Appendicitis Tama
Appendicitis Tama
APPENDICITIS
Oleh:
Tama Natalia
10310381
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis epitel kolumnar
dan terdiri dari kantong yang disebut crypta liberkulin.
yang
secara aktif
2.2 INSIDENSI
ApendiSitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 12% :25%
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendiks. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat
menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.
Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata.
Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendiks dan peritoneum parietal
pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendiks, sangat rentan terhadap
kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan
arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami
kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan
vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark
di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala
gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah
timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal.
Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri
jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix
yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi
mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan
iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada
2)
Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi
dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7)
Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)
Eschericia coli
Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa
Bacteroides sp.
Klebsiella sp.
Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Clostridium sp.
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Peptostreptococcus sp.
10
11
1,2,3,7,8
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan
banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul
pada beberapa pasien terutama anak-anak.
terjadinya perforasi Appendix.12,13
12
2,3,8
Gejala*
Frekuensi (%)
Nyeri perut
Anorexia
Mual
Muntah
Nyeri berpindah
Gejala
sisa
100
100
90
75
50
klasik
(nyeri
periumbilikal
kemudian
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.11)
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala
Tanda
Lab
Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
13
Value
1
1
1
2
1
1
2
14
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri
pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka
pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Obturator sign
16
17
Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.
Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
18
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada
Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut
meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa
abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit
11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas
90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.
2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.
Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus
yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif
19
20
21
22
Sensitivitas
USG
85%
CT Scan Appendix
90-100%
Spesifitas
92%
95-97%
Penggunaan
Keuntungan
pasien Appendicitis
Aman
pasien Appendicitis
Lebih akurat
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
mengidentifikasi
Appendix normal,
wanita
anak
Tergantung operator
Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras
gas
Nyeri
23
24
banding
Appendicitis,
termasuk
diantaranya
torsio
testis,
epididimitis akut, karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal
pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai
Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri
Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis
acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk
membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat
25
26
27
endometriosis
dan
ruptur
kehamilan
ektopik.
Laparoskopi
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah
kanan dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi
pada pasien Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.
28
2.7 KOMPLIKASI
2.7.1. Perforasi
2.7.2. Peritonitis
2.7.3. Appendicular infiltrat
Appendicular infiltrat adalah Appendicular infiltrat adalah infiltrat/massa yang
terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang
kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa
Appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi
peritonitis umum. Massa Appendix lebih sering dijumpai pada pasien berumur
lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.16
2.7.3.1. Patofisiologi
29
terjadinya
peristiwa
tersebut
tergantung
pada
virulensi
30
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). 19
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 18
31
Kembung
sering
terlihat
pada
penderita
dengan
komplikasi
perforasi.
32
2.7.3.4. Diagnosis
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abscess Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan
fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma
Caecum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu
juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan
Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in
loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya
antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan
atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis
sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
kanan, kadang-kadang teraba massa.17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1.
33
2.
3.
dengan:
1.
keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2.
3.
2.7.3.5. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi
dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix
tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami
peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit,
tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya. 17
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan
34
ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi
lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase.17
Massa Appendix
terjadi
bila
terjadi
Appendicitis
gangrenosa
atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang
terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan
diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 17
Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anakanak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik,
dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif
berlangsung selama 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan
Appendectomy
elektif
35
kemudian
untuk mencegah
kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian
komplikasi setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih
sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada
ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi.
Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan
Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut
sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang
diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah
komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).20
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan Appendectomy.20
Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic
Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit,
makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan
pasien menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat
dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini
tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan
36
bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi
usus.20
Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan
atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.20
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur
dan didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
37
Oblique
sayatan
M.rectus abd.
M.rectus abd.
ditarik ke medial
2 lapis
38
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke
lateral bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi
searah dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
39
Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar
tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan
saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
40
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat
mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem
ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
41
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi
lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah
Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang
pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).
42
43
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk
pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian
44
45
2.10 PROGNOSIS 2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000
pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang
menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana
diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan
darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi
tepat sebelum terjadi perforasi.
46
BAB III
KESIMPULAN
47
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang
tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik
pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign,
Blumbergs sign, Wahls sign, Baldwin test, Dunphys sign, Defence musculare,
nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding
Appendicitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut,
penyakit urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chrons
enteritis, perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing,
batu urethra, peritonitis primer, Purpura HenochSchonlein, Yersiniosis, serta
kelainankelainan ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi,
peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial
pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien
Appendicitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan
konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani
laparotomi.
48
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:111934
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
50
5.
http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendiciti
s1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots
Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis
H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7
Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.
Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001: 1466-78
10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the
Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?
artid=1294889&blobtype=pdf
51