Anda di halaman 1dari 7

19

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi
Meningitis adalah inflamasi meningen atau selaput otak. Meningitis dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, fungi maupun parasit Meningitis bakterialis


merupakan suatu reaksi peradangan yang mengenai selaput otak (meningen), yang
ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan
serebrospinal dan adanya bakteri di dalam cairan serebrospinal.
3.2

Epidemiologi
Faktor risiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap

patogen spesifik yang lemah berhubungan dengan usia muda. Resiko terbesar
pada bayi (1 12 bulan); 95 % terjadi pada usia antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi
meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah kolonisasi baru
dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit
invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin
laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 5 bulan. Cara
penyebaran dari kontak orang ke orang dapat melalui sekret atau tetesan saluran
pernafasan.
3.3

Etiologi
Penyebab meningitis bakterialis berbeda-beda tergantung umur dari

penderita, yaitu:
a. Neonatus:

golongan

Enterobacter

terutama

Escherichia

coli,

Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus sp dan


Salmonella sp.
b. Bayi 2 bulan-4 tahun: Haemophillus influenza tipe B, Streptococcus
pneumonia, Neisseria meningitidis
c. Anak > 4 tahun: Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitidis

20

d. Kuman batang gram negatif: Proteus, Areobacter, Enterobacter, Klebsiella


sp, Seprata sp.
3.4

Patogenesis
Meningitis bakteri pada umumnya merupakan akibat dari penyebaran

penyakit lain. Bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,


misalnya pada penyakit faringitis, tonsillitis, pneumonia, bronchopneumonia,
endokarditis, dan lain-lain.
Bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang.
Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran
pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan
menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik,
imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf
pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme:
Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara
hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri.
Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media,
malformasi

kongenital,

trauma,

inokulasi

langsung

selama

manipulasi

intrakranial. Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari


pertahanan imun (misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen).
Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh
termasuk SSP.
Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam
SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat
bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP.
Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade
inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu
tumor necrosis factor-alpha (TNF-), interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan
molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal.
Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas
meningitis bakterial.
Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap

21

produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang
sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk
bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan,
lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like receptor).
Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi
peningkatan permeabilitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen
darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema
vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin
dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang
rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis
bakterial.
3.5

Gejala Klinis
Gejala klinis meningitis bakterialis tidak spesifik dan bervariasi. Pada bayi

meningitis bakterialis sulit didiagnosis dini. Gejala klinis pada bayi antara lain:
Panas
Hiperiritabel
Gangguan kesadaran
Poor muscle tone
Kejang
UUB menonjol
Muntah

Adapun gejala klinis pada anak antara lain:


Gejala umum: panas, sakit kepala, nausea dan muntah, fotofobia,

iritabilitas, letargi, gangguan kesadaran.


Gejala neurologis: GRM (tanda Kernig dan tanda Brudzinsky I dan II,
kaku kuduk), kejang, UUB menonjol, penurunan kesadaran.

1.

Anamnesis
Anak demam
Penurunan kesadaran
Kejang
High pitch cry pada bayi

2.

Pemeriksaan fisik
Suhu febris

22

3.6

Penurunan kesadaran
GRM (+): kaku kuduk, Brudzinsky, Kernig
Gangguan syaraf otak

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan

darah tepi dan pemeriksaan LCS.


a.
Pemeriksaan darah tepi
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri
LED meningkat
Pemeriksaan CRP positif
b.
Pemeriksaan LCS
Opalesen sampai keruh (pada stadium dini dapat ditemukan jernih)
Reaksi Nonne dan Pandy (+) satu atau lebih
Jumlah sel ratusan sampai ribuan per mm cairan LCS, terutama PMN
Kadar glukosa menurun < 40 mg/dl
Kadar protein meningkat 100-500 mg/dl
Kadar klorida kadang-kadang merendah
Diagnosis dapat diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan
langsung dengan mikroskop dan hasil biakan, tetapi pemeriksaan
kuman yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis meningitis
3.7

bakterialis.
Kriteria Diagnosis
Diagnosis meningitis bakterialis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan

hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang didapatkan dengan pungsi lumbal


pada saat penderita ke rumah sakit.
3.8

Diagnosis Banding
1. Meningitis tuberkulosa
2. Meningitis aseptik
3. Ensefalitis

3.9

Tatalaksana

1.

Terapi kausatif:
Antibiotika yang diberikan sesuai dengan kuman penyebab dan

mampu melewati Blood Brain Barrier


Antibiotika polifragmasi diberikan sebelum
penyebab.

diketahui

kuman

23

Ampisilin 300-400 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis IV dan


kloramfenikol 75-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, maksimum
2 gram perhari. Lama pemberian 10-14 hari atau cefotaxim 200-300
mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3 dosis atau ceftriaxone 100
mg/kgBB/hari dosis tunggal (maksimum 4 gram/hari) diberikan 7-10

hari.
Perubahan antibiotika selanjutnya tergantung dari hasil resistensi tes.
Untuk mengatasi edema otak diberi kortikosteroid dexametason 0,2-

0,3 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari selama 45 hari.


Untuk mencegah reaksi immunologis deksametason diberikan terlebih
dahulu sebelum pemberian antibiotika.

2. Terapi Suportif:
Pemberian cairan
Jenis cairan yang diberikan cairan 2:1 (Dekstrose 5%+NaCI 15%)

jumlah cairan pada hari pertama 70% dari kebutuhan maintenance.


Nutrisi yang adekuat
Kejang diatasi sesuai dengan penatalaksanaan kejang demam sampai

diketahui sekuele +/Bila terjadi kenaikan tekanan intrakranial dengan tanda :


o
Kesadaran menurun progresif
o
Tonus otot meningkat
o
Kejang yang tidak teratasi
o
Fontanella menonjol
o
Bradipnoe
o
Tekanan darah meningkat
Diberikan manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gram/kgBB/kali diberikan

perinfus selama 30-60 menit, dapat diulangi setelah 8 jam.


Pemberian O2
Pembersihan jalan nafas
Awasi ketat fungsi vital
Perawatan atau follow up yang ketat 24-48 jam pertama untuk melihat
adanya Sindroma Inapropriate Anti Diuretic Hormone (SIADH).
Apabila ada SIADH dperlukan monitor kadar elektrolit dan berat badan,
manifestasi klinis SIADH sebagai berikut :

24

a. Retensi air
Balans cairan positif
Berat badan naik
Tidak ada edema perifer
Pitting edema di daerah sternum
b. Gejala sistem gastrointestinalis, anoreksia, nausea, muntah.
c. Gejala neurologik, letargi, pusing, kejang, perubahan pada pupil,
koma.
d. Laboratorium
- Hiponatremia (manifestasi klinis baru terlihat sesudah Na<125
-

mEq/L)
Ureanitrogen dan kreatinin darah rendah
Na urin > 20 mEq/L

- BD urin > 1,012


3.10

Komplikasi
Komplikasi jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi

tergantung etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat
berskala jangka panjang sangat penting untuk mendeteksi sekuelae.
Sekuelae pada SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis,
hipertonia otot, ataxia, kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar,
hidrocephalus non-komunikan, atropi serebral.
Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak. Pemberian dini
dexamethasone dapat mengurangi komplikasi audiologis pada HIB meningitis.
Gangguan pendengaran berat dapat menganggu perkembangan bicara sehingga
evaluasi audiologis rutin dan pemantauan perkembangan dilakukan tiap kali
kunjungan ke petugas kesehatan.
3.11

Prognosis
Prognosis pada meningitis bakterialis dibuat berdasarkan skoring yang

dibuat oleh Herson dan Todd, yaitu:


Kesadaran koma
Suhu badan kurang dari 36, 60C
Kejang
Shock (TD sistole kurang dari 60 mmHg)
Umur kurang dari 1 tahun
WBC pada LCS kurang dari 1.000
Hb kurang dari 11 gram

:3
:2
:2
:2
:1
:1
:1

25

Glukosa pada LCS kurang dari 20 mg/dl


Gejala sudah lebih dari 3 hari

: 0,5
: 0,5

Anda mungkin juga menyukai