Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PPDH ROTASI REPRODUKSI HEWAN BESAR

Kemajiran Yang Disebabkan Infectious Bovine


Rhinotracheitis (IBR)

Oleh :
Faizal Agung Pratomo
130130100111023

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER HEWAN


PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................................ 2
BAB 1. Pendahuluan.......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................3
1.3 Tujuan..................................................................................................................4
BAB 2. Tinjauan Pustaka................................................................................................... 5
2.1 Etiologi dan Gejala Klinis....................................................................................5
2.2 Diagnosa.............................................................................................................6
2.3 Pencegahan dan Penanganan...............................................................................6
BAB 3. Pembahasan.......................................................................................................... 7
BAB 4. Kesimpulan........................................................................................................... 9
Daftar Pustaka.................................................................................................................. 10

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan reproduksi pada sebuah peternakan merupakan masalah ekonomi yang
sangat penting. Salah satu gangguan reproduksi yang bisa mempengaruhi produktivitas
ternak adalah kemajiran pada hewan ternak. Kemajiran ternak bisa disebabkan oleh
infeksi penyakit ataupun non infeksi seperti gangguan hormon, kelainan bawaan, patologi
kelamin dan pakan yang kurang nutrisi. Kerugian ekonomi akibat serangan penyakit
dapat ditekan jika diagnosa, pencegahan, ataupun pengobatan dilakukan sedini mungkin,
secara cepat dan tepat agar penyakit tidak menyebar ke ternak lain, sehingga bisa terjadi
keberhasilan reproduksi yang sangat mendukung peningkatan populasi ternak
Salah satu penyebab dari kemajiran dari hewan ternak betina adalah Infectious
Bovine Rhinotracheitis (IBR-bovine herpes virus 1). IBR adalah penyebab abortus paling
utama pada sapi, di mana kejadian abortus sekitar 50 - 60 % pada sapi yang tidak
divaksinasi. Penyebaran virus ini melalui darah menuju plasenta. Plasentitis terjadi 3
minggu - 4 bulan setalah infeksi, kemudian menginfeksi fetus dan menyebabkan kematian
pada fetus dalam waktu 24 jam. Kejadian abortus bisa setiap saat tetapi umumnya terjadi
mulai umur 4 bulan kebuntingan.
IBR adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan efek
yang berbahaya. Pencegahan adalah cara terbaik untuk mengatasi IBR, namun diperlukan
diagnosa dan penanganan yang tepat untuk bisa menanggulangi penyakit ini. Oleh karena
itu, diperlukan pengetahuan mendalam tentang penyakit IBR ini untuk digunakan sebagai
referensi dalam pemberantasan penyakit ini pada hewan ternak.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimaan gambaran penyakit IBR sampai bisa menyebabkan kemajiran pada
hewan ternak?
1.2.2 Bagaimana pencegahan dan penanganan penyakit IBR?

1.3. Tujuan
3

1.3.1 Untuk mengetahui gambaran penyakit IBR hingga menyebabkan kemajiran


1.3.2 Sebagai referensi untuk mengetahui bagaimana pencegahan IBR dan cara
penanganan IBR

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Etiologi dan Gejala Klinis
Infectious Bovine Rhinotracheitis adalah penyakit menular pada sapi yang
disebabkan oleh virus famili Herpesviridae, yaitu Bovine herpes virus-1 (BoHV-1).
Menurut Graham (2013), tipe yang muncul akibat BoHV-1 ini berhubungan erat dengan
penyakit pada sistem respirasi dan munculnya aborsi serta gejala lain yang mirip dengan
herpes virus. Penyakit ini muncul ditandai dengan demam selama 4-5 hari dengan suhu
tertinggi adalah 410C, sesak nafas (dyspnoe), rhinitis, sinusitis dan perubahan-perubahan
lain pada saluran pernafasan atas karena peradangan. Virus ini juga dapat menyerang
plasenta dan fetus, sehingga menyebabkan abortus. Secara umum, virus ini memunculkan
penyakit dengan perubahan klinis pada sistem respirasi, mata, menimbulkan aborsi,
infectious pustular vulvovaginitis dan enchepalitis.

Gambar 1. kondisi fetus dari hasil aborsi induk yang terinfeksi IBR

Sistem respirasi menunjukkan keluarnya cairan bening seperti air dan profus dari
hidung, hidungnya memerah, pernafasan cepat dan batuk. Pada hewan betina yang
terserang alat kelaminnya sering dikenal dengan nama Infectious Pustular Vulvovaginitis
(IPV) yang ditandai adanya perdarahan, nekrosa dan pustula pada selaput lendir vagina.

Gambar 2. (a) Hidung memerah dan (b) Cairan muncul dari hidung dan mulut sapi

Dari vulva keluar cairan yang mula-mula bening kemudian bisa menjadi nanah. Pada
hewan jantan juga bisa terserang, ditandai adanya balanoposthitis, terdapat bintik-bintik
halus pada mukosa penis dan prepusium (Hariadi dkk., 2011).
2.2 Diagnosa

Diagnosa awal adalah dengan melihat riwayat dari hewan tersebut dan gejala
klinis yang muncul, terutama leleran yang muncul.

Dilakukan endoskopi pada saluran respirasi akan tampak faring dan trakhea yang
berwarna merah. Terjadi nekrosis fokal pada sel epitelnya, bahkan bisa sampai
terjadi kematian sel mukosa epitel yang disertai dengan eksudat (Muylkens et al,
2007).

Gambar 3. Kondisi potongan trakhea infeksi IBR

Autolisis yang ditandai dengan perubahan warna kecokelatan pada lipatan tubuh
dan cairan dalam rongga badannya. Autolisis pada fetus mati adalah alat diagnosa
yang paling baik.

Penegakan diagnosa adalah dengan uji antibodi fluoresens (Hariadi dkk., 2011)

2.3 Pencegahan dan Penanganan


Pencegahan yang bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan desinfeksi
kandang, menggunakan vaksinasi dan pemberian kolostrum. Untuk penanganan, karena
disebabkan virus, cara terbaik adalah dengan terapi suportif dan simtomatis. Pemberian
salep antibiotik untuk pengobatan luka untuk mencegah infeksi sekunder sangat
dianjurkan.

BAB 3. PEMBAHASAN
6

IBR disebabkan oleh Bovine herpes virus-1 (BoHV-1) merupakan patogen utama
pada sapi. Transmisi penyakit ini adalah melalui udara, leleran dari fetus terinfeksi IBR
dan juga bisa ditularkan melalui perkawinan alami dengan salah satu pejantan atau
betinanya terinfeksi IBR. Setelah infeksi via udara, BoHV-1 bereplikasi di dalam tubuh
hospes, yang menunjukkan titer tinggi pada membrane mukosa respirasi dan tonsil.

Selanjutnya, virus menyebar ke konjungtiva dan mencapai ganglia trigeminal dengan


transport melalui akson neuronal. Setelah muncul infeksi pada organ genital, virus ini
bereplikasi pada mukosa mambran vagina atau prepusium dan menjadi laten di ganglia os
sacral. Virus DNA ini akan hidup di ganglia neuron dan akan menjadi semakin parah atau
akan mengalami reaktivasi infeksi jika hewan ternak mengalami stres karena transportasi
atau kebuntingan dan jika diinduksi kortikosteroid. Akibatnya, virus dapat menular karena
bersifat laten di dalam tubuh dan bisa menjadi infeksi litik yang bisa muncul ke
lingkungan untuk menular ke hewan lain.
Secara sistemik, BoHV-1 ini bisa menyebar ke tubuh dengan melalui darah atau
viremia dan melalui syaraf. Virus yang masuk melalui oronasofaringeal

ini akan

menempel di mukosa dan bereplikasi. Mukosa oronasofaringeal ini diinervasi oleh 6


syaraf utama otak, seperti nervus olfaktorius dan nervus trigeminal. Dari dua syaraf utama
inilah muncul dua rute penyebaran virus ini, di mana BoHV-5 yang menyebabkan
encephalitis juga akan muncul sebagai efek dari penyebaran BoHV-1 (Muylkens, 2007).
Infeksi BoHV-1 memunculkan respon antibodi dan respon kekebalan yang
dimediasi sel dalam waktu 7-14 hari. Respon imun yang muncul ini menjadi kekebalan
7

yang diperoleh dari vaksinasi atau juga diperoleh kolostrum yang memunculkan antibodi
maternal. Ketika virus ini masuk ke dalam tubuh, sistem imun dari tubuh juga akan
bekerja yang memunculkan sitokin dan memicu adanya reaksi dari monosit dan
makrofaag, hingga muncul antibodi sebagai respon dari antigen tersebut (tabel 2).

Penyakit ini bisa menyebabkan akibat yang fatal pada hewan ternak, sehingga
diperlukan teknik diagnosa, pencegahan dan penanganan yang tepat. Teknik diagnosa
paling tepat untuk melaksanakan diagnosa adalah dengan melihat riwayat penyakit atau
gejala klinis yang muncul, terutama dari sistem respirasi, seperti hidung yang menjadi
berwarna merah dan kondisi sapi yang mengalami kesulitan bernafas serta mengeluarkan
cairan dari hidung. Desinfeksi dan pemeriksaan kandang setiap hari adalah manajemen
yang tepat untuk pencegahan penyakit ini. Vaksinasi yang digunakan, menurut Fairbanks
et al (2004), lebih baik menggunakan modified-live virus yang diberikan secara subkutan
pada sapi berumur 6-8 bulan. Pemberian kolostrum dari induk yang sudah pernah
divaksin IBR juga merupakan cara yang dianjurkan (OIE Terrestrial Manual 2010).

BAB 4. KESIMPULAN
8

Infectious Bovine Rhinotracheitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus


bovine herpes virus 1 (BoHV-1). Penyebaran virus ini melalui darah dan syaraf sehingga
bisa memunculkan gejala klinis di beberapa sistem tubuh, seperti pada mata, sistem
respirasi, sistem syaraf dan sistem genital yang berakibat abortus. Kejadian abortus bisa
setiap saat terjadi, tetapi umumnya terjadi mulai umur 4 bulan kebuntingan.
Pencegahan dari penyakit adalah dengan desinfeksi kandang setiap hari, dilakukan
vaksinasi dan pemberian kolostrum pada pedet. Penanganan pada hewan yang sudah
terinfeksi IBR adalah pemberian terapi suportif dan terapi simtomatis, seperti pemberian
antibiotik pada luka pada organ genital untuk mencegah infeksi sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
Fairbanks, K.F., Campbell, J. dan Chase, C.C.L. 2004 . Rapid Onset of Protection
Against Infectious bovine Rhinotracheitis with a Modified-Live Virus Multivalent
Vaccine. Brookings. South Dakota State University
Graham, D.A. 2013. Bovine Herpes Virus-1 (BoHV-1) In Cattlea Review With Emphasis
on Reproductive Impacts and the Emergence of Infection in Ireland and the United
Kingdom. Ireland. Irish Veterinary Journal
Hariadi, M., Hardjopranyoto, S., Wurlina, Hermadi, H.,A., Utomo, B., Rimayanti, Triana,
I.A. dan Ratnani, H. 2011, Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press
Muylkens, B., Thiry, J., Kirten, P., Schynts, F. dan Thiry, E. 2007. Bovine Herpesvirus-1
Infection and Infectious Bovine Rhinotracheitis. Liege. EDP Sciences

10

Anda mungkin juga menyukai