Anda di halaman 1dari 19

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis B
2.1.1

Definisi
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh

virus hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian.7
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi
atau keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di
dunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus
diselesaikan. Hal ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat
menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan
carcinoma hepatocelluler primer. 7
Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi
hepatitis bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih
asimtomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak-anak
menularkan hepatitis pada anggota keluarga adalah asimtomatik, sedangkan lebih
dari tiga perempat orang dewasa yang terkena hepatitis A adalah simtomatik. 7
Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20%
penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami
cirrhosis hepatic dan carcinoma hepatoculler primer (hepatoma). Kemungkinan
akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana

respon imun belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini diperkirakan
terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carrier) HBsAg dan 220 juta (78%)
terdapat di Asia termasuk Indonesia. 8
2.1.2

Etiologi Hepatitis
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama

kali ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen
Australia yang termasuk DNA virus. 8
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
dengan Partikel Dane. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang
membungkus partikel inti (core). Pada partikel inti terdapat hepatitis B core
antigen (HBcAg) dan hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg)
terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat imunologiknya protein virus hepatitis B
dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr. Subtype ini secara
epidemiologis penting karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam
penyebaranya. 8
2.1.3

Patogenesis
Berbagai mekanisme bagaimana virus hepatotropik

merusak sel hati

masih belum jelas, bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal-hal tersebut.
Informasi dari kenyataanya ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan
patogenetik. Ada dua kemungkinan: (1) Efek simptomatik langsung dan (2)
adanya induksi dan reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit

yang diubah oleh virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit yang di infeksi
virus.
Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga
timbul kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan
mekanisme persistensi. Pencetusnya adalah antigen virus, autogenetic atau obat.
Targetnya dapat berupa komponen struktur sel, ultrastruktur atau jalur enzimatik.
Sedangkan persistensinya dapat akibat mekanisme virus menghindar dari sistem
imun tubuh, ketidakefektifan respon imun atau pemberian obat yang terus menerus. 9
2.1.4

Patofisiologi
Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus

Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel


hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma virus Hepatitis B (VHB) melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selanjuntnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di
dalam asam nukleat virus Hepatitis B (VHB) akan keluar dari nukleokapsid dan
akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut.8
Selanjutnya DNA virus hepatitis B (VHB) memerintahkan sel hati untuk
membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
imunologik penderita terhadap infeksi. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A,
B, Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut di seluruh bagian
hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histosit. 8

Perubahan morfologi hati pada hepatitis A, B dan non A dan B adalah


identik pada proses pembuatan billiburin dan urobulin. Penghancuran eritrosit
dihancurkan dan melepaskan Fe + Globulin + billiburin. Penghancuran eritrosit
terjadi di limpa, hati, sum-sum tulang belakang dan jaringan limpoid.
1. Billiburin I
Hasil penelitian eritrosit di lien adalah billiburin I atau billiburin indirect.
Billiburin I masih terkait dengan protein. Di hati billiburin I dipisahkan protein
dan atas pengaruh enzim hati, billiburin I menjadi billiburin II atau
hepatobilliburin.
2. Billiburin II
Billiburin dikumpulkan didalam vesica falea (kandung empedu) dan dialirkan
ke usus melalui ductus choleductus. Billiburin yang keluar dari vesica falea
masuk ke usus diubah menjadi stercobilin, kemudian keluar bersama feces lalu
sebagian masuk ke ginjal, sehingga disebut urobillinogen. Bila billiburin terlalu
banyak dalam darah akan terjadi perubahan pada kulit dan selaput lendir
kemudian kelihatan menguning sehingga disebut ikterus. 8
2.1.5

Manifestasi Klinis Hepatitis B


Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis manifestasi klinis

hepatitis B dibagi dua, yaitu:


1. Hepatitis B akut
Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus
hepatitis B dari tubuh hospes. Hepatitis B akut terdiri atas 3, yaitu:

10

a. Hepatitis B akut yang khas


Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus yang
jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu, fase praikterik (prodromal), gejala
non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri
di daerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. 7
Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati, fase ikterik, gejala
demam dan gastrointestinal mulai tambah hebat, disertai hepatomegali dan
spinomegali. Timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu ke dua.
Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi
hati (Liver Function Test) abnormal dan fase penyembuhan, ditandai dengan
menurunya kadar enzim aminotransferase, pembesaran hati masih ada tetapi tidak
terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.7
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, 50% akan berakhir dengan coma
dan kematian.
2. Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik yaitu kira-kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan
mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukan perbaikan yang mantap. 8

2.1.6

Sumber dan Cara Penularan

11

1. Sumber Penularan Virus Hepatitis B


Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita
virus, feses, dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. 9
2. Cara penularan Virus Hepatitis B
Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu parenternal dimana
terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda
yang susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan tattoo, kemudian secara non
parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B.8
Secara epidemiologi penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu yang HBsAg
positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal, dan secara
horizontal yaitu penularan infeksi virus Hepatitis B dari seseorang pengidap virus
kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual. 8
2.1.7

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B


Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit Hepatitis B menurut Aguslina

dapat dibagi menjadi: 8


1. Faktor Host (Pejamu)
Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit Hepatitis B yang meliputi:
a. Umur, dimana penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur.

Paling sering bayi dan anak (25,45%). Resiko untuk menjadi kronis menurun

12

dengan bertambahnya umur, dimana bayi pada 90% menjadi kronis, pada anak
usia sekolah 23-46% dan pada orang dewasa 3-10%.
b. Jenis Kelamin, wanita tiga kali lebih sering terinfeksi Hepatitis B dibanding

pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh, bayi baru lahir atau bayi dua bulan pertama

setelah lahir sering terinfeksi Hepatitis B, terutama pada bayi yang belum
mendapat imunisasi Hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum
berkembang sempurna.
d. Kebiasaan hidup, dimana sebagian besar penularan pada masa remaja

disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual,


pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tattoo, dan pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan, kelompok resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi Hepatitis B

adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar
operasi, petugas laboratorium dimana pekerjaan mereka sehari-hari kontak
dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).
2. Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah Virus Hepatitis B (VHB). Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebaranya.
Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtipe ayw terjadi di
Afrika Utara dan Selatan. Subtipe ayw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand,
Indonesia, sedangkan subtipe adr terjadi di Jepang dan China.

13

3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang
mempengaruhi perkembangan hepatitis B, yang termasuk faktor lingkungan
adalah lingkungan dengan sanitasi jelek, daerah dengan prevelensi virus hepatitis
B (VHB) tinggi, daerah unit pembedahan, daerah unit laboratorium, daerah bank
darah, daerah tempat pembersihan, daerah dialias dan transplantasi, daerah unit
penyakit dalam.
2.1.8

Epidemilologi Hepatitis B
Prevelensi tinggi berada di wilayah China, Asia tenggara dan Afrika,

dimana penularan terjadi umumnya pada baru lahir dengan endemisitas > 8%.
Prevelensi penyakit Hepatitis B di dunia terendah berada di benua Amerika dan
sebelah Eropa dimana sebesar kurang dari 2% populasi yang terinfeksi kronik
melalui peyalahgunaan obat-obatan injeksi, seksual tanpa pengaman dan faktorfaktor penting yang lainnya. Prevelensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan
Jepang sebesar 2 -7 % yang umumnya menyerang anak-anak. 8
2.1.9

Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan

penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai
hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi
meskipun terlambat, pasien-pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh
kembali.

14

Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah


serangan awal, kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum
alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata
dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah
baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.
Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna
adalah perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering
ditemukan, selain itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab
utama yang berkaitan dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B
kronik dan sirosis terakit dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah
dikaitkan pula dengan kanker hati.10
2.1.9

Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan

tidak menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan


dengan perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1-3 tahun. Pada
sebagian kasus lainnya,

hepatitis kronik persisten dan kronik aktif berubah

menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara
keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik
dan jarang terjadi kegagalan hati.11
Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu
survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien
yang menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya
satu diantara dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia. Di seluruh

15

dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B meninggal
dunia.7
2.1.10 Penatalaksanaan Hepatitis B
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara
umum penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut:
1. Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat
mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka dengan
umur tua dan keadaan umum yang buruk.
2. Diet
Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35
kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara
berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna dan
tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).14
Tujuan diet energi protein tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan eneri dan
protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jarring tubuh
dan menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal. 14
Diet rendah kalori tinggi lemak dan protein dilakukan adalah mengurangi
asupan karbohidrat. Diet ini akan berlangsung lebih lama lagi, itu pun jika orang
yang berdiet mampu makan sedikit nasi atau bahkan tidak sama sekali. 14
3. Medikamentosa

16

Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin


darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan,
dimana transaiminase serumsudah kembali normal tetapi billburin masih tinggal.12
Pada keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari, jangan
diberikan antiemetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin. Vitamin K
diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam
keadaan perkoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatik.12
4. Herbal
Tanaman yang paling umum dijadikan obat untuk hepatitis A, B, C hingga G
adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Temulawak yang merupakan
famili Zingiberaceae mengandung minyak atsiri dan kurkuminoid. Kurkuminoid
sendiri terdiri dari dua jenis senyawa, kurkumin dan desmetoksikurkumin.7
Senyawa terakhir mengandung khasiat menetralkan racun, meningkatkan
sekresi empedu, mencegah perlemakan hati dan berfungsi sebagai antioksidan.
Agar pengobatan dengan temulawak lebih baik biasanya dikombinasikan dengan
dua atau tiga jenis tanaman. Temulawak bisa dicampur dengan cakar ayam
(Selaginella doerderleinii), sambiloto (Andrographis paniculata), dan meniran
(Phyllanthus urinaria).7
2.1.11 Pencegahan Penularan Hepatitis B
Menurut Park ada lima pokok tingkatan pencegahan yaitu:13
1. Health promotion
Health promotion yaitu dengan usaha penigkatan mutu kesehatan. Helath
promotion terhadap host berupa pendidikan kesehatan, peningkatan higiene

17

perorangan, perbaikan gizi, perbaikan system tranfusi darah dan mengurangi


kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menularkan virus hepatitis B
(VHB).
2. Specific protection
Specific protection yaitu perlindungan khusus terhadap penularan hepatitis B
dapat dilakukan melalui sterilisasi bendabenda yang tercemar dengan pemanasan
dan tindakan khusus seperti penggunaan yang langsung bersinggungan dengan
darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan,
penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain
itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (unit onkologi dan
dialisa) untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita
dan juga imunisasi pada bayi baru lahir.
3. Early diagnosis and prompt treatment
Menurut Noor, diagnosis dan pengobatan dini merupakan upaya pencegahan
penyakit tahap II. Sasaran pada tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita
penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit. Tujuan pada pencegahan
tahap II adalah:14
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui pemeriksaan berkala pada
sarana pelayanan kesehatan untuk mematiskan bahwa seseorang tidak
menderita penyakit hepatitis B, bahkan gangguan kesehatan lainnya.

18

b. Melakukan screening hepatitis B (pencarian penderita penyakit Hepatitis)


melalui suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau
menunjukan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi secara
dini adanya suatu penyakit hepatitis B.
c. Melakukan pengobatan dan pearwatan penderita hepatitis B sehingga cepat
mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya.
5. Disability limitation
Disability limitation merupakan upaya pencegahan tahap III dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyakit. Upaya
mencegah kecacatan akibat penyakit hepatitis B dapat dilakukan dengan upaya
mencegah proses berlanjut yaitu dengan pengobatan dan perawatan secara khusus
berkisanambungan dan teratur sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan
baik dan cepat.
Pada dasarnya penyakit hepatitis B tidak membuat penderita menjadi cacat
pada bagian tubuh tertentu. Akan tetapi sekali vitus hepatitis B masuk ke dalam
tubuh maka seumur hidup akan menjadi carrier dan menjadi sumber penularan
bagi orang lainnya.
6. Rehabilitation
Rehabilitasi merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan kecacatan
(disability limitation) dengan tujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik,
psikologis dan sosial.

19

Rehabilitation yang dapat dilakukan dalam menanggulangi penyakit hepatitis B


yaitu sebagai berikut:
a. Rehabilitasi fisik, jika penderita mengalami gangguan fisik akibat penyakit
hepatitis B
b. Rehabilitasi mental dari penderita hepatitis B, sehingga penderita tidak merasa
minder dengan orangtua masyarakat sekitarnya karena pernah menderita
penyakit hepatits B.
c. Rehabilitasi sosial bagi penderita penyakit hepatitis B sehingga tetap dapat
melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama orang lainnya.
d. Jaminan kesehatan bagi tenaga kerja kesehatan di Rumah Sakit
Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya
pengendalian infeksi di rumah sakit yang telah dikembangkan oleh Departemen
Kesehatan sejak tahun 1980. Kewaspadaan umum merupakan upaya pencegahan
infeksi sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan dan pasien. Universal precaution merupakan upaya pencegahan
penularan penyakit dari pasien kepada tenaga kesehatan dan sebaliknya. Hal ini
didasari oleh penyebaran penyakit infeksius melalui medium darah, urine, feses
dan pernafasan.
Pencegahan utama terhadap penularan tersebut yaitu meminimalisasi kejadian
kontak darah atau cairan tubuh pasien kepada tenaga kesehatan. Bagi tenaga
kesehatan, prinsip Universal Precaution yang dijalankan berupa penggunaan alat
pelindung diri (sarung tangan, tutup kepala, masker, kacamata) dan penggunaan
benda-benda tajam secara aman (jarum suntik, pisau bedah, jarum jahit).25

20

Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan mempunyai risiko terkena


infeksi dari rumah sakit ataupun klinik kesehatan. Selain itu, petugas kesehatan
yang bekerja di klinik pun memiliki risiko tertular akibat terpapar dari spesimen
laboratorium pasien maupun kontak langsung. Oleh sebab itu, hal tersebut harus
diwaspadai

dengan

berjalannya

penularan

penyakit

berbahaya

semakin

meningkat, seperti HIV dan hepatitis B.25


Tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang
lain serta bertanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan rumah
sakit. Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab dalam menggunakan sarana yang
disediakan dengan baik dan benar serta memelihara sarana agar selalu siap dipakai
dan dapat dipakai selama mungkin. 25
Kewaspadaan standar (standar precaution) merupakan gabungan dari
kewaspadaan universal (universal precaution) dan BSI (Body Substance
Isolation) yang keduanya merupakan pedoman pencegahan penyakit yang
menular melalui cairan tubuh khususnya darah. Upaya ini dirancang untuk
memutuskan siklus penularan penyakit dan memberikan perlindungan pasien,
petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat. 25
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat

21

mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada


akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.10
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.
Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara
maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak
pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. 10
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap
pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS. 10
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi

22

listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang


berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi
bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS. 10

2.2 Kerangka Teori


Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat disusun kerangka teori
sebagai berikut:
Virus Hepatitis B

Hati: reseptor spesifik di membran sel hepar:


hepatitis akut tipe A, B, Non A dan Non B

23

Penetrasi ke dalam
sitoplasma sel
hepar

Faktor penyebab
Hepatitis B

Faktor Host
(Pejamu)

a.
b.
c.
d.
e.

Umur
Jenis Kelamin
Mekanisme pertahanan tubuh
Kebiasaan hidup
Pekerjaan: Perawat dan
petugas kesehatan dimana
pekerjaan mereka sehari-hari
kontak dengan penderita dan
material manusia (darah, tinja,
air kemih)

Faktor Agent

Faktor
Lingkungan

Virus Hepatitis

1. Iklim
2. Suhu

Gambar 2.1
Kerangka Teori
2.3 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Karakteristik Hepatitis B pada


perawat
Gambar 2.2

Umur
Jenis kelamin
Suku
Tempat tinggal

24

Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai