Anda di halaman 1dari 51

REFERAT

APPENDICITIS

Oleh:
Tama Natalia
10310381

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN MALAHAYATI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Apendiks vermicularis.


Apendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Apendiks atau Apendisitis
akut menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan
tindakan bedah.
Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering
ditemukan. Apendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak
umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Apendisitis akut
mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan
peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik,
Diagnosis apendisitis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera
dilakukan. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan
hal yang paling penting dalam mendiagnosis Apendisitis. Keterlambatan diagnosis
dapat menyebabkan penyulit perforasi dengan segala akibatnya. Peranan
pemeriksaan penunjang khusunya di bidang radiologi sangat penting untuk
membantu penegakan diagnosis apendisitis sehingga penanganan yang diberikan
dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan akurat berdasarkan hasil pemeriksaan
tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIKS


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm (315 cm). Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal.
Namun, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar di pangkal, dan sempit di
ujung. Keadaan ini mungkin menjadi penyebab rendahnya insiden apendisitis
pada usia tersebut. Kebanyakan terletak intraperitoneal dan dapat digerakkan.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungkan sekum dan
bisa berguna sebagai penanda tempat untuk mendeteksi apendiks. Kebanyakan
kasus, apendiks terletak intra abdominal. Posisi ini memungkinkan apendiks
bergerak bebas dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks di
penggantungnya. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, di belakang kolon asenden, atau di tepi lateral kolon asenden.
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a. ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendik merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan elastis

membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis epitel kolumnar
dan terdiri dari kantong yang disebut crypta liberkulin.

Gambar 1. Appendix vermicularis4)


Pangkal apendiks dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis MonroePichter. Garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal
apendiks terletak 1/3 lateral dari garis tersebut dan dinamakan titik Mc Burney.

Appendiks diperdarahi oleh arteri apendikular yang merupakan cabang dari


bagian bawah arteri ileocolica. Arteri pada appendiks termasuk end arteri yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Appendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe
melintangi mesoapendiks menuju nodus limfe ileocaecal.
Awalnya, Appendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir
ini, Appendiks dikatakan

sebagai organ imunologi

yang

secara aktif

mensekresikan Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun


Appendiks merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid
Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi
suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya.
Persarafan appendiks meliputi simpatis dan parasimpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior
dan a. appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

2.2 INSIDENSI

ApendiSitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 12% :25%

2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Appendisitis umumnya terjadi karena adanya proses radang bakteri.
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini seperti yang
diakibatkan oleh E. Histolytica. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya:
2.3.1 Obstruksi (Sumbatan)
Obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Obstruksi terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hyperplasia jaringan limfoid (60%), 35% karena statis fekal, tumor apendiks,
benda asing dalam tubuh (4%) dan cacing askaris serta parasit dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen
yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan
penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa
ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.
Obstruksi Appendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya
jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum
seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendisitis.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendisitis adalah trauma, stress

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendiks. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat
menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.
Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata.
Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendiks dan peritoneum parietal
pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendiks, sangat rentan terhadap
kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan
arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami
kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan
vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark
di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala
gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah
timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6

Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi


perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,
terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal
tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya,
peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi
Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark,
dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti
demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena
iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix
berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc
Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di
pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran
infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti
terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah

perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut.


Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,
leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat
tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48
jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi
tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak
yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess
tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat
pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat
iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya
abscess pelvis.6

2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal.
Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri
jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix
yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi
mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan
iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada

perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa dan Appendicitis


perforata. 1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi.

2)

Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada

Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi
dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7)

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)


Bakteri Aerob dan Fakultatif
Batang Gram (-)

Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata


dan non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai,

10

seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur


dan kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara
spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan
keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan
pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada
Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga
leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi
antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi.
2,6)

2.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan
dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel,
carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih
jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih
tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan
motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan
untuk timbul fecalith.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

11

2.4.1 Gejala Klinis


Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai
dengan nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta
adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu
menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 112 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi
di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan
nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.

1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,


biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada
75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.
Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya
gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah
mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8 Muntah yang
timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan
banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul
pada beberapa pasien terutama anak-anak.
terjadinya perforasi Appendix.12,13

12

2,3,8

Diare dapat timbul setelah

Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)

Gejala*

Frekuensi (%)

Nyeri perut
Anorexia
Mual
Muntah
Nyeri berpindah
Gejala
sisa

100
100
90
75
50
klasik

(nyeri

periumbilikal

kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian 50


demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.11)
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala
Tanda
Lab

Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis

13

Value
1
1
1
2
1
1
2

Shift to the left


1
Total poin
10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri
lokal pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis
difus biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien
dapat diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya
menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan
tingkat inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri
lokal di titik Mc Burneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal
menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan
Rovsings sign bersifat konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal
toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik, khususnya pada pasien
dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan
penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia.
Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13

2.4.2 Tanda Klinis

14

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan


gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya
jarang didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis
letak retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter
sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha
kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang.
Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut
berkurang. 6

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa


letak anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o mengelilingi
pangkal Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri
di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis
dapat menyebabkan nyeri rectal.6
15

Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri
pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka
pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

Obturator sign
16

Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki


kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae
dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa
nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan
adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh
Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)

Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)

17

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan
positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.

Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.

Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.5.1 Laboratorium2,3,6,7)
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan
pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan

18

polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada
Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut
meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa
abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit
11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas
90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.

2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.
Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus
yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif

19

bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih.


Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari
Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran
tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis
Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain
dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada
wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan
pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan
penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis
Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang
dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak
tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu
banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya
pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan
dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh karena
tekanan.

20

Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)

2.5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)


Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi
dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien
Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus,
hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada
foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang
disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus
kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada
USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan
diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan
percutaneous drainage secara tepat.

21

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan


yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang
kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk
pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti,
memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata


dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)

22

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix


(panah) dengan appendicolith1)

Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)

Sensitivitas

USG
85%

CT Scan Appendix
90-100%

Spesifitas

92%

95-97%

Penggunaan

Evaluasi pasien pada

Evaluasi pasien pada

Keuntungan

pasien Appendicitis
Aman

pasien Appendicitis
Lebih akurat

Relatif murah

Lebih baik dalam

Dapat menyingkirkan

mengidentifikasi

penyakit pelvis pada

Appendix normal,

wanita

phlegmon dan abscess

Lebih baik pada anakKerugian

anak
Tergantung operator

Mahal

Secara teknik tidak

Radiasi ionisasi

adekuat dalam menilai

Kontras

gas
Nyeri

23

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari
akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu
penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi
pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses
akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan
yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6)
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada
umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,6)
Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi
dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang
perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6)
1. Adenitis Mesenterica Acuta
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada
anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi
sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan
rasa sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada
Appendicitis. Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis

24

Adenitis mesenterica, karena Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self


limited. Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi
akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya
diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului
terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai
diagnosis

banding

Appendicitis,

termasuk

diantaranya

torsio

testis,

epididimitis akut, karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal
pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai
Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri
Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis
acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk
membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat

25

berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah


umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di
bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan
berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih
pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium
enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis
acuta sangat berbahaya.
6. Chrons enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan
leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare
dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis
kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara
spontan menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.
8. Epiploic appendagitis
Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder
dari torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat
berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi
mual dan muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada
daerah yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga
epiploic appendage yang mengalami infark dioperasi.

26

9. Infeksi saluran kencing


Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat
menyerupai Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo
vertebra kanan, dan terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk
membedakan keduanya.
10. Batu Urethra
Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan
Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis,
hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu.
Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.
11. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun
dapat ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus
sekunder yang disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan
dengan aspirasi peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan
Gram, peritonitis tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obat
obatan. Bila ditemukan bermacammacam bakteri, peritonitis tersebut adalah
peritonitis sekunder.
12. Purpura HenochSchonlein
Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus.
Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi,
purpura dan nephritis juga hampir selalu ditemukan.
13. Yersiniosis

27

Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk


adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya
infeksinya ringan dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis
sistemik yang umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada
diagnosis preoperatif tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis
Appendicitis yang disebabkan oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan
Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus Appendicitis acuta
disebabkan oleh infeksi Yersinia.

14. Kelainankelainan ginekologi


Umumnya kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita
dewasa muda disebabkan oleh kelainankelainan ginekologi. Angka rata-rata
Appendectomy yang dilakukan pada Appendix normal yang pernah dilaporkan
adalah 32%45% pada wanita usia 1545 tahun. Penyakitpenyakit organ
reproduksi pada wanita sering dikelirukan sebagai Appendicitis, dengan
urutan yang tersering adalah PID, ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor
ovarium,

endometriosis

dan

ruptur

kehamilan

ektopik.

Laparoskopi

mempunyai peranan penting dalam menentukan diagnosis.

Pelvic Inflammatory Disease (PID)

Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah
kanan dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi
pada pasien Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.

Ruptur Folikel de Graaf

28

Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta


nyeri yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan
berasal dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri dan
nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada.
Karena nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering disebut
mittelschmerz.

2.7 KOMPLIKASI

2.7.1. Perforasi
2.7.2. Peritonitis
2.7.3. Appendicular infiltrat
Appendicular infiltrat adalah Appendicular infiltrat adalah infiltrat/massa yang
terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang
kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa
Appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi
peritonitis umum. Massa Appendix lebih sering dijumpai pada pasien berumur
lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.16

2.7.3.1. Patofisiologi

29

Bila semua proses patofisiologi Appendicitis berjalan lambat, omentum dan


usus yang berdekatan akan bergerak kearah Appendix hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut Appendicularis infiltrat. Peradangan Appendix tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.17
Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup Appendix dengan omentum, usus halus, atau Adnexa
sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abscess, Appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular akan menjadi
tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 17
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih panjang,
dinding Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.17
Kecepatan

terjadinya

peristiwa

tersebut

tergantung

pada

virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum,


usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup

30

kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). 19
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 18

2.7.3.2. Manifestasi Klinis


Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik Appendicitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam
nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.17

2.7.3.3. Pemeriksaan Fisik


Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu axillar dan
rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.

31

Kembung

sering

terlihat

pada

penderita

dengan

komplikasi

perforasi.

Appendicitis infiltrat atau adanya Appendicular abscess terlihat dengan adanya


penonjolan di perut kanan bawah.18
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 18
Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah Appendix maka selain ada nyeri pada fossa
iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess)
juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas
massa dapat diraba. Jika Appendix intrapelvinal maka massa dapat diraba pada
RT(Rectal Toucher) sebagai massa yang hangat.17
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata. Pemeriksaan colok
dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada Appendicitis pelvika. 18
Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada
anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.18

32

2.7.3.4. Diagnosis
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abscess Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan
fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma
Caecum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu
juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan
Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in
loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya
antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan
atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis
sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
kanan, kadang-kadang teraba massa.17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1.

keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih


tinggi;

33

2.

pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas


terdapat tanda-tanda peritonitis;

3.

laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis


terdapat pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai

dengan:
1.

keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;

2.

pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis


dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan

3.

laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.16

2.7.3.5. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi
dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix
tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami
peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit,
tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya. 17
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan

34

ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi
lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase.17
Massa Appendix

terjadi

bila

terjadi

Appendicitis

gangrenosa

atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang
terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan
diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 17
Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anakanak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik,
dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif
berlangsung selama 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan
Appendectomy

elektif

setelah 4-6 minggu

35

kemudian

untuk mencegah

kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian
komplikasi setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih
sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada
ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi.
Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan
Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut
sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang
diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah
komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).20
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan Appendectomy.20
Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic
Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit,
makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan
pasien menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat
dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini
tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan

36

bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi
usus.20
Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan
atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.20

2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur
dan didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):


a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

37

2. Dibuat sayatan kulit:


Horizontal

Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.
rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada
waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat
terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd.

M.rectus abd.
ditarik ke medial
2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting

38

Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.


1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral
atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke
lateral bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi
searah dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

39

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar
tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan
saraf.
4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di

40

bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini


ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang
sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset,
memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri


untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem
dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah
kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,
diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat
mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem
ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
41

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi
lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah
Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang
pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).

42

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

43

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix
diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan
jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung
rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk
pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian

44

bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit


akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1)


2.9 KOMPLIKASI POST OPERASI 1)
1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces;
karena benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah
Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah
echymosis dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena
emboli retrograd dari sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

45

2.10 PROGNOSIS 2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000
pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang
menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana
diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan
darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi
tepat sebelum terjadi perforasi.

46

BAB III
KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix


merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda
tiap individu. Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling
sering ditemukan. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya
Appendicitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen
adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta.

47

Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang
tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik
pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign,
Blumbergs sign, Wahls sign, Baldwin test, Dunphys sign, Defence musculare,
nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding
Appendicitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut,
penyakit urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chrons
enteritis, perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing,
batu urethra, peritonitis primer, Purpura HenochSchonlein, Yersiniosis, serta
kelainankelainan ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi,
peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial
pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien
Appendicitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan
konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani
laparotomi.

48

Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta.


Appendicular infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien
berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan
baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya
Appendicitis acuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative
Appendicitis gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang
mengalami komplikasi) dapat terjadi 3 kemungkinan:
o

perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam


ruang atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.

terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa


lama kelamaan akan mengecil dan menghilang)

Appendicitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang


telah sembuh.

Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya


riwayat Appendicitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri
tekan di RLQ. Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan
tumor Caecum, limfoma maligna intra abdomen, Appendicitis tuberkulosa,
amoeboma, Crohns disease, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis
ataupun torsi kista ovarium.

49

Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif


(konservatif) yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian),
tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi
abses dan massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:111934
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg

50

5.
http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendiciti
s1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots
Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis
H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7

Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.
Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001: 1466-78

Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of


Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at
October 20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the
Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?
artid=1294889&blobtype=pdf

51

Anda mungkin juga menyukai