semakin parah. Jadi, pernapasan ini juga dapat
menandakan tingkat keparahan penyakit, terutama pada pasien diabetes.
Selama berpantang makan atau berpuasa, ada atau tidaknya hepatomegali, dan
pernapasan Kussmaul memberikan petunjuk diagmosis diferensial bagi
hipoglikemia pada kesalahan metabolisme tubuh. [4]
HPL atau Hari Perkiraan Lahir adalah hari perkiraan kapan ibu hamil akan
melakukan proses persalinan. Cara termudah dan yang paling banyak dilakukan
untuk menghitung HPL adalah dengan menggunakan rumus Naegele, yang
dihitung berdasarkan pada Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) yang dialami ibu
hamil.
Rumus Naegele:
HPL = Tanggal hari pertama haid terakhir + 7, bulan 3, tahun + 1.
Jika bulan tidak bisa dikurangi 3 maka bulan ditambah 9 dan tidak ada
penambahan tahun
Rumus Naegele ini sudah digunakan sejak tahun 1800an dan tetap dipergunakan
hingga sekarang. Asumsi nya usia kehamilan normal adalah 38 minggu. Tetapi
karena diperhitungkan dari HPHT dan bukan dari tanggal ovulasi, maka menjadi
40 minggu. Karena pada siklus haid normal (28 hari) ovulasi terjadi pada 14 hari
sebelum haid yang akan datang atau 14 hari setelah HPHT.
Oleh karena itu, rumus Naegele hanya cocok untuk ibu hamil yang siklus haidnya
28 hari. Untuk siklus haid yang lebih pendek atau panjang, maka dapat digunakan
Parikh's Formula, yaitu dengan cara menghitung kapan terjadinya ovulasi pada
siklus tertentu. Yaitu dengan rumus Lama Siklus Haid - 14 hari.
Sehingga didapat rumus perhitungan HPL sebagai berikut :
HPL = HPHT + 9bulan 7hari + (Lama Siklus Haid 14hari) , dan
disederhanakan menjadi :
HPL = HPHT + 9bulan + (Lama Siklus Haid 21 hari)
Contoh :
Jika HPHT pada tanggal 1 januari 2013 (Siklus Haid 28 hari), maka HPL

nya adalah tanggal 8 Oktober 2013.


Jika Siklus Haid 40 hari, maka HPL nya menjadi :
HPHT + 9bulan + (40-21)hari > HPHT + 9bulan + 19hari > tanggal 20 Oktober
2013

I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua


Langkah 1
Dengarkan, lihat dan periksa gejala dan tanda Kala Dua
Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran
Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
Perineum tampak menonjol
Vulva dan sfinger ani membuka.

II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan


Langkah 2
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia:
tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot
60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Gelarlah kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi
Siapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus
set.

Langkah 3
Kenakan atau pakai celemek plastik.

Langkah 4
Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun
dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk
pribadi yang bersih dan kering.

Langkah 5
Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.

Langkah 6
Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (Gunakan tangan yang memakai
sarung tangan DTT dan steril. Pastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).

III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan


Keadaan Janin Baik
Langkah 7
Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan ke belakang
dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan seksama dari arah depan ke belakang
Buang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% Langkah 9)

Langkah 8

Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.


Bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap
maka lakukan amniotomi.

Langkah 9
Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan
rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua
tangah setelah sarung tangan dilepaskan.

Langkah 10
Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 160 x/ menit)
Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
Dokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk


Membantu Proses Bimbingan Meneran
Langkah 11
Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu
ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya
Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi
dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif)
dan dokumentasikan sesuai temuan yang ada
Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.

Langkah 12
Pinta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

Langkah 13
Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan kuat
untuk meneran:
Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
Berika cukup asupan cairan per-oral (minum)
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit
(2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran
(multigravida).

Langkah 14
Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi


Langkah 15
Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

Langkah 16
Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu

Langkah 17
Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan

Langkah 18
Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi


Lahirnya kepala

Langkah 19
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas
cepat dan dangkal.

Langkah 20
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi
Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan
potong diantara klem tersebut.

Langkah 21
Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

Lahirnya bahu

Langkah 22
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian
gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

Lahirnya badan dan tungkai

Langkah 23
Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

Langkah 24
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan
pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

VII. Penanganan Bayi Baru Lahir


Langkah 25
Lakukan penilaian (selintas):
Apakah bayi menangis kuat dan/ atau bernapas tanpa kesulitan?
Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi
(Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir
dengan asfiksi).

Langkah 26
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa
membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
Ganti handuk basah dengan handuk kering
Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.

Langkah 27
Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil
tunggal).

Langkah 28
Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus
berkontraksi baik).

Langkah 29
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).

Langkah 30
Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir pada
sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi
tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari
klem pertama.

Langkah 31
Pemotongan dan pengikatan tali pusat
Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut

Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua
menggunakan benang dengan simpul kunci
Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

Langkah 32
Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi
dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel
dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.

Langkah 33
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga


Langkah 34
Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 10 cm dari vulva.

Langkah 35
Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

Langkah 36
Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur di atas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta

Langkah 37
Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial)
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir
6. Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.

Langkah 38

Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus

Langkah 39
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah
15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.

IX. Menilai Perdarahan


Langkah 40
Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Masukkah plasenta ke dalam kantung plastik atau
tempat khusus.

Langkah 41
Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan.

X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan


Langkah 42
Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.

Langkah 43
Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu bayi (di dada ibu paling
sedikit 1 jam)
Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu.

Langkah 44
Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis,
dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam
kontak kulit ibu bayi.

Langkah 45
Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1)
di paha kanan anterolateral.
Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan

Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.

Evaluasi

Langkah 46
Lanjutkan permantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk menatalaksana atonia uteri.

Langkah 47
Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

Langkah 48
Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangann darah.

Langkah 49
Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 2 jam pertama persalinan
Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca
persalinan
Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

Langkah 50
Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik
(40-60 kali/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5 37,5).

Kebersihan dan keamanan

Langkah 51
Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.

Langkah 52
Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

Langkah 53
Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir
dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

Langkah 54
Pastikan ibu merasa nyaman, Bantu ibu memerikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

Langkah 55
Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

Langkah 56
Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

Langkah 57
Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
dengan tissue atau handuk yang kering dan bersih.

Dokumentasi

Langkah 58
Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan
kala IV.
1)

Kala I

Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
sedangkan multigravida 8 jam. (Manuaba, 2010; h. 173).
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h.38), Kala satu persalian terdiri dari dua
fase yaitu fase laten dan fase aktif.
a)

Fase laten
1. Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap.
2. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
3. Pada umumnya, berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

b)

Fase aktif
1. Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi diangap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali
atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih).
2. Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap 10
cm, akan terjadi dengan kecepatan rata rata 1 cm per jam
(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 sampai 2 cm
(multipara).
3. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Menurut Manuaba (2010; h. 184), Hal yang perlu dilakukan dalam kala I adalah:
1. Memperhatikan kesabaran parturien.
2. Melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi temperatur perna-fasan
berkala sekitar 2 sampai 3 jam.

3. Pemeriksaan denyut jantung janin setiap jam sampai 1 jam.


4. Memperhatikan keadaan kandung kemih agar selalu kosong.
5. Memperhatikan keadaan patologis (meningkatnya lingkaran Bandle,
ketuban pecah sebelum waktu atau disertai bagian janin yang menumbung,
perubahan denyut jantung janin, pengeluaran mekoneum pada letak
kepala, keadaan his yang bersifat patologis, perubahan posisi atau
penurunan bagian terendah janin).
6. Parturien tidak diperkenankan mengejan.
2)

Kala II

Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua disebut juga kala pengeluaran bayi
(JNPK-KR Depkes RI, 2008; h. 77).
Proses ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi
(Yeyeh, 2009 b; h.6).
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 77), tanda dan gejala kala dua persalinan
adalah:

Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.


Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau
vaginanya.

Perineum menonjol.

Vulva vagina dan sfingter ani membuka.

Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah
pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui
introinvus vagina.
3)

Kala III

Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit (Saifuddin, 2008; h. 101).
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 96), tanda tanda lepasnya plasenta
mencakup beberapa atau semua hal berikut ini: Perubahan bentuk dan tinggi
fundus, tali pusat memanjang, semburan darah mendadak dan singkat.

Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 96-97), Manajemen aktif kala tiga


bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah
kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksaan fisiologis.
Keuntungan manajemen katif kala tiga adalah persalinan kala tiga lebih singkat,
mengurangi jumlah kehilangan darah, me-ngurangi kejadian retensio plasenta.
Tiga langkah utama dalam manajemen aktif kala tiga adalah peberian suntikan
oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali
pusat terkendali, measase fundus uteri
4)

Kala IV

Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum
(Saifuddin, 2008; h. 101).
Menurut Manuaba (2010; h. 174, 192), Kala IV dimaksud-kan untuk melakukan
observasi karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang harus dilakukan adalah:

Kesadaran penderita, mencerminkan kebahagiaan karena tugasnya untuk


melahirkan bayi telah selesai.
Pemeriksaan yang dilakukan: tekanan darah, nadi, pernafa-san, dan suhu;
kontraksi rahim yang keras; perdarahan yang mungkin terjadi dari
plasenta rest, luka episiotomi, perlukaan pada serviks; kandung kemih
dikosongkan, karena dapat mengganggu kontraksi rahim.

Bayi yang telah dibersihkan diletakan di samping ibunya agar dapat


memulai pemberian ASI.

Observasi dilakukan selama 2 jam dengan interval pemerik-saan setiap 2


jam.

Bila keadaan baik, parturien dipindahkan ke ruangan inap bersama sama


dengan bayinya.

Persalinan Preterm dan Persalinan Postterm


A. Persalinan Preterm
1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 20-37 minggu, (
Mansjoer Arif,dkk,2001: 274). Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang
dari 2500 gram termasuk dalam kategori berat badan lahir rendah, (http://www.g-

excess.com/4605/kelahiran-prematur-komplikasi-dan-penyulit-dalamkehamilan/).
2. Etiologi
Etiologi dari persalinan preterm sering tidak diketahui. Ada beberapa hal yang
a.

dapat menimbulkan persalinan preterm:


Kelahiran prematur elektif
Hal ini diakibatkan karena preeklamsi berat, penyakit ginjal maternal, IUGR.

Produk kehamilan ini mempunyai komplikasi paling rendah.


b. KPD
Insidennya kira-kira 20% dari total persalinan preterm.
c. Kehamilan dengan komplikasi kegawat daruratan
Komplikasi tersebut meliputi solusio plasenta, eklampsia, resus iso imunisasi,
infeksi maternal atau prolapsus tali pusat. Kelompok ini kira-kira berjumlah 20 %
d.
3.
a.
a)
b)
c)
d)
b.

dari kehaliran preterm.


Persalinan preterm spontan tanpa komplikasi yang tidak diketahui penyebabnya
Kelompok ini berjumlah paling besar sampai 40 % dari kelahiran prematur.
Faktor Risiko
Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya persalinan prematerm adalah:
Faktor biological/medik
Umur kurang dari 15 tahun atau lebih dari 35 tahun
Berat badan rendah (kurang dari 50 kg saat konsepsi)
Riwayat hipertensi, penyakit ginjal atau dm
Infeksi umum terutama virus
Riwayat reproduksi
Riwayat kelahiran preterm sebelumnya. Jika wanita mempunyai riwayat lebih dari
2 kali melahirkan bayi preterm. Dia mempunyai resiko untuk terjadi kelahiran
preterm 70% pada kehamilan ini. Perdarahan pada kehamilan sebelumnya,
abnormalitas uterus; 35% wanita dengan incompeten servik akan melahirkan
preterm dan 19% wanita dengan uterus bicornis, unicornis atau didelphic akan

c.
a)
b)
c)
d)
e)
f)

melahirkan sebelum umur kehamilan 37 minggu.


Kehamilan saat ini
Peningkatan berat badan yang tidak adekuat
Perdarahan
Akdr masih berada di dalam rahim
Pembedahan abdomen
Infeksi terutama pielonefritis
Infeksi saluran genital terutama vaginitis non spesifik, vaginosis bakterial,
klamedia dan streptokokus hemolitik b. Organisme ini terdapat pada 5% wanita
dan berhubungan dengan terjadinya kpd. Amnionitis disebabkan karena infeksi

traktus genital dapat menstimilasi pelepasan prostaglandin dan hal ini dapat
g)
h)
i)
j)
k)
d.
a)

menyebabkan mulainya persalinan


Kehamilan ganda. 46% melahirkan preterm
Polihidramnion
Malformasi fetus
Penyakit resus
Kematian fetus
Sosial ekonomi
Kemiskinan dan sosial yang rendah persalinan preterm biasa terjadi pada wanita

dari kelompok sosial ekonomi yang rendah.


b) Status pernikahan, persalinan preterm sering terjadi pada wanita yang tidak
menikah
c) Pekerja, meliputi pekerja fisik yang berat
e. Psikologi
Psikologi distres dihubungan dengan kelahiran preterm.
f. Adat istiadat atau kebiasaan
a) Merokok, pemakai obat-obatan terlarang dan alkohol
b) Jarak antar kehamilan pendek
c) Terlambat anc
d) Tidak melakukan ANC
4. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif, dkk, persalinan preterm dapat diperkirakan dengan
mencari faktor resiko mayor atau minor.
Faktor risiko minor adalah penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang per hari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus
pada trimester I lebih dari 2 kali.
Faktor risiko mayor adalah kehamilan multipel, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau
memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada
trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi
abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi dan iritabilitas
uterus. Cermin Dunia Kedokteran No. 14520, 04 31
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor risiko
mayor atau bila ada 2 atau lebih faktor risiko minor atau bila ditemukan keduanya.
5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Kriteria diagnosis:
1) Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari

2)

Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya

3)

pembukaan dan servisitis


Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau

sedikitnya 2 cm
4) Selaput ketuban seringkali telah pecah
5) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
6)

tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang


Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah
Pemeriksaan penunjang (obgynacea,2009) n kapita selekta (mansjoer arif dkk
2001)

1)

Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin, kimia darah, golongan darah ABO, faktor rhesus
Urinalisis, kultur urine
Bakteriologi vagina
Amniosentesis : untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio

lesitin-sfingomielin, surfaktan
Gas & ph darah janin
2)

Pemeriksaan USG
Untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, aktifitas biofisik, cacat kongenital,

6.
a.

letak & maturasi plasenta, volume cairan ketuban, dan kelainan uterus.
Pemeriksaan CTG
Untuk memeriksa kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi.
Penatalaksanaan Awal
Segera lakukan penilaian tentang :
Usia gestasi (untuk menentukan prognosis)
Demam ada/tidak
Kondisi janin (jumlah, letak, presentasi, TBJ, hidup/gawat janin/mati, kelainan

b.

kongenital, dll)
Letak plasenta (perlukah SC?)
Kesiapan untuk menangani bayi prematur
Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya (ada 3)
Pertahankan kehamilan, sehingga janin dapat lahir mendekati aterm
Tunda 2-3 hari, untuk memberikan pematangan paru janin
Biarkan terjadi persalinan (tokolitik tidal berguna, persalinan lebih baik untuk

3)

ibu/janin)
Penanganan Persalinan Pretern
Penanganan Umum

1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.


2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip Penanganan.
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya, ( Saifuddin et.al.,
2002 : 302 ).
7. Penatalaksanaan
Setiap persalinan preterm harus dirujuk ke RS, cari apakah ada faktor penyulit,
dinilai apakah termasuk risiko tinggi atau rendah.
Sebelum dirujuk, berikan air minum 1000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai
apakah kontraksi berhenti atau tidak.
Bila kontraksi masih berlanjut, berikan obat tokolitik seperti fenoterol 5 mg
peroral dosis tunggal sebagai pilihan pertama atau ritodrin10 mg peroral dosis
tunggal sebagai pilihan kedua, atau ibuprofen 400 mg peroral dosis tunggal

sebagai pilihan ketiga.


Bila pasien menolak dirujuk, pasien harus istirahat baring dan banyak minum,
tidak diperbolehkan bersengama. Pasien diberi tokolitik seperti fenoterol 5 mg
peroral tiap 6 jam atau ritodrin 10 mg tiap 4 jam atau ibuprofen 400 mg peroral

tiap 8 jam sampai 2 hari bebas kontraksi.


Persalinan tidak boleh ditunda bila ada kontraindikasi mutlak (gawat janin,
koriamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak) dan kontraindikasi relatif
(gestosis, diabetes melitus, pertumbuhan janin terhambat, dan pembukaan serviks
4 cm).
Penatalaksanaan di rumah sakit :

Observasi pasien selama 30-60 menit. Penatalaksanaan tergantung kontraksi

a.

uterus serta dilatasi dan pembukaan serviks.


Hidrasi dan sedasi, yaitu hidrasi dengan NaCl 0,9% : dekstrosa 5% atau ringer
laktat : dekstrosa 5% sebanyak 1:1 dan sedasi dengan morfin sulfat 8-12 mg

intramuskular selama 1 jam sambil mengobservasi ibu dan janin.


b. Pasien kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
Kelompok I : Pembukaan serviks terus berlangsung maka diberikan tokoitis.
Kelompok II : Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus masih terjadi
maka diberikan tokolisis.

Kelompok III : Tidak ada perubahan pembukaan dan kotraksi uterus berkurang
maka pasien hanya diobservasi.
Berikan tokolitik bila janin dalam keadaan baik, kehamilan 20-37 minggu,
pembukaan serviks kurang dari 4 cm, dan selaput ketuban masih ada. Jenis
tokolitik adalah betamimetik adrenergik, magnesium sulfat 4 g (200 ml MgSO 4
10% dalam 800 ml dekstrosa 5 % dengan tetesan 100 ml/jam), etil alkohol, dan
glukokortikoid (contoh deksametason 12 mg per hari selama 3 hari.
8. Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi.
Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki
risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar.
9. Prognosis
Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir
dengan berat 2000-2500 g mempunyai harapan hidup lebih dari 97%, 1500-2000
g lebih dari 90%, dan 1000-1500 g sebesar 65-80%, (mansjoer arif, dkk, 2001).
10.Kewenangan Bidan
B. Persalinan Posterm
1. Definisi
Persalinan posterm adalah persalinan yang terjadi melewati 294 hari atau 42
minggu lengkap. Diagnosis usia kehamilannya lebih dari 42 minggu didapatkan
dari perhitungan usia kehamilan, seperti rumus naegele atau dengan tinggi fundus
uteri serial.
2. Etiologi
Tidak timbulnya his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta, dan
kerentanan akan stres.
3. Manifestasi klinis
Keadaan klinis yang dapat ditemukan adalah gerakan janin yang jarang, yaitu
secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG
kurang dari 10 kali/20 menit.
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
a. Stadium I
: Kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.

b. Stadium II
c.

kulit.
Stadium III

: Seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di


: Sepeti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit,

dan tali pusat.


4. Pemeriksaan penunjang
USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta.
KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. Penilaian warna air ketuban
dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau
tidakdan tes tekanan oksitosin).
Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik lebih dari 20%.
5. Penatalaksanaan
Bila keadaan janin baik :
Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dngan menilai gerakan janin dan
tes tanpa tekanan 3 hari kemudian. Bila hasil positif, segera lakukan SC.
Induksi persalinan

Tingkatan dan Gejala Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum terbagi menjadi tiga (3) tingkatan, yaitu
1. Hiperemesis gravidarum tingkat I
2. Hiperemesis gravidarum tingkat II
3. Hiperemesis gravidarum tingkat III

Hiperemesis gravidarum tingkat I


Hiperemesis gravidarum tingkat I mempunyai gejala seperti: lemah, nafsu makan
menurun; berat badan menurun; nyeri epigastrium; penurunan tekanan darah
sistolik; lidah kering; turgor kulit kurang; dan mata cekung.

Hiperemesis gravidarum tingkat II


Hiperemesis gravidarum tingkat II mempunyai gejala seperti: mual muntah hebat;
keadaan umum lemah; apatis; nadi cepat dan kecil; lidah kering dan kotor; suhu
badan meningkat (dehidrasi); mata cekung dan ikterik ringan; oliguria dan
konstipasi; nafas bau aseton dan aseton dalam urin.

Hiperemesis gravidarum tingkat III

Hiperemesis gravidarum tingkat III mempunyai gejala seperti: keadaan umum


jelek; mual muntah berhenti; kesadaran menurun (somnolen hingga koma); nadi
kecil, cepat dan halus; suhu badan meningkat; dehidrasi hebat; tekanan darah
turun sekali; ikterus dan terjadi komplikasi fatal ensefalopati Wernicke (nistagmus,
diplopia, perubahan mental).

Komplikasi Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan komplikasi selama kehamilan pada
organ tubuh, diantaranya kelainan organ hepar, jantung, otak dan ginjal. Adapun
kelainan organ pada hepar menyebabkan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa
nekrosis; pada jantung menyebabkan jantung atrofi, kecil dan biasa; pada otak
menyebabkan perdarahan bercak dan pada ginjal menyebabkan pucat, degenerasi
lemak pada tubuli kontroli.

Penanganan Hiperemesis Gravidarum


1. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang kehamilan muda yang
disertai dengan emesis gravidarum;
2. Anjurkan ibu hamil tidak segera bangun dari tempat tidur agar terjadi
adaptasi aliran darah menuju susunan saraf pusat;
3. Nasehatkan tentang diit ibu hamil: makan porsi sedikit tapi sering,
menghindari makanan yang merangsang muntah;
4. Pemberian obat-obatan ringan seperti: sedatif, vitamin, anti emetik, anti
histamin;
5. Dukungan psikologis berupa: menghilangkan rasa takut, mengurangi
pekerjaan, menghilangkan masalah dan konflik;
6. Perawatan di rumah sakit meliputi: isolasi sampai mual muntah berkurang;
penambahan cairan (glukosa 5% 2-3 liter dalam 24 jam, pemberian kalium
dan vitamin apabila diperlukan); terminasi kehamilanapabila kondisi
memburuk.
7. Pemeriksaan laboratorium berupa: analisis urun, kultur urin; darah rutin;
fungsi hati (SGOT, SGPT,alkaline fostase); pemeriksaan tiroid (tiroksin
dan TSH); Na, Cl, K, glukosa, kreatinin, asam urat; serta USG untuk
menghindari kehamilan mola.

Anda mungkin juga menyukai