frekuensi yang normal atau semakin kecil. [1], dan sering ditemukan pada
penderita asidosis. Pernapasan ini merupakan salah satu bentuk hiperventilasi.[2]
Pernapasan Kussmaul dinamai ari Adolph Kussmaul, seorang dokter
berkebangsaan Jerman pada abad ke-19 yang pertama kali menemukannya pada
pasien diabetes lanjut (biasanya dari diabetes mellitus tipe I). Ia memublikasikan
makalahnya ini pada tahun 1874.[3]
Penyebab pernapasan Kussmaul adalah kompensasi pernapasan pada asidosis
metabolik, yang sering terjadi pada pasien diabetes pada ketoasidosis diabetikum.
Gas-gas darah pada pasien dengan pernapasan Kussmaul memperlihatkan tekanan
parsial karbon dioksida yang menurun karena adanya tekanan yang meningkat
pada pernapasan. Pernapasan ini membuang banyak karbon dioksida. Pasien akan
merasa ingin cepat untuk menarik napas secara mendalam, dan tampaknya terjadi
secara tak sadar.
Kelak, asidosis metabolik akan menyebabkan hiperventilasi, namun sebelumnya
pernapasan akan cenderung cepat dan dangkal. Pernapasan Kussmaul akan
muncul ketika asidosis semakin parah. Jadi, pernapasan ini juga dapat
menandakan tingkat keparahan penyakit, terutama pada pasien diabetes.
Selama berpantang makan atau berpuasa, ada atau tidaknya hepatomegali, dan
pernapasan Kussmaul memberikan petunjuk diagmosis diferensial bagi
hipoglikemia pada kesalahan metabolisme tubuh. [4]
HPL atau Hari Perkiraan Lahir adalah hari perkiraan kapan ibu hamil akan
melakukan proses persalinan. Cara termudah dan yang paling banyak dilakukan
untuk menghitung HPL adalah dengan menggunakan rumus Naegele, yang
dihitung berdasarkan pada Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) yang dialami ibu
hamil.
Rumus Naegele:
HPL = Tanggal hari pertama haid terakhir + 7, bulan 3, tahun + 1.
Jika bulan tidak bisa dikurangi 3 maka bulan ditambah 9 dan tidak ada
penambahan tahun
Rumus Naegele ini sudah digunakan sejak tahun 1800an dan tetap dipergunakan
hingga sekarang. Asumsi nya usia kehamilan normal adalah 38 minggu. Tetapi
karena diperhitungkan dari HPHT dan bukan dari tanggal ovulasi, maka menjadi
40 minggu. Karena pada siklus haid normal (28 hari) ovulasi terjadi pada 14 hari
sebelum haid yang akan datang atau 14 hari setelah HPHT.
Oleh karena itu, rumus Naegele hanya cocok untuk ibu hamil yang siklus haidnya
28 hari. Untuk siklus haid yang lebih pendek atau panjang, maka dapat digunakan
Parikh's Formula, yaitu dengan cara menghitung kapan terjadinya ovulasi pada
siklus tertentu. Yaitu dengan rumus Lama Siklus Haid - 14 hari.
Sehingga didapat rumus perhitungan HPL sebagai berikut :
HPL = HPHT + 9bulan 7hari + (Lama Siklus Haid 14hari) , dan
disederhanakan menjadi :
HPL = HPHT + 9bulan + (Lama Siklus Haid 21 hari)
Contoh :
Jika HPHT pada tanggal 1 januari 2013 (Siklus Haid 28 hari), maka HPL
Langkah 3
Kenakan atau pakai celemek plastik.
Langkah 4
Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun
dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk
pribadi yang bersih dan kering.
Langkah 5
Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.
Langkah 6
Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (Gunakan tangan yang memakai
sarung tangan DTT dan steril. Pastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).
Langkah 8
Langkah 9
Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan
rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua
tangah setelah sarung tangan dilepaskan.
Langkah 10
Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 160 x/ menit)
Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
Dokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
Langkah 12
Pinta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
Langkah 13
Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan kuat
untuk meneran:
Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
Berika cukup asupan cairan per-oral (minum)
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit
(2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran
(multigravida).
Langkah 14
Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
Langkah 16
Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu
Langkah 17
Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
Langkah 18
Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
Langkah 19
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas
cepat dan dangkal.
Langkah 20
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi
Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan
potong diantara klem tersebut.
Langkah 21
Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahirnya bahu
Langkah 22
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian
gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
Langkah 23
Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
Langkah 24
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan
pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
Langkah 26
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa
membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
Ganti handuk basah dengan handuk kering
Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
Langkah 27
Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil
tunggal).
Langkah 28
Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus
berkontraksi baik).
Langkah 29
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).
Langkah 30
Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir pada
sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi
tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari
klem pertama.
Langkah 31
Pemotongan dan pengikatan tali pusat
Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut
Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua
menggunakan benang dengan simpul kunci
Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
Langkah 32
Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi
dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel
dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
Langkah 33
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
Langkah 35
Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
Langkah 36
Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur di atas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
Langkah 37
Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial)
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir
6. Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
Langkah 38
Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
Langkah 39
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah
15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
Langkah 41
Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan.
Langkah 43
Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu bayi (di dada ibu paling
sedikit 1 jam)
Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu.
Langkah 44
Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis,
dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam
kontak kulit ibu bayi.
Langkah 45
Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1)
di paha kanan anterolateral.
Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
Evaluasi
Langkah 46
Lanjutkan permantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk menatalaksana atonia uteri.
Langkah 47
Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
Langkah 48
Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangann darah.
Langkah 49
Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 2 jam pertama persalinan
Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca
persalinan
Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Langkah 50
Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik
(40-60 kali/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5 37,5).
Langkah 51
Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
Langkah 52
Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
Langkah 53
Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir
dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
Langkah 54
Pastikan ibu merasa nyaman, Bantu ibu memerikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
Langkah 55
Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
Langkah 56
Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Langkah 57
Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
dengan tissue atau handuk yang kering dan bersih.
Dokumentasi
Langkah 58
Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan
kala IV.
1)
Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
sedangkan multigravida 8 jam. (Manuaba, 2010; h. 173).
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h.38), Kala satu persalian terdiri dari dua
fase yaitu fase laten dan fase aktif.
a)
Fase laten
1. Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap.
2. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
3. Pada umumnya, berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
b)
Fase aktif
1. Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi diangap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali
atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih).
2. Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap 10
cm, akan terjadi dengan kecepatan rata rata 1 cm per jam
(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 sampai 2 cm
(multipara).
3. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Menurut Manuaba (2010; h. 184), Hal yang perlu dilakukan dalam kala I adalah:
1. Memperhatikan kesabaran parturien.
2. Melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi temperatur perna-fasan
berkala sekitar 2 sampai 3 jam.
Kala II
Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua disebut juga kala pengeluaran bayi
(JNPK-KR Depkes RI, 2008; h. 77).
Proses ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi
(Yeyeh, 2009 b; h.6).
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 77), tanda dan gejala kala dua persalinan
adalah:
Perineum menonjol.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah
pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui
introinvus vagina.
3)
Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit (Saifuddin, 2008; h. 101).
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 96), tanda tanda lepasnya plasenta
mencakup beberapa atau semua hal berikut ini: Perubahan bentuk dan tinggi
fundus, tali pusat memanjang, semburan darah mendadak dan singkat.
Kala IV
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum
(Saifuddin, 2008; h. 101).
Menurut Manuaba (2010; h. 174, 192), Kala IV dimaksud-kan untuk melakukan
observasi karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang harus dilakukan adalah:
excess.com/4605/kelahiran-prematur-komplikasi-dan-penyulit-dalamkehamilan/).
2. Etiologi
Etiologi dari persalinan preterm sering tidak diketahui. Ada beberapa hal yang
a.
c.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
traktus genital dapat menstimilasi pelepasan prostaglandin dan hal ini dapat
g)
h)
i)
j)
k)
d.
a)
2)
3)
sedikitnya 2 cm
4) Selaput ketuban seringkali telah pecah
5) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
6)
1)
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin, kimia darah, golongan darah ABO, faktor rhesus
Urinalisis, kultur urine
Bakteriologi vagina
Amniosentesis : untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio
lesitin-sfingomielin, surfaktan
Gas & ph darah janin
2)
Pemeriksaan USG
Untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, aktifitas biofisik, cacat kongenital,
6.
a.
letak & maturasi plasenta, volume cairan ketuban, dan kelainan uterus.
Pemeriksaan CTG
Untuk memeriksa kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi.
Penatalaksanaan Awal
Segera lakukan penilaian tentang :
Usia gestasi (untuk menentukan prognosis)
Demam ada/tidak
Kondisi janin (jumlah, letak, presentasi, TBJ, hidup/gawat janin/mati, kelainan
b.
kongenital, dll)
Letak plasenta (perlukah SC?)
Kesiapan untuk menangani bayi prematur
Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya (ada 3)
Pertahankan kehamilan, sehingga janin dapat lahir mendekati aterm
Tunda 2-3 hari, untuk memberikan pematangan paru janin
Biarkan terjadi persalinan (tokolitik tidal berguna, persalinan lebih baik untuk
3)
ibu/janin)
Penanganan Persalinan Pretern
Penanganan Umum
a.
Kelompok III : Tidak ada perubahan pembukaan dan kotraksi uterus berkurang
maka pasien hanya diobservasi.
Berikan tokolitik bila janin dalam keadaan baik, kehamilan 20-37 minggu,
pembukaan serviks kurang dari 4 cm, dan selaput ketuban masih ada. Jenis
tokolitik adalah betamimetik adrenergik, magnesium sulfat 4 g (200 ml MgSO 4
10% dalam 800 ml dekstrosa 5 % dengan tetesan 100 ml/jam), etil alkohol, dan
glukokortikoid (contoh deksametason 12 mg per hari selama 3 hari.
8. Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi.
Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki
risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar.
9. Prognosis
Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir
dengan berat 2000-2500 g mempunyai harapan hidup lebih dari 97%, 1500-2000
g lebih dari 90%, dan 1000-1500 g sebesar 65-80%, (mansjoer arif, dkk, 2001).
10.Kewenangan Bidan
B. Persalinan Posterm
1. Definisi
Persalinan posterm adalah persalinan yang terjadi melewati 294 hari atau 42
minggu lengkap. Diagnosis usia kehamilannya lebih dari 42 minggu didapatkan
dari perhitungan usia kehamilan, seperti rumus naegele atau dengan tinggi fundus
uteri serial.
2. Etiologi
Tidak timbulnya his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta, dan
kerentanan akan stres.
3. Manifestasi klinis
Keadaan klinis yang dapat ditemukan adalah gerakan janin yang jarang, yaitu
secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG
kurang dari 10 kali/20 menit.
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
a. Stadium I
: Kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
b. Stadium II
c.
kulit.
Stadium III